• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah meilhat beberapa penjelasan mengenai yang terjadi di wilayah Desa Jagoi Babang, ada beberapa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Setelah meilhat beberapa penjelasan mengenai yang terjadi di wilayah Desa Jagoi Babang, ada beberapa"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

KESIMPULANDANSARAN 6.1. Kesimpulan

Setelah meilhat beberapa penjelasan mengenai yang terjadi di wilayah Desa Jagoi Babang, ada beberapa indikasi yang menunjukkan sebuah permasalahan mekanisme komunikasi yang mengakibatkan ada banyak program-program berjalan tidak maksimal. Mulai dari program yang terbengkalai, maupun berjalan seadanya. Selain itu, ada indikasi mengenai individualitas instansi dalam mengelola kawasan perbatasan. Instansi-instansi mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, sampai instansi turunan dari Kementrian yang merasa memiliki kawasan perbatasan. Akibat dari adanya individualitas instansi tersebut mempengaruhi kualitas hasil kebijakan. Tidak adanya sinergi antar instansi yang memiliki fungsi membuat kebijakan dan program, menjadikan tidak maksimalnya program-program pembangunan yang diimplementasikan di kawasan perbatasan.

Masyarakat sebagai salah satu aktor dalam implementasi kebijakan belum dilibatkan secara penuh oleh pelaksana kebijakan. Belum maksimalnya pelibatan masyarakat dapat diketahui dari adanya konflik-konflik antara masyarakat dengan pelaksana kebijakan. Selain konflik, hal-hal seperti ketidaktahuan dan resistensi dari masyarakat menjadi salah satu indikasi ketidakterlibatan masyarakat dalam proses implementasi.

Dari beberapa penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada kaitan yang erat antara komunikasi, kepercayaan, dan lokalitas masyarakat dalam implementasi kebijakan. Dari ketiga hal yang telah disebutkan, hal yang paling berpengaruh adalah pelibatan lokalitas masyarakat. Pengabaian lokalitas masyarakat akan menimbulkan banyak kendala dimasyarakat. Informasi mengenai kondisi masyarakat, adat istiadat, dan wilayah implementasi dapat tersendat saat masyarakat tidak dilibatkan secara maksimal oleh pelaksana kebijakan. Model kepercayaan dan komunikasi yang dibangun antar aktor dilapangan akan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Dengan beberapa penjelasan tersebut dapat kesimpulan yang muncul adalah :

1. Belum maksimalnya fungsi Badan Pengelola Perbatasan di kawasan perbatasan.

Badan pengelola perbatasan sebagai turunan dari Kemendagri masih belum berfungsi secara maksimal dalam mengelola perbatasan. Hal tersebut ditunjukkan dari belum adanya alur komunikasi dari BPP ke instansi lainnya yang turut serta dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Alur komunikasi yang dibuat masih sekedar pemberian informasi mengenai program yang akan dijalankan dikawasan perbatasan tanpa ada detail kebijakan lebih lanjut. Selain itu, dari BPP masih dibingungkan

(2)

mengenai persoalan alur pertanggungjawaban program. Selain harus memberikan laporan terhadap Pemerintah Kabupaten, BPP juga melaporkan hasil program kepada BPP provinsi yang diteruskan kepada BNPP. Kendala lain yang dirasakan BPP adalah terlalu jauhnya akses untuk eksekusi program. Koordinasi internal dalam hal kebijakan atau program dilakukan di kantor yang terletak di areal kantor Kabupaten yang berjarak 2jam perjalanan darat. Dengan jarak yang tergolong jauh menjadikan eksekusi implementasi kebijakan membutuhkan waktu yang cukup lama dan tidak langsung berada di kawasan perbatasan. Koordinasi di kawasan perbatasan memiliki kelebihan mengenai informasi yang didapat pelaksana kebijakan karena berada langsung di kawasan perbatasan.

2. Kurangnya komunikasi antar aktor implementasi kebijakan.

Komunikasi antar aktor menjadi salah satu kekurangan dalam impelementasi kebijakan kawasan perbatasan. Dalam beberapa kasus yang terjadi, komunikasi antar aktor baik dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah lokal, BPP, dan masyarakat tidak terjalin dengan baik sehingga menjadikan sebuah kebijakan tidak berjalan secara maksimal. Minimnya komunikasi antar aktor menjadi salah satu pemicu konflik saat dilapangan. Selain itu, minimnya komunikasi juga dapat menyebabkan ketidakjelasan informasi mengenai detail kebijakan atau program pembangunan kawasan perbatasan dan informasi mengenai wilayah implementasi kebijakan.

3. Kurangnya kepercayaan yang dibangun antar pelaksana kebijakan.

Kepercayaan antar aktor pelaksana kebijakan di kawasan perbatasan menjadi salah satu kurang maskimalnya impelementasi kebijakan dikawasan perbatasan. Dari beberapa kasus yang telah dijelaskan, ada banyak indikasi ketidakpercayaan antar aktor pelaksana kebijakan. Pelanggaran kesepakatan, adanya pengharapan berlebihan yang berujung kekecewaan, dan ketidakjujuran antar aktor pelaksana kebijakan menimbulkan ketidakpercayaan antar aktor pelaksana. Implementasi kebijakan yang para pelaksananya masih mengalami krisis kepercayaan, tidak akan bisa berjalan maksimal dalam melaksanakan implementasi. Ketidakpercayaan antar aktor yang masih kental tersebut hanya akan menghalangi komunikasi dan menimbulkan gesekan-gesekan kepentingan yang bisa berdampak pada munculnya konflik.

4. Kurangnya pelibatan lokalitas masyarakat (tokoh dan pemimpin adat) dalam pelaksanaan implementasi kebijakan di tingkat lokal.

Wilayah perbatasan Jagoi Babang memiliki masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat lokal. Adanya sistem adat istiadat dari nenek moyang tersebut menjadikan

(3)

adanya dualisme kepemimpinan dalam masyarakat. Di wilayah Desa Jagoi Babang, ada satu Kepala Desa, tiga Kepala Dusun, satu Kepala Binua, dan tiga Ketua Adat. Selain jabatan tersebut, di setiap dusun masih ada beberapa tokoh yang berpengaruh dalam mobilisasi masyarakat, bisa dari okoh adat atau tokoh yang dihormati. Sistem pemerintahan lokal dan adat lokal tersebut yang seharusnya dilibatkan oleh pelaksana kebijakan untuk memaksimalkan hasil implementasi. Dari beberapa penjelasan kasus, masih belum ada pelibatan lokalitas masyarakat secara penuh. Dengan belum maksimalnya pelibatan dengan lokalitas masyarakat menyebabkan beberapa program timbul konflik dengan amsyarakat. Selain berakibat penundaan proses implementasi, masyarakat yang tidak dilibatkan bisa menimbulkan resistensi yang berakibat kegagalan implementasi kebijakan.

6.2. Saran

Setelah membaca beberapa penjelasan terkait implementasi kebijakan pembangungan kawasan perbatasan, ada beberapa hal yang belum dimaksimalkan oleh implementor. Hal-hal tersebut adalah kualitas komunikasi, kepercayaan, dan lokalitas masyarakat kawasan perbatasan. Komunikasi menjadi kunci dari penyampaian informasi mengenai kebijakan tersebut secara utuh dan keseluruhan kepada pelaksana kebijakan. Selain menjadi penyaluran informasi mengenai kebijakan, komunikasi dapat digunakan untuk mencari informasi lain mengenai kondisi masyarakat dan wilayah implementasi tersebut dilaksanakan. Adanya kepercayaan antar aktor implementasi dapat meningkatkan kualitas komunikasi dalam implementasi. Upaya tersebut harus dilakukan untuk menjaga kualitas komunikasi antar aktor implementasi dan mencegah munculnya konflik antar aktor implementasi. Hal lain adalah pelibatan lokalitas masyarakat dalam implementasi. Pelibatan yang dimaksud bisa dalam hal pencarian informasi mengenai kondisi wilayah, masyarakat, dan kebutuhan masyarakat. Kurangnya pemanfaatan ketiga hal tersebut menyebabkan kurang berjalannya kebijakan pembangunan dikawasan perbatasan. Dampak panjang dari kurang maksimalnya implemetasi kebijakan tersebut adalah pembangunan kawasan perbatasan yang cenderung tertinggal dengan kawasan lainnya. Setelah melihat kenyataan yang ada dilapangan, maka upaya yang sebaiknya dilakukan adalah:

1. Adanya perbaikan kualitas komunikasi antar aktor implementasi kebijakan.

Perbaikan kualitas yang dimaksud adalah adanya keterbukaan informasi mengenai sebuah kebijakan pembangunan antar pelaksana kebijakan dan masyarakat. Dalam hal kebijakan pembangunan kawasan perbatasan, keterbukaan informasi kebijakan bisa

(4)

dalam hal interaksi antar aktor pelaksana kebijakan. Bentuk komunikasi yang lebih kongkret adalah dibentuknya wadah yang bisa menaungi penyaluran kejelasan informasi seperti Focus Group Discussion (FGD), atau pertemuan rutin antara pemerintah lokal dan masyarakat. Pemanfaatan mekanisme yang sudah ada seperti rapat adat juga merupakan salah satu hal yang bisa dilakukan dengan masyarakat. Wadah tersebut nantinya menjadi tempat pelaksana kebijakan dan masyarakat melakukan sharing informasi bahkan berkoordinasi. Di forum itulah informasi kebijakan yang harus diterima oleh pemerintah lokal harus disampaikan secara penuh oleh pelaksana kebijakan. Kelebihan, kekurangan, atau dampak hasil dari kebijakan harus dikomunikasikan dengan pemerintah lokal. Apabila ada imbas kepada masyarakat, harus ada sosialisasi mengenai kebijakan pembangunan tersebut. Informasi yang disampaikan harus secara utuh dan tidak ditutup-tutupi. Hal itu dapat mencegah timbulnya konflik apabila dalam pelaksanaan implementasi muncul kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pelaksana implementasi kebijakan.

2. Adanya bentuk trust dari setiap aktor implementasi kebijakan.

Bentuk trust yang coba dibangun adalah adanya penegakan nilai-nilai yang disepakati bersama antar aktor pelaksana kebijakan. Bentuk kongkret dari penegakan nilai tersebut adalah adanya sebuah kesepakatan ataupun bentuk kerjasama antar aktor implementasi kebijakan. Bentuk kesepakatan atau kerjasama bisa bersifat profesional (ada hitam diatas putih) atau bersifat informal (hasil dari musyawarah). Kesepakatan itulh yang nantinya dapat digunakan untuk membangun trust antar pelaksana kebijakan dan masyarakat. Bentuk kerjasama atau kesepakatan itu dapat digunakan aktor-aktor pemilik kebiajakan untuk membangun kawasan perbatasan secara bersama-sama. Selain itu, adanya nilai-nilai seperti kejujuran dan tidak saling memanfaatkan antar aktor implementasi dapat menjadi dasar trust dari aktor-aktor implementasi.

3. Perlu adanya pelibatan tokoh ataupun kepala adat dalam impelementasi kebijakan pembangunan kawasan perbatasan.

Dalam implementasi kebijakan di ranah teknis lapangan, pelibatan lokalitas masyarakat sangat diperlukan. Selain masyarakat memiliki informasi mengenai kondisi masyarakat, kebutuhan, dan informasi wilayah, masyarakat dapat turut serta sebagai pelaksana kebijakan. Kebijakan yang ditujukan untuk masyarakat, akan dapat memaksimalkan hasil impelmntasi. Salah satu tujuan pelibatan masyarakat adalah untuk memaksimalkan fungsi masyarakat sebagai salah satu aktor dalam implementasi. Di perbatasan Jagoi Babang, lokalitas masyarakat secara struktural kemasyarakatan adalah

(5)

adanya Kepala Binua dan Kepala Adat. Di masyarakat adat , adat budaya masih dapat digunakan untuk memobilisasi atau membuat masyarakat ikut berpartisipasi. Partisipasi masyarakat bisa sebagai pemberi informasi dan sebagai pelaksana kebijakan di tingkat lokal. Model partisipasinya bisa dilakukan dengan adanya musyawarah atau diskusi yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat. untuk memobilisasi hal tersebut, bisa menggunakan sistem adat yang berlaku. Kebijakan yang ditujukan untuk kebaikan masyarakat, seharusnya dengan didukung sistem adat yang ada akan dapat meningkatkan kontribusi masyarakat dalam upaya maksimalisasi hasil implementasi, karena dalam masyarakat adat, para tokoh dan pemimpin adat memiliki kekuatan untuk memobilisasi masyarakat dan ada bentuk kepercayaan masyarakat kepada tokoh dan pemimpin adat yang terikat di nilai-nilai budaya masyarakat adat.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah bahwa fokus penelitian ini pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yag telah bekerja melebihi masa

berjudul, “Pengaruh Prinsip 5C Kredit Terhadap Kualitas Kredit Pada BPR di Kabupaten Magelang”, yang menyatakan p value sebesar 0,038 (kurang dari α 0,05) dan nilai

Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah meliputi: mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain,

Pemahaman dan Sikap Mahasiswa Terhadap Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Studi Pada Mahasiswa Hukum dan Ilmu Komunikasi

9 sifat seperti ini tidak hanya terdapat pada Bani Israil saja, akan tetapi, ini merupakan sifat semua golongan manusia yang belum matang pendidikan imannya,

yan ang g ak akan an se seiim mba bang ng de deng ngan an ar arus us k kas as m mas asuk uk y yan ang g dihasilkan dari in!estasi" rus kas yang mengambil

Pada Bulan Juli berdasarkan pagu sementara yang ditetapkan oleh Pemeritah dan DPR RI tersebut disusunlah Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah melakukan pendampingan dalam penyusunan pedoman penilaian mandiri sekolah aman bencana alam gempa bumi yang dapat