• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN PEDOSFER SISWA KELAS X SMAN 1 PULE KABUPATEN TRENGGALEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN PEDOSFER SISWA KELAS X SMAN 1 PULE KABUPATEN TRENGGALEK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN PEDOSFER SISWA KELAS X SMAN 1 PULE KABUPATEN

TRENGGALEK Adik Tri Wahyuningsih1

Ach. Amirudin2 I Nyoman Ruja2

ABSTRACT: The purpose of research is to find out student’s study result who use Snowball Throwing model is higher than who does not use it (learning activity that usually be done at school). The type of research is quasi experiment. The research was conducted at SMAN 1 Pule Trenggalek Regency with experiment class X-B and control class X-C. The data is an study result. Data analysis was done by comparing the gain score student’s study result. The results showed that study result of Class X that use Snowball Throwing model is higher than who does not use it.

Keyword: learning models, snowball throwing, study result

Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi masa yang akan datang. Melalui proses pembelajaran, peserta didik dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Mempersiapkan peserta didik yang mampu menghadapi masa depan, bukanlah suatu hal yang mudah. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di sekolah dituntut untuk memberikan pengalaman kepada peserta didik. Dalam proses belajar di sekolah tidak lagi hanya mengetahui teori-teori, tetapi mendapat pengalaman nyata. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, mampu mengemukakan pendapat-pendapatnya, serta mampu memecahkan masalah-masalah yang disajikan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi masa depan. Dalam pembelajaran kooperatif, yang ditekankan adalah interaksi antar peserta didik. Dengan adanya interaksi tersebut diharapkan peserta didik lebih mudah memahami materi pembelajaran yang disajikan guru, karena melalui pemahaman dari temannya. Pembelajaran kooperatif tidak lagi seperti pembelajaran konvensional. Kegiatan pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi lebih berpusat pada kegiatan siswa. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan.

Model pembelajaran merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar di kelas. ”Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran

1Alumni S1 Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Email: adiktriwahyuningsih@gmail.com

(2)

hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas” (Suprijono, 2011: 45). Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk menarik perhatian siswa sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar. Salah satu model yang efektif dan cukup menarik perhatian siswa adalah Snowball Throwing.

Model pembelajaran Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikemas dalam suatu permainan menarik yaitu saling melemparkan bola dari kertas yang berisi pertanyaan. Dalam model pembelajaran ini ditekankan pada kemampuan peserta didik untuk merumuskan suatu pertanyaan tentang materi pembelajaran yang disajikan. Pembelajaran yang dikemas dalam permainan ini membutuhkan suatu kemampuan sederhana, sehingga dapat dilakukan oleh seluruh peserta didik. Selain itu, kemampuan peserta didik dalam bekerja sama dengan teman maupun kemampuan individunya dapat diukur melalui model pembelajaran ini.

Pelaksanaan model Snowball Throwing melalui beberapa langkah. Menurut Suprijono (2011: 128) langkah model pembelajaran snowball throwing didahului dengan guru menyampaikan materi yang akan disajikan. Selanjutnya siswa diminta untuk berkelompok. Ketua kelompok dipanggil oleh guru untuk diberi penjelasan tentang materi, dan selanjutnya menjelaskan kepada anggota kelompok. Pada saat menjelaskan ke anggota kelompok inilah siswa berdiskusi dan dituntut untuk masing-masing anak harus paham dengan hal yang didiskusikan. Selanjutnya pemahaman masing-masing anak diuji melalui permainan, yaitu setiap siswa membuat pertanyaan pada selembar kertas tentang apa yang telah dijelaskan ketua kelompok. Kertas pertanyaan tersebut dibuat menyerupai bola yang akan dilemparkan kepada temannya untuk mendapatkan jawaban.

Snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang berpengaruh pada hasil belajar peserta didik. Hal tersebut terlihat dari hasil beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing terhadap hasil belajar. Salah satu penelitian tersebut adalah oleh Rahayu (2009), yang menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 2 di SMAN 1 Patianrowo.

Hasil belajar merupakan segala sesuatu yang diperoleh siswa setelah proses belajar. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar mereka. Faktor terpenting adalah faktor intern yang berasal dari dalam diri siswa. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 239), salah satu faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap terhadap belajar. Sikap siswa terhadap proses belajar dapat berupa

(3)

penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar. Pada kondisi pembelajaran yang masih menerapkan pembelajaran konvensional, siswa cenderung melakukan pengabaian terhadap kesempatan untuk belajar. Hal tersebut tentu berpengaruh pada hasil belajarnya.

Sikap penerimaan siswa terhadap kesempatan belajar pada saat diterapkan model pembelajaran snowball throwing tergambar dalam beberapa hasil penelitianyang menyimpulkan respon siswa pada penggunan model snowball throwing cukup baik. Dalam penelitian Mulyadi (2010), respon baik siswa tergambar dari: (1) Siswa menjadi lebih antusias atau semangat mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) Dengan melakukan pembelajaran pembelajaran kooperatif model Snowball Throwing, proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan; (3) Dengan belajar berkelompok dapat terjadi kegiatan diskusi yang bermanfaat, terjadi interaksi sosial, interaksi berpikir antar siswa, antara siswa dengan guru. Selain itu, respon baik juga terlihat pada hasil penelitian Lestari (2012) dimana rata-rata nilai respon sebesar 75,29, terdapat 1 siswa merespon sangat positif, 27 siswa merespon positif, dan tidak ada siswa yang merespon cukup positif, kurang positif atau sangat kurang positif.

Pengaruh penggunaan model snowball throwing dengan hasil belajar terlihat dari hasil beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa model snowball throwing berpengaruh atau bahkan dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil penelitian Rahayu (2009) menunjukkan bahwa dengan menerapkan model snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS-2 SMA Negeri 1 Patianrowo, dimana hasil tersebut ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar dari nilai rata-rata Pra-tindakan sebesar 64.98 meningkat pada Siklus I menjadi 71.93, dan pada Siklus II meningkat menjadi 81.80. Selain itu, hasil tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Yohana (2011) bahwa dengan penerapan model snowball throwing aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VII mengalami peningkatan.

Tujuan dalam penelitian ialah untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model snowball throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah di SMAN 1 Pule Kabupaten Trenggalek. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, sekolah dan peneliti selanjutnya. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan kemampuan mengajar terutama dalam hal inovasi model pembelajaran. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan kualitas pembelajaran oleh pihak sekolah. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

(4)

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasy experiment) yang termasuk penelitian kuantitatif. Adapun rancangan penelitian yang dikembangkan adalah Control Group Pretest-Posttest Design. Dalam penelitian ini sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Kemampuan awal siswa, baik kelompok kontrol maupun eksperimen dilakukan pengukuran melalui pretest. Selanjutnya, kedua kelompok mendapat perlakuan yang sama dalam pembelajaran dari segi tujuan, isi dan materi, serta waktu pembelajaran. Perbedaan perlakuan hanya terletak pada diberikan atau tidak diberikan model pembelajaran snowball throwing. Kemampuan akhir kedua kelompok dilakukan pengukuran melalui posttest.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMAN 1 Pule yang berjumlah tiga kelas. Sampel ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan jumlah sampel berdasarkan nilai rata-rata yang hampir sama (setara). Dari ketiga kelas yang ada semuanya memiliki nilai rata-rata hampir setara. Sampel yang diambil adalah dua kelas yaitu kelas XB dan XC,dimana keduanya memiliki jumlah siswa yang sama serta jadwal pelajaran geografi sama-sama pada jam siang. Dari kedua kelas tersebut, satu kelas sebagai kontrol dan satu kelas sebagai eksperimen. Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan secara acak menggunakan undian, dimana diperoleh kelas XB sebagai kelas eksperimen dan kelas XC sebagai kelas kontrol.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar aspek kognitif. Instrumen tersebut berbentuk soal pre-test dan post-test berupa 20 soal objektif (pilihan ganda). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes tertulis. Metode tersebut digunakan untuk memperoleh data berupa skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Skor pre-test, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol diperoleh sebelum siswa mengikuti pembelajaran. Sedangkan skor post-test diperoleh setelah siswa mengikuti pembelajaran dengan model ceramah pada kelas kontrol, dan dengan model snowball throwing pada kelas eksperimen.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu uji prasyarat yang meliputi uji homogenitas dan normalitas, serta uji hipotesis. Analisis data dilakukan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows dengan taraf signifikansi 5%. Uji prasyarat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah syarat analisis data terpenuhi, sehingga pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data berasal dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji kolmogorov-Smirnov. Uji homogenitas dilakukan untuk

(5)

megetahui apakah data berasal dari kelompok yang sama atau homogen. Uji homogenitas dilakukan menggunakan uji Levene’s Test. Uji normalitas menunjukkan data berdistribusi normal, sehingga pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik parametrik. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test.

HASIL

Data Kemampuan Awal

Data kemampuan awal merupakan skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti pretest. Data tersebut meliputi data kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol. Distribusi frekuensi data kemampuan awal siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal Kelas Eksperimen Kemampuan Awal Frekuensi % Nilai Kriteria ≤20 Sangat kurang 0 0 21-59 Kurang 22 85 60-75 Cukup 4 15 76-90 Baik 0 0 91-100 Baik sekali 0 0 Jumlah 26 100 Rata-rata = 49

-Gambar 1 Diagram Kemampuan Awal Kelas Eksperimen

Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa kelas eksperimen sebagian besar termasuk dalam kriteria kurang. Sebanyak 85 % dari jumlah siswa memiliki kemampuan awal dengan rentang nilai 21-59. Hanya 15 % siswa yang kemampuan awalnya termasuk dalam kriteria cukup dengan rentang nilai 60-75. Rata-rata nilai kemampuan kelas eksperimen juga masih rendah, yaitu 49. Nilai tersebut masih jauh di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM), yaitu 70. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 1. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan awal kelas eksperimen meliputi kriteria kurang dan cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki kemampuan awal kurang.

Distribusi frekuensi data kemampuan awal siswa kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(6)

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal Kelas Kontrol Kemampuan Awal Frekuensi % Nilai Kriteria ≤20 Sangat kurang 2 8 21-59 Kurang 13 52 60-75 Cukup 10 40 76-90 Baik 0 0 91-100 Baik sekali 0 0 Jumlah 25 100 Rata-rata = 50

-Gambar 2 Diagram Kemampuan Awal Kelas Kontrol

Tabel tersebut menunjukkan distribusi frekuensi kemampuan awal kelas kontrol terbanyak pada rentang nilai 21-59. Sebanyak 52% dari jumlah siswa memiliki kemampuan awal dengan kriteria kurang. Selain itu, masih terdapat siswa yang memiliki kemampuan awal sangat kurang, yaitu sebanyak 8% dari jumlah siswa dengan rentang nilai ≤20. Sisanya, yaitu 40% siswa memiliki kemampuan awal dengan rentang nilai 60-75 yang termasuk kriteria cukup. Rata-rata nilai kemampuan awal kelas kontrol adalah 50, dimana nilai tersebut masih di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM) yaitu 70. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 2. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan awal kelas kontrol meliputi kriteria sangat kurang, kurang, dan cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki kemampuan awal kurang.

Berdasarkan data kemampuan awal dapat diketahui bahwa frekuensi kemampuan awal terbanyak baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen adalah pada rentang nilai 21-59. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa masih termasuk kriteria kurang. Rata-rata nilai kemampuan awal kedua kelas memiliki selisih 1 (50-49=1), dimana rata-rata kelas kontrol di atas kelas eksperimen. Ini menunjukkan bahwa kemampuan awal kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen.

Data Kemampuan Akhir

Data kemampuan akhir merupakan skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti posttest. Data tersebut meliputi data kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol. Distribusi frekuensi data kemampuan akhir siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(7)

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir Kelas Eksperimen Kemampuan Akhir Frekuensi % Nilai Kriteria ≤20 Sangat kurang 0 0 21-59 Kurang 5 19 60-75 Cukup 12 46 76-90 Baik 9 35 91-100 Baik sekali 0 0 Jumlah 26 100 Rata-rata = 68

-Gambar 3 Diagram Kemampuan Akhir Kelas Eksperimen

Tabel di atas menunjukkan distribusi frekuensi kemampuan akhir kelas eksperimen terbanyak pada rentang nilai 60-75. Sebanyak 46% dari jumlah siswa memiliki kemampuan akhir dengan kriteria cukup. Hanya 19% siswa yang kemampuan akhirnya termasuk kriteria kurang. Sisanya, yaitu 35% siswa memiliki kemampuan akhir yang baik. Rata-rata nilai kemampuan akhir kelas eksperimen mendekati kriteria ketuntasan minimum (KKM), yaitu 68. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 3. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan akhir kelas eksperimen meliputi kriteria sangat kurang, kurang, dan cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki kemampuan akhir cukup.

Distribusi frekuensi data kemampuan akhir siswa kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir Kelas Kontrol Kemampuan Akhir Frekuensi % Nilai Kriteria ≤20 Sangat kurang 0 0 21-59 Kurang 9 36 60-75 Cukup 15 60 76-90 Baik 1 4 91-100 Baik sekali 0 0 Jumlah 25 100 Rata-rata = 60

-Gambar 4 Diagram Kemampuan Akhir Kelas Kontrol

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa pada kelas kontrol memiliki kemampuan akhir yang cukup, yaitu dengan rentang nilai 60-75. Sebanyak 36% dari jumlah siswa masih memiliki kemampuan akhir yang kurang dengan rentang nilai 21-59. Hanya 4% dari jumlah siswa (1 siswa) yang memiliki kemampuan akhir baik. Rata-rata nilai kemampuan akhir kelas kontrol masih di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM), yaitu 60. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 4. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan

(8)

akhir kelas kontrol meliputi kriteria sangat kurang, kurang, dan cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki kemampuan akhir cukup. Sedangkan untuk siswa yang memiliki kemampuan akhir sangat kurang hanya sebagian kecil.

Berdasarkan data kemampuan akhir dapat diketahui bahwa setelah mendapat perlakuan kemampuan siswa mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat dilihat dari kemampuan akhir siswa yang baik pada kelas kotrol maupun eksperimen frekuensi terbanyak pada rentang nilai 60-75 dengan kriteria cukup. Kelas kontrol memiliki 60% siswa dengan kemampuan akhir yang cukup, sedangkan kelas ekperimen hanya 46% siswa yang kemampuan akhirnya cukup. Meski begitu, rata-rata nilai kemampuan akhir kedua kelas memiliki selisih 8 (68-60=8), dimana rata-rata kelas eksperimen di atas kelas kontrol. Ini menunjukkan bahwa kemampuan akhir kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Data Hasil Belajar (Gain Score)

Data hasil belajar siswa ditunjukkan melalui gain score yang diperoleh dari selisih skor posttest dikurangi skor pretest. Data tersebut meliputi data hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol. Distribusi frekuensi data hasil belajar (gain score) siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar (gain score) Kelas Eksperimen Hasil Belajar (gain score) Frekuensi % -35 – (-23) 0 0 -22 – (-10) 0 0 -9 – 3 2 8 4 – 16 10 38 17 – 29 7 27 30 - 45 7 27 Jumlah 26 100 Rata-rata = 19

-Gambar 5 Diagram Hasil Belajar (Gain

Score) Kelas Eksperimen

Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa dari kelas eksperimen mendapat hasil belajar (gain score) dengan frekuensi terbanyak pada rentang nilai 4-16, yaitu sebanyak 10 siswa atau 38% dari jumlah keseluruhan siswa. Sebanyak 7 siswa atau 27% siswa mendapat hasil belajar pada rentang nilai 17-29. Dengan jumlah yang sama siswa mendapat hasil belajar pada rentang tertinggi yaitu 30-45. Sisanya, yaitu 2 siswa atau 8% siswa mendapat hasil belajar pada rentang -9 – 3. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 5. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa hasil belajar kelas eksperimen berada pada rentang -9 – 3 sampai 30-45, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki hasil belajar pada rentang 4-16.

(9)

Distribusi frekuensi data hasil belajar (gain score) siswa kelas kontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar (gain score) Kelas Kontrol Hasil Belajar (gain score) Frekuensi % -35 – (-23) 1 4 -22 – (-10) 1 4 -9 – 3 6 24 4 – 16 9 36 17 – 29 6 24 30 - 45 2 8 Jumlah 25 100 Rata-rata = 10

-Gambar 6 Diagram Hasil Belajar (Gain

(10)

Tabel tersebut menunjukkan bahwa siswa dari kelas kontrol mendapat hasil belajar (gain score) dengan frekuensi terbanyak pada rentang nilai 4-16, yaitu sebanyak 9 siswa atau 36% dari jumlah keseluruhan siswa. Pada rentang nilai terendah, yaitu -35 – (-23) dan -22 – (-10) memiliki frekuensi yang sama yaitu 1 siswa atau 4% dari jumlah keseluruhan siswa. Sebanyak 6 siswa atau 24% siswa mendapat hasil belajar pada rentang nilai -9 – 3. Dengan jumlah yang sama siswa mendapat hasil belajar pada rentang tertinggi yaitu 17 – 29. Sisanya, yaitu 2 siswa atau 8% siswa mendapat hasil belajar pada rentang 30 – 45. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 6. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa hasil belajar kelas control berada pada rentang -35 – (-23) sampai 30-45, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki hasil belajar pada rentang 4-16. Hanya sebagian kecil siswa yang memiliki hasil belajar pada rentang -35 – (-23) dan -22 – (-10).

Berdasarkan data hasil belajar dapat diketahui bahwa hasil belajar (gain score) kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar kelas eksperimen yang lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol, yaitu 19 > 10. Meski demikian, frekuensi tertinggi dari kedua kelas terletak pada rentang nilai yang sama, yaitu 4-16.

Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis merupakan langkah untuk menentukan apakah hipotesis diterima atau ditolak. Data yang digunakan untuk uji hipotesis adalah data hasil belajar (gain score). Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu data di uji prasyarat. Hasil uji prasyarat analisis untuk hasil belajar siswa (uji normalitas dan uji homogenitas) diketahui bahwa data hasil belajar kedua kelas terdistribusi secara normal dan kedua sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians yang sama (homogen). Karena data normal dan homogen, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik yaitu dengan uji-t (independent sample t-test) dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows.

Berdasarkan hasil independent sample t-test diketahui bahwa nilai sig. (2-tailed) adalah 0,025. Nilai tersebut ≤ α(0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti pembelajaran dengan model Snowball Throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah di SMAN 1 Pule.

PEMBAHASAN

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran snowball throwing dilaksanakan pada kelas eksperimen. Sedangkan pembelajaran dengan model ceramah dilaksanakan pada kelas kontrol. Berdasarkan analisis data, disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model snowball throwing lebih tinggi dari

(11)

hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata gain score kelas eksperimen yang lebih tinggi dari rata-rata gain score kelas kontrol.

Pada kelas kontrol, pelaksanaan pembelajaran menggunakan model ceramah menunjukkan hasil belajar yang lebih rendah daripada kelas eksperimen. Proses pembelajaran dengan model ceramah didominasi oleh guru. Guru menyampaikan informasi dan siswa hanya menerima informasi. Guru berperan sebagai penentu jalannya pembelajaran. Siswa diminta untuk mengamati dan bertanya jika kurang paham, namun semua sesuai petunjuk guru. Siswa merasa bosan saat pembelajaran dan cenderung mengabaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang memahami materi pembelajaran yang disajikan. Sehingga siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah mendapat hasil belajar lebih rendah dibandingkan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model snowball throwing.

Pembelajaran dengan model snowball throwing dilaksanakan pada kelas eksperimen melalui beberapa langkah. Pada awal pembelajaran diawali dengan pembentukan kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari empat anak. Dari keempat anak tersebut, dipilih satu perwakilan yang berperan sebagai ketua kelompok. Pembagian kelompok dipilih secara heterogen, dimana setiap kelompok harus terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan.

Selanjutnya, guru menjelaskan materi pembelajaran kepada ketua dari masing-masing kelompok. Sebelum guru menjelaskan, masing-masing kelompok mendapat lembar kerja siswa yang di dalamnya terdapat beberapa gambar mewakili materi pembelajaran yang akan dibahas yaitu, pedosfer. Hal tersebut bertujuan memudahkan siswa dalam memahami penjelasan yang disampaikan guru. Pada pertemuan pertama, materi yang dibahas meliputi proses pembentukan tanah, profil tanah, dan jenis-jenis tanah di Indonesia. Selanjutnya pada pertemuan kedua akan dibahas materi tentang kerusakan tanah dan upaya penanggulangannya. Pada langkah ini, siswa yang berperan sebagai ketua kelompok dilatih untuk bertanggung jawab. Materi yang dijelaskan guru harus diserap dengan baik oleh ketua kelompok agar selanjutnya dapat menjelaskan pada anggotanya.

Setelah mendapat penjelasan dari guru, ketua kelompok kembali ke kelompok dan menjelaskan kepada anggota yang lain. Melalui langkah ini siswa mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru. Penjelasan yang disampaikan menggunakan bahasa lebih sederhana daripada penjelasan guru, sehingga dapat lebih mudah dipahami oleh siswa. Meski demikian, pada pertemuan pertama siswa belum terbiasa dan terkadang terdapat siswa yang bermalas-malasan hanya bergantung pada temannya, terutama

(12)

ketua kelompok. Siswa-siswa tersebut tidak mendengarkan penjelasan ketua kelompok dengan seksama.

Setelah siswa mendapat penjelasan dari ketua kelompok, maka pembelajaran dilanjutkan dengan permainan melempar kertas berisi pertanyaan tentang materi yang telah dibahas. Masing- masing siswa diminta untuk menulis pertanyaan pada selembar kertas dan kertas tersebut dibentuk menyerupai bola. Pada langkah ini siswa bekerja secara individu. Hal ini dapat melatih siswa untuk mandiri dan kreatif dalam merumuskan pertanyaan. Siswa dituntut untuk dapat merumuskan masalah, sehingga terlatih untuk berani mengemukakan pertanyaan.

Sebagian besar siswa telah dapat merumuskan pertanyaan dengan baik. Meski demikian, terkadang masih terdapat siswa yang merumuskan pertanyaan di luar lingkup materi geografi yang dibahas. Sebagai contoh, pada pertemuan pertama terdapat siswa yang membuat pertanyaan apa definisi dari suhu udara. Padahal materi yag dibahas adalah megenai pedosfer. Contoh pertanyaan lain, pada pertemuan pertama terdapat siswa yang membuat pertanyaan tentang erosi tanah, sedangkan materi tersebut dibahas pada pertemuan selanjutnya pada materi kerusakan tanah. Selain itu masih terdapat siswa yang membuat pertanyaan dengan ranah kognitif pengetahuan, seperti pertanyaan apa yag dimaksud dengan hidrasi, sedangkan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai pada pembelajaran adalah ranah kognitif analisis. Namun semua kekurangan tersebut sedikit berkurang pada pertemuan kedua setelah siswa sudah terlatih membuat pertanyaan.

Kertas yang berisi pertanyaan dan dibentuk bola, selanjutnya dilempar kepada teman secara acak. Pada langkah ini siswa merasa lebih antusias mengikuti pembelajaran karena pembelajaran lebih menyenangkan. Seperti yang diungkapkan oleh Safitri (2011) bahwa salah satu prinsip pembelajaran model snowball throwing adalah pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning). Siswa merasa senang dan tertarik dengan permainan yang dilaksanakan, karena menimbulkan rasa penasaran pada diri siswa tentang pertanyaan apa yang didapat dan siapa yang mendapat. Siswa yang mendapat pertanyaan, selanjutnya menjawab pertanyaan tersebut. Saat menjawab inilah siswa diukur seberapa paham mengenai materi yang telah dijelaskan oleh ketua kelompoknya berdasarkan pengetahuan yang didapat dari penjelasan guru.

Sebagian besar siswa dapat menjawab pertanyaan yang diperoleh dari temannya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah memenuhi indikator yang diharapkan. Indikator yang dimaksud pada pertemuan pertama meliputi menjelaskan proses pembentukan tanah, menjelaskan profil tanah, dan mengidentifikasi jenis-jenis tanah. Beberapa contoh

(13)

pertanyaan yang dapat dijawab oleh siswa dengan baik diantaranya adalah tentang proses pembentukan tanah secara kimia yang meliputi berbagai proses salah satuya hidrolisis, berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan, penyebab jenis-jenis tanah di Indonesia yang beragam, serta ciri-ciri beberapa jenis tanah di Indonesia.

Selanjutnya pada pertemuan kedua, indikatornya meliputi mengidentifikasi penyebab erosi tanah, menganalisis dampak kerusakan tanah terhadap kehidupan, serta menganalisis usaha untuk mencegah kerusakan tanah. Beberapa contoh pertanyaan yang dapat dijawab oleh siswa dengan baik diantaranya adalah tentang apa saja penyebab erosi tanah, berbagai jenis erosi tanah, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah erosi, serta berbagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah melalui metode mekanik, vegetatif, dan kimia. Semua langkah-langkah pembelajaran dengan model snowball throwing dilaksanakan berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat.

Pelaksanaan pembelajaran dengan model snowball throwing pada akhirnya mempengaruhi hasil belajar siswa. Berdasarkan analisis yang dilakukan, terbukti bahwa hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model snowball throwing lebih tinggi bila dibanding dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu, salah satunya oleh Rahayu (2009) yang menunjukkan bahwa dengan menerapkan model snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS-2 SMA Negeri 1 Patianrowo. Hasil tersebut diperoleh karena kelebihan dari model pembelajaran snowball throwing itu sendiri.

Dari langkah-langkahnya, model pembelajaran snowball throwing memiliki beberapa kelebihan. Salah satunya adalah melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru (Safitri, 2011). Selain itu, model pembelajaran snowball throwing dapat membuat siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal tersebut mengakibatkan pelaksanaan model pembelajaran snowball throwing dapat menjadikan siswa memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi dibanding dengan pelaksanaan model ceramah.

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti pembelajaran dengan model Snowball Throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional di SMAN 1 Pule, Kabupaten Trenggalek.

(14)

SARAN

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, diajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) Guru geografi di SMAN 1 Pule disarankan untuk menggunakan model pembelajaran

snowball throwing sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa;

(2) Pihak sekolah disarankan untuk mengembangkan kualitas pembelajaran di sekolah dengan berbagai model pembelajaran yang inovatif, sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa; (3) Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan model pembelajaran snowball throwing dalam penelitian dengan materi pembelajaran geografi yang berbeda ataupun jenjang kelas yang lebih tinggi. Selain itu, disarankan pula dalam penggunaan model pembelajaran snowball throwing penyampaian materi dan pengelolaan waktu harus dikelola dengan baik agar mendapatkan hasil yang maksimal.

RUJUKAN

Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Lestari, Ketut Budi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball

Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas VIIB6 SMP Negeri 4 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI), 1 (4). (Online), (

http://www.pti-undiksha.com/karmapati/vol1no4/11.pdf), diakses 13 Desember 2012.

Mulyadi, Agus. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing dalam Peningkatan Aktivitas Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Madyopuro 6 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM.

Rahayu, Puji. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bidang Studi Geografi Materi Sumber Daya Alam pada Siswa Kelas XI IPS Semester I SMAN Patianrowo Kabupaten Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.

Safitri, Diyan Tunggal. 2011. Metode Pembelajaran Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika, (Online), (http://web.sdikotablitar.sch.id/index.php? option=com_content&view=article&id=77:metode-pembelajaran-snowball-throwing-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-matematika-&catid=1:latest-news&Itemid=50), diakses 13 Desember 2012.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Yohana, Ratih. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa kelas VIIIA SMP

Muhammadiyah 4 Singosari Kabupaten Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIS UM.

Gambar

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data  Kemampuan Awal  Kelas  Eksperimen Kemampuan Awal Frekuensi % Nilai Kriteria ≤20 Sangat kurang 0 0 21-59 Kurang 22 85 60-75 Cukup 4 15 76-90 Baik 0 091-100Baik sekali00Jumlah26100Rata-rata = 49
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data  Kemampuan Akhir  Kelas  Eksperimen Kemampuan Akhir Frekuensi % Nilai Kriteria ≤20 Sangat  kurang 0 0 21-59 Kurang 5 19 60-75 Cukup 12 46 76-90 Baik 9 3591-100Baik sekali00Jumlah26100Rata-rata = 68
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Data Hasil  Belajar (gain score)  Kelas  Eksperimen Hasil Belajar (gain score) Frekuensi % -35 – (-23) 0 0 -22 – (-10) 0 0 -9 – 3 2 8 4 – 16 10 38 17 – 29 7 2730 - 45727Jumlah26100Rata-rata = 19

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Proses Berbasis Membran untuk Proses Hilir Produksi Xilitol Mikrobial dari Tandan Kosong Sawit FUNDAMENTAL 41 0007116303 MARSELINA IRASONIA TAN Institut Teknologi

Untuk memahami dan menjelaskan model penyelesaian tindak pidana lalu - lintas dengan mediasi penal dengan prinsip-prinsi restorative justice menjadi model yang

(2) Siswa berkemampuan matematika rendah dapat memenuhi tiga indikator kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah, yaitu mampu merumuskan pokok-pokok

Then, the concept of theory used in research to measure the role of government improves the performance of SMEs into creative SMEs using (1) Law Number 20 of 2008 that becomes

panjang. Sejak dahulu wanita menggunakan tutup kepala, hanya saja sebagian dari mereka tidak menggunakannya untuk menutupi tetapi membiarkan melilit punggungnya. Ayat ini

Artinya wilayah-wilayah kecamatan (warna merah tersebut) jika terjadi bencana gempabumi akan mengalami kerusakan atau dampak yang paling parah dibandingkan

Artikel ini memuat penjelasan deskriptif analitis tentang Nasakh yaitu pernyataan yang menunjukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada, kemudian nasikh yaitu

pemerintah atas rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) kepada warga Majalengka, secara yuridis dianggap merupakan perbuatan sewenang-wenang dan