• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Sel Darah Putih dan Indeks Stres Ayam Broiler yang Diberi Jamu Bagas Waras (Jahe, Kunyit, dan Kencur) melalui Air Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Sel Darah Putih dan Indeks Stres Ayam Broiler yang Diberi Jamu Bagas Waras (Jahe, Kunyit, dan Kencur) melalui Air Minum"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH DAN INDEKS STRES

AYAM BROILER YANG DIBERI JAMU BAGAS WARAS

(JAHE, KUNYIT, DAN KENCUR) MELALUI AIR MINUM

LARAS AGUSTANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Sel Darah Putih dan Indeks Stres Ayam Broiler yang Diberi Jamu Bagas Waras (Jahe, Kunyit, dan Kencur) melalui Air Minum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LARAS AGUSTANTI. Gambaran Sel Darah Putih dan Indeks Stres Ayam Broiler yang Diberi Jamu Bagas Waras (Jahe, Kunyit, dan Kencur) melalui Air Minum. Dibimbing oleh ANDRIYANTO dan AULIA ANDI MUSTIKA.

Jamu bagas waras terdiri dari jahe, kunyit, dan kencur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamu bagas waras terhadap profil sel darah putih dan indeks stres ayam broiler. Sebanyak 20 ekor ayam broiler secara acak dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dengan 5 ulangan. Kelompok perlakuan jamu bagas waras terdiri dari dosis 0 mL/L (kontrol), dosis 0.1 mL/L (perlakuan 1), dosis 1 mL/L (perlakuan 2), dan dosis 10 mL/L (perlakuan 3). Pemberian jamu bagas waras dilakukan setiap hari melalui air minum. Analisis darah dilakukan dengan metode hemositometer dan preparat ulas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah total leukosit dan limfosit pada ayam broiler yang diberi jamu bagas waras selama 28 hari lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Jumlah monosit dan heterofil pada ayam broiler yang diberi jamu bagas waras memiliki nilai lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pemberian jamu bagas waras dosis 0.1 mL/L mampu memperbaiki profil sel darah putih dan menurunkan indeks stres ayam broiler yang ditunjukkan melalui penurunan rasio heterofil/limfosit.

Kata kunci: broiler, jamu bagas waras, sel darah putih, rasio heterofil/limfosit

ABSTRACT

LARAS AGUSTANTI. White Blood Cells Profile and Stress Index of Broiler with Administration of Jamu Bagas Waras (Jahe, Kunyit, and Kencur) through Drinking Water. Supervised by ANDRIYANTO and AULIA ANDI MUSTIKA.

Jamu bagas waras is combination of jahe, kunyit, and kencur. The research was conducted to study the influent of jamu bagas waras to white blood cells profile and stress index on broiler. Twenty broilers were assigned into a complete random design with 4 treatments and 5 replications. The treatments doses of jamu bagas waras were consist of 0 mL/L (as control), 0.1 mL/L (treatment 1), 1 mL/L (treatment 2), and 10 mL/L (treatment 3). The administration of jamu bagas waras was given orally through drinking water daily. Blood analysis was conducted by using haemocytometer and blood smear method. The results of this research showed that the total number of leukocytes and lymphocytes in broiler with jamu bagas waras administration for 28 days are higher than control group. The number of monocytes and heterophils in broiler with jamu bagas waras administration are lower than the control group. It was concluded that jamu bagas waras administration at a dose of 0.1 mL/L improved white blood cells profile and decreased stress index of broiler shown through the ratio reduction of heterophil/ lymphocyte.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH DAN INDEKS STRES

AYAM BROILER YANG DIBERI JAMU BAGAS WARAS

(JAHE, KUNYIT, DAN KENCUR) MELALUI AIR MINUM

LARAS AGUSTANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Sel Darah Putih dan Indeks Stres Ayam Broiler yang Diberi Jamu Bagas Waras (Jahe, Kunyit, dan Kencur) melalui Air Minum”. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun secara tidak langsung khususnya kepada:

1. Drh Andriyanto, MSi selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan kepada penulis selama penelitian dan penulisan.

2. Drh Aulia Andi Mustika, MSi selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan dukungan dan pengarahan selama penulisan.

3. Drh Ridi Arif yang telah memberikan banyak saran dalam pengolahan data dan penulisan.

4. Ayah Panut Darto Wiyono, Ibu Ngatirah, Adikku Rahmat Prayoga, dan (Alm) Ayah Tri Hardono, beserta seluruh keluarga tercinta atas doa, dorongan, motivasi tiada henti baik berupa material maupun spiritual.

5. Pak Dikdik dan Mbak Dyah yang telah membantu dalam penelitian. 6. Rizka dan Putri sebagai rekan kerja penelitian.

7. Bagus Seta Chandra Wijaya, Wiwit, Ira, Siti Holijah, Risti, Shovia, Gamma, Hida, Tiwa, Sistha, Yanuar, Mustofa, dan seluruh keluarga Acromion 47 yang selalu memberikan bantuan serta dukungan.

8. Candra, Lufisari, Azizah, Nisfi, Bastiyan, Ilham, Samsi, Evita, dan seluruh Keluarga Mahasiswa Klaten yang selalu ada memberikan bantuan serta motivasi.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Ayam Broiler 2

Jamu Bagas Waras 2

Stres 3

Sel Darah Putih 3

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat dan Bahan 6

Tahap Persiapan 6

Tahap Perlakuan 6

Prosedur Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Leukosit 9

Heterofil 9

Limfosit 10

Monosit 10

Eosinofil 11

Basofil 11

Rasio Heterofil/Limfosit 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam broiler memiliki nilai gizi tinggi dan harga yang murah sehingga banyak diminati masyarakat. Ayam broiler merupakan unggas komersil yang dibudidayakan untuk menghasilkan daging dalam waktu singkat. Pertumbuhan yang cepat menyebabkan broiler kurang tahan terhadap stres. Ingram et al. (2000) menyatakan bahwa banyak unggas dihadapkan pada stres yang berasal dari berbagai sumber, antara lain kondisi lingkungan, nutrien dalam ransum, dan manajemen pemeliharaan. Stres akan memengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ayam (Apriliyani et al. 2013).

Penggunaan antibiotik, suplemen, hingga pemacu pertumbuhan (growth promotor) mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas ayam. Penggunaan obat hewan yang kurang tepat dapat menimbulkan residu pada karkas yang berakibat buruk bagi kesehatan manusia (Murdiati 2009). Penggunaan bahan herbal menjadi alternatif lain untuk meningkatkan produktivitas ayam karena tidak menimbulkan residu.

Indonesia adalah salah satu negara yang sangat potensial dalam hal biodiversitas hayati, khususnya tanaman obat yang berkhasiat. Tanaman yang biasa digunakan sebagai jamu di antaranya jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan kencur (Kaemferia galanga L.). Kunyit diketahui memiliki efek imunomodulator sehingga dapat membantu mengoptimalkan kondisi kesehatan ayam broiler dengan meningkatkan jumlah leukosit. Kandungan minyak atsiri tanaman kunyit memiliki aktivitas antibakteri sehingga meningkatkan daya tahan tubuh ternak terhadap serangan bakteri patogen. Jahe dilaporkan memiliki daya antioksidan paling tinggi dibandingkan dengan rempah-rempah lainnya sehingga mampu menurunkan indeks stres (Dewi et al. 2000). Kikuzaki dan Nakatani (1993) melaporkan bahwa secara in vitro oleoresin jahe memiliki daya antioksidatif lebih tinggi dari α-tokoferol. Kandungan alkaloid dalam kencur berfungsi sebagai antiinflamasi dan antipiretik (Wed 2004).

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efek jamu bagas waras yang diberikan melalui air minum terhadap gambaran sel darah putih. Selain itu, penelitian ini dilakukan untuk mengamati rasio heterofil/limfosit sebagai indikator stres ayam percobaan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan jamu bagas waras untuk memperbaiki profil sel darah putih dan mengurangi tingkat stres yang ditunjukkan melalui pengukuran rasio heterofil/limfosit.

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam pedaging disebut juga broiler memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Broiler mampu menghasilkan daging sebagai sumber protein hewani dalam jumlah yang cukup besar serta memiliki rasa yang gurih. Waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan yaitu 5 sampai 6 minggu sudah bisa dipanen. Pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tercapai bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang sesuai dengan kebutuhan. Suhu ideal pemeliharaan ayam broiler berkisar 15 sampai 27 (Mulyantini 2010).

Jamu Bagas Waras

Jahe (Zingiber officinale) adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi

30–60 cm. Jahe memiliki kandungan aktif yaitu oleoresin. Oleoresin jahe

mengandung komponen gingerol, paradol, shogaol, zingerone, resin, dan minyak

atsiri (Wresdiyati et al. 2003). Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe

mempunyai sifat antioksidan dan antikanker. Beberapa komponen utama dalam

jahe seperti gingerol, shogaol, dan gingerone memiliki kandungan antioksidan

yang lebih tinggi dari antioksidan yang terkandung dalam vitamin E. Jahe mampu

menaikkan aktivitas sel natural killer (NK) dalam melisiskan sel target, yaitu sel

tumor dan sel yang terinfeksi virus (Zakaria et al. 1999).

(13)

3 Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman suku Zingiberaceae yang diketahui mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, polifenol, dan minyak atsiri berupa borneol, kamfer, dan sineol (Gholib 2009). Rimpang kencur mengandung komponen zat aktif sebagai biofungisidal bagi pertumbuhan jamur. Kandungan minyak atsiri kencur memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Rimpang kencur mempunyai aroma spesifik, daging buahnya berwarna putih dan kulit luar cokelat.

Stres

Stres adalah reaksi tubuh terhadap tekanan lingkungan yang dapat memengaruhi keadaan fisiologis normal tubuh. Reaksi tubuh terhadap perubahan ini merangsang induksi beberapa hormon. Stres akan merangsang hipotalamus mengeluarkan CRH (corticotropin releasing hormone) yang kemudian memberi sinyal ke hipofise anterior menghasilkan ACTH (adrenocorticotropic hormone) yang menginduksi korteks adrenal untuk mengeluarkan glukokortikoid yang merupakan produk akhir hormon (Hillman et al. 1985; Sahin et al. 2003; Boonstra 2005).

Glukokortikoid mempunyai efek di dalam tubuh yaitu meningkatkan pembentukan energi yang berasal dari protein, lemak, dan karbohidrat. Akan tetapi, glukokortikoid berdampak pada penurunan bobot badan, penurunan sistem imunitas tubuh, penurunan respon peradangan, dan perubahan diferensiasi leukosit. Perubahan diferensiasi leukosit karena pengaruh glukokortikoid menyebabkan jumlah heterofil meningkat di dalam pembuluh darah, sedangkan jumlah limfosit mengalami penurunan. Rasio heterofil/limfosit digunakan untuk mengetahui indeks stres yang terjadi pada hewan (Zulkifli et al. 2000).

Sel Darah Putih

(14)

4

Heterofil

Heterofil adalah bentuk neutrofil pada unggas sebagai sistem pertahanan pertama sehingga dikenal sebagai first line defense. Heterofil dibentuk dalam sumsum tulang dari myelosit. Sel ini memiliki bentuk yang cenderung bulat dengan sitoplasma berwarna lebih muda yaitu eosinofilik. Heterofil mempunyai inti kasar, tidak teratur, dan terdiri atas dua sampai tiga lobus. Granul sitoplasma pada heterofil berbentuk batang atau jarum (Clark et al. 2009).

Heterofil merupakan salah satu basis pertahanan tubuh dari serangan penyakit yang dapat mengakibatkan infeksi atau peradangan. Respons imun yang digunakan oleh heterofil adalah dengan menggunakan enzim lisosom yang dapat mencerna dinding sel bakteri, enzim proteolitik, ribonuklease, dan fosfolipase. Enzim-enzim ini bekerja secara bersama dan dapat membunuh bakteri. Heterofil melakukan fagositosis pada benda asing dibantu oleh monosit yang mengalami transformasi ketika memasuki jaringan ikat. Proses pertahanan heterofil ini merupakan pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik (Tizard 1988). Sel ini bekerja dengan cara fagositosis yaitu dengan mengurung mikroorganisme asing di dalam sitoplasma yang mengandung enzim proteolitik.

Limfosit

Limfosit merupakan jenis leukosit dengan jumlah paling banyak dalam darah ayam (Bacha dan Bacha 2000). Persentase limfosit pada unggas berkisar 45 sampai dengan 75% (Jain 1993). Limfosit dihasilkan dari stem cell di folikel limfatik dari limfonodus, tonsil, limpa, timus, dan jaringan limforetikuler (Peyer patches) di usus. Limfosit menuju jaringan melalui mekanisme diapedesis dan dapat kembali lagi ke dalam sirkulasi darah melalui kelenjar limfe (Melvin dan William 1993).

Limfosit berperan dalam membentuk antibodi (kekebalan humoral) dan kekebalan seluler. Limfosit dalam sirkulasi mampu memproduksi imunoglobulin (IgG, IgM, dan IgA) (Frandson et al. 2009). Limfosit dalam darah ada 2 tipe yaitu sel T dan sel B. Sel limfosit T menghasilkan tanggap kebal seluler berperantara sel dan menghasilkan limfokin yang mencegah perpindahan makrofag sebagai media kekebalan (Tizard 1988). Sel limfosit B terdiri atas sel B plasma dan sel B memori. Sel B plasma berfungsi menghasilkan antibodi secara spesifik (Dellman dan Brown 1989), sedangkan sel B memori berfungsi mengingat antigen secara spesifik. Sel B bekerja cepat apabila terjadi suatu infeksi (Guyton dan Hall 2006).

Monosit

(15)

5 tulang, alveoli paru-paru, dan jaringan limfoid. Makrofag melepaskan sejumlah sinyal kimia yang mengkoordinasikan berbagai fungsi sel-sel lainnya dalam merespon kerusakan jaringan dan invasi mikroba. Makrofag juga berfungsi memproses antigen yang merupakan tahap awal dalam inisiasi respon kekebalan (Frandson et al. 2009).

Eosinofil

Eosinofil memiliki inti yang terdiri atas dua lobus dengan sitoplasma berwarna pucat hingga basofilik dan berisi granul eosinofilik. Eosinofil berasal dari myelosit eosinofilik dari sumsum tulang. Sel ini sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi (Hoffbrand 2006). Eosinofil mengandung histaminase yang dapat mengaktifkan serta melepaskan serotonin (Dharmawan 2002). Eosinofil dapat pula mencegah penyebaran proses peradangan lokal, dengan cara mendetoksifikasi toksin yang dapat menyebabkan radang yang dilepaskan oleh sel-sel mast, sel basofil dan mungkin juga oleh jaringan yang rusak. Pada saat reaksi alergi, sel mast dan basofil melepaskan faktor kemotaktik eosinofil sehingga eosinofil bermigrasi ke arah jaringan yang meradang (Guyton dan Hall 2006).

Basofil

Basofil merupakan granulosit yang paling jarang dijumpai dalam sirkulasi darah (Schalm 2010; Latimer 2011). Basofil diproduksi di dalam sumsum tulang dari myelosit. Basofil mempunyai fungsi membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen (Tizard 1988). Sel ini mengandung heparin, histamin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, serotonin, dan beberapa faktor kemotaktik. Heparin berfungsi untuk mencegah pembekuan darah, sedangkan histamin berfungsi untuk menarik eosinoid. Basofil berperan sebagai mediator untuk aktivitas perbarahan dan alergi, memiliki reseptor imunoglobulin E (IgE) dan imunoglobulin G (Ig G).

METODE

Waktu dan Tempat

(16)

6

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang ayam, tempat pakan dan minum, timbangan, alat tulis, syringe, alkohol 70%, pakan, cairan pengencer (larutan Rees dan Ecker), pipet pengencer leukosit, gelas objek, kaca penutup, tisu, alat penghitung, kamar hitung Neubauer, metil alkohol, larutan pewarna giemsa 10%, aquades, minyak imersi, dan mikroskop cahaya. Bahan-bahan yang digunakan adalah ayam broiler berumur 1 hari atau day old chick (DOC) sebanyak 20 ekor, disinfektan yang mengandung glutaraldehida, benzalkonium klorida, dan isopropanol, multivitamin, vaksin new castle disease dan infectious bronchitis (ND IB), vaksin gumboro, vaksin ND La Sota, jamu bagas waras, dan pakan komersial ayam broiler. Pakan tersebut memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut protein kasar 20-22%, kadar air 12%, lemak kasar 4-8%, serat kasar 4%, abu 8%, kalsium 0.9-1.2%, dan fosfor 0.7-1%. Selain itu, bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah air dan sekam.

Tahap Persiapan

Persiapan Kandang dan Pembuatan Jamu Bagas Waras

Persiapan kandang dimulai dari membersihkan kandang, tempat pakan, dan tempat minum yang digunakan. Pembersihan ini dilakukan 1 minggu sebelum ayam masuk ke kandang. Lantai dan dinding kandang yang telah dibersihkan diberi kapur untuk mencegah kejadian dan penularan penyakit. Lantai kandang dilapisi dengan sekam kering dan disemprot dengan disinfektan. Kandang dibagi menjadi empat flok dengan ukuran 2 x 2 m.

Pembuatan jamu bagas waras dilakukan 1 hari sebelum diberikan pada ayam. Jamu bagas waras terbuat dari campuran jahe, kunyit, dan kencur dengan pelarut air dengan perbandingan tertentu. Jahe, kunyit, dan kencur segar diparut sampai halus. Kemudian, parutan jahe, kunyit, dan kencur dicampur dan ditambahkan air dengan perbandingan tertentu. Selanjutnya, campuran tersebut dipanaskan hingga suhu 60 dan diulang sebanyak 3 kali. Setelah dingin, campuran jahe, kunyit, dan kencur (jamu bagas waras) disaring dan ditambahkan alkohol 70% sebanyak 0.003% (sebagai antijamur). Kemudian, jamu bagas waras dimasukkan ke dalam botol dan disimpan di dalam lemari pendingin bersuhu 4 .

Tahap Perlakuan

Pemeliharaan Ayam

Hari pertama, ayam dimasukkan ke dalam kandang, diberi air gula, dan multivitamin untuk meminimalisir terjadinya stres. Vaksinasi dilakukan pada hari ke-3, 11, dan 18. Adapun vaksin yang diberikan tersebut secara berturut-turut adalah vaksin ND IB, vaksin gumboro, dan vaksin ND La Sota yang diberikan melalui tetes mata.

(17)

7

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini ialah rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola faktorial. Faktor pertama ialah umur ayam yang terdiri atas 3 level yaitu umur 7, 21, dan 35 hari. Faktor kedua ialah dosis jamu bagas waras yang terdiri atas 4 level yaitu (dosis 0 mL/L) sebagai kontrol, dosis 0.1 mL/L (perlakuan 1), 1 mL/L (perlakuan 2), dan 10 mL/L (perlakuan 3).

Pengambilan dan Analisis Sampel

Pengambilan sampel darah dilakukan pada ayam umur 7, 21, dan 35 hari. Sampel darah diambil dari vena axillaris, ditampung pada tabung vacuum reaksi yang telah diberi antikoagulan ethylen diamine tetra acetic acid (EDTA) dan disimpan dalam ice box. Perhitungan jumlah sel darah putih dilakukan dengan metode hemositometer menggunakan larutan pengencer Rees dan Ecker. Sampel darah dihisap sampai batas 0.5, ujung pipet leukosit dibersihkan dengan tisu kemudian ditambahkan larutan pengencer Rees dan Ecker sampai batas angka 101. Kedua ujung pipet leukosit ditutup menggunakan jempol dan telunjuk dengan posisi mendatar. Darah yang telah diencerkan pada pipet leukosit dihomogenkan dengan membolak-balik pipet membentuk angka 8, kemudian diteteskan ke dalam kamar hitung Neubauer dan ditutup dengan kaca penutup. Jumlah sel darah putih dihitung pada 5 bujur sangkar di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali. Hasil penghitungan akhir adalah jumlah seluruh sel darah putih dari ke-5 bujur sangkar yang dihitung dikalikan dengan 200.

Diferensiasi sel darah putih dihitung dengan menggunakan metode preparat ulas darah. Dua gelas objek disiapkan dan dibersihkan dengan alkohol 70%. Sampel darah diteteskan pada ujung gelas objek yang bersih. Sementara itu, gelas objek lain disiapkan dan dipegang pada kedua sisi panjangnya. Ujung gelas objek tersebut diletakkan pada tetesan darah membentuk sudut 45° terhadap gelas objek pertama. Darah dibiarkan menyebar diujung gelas objek kedua. Gelas objek kedua didorong sehingga darah menyebar sepanjang gelas objek pertama. Sediaan ulas darah dikeringkan dan difiksasi dengan metil alkohol selama 5 menit. Setelah kering, gelas objek dimasukkan ke dalam larutan giemsa 10% selama 30 menit. Preparat ulas yang telah diwarnai kemudian dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. Diferensiasi sel darah putih diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 1000 kali.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah leukosit, heterofil, limfosit, monosit, eosinofil, basofil, dan rasio heterofil/limfosit.

Analisis Data

(18)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan jumlah leukosit, heterofil, limfosit, monosit, eosinofil, basofil (x103 sel/µL) dan rasio heterofil/limfosit yang diamati pada ayam umur 7, 21, dan 35 hari disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Rata-rata jumlah leukosit, heterofil, limfosit, monosit, eosinofil, basofil (x103 sel/µL) dan rasio heterofil/limfosit ayam broiler umur 7, 21, dan 35 hari yang diberi jamu bagas waras

(19)

9

Leukosit

Peningkatan jumlah leukosit secara nyata dipengaruhi oleh faktor umur, sedangkan faktor dosis jamu bagas waras tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05). Tidak terdapat interaksi antara umur ayam dengan dosis jamu bagas waras. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan jumlah leukosit pada ayam umur 21 dan 35 hari. Hasil lain menunjukkan bahwa peningkatan dosis jamu bagas waras tidak memengaruhi peningkatan jumlah leukosit. Pemberian jamu bagas waras meningkatkan jumlah leukosit secara signifikan pada dosis 0.1 mL/Lpada umur 35 hari. Peningkatan leukosit diduga karena kurkumin yang terdapat dalam kunyit dan kencur. Kandungan bahan kimia tumeron dan zingiberen dalam kurkumin berfungsi sebagai antibakteri dengan menghambat produksi β lactamase dan antiinflamasi dengan menghambat produksi prostaglandin dan leukotrin (Rahardjo dan Rostiana 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Widhyari et al. (2012) membuktikan bahwa pemberian kunyit pada ransum ayam broiler mampu meningkatkan jumlah leukosit. Berdasarkan laporan Antony et al. (1999), kemampuan kunyit sebagai imunostimulan juga menyebabkan peningkatan jumlah leukosit dalam sirkulasi. Wresdiyati et al. (2003) dalam penelitiannya melaporkan bahwa oleoresin yang terkandung dalam jahe juga memengaruhi jumlah leukosit. Oleoresin berfungsi sebagai antioksidan dengan memberikan atom hidrogen sehingga terjadi kestabilan radikal bebas yang kehilangan pasangan elektronnya. Radikal bebas dapat merusak membran sel leukosit. Dengan demikian, pemberian oleoresin dapat mengurangi radikal bebas yang selanjutnya berdampak pada pengurangan kerusakan sel akibat radikal bebas.

Heterofil

Peningkatan jumlah heterofil secara nyata dipengaruhi oleh faktor umur, sedangkan faktor dosis jamu bagas waras tidak berpengaruh terhadap jumlah heterofil. Tidak terdapat interaksi antara umur dan dosis jamu bagas waras terhadap jumlah heterofil. Hasil perhitungan jumlah heterofil menunjukkan peningkatan pada ayam berumur 21 hari, kemudian mengalami penurunan pada umur 35 hari. Peningkatan heterofil dapat terjadi pada kasus stres dan infeksi bakteri. Ganong (2002) menyatakan bahwa invasi bakteri ke dalam tubuh akan merangsang respon peradangan. Sumsum tulang dirangsang untuk menghasilkan dan melepas sejumlah besar heterofil. Peningkatan heterofil secara lebih cepat terjadi pada infeksi akut (Frandson dan Spurgeon 1992).

(20)

10

Rasio heterofil/limfosit merupakan indikasi stres pada ayam. Terbukti dari hasil perhitungan statistik ayam mengalami stres pada umur 21 hari. Jumlah heterofil pada ayam umur 35 hari mengalami penurunan bila dibandingkan umur 21 hari. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan senyawa aktif dalam kunyit, kencur, dan jahe. Kandungan kurkumin dan senyawa fenolik seperti: flavonoid, minyak atsiri, dan oleoresin mampu menurunkan jumlah heterofil sehingga tingkat stres menurun. Penurunan jumlah heterofil melalui peran kurkumin dilakukan dengan dua mekanisme yaitu antibakteri dan imunostimulan. Kurkumin berperan sebagai antibakteri dengan menghambat produksi β lactamase yang berperan dalam pembentukan dinding sel bakteri, sedangkan sebagai imunostimulan dengan meningkatkan jumlah limfosit (Antony et al. 1999). Flavonoid, minyak atsiri, dan oleoresin berfungsi sebagai antioksidan dengan cara mengurangi kerusakan sel akibat stres karena radikal bebas. Kandungan kurkumin dan senyawa fenolik dalam jamu bagas waras mampu menurunkan jumlah heterofil sehingga tingkat stres menurun.

Limfosit

Peningkatan jumlah limfosit secara nyata dipengaruhi oleh interaksi antara umur dan dosis jamu bagas waras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah limfosit tertinggi terjadi pada ayam umur 35 hari. Pemberian jamu bagas waras pada dosis 0.1 mL/L menyebabkan peningkatan jumlah limfosit paling signifikan dibanding perlakuan lain.

Peningkatan jumlah limfosit secara signifikan dengan pemberian dosis 1 mL/L dan 10 mL/L pada ayam berumur 21 hari diduga karena kandungan kurkumin dalam kunyit dan kencur. Kurkumin mampu meningkatkan proliferasi limfosit sehingga terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam sirkulasi darah (Sulistyowati et al. 2010). Kurkumin memiliki kemampuan mengaktifkan sel limfosit T dan sel limfosit B (Priosoeryanto 2009). Selain kunyit, kandungan oleoresin dalam jahe mampu menghadapi stres oksidatif dan meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag sehingga daya tahan limfosit meningkat (Zakaria et al. 1999).

Monosit

Jumlah monosit secara nyata dipengaruhi oleh faktor umur, sedangkan faktor dosis jamu bagas waras tidak berpengaruh terhadap jumlah monosit. Tidak terdapat interaksi antara umur dan dosis jamu bagas waras terhadap jumlah monosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah monosit tertinggi terjadi pada umur 35 hari meskipun tidak signifikan (p>0.05).

(21)

11 monosit. Meski demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jamu bagas waras dosis 0.1 mL/L mampu menstabilkan peningkatan jumlah monosit dibandingkan dengan dosis lain. Kondisi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningsih et al. (2007) bahwa persentase rata-rata monosit pada setiap kelompok perlakuan serbuk kunyit mengalami peningkatan dibandingkan persentase pada kelompok kontrol.

Eosinofil

Faktor umur secara signifikan (p<0.05) memengaruhi peningkatan jumlah eosinofil sedangkan faktor dosis jamu bagas waras tidak berpengaruh terhadap jumlah eosinofil. Tidak terdapat interaksi antara umur dan dosis jamu bagas waras terhadap jumlah eosinofil. Hasil perhitungan jumlah eosinofil pada penelitian ini menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan (p>0.05) pada berbagai tingkat dosis. Eosinofil diproduksi pada saat infeksi parasit dan reaksi alergi. Reaksi alergi merangsang sel mast dan basofil melepaskan faktor kemotaktik eosinofil, sehingga eosinofil bermigrasi kearah jaringan yang meradang. Penelitian ini menunjukkan bahwa ayam tidak mengalami infeksi parasit atau alergi sebab masih dalam kisaran normal yaitu 400 sel/µL (Jain 1993). Peningkatan jumlah eosinofil yang terjadi pada penelitian ini merupakan efek positif jamu bagas waras dalam mengoptimalkan jumlah eosinofil.

Basofil

Jumlah basofil secara nyata (p>0.05) tidak dipengaruhi oleh faktor umur dan dosis jamu bagas waras. Tidak terdapat interaksi antara umur ayam dengan dosis jamu bagas waras. Hasil perhitungan jumlah basofil menunjukkan bahwa tidak terdapat basofil dalam sirkulasi darah pada ayam berumur 7 dan 21 hari. Basofil mengalami peningkatan yang signifikan (p<0.05) pada umur 35 hari dosis 0.1 mL/L. Fudge (2005) menyatakan bahwa pada keadaan normal basofil jarang ditemukan dalam darah unggas. Basofil berfungsi membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen. Peningkatan yang terjadi masih dalam kisaran normal yaitu 20 sel/µL (Jain 1993) sehingga menunjukkan bahwa tidak terjadi peradangan.

Rasio Heterofil/Limfosit

Perbandingan jumlah H/L merupakan indeks nyata sebagai indikator stres pada unggas (Murrani et al. 1997). Stres menstimulasi kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon glukokortikoid. Glukokortikoid menginduksi pembentukan dan pelepasan heterofil muda di dalam sumsum tulang sehingga terjadi peningkatan heterofil (Blecha 2000). Glukokortikoid menyebabkan defisiensi pembentukan interleukin (IL-1) yang mengakibatkan penurunan jumlah limfosit.

(22)

12

penurunan pada umur 35 hari. Secara keseluruhan dosis 0.1 mL/L memiliki rasio H/L lebih rendah dari perlakuan yang lain. Peningkatan jumlah heterofil terjadi pada umur 21 hari dan menurun pada umur 35 hari. Penurunan jumlah heterofil terjadi secara sinergis dengan peningkatan jumlah limfosit pada ayam. Perubahan jumlah heterofil dan limfosit tersebut memengaruhi rasio H/L pada ayam. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan rasio H/L pada umur 21 hari, kemudian mengalami penurunan pada umur 35 hari.

Pemberian kunyit pada ayam diduga memengaruhi peningkatan jumlah limfosit. Kandungan zat dalam kunyit dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu kurkuminoid, minyak astiri, dan pati. Komponen utama penyusun kurkuminoid adalah kurkumin. Kurkumin mampu meningkatkan proliferasi limfosit sehingga terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam sirkulasi darah (Sulistyowati et al. 2010). Kurkumin memiliki kemampuan mengaktifkan sel limfosit T dan sel limfosit B (Priosoeryanto 2009).

Kandungan kurkumin dalam kunyit dan senyawa fenolik jahe seperti: flavonoid, minyak atsiri, dan oleoresin mampu menurunkan jumlah heterofil sehingga tingkat stres menurun. Penurunan jumlah heterofil melalui peran kurkumin dilakukan dengan dua mekanisme yaitu antibakteri dan imunostimulan. Kurkumin berperan sebagai antibakteri dengan menghambat produksi β lactamase yang berperan dalam pembentukan dinding sel bakteri, sedangkan sebagai imunostimulan dengan meningkatkan jumlah limfosit (Antony et al. 1999). Flavonoid, minyak atsiri, dan oleoresin berfungsi sebagai antioksidan dengan cara mengurangi kerusakan sel akibat stres karena radikal bebas. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dosis 0.1 mL/L merupakan dosis jamu bagas waras paling efektif untuk mengurangi stres pada ayam broiler.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jamu bagas waras dapat meningkatkan jumlah sel darah putih dan menurunkan indeks stres. Faktor umur memengaruhi peningkatan jumlah sel darah putih, sedangakan faktor dosis jamu bagas waras tidak memengaruhi peningkatan jumlah sel darah putih. Interaksi antara umur dan dosis jamu bagas waras memengaruhi jumlah limfosit. Dosis 0.1 mL/L merupakan dosis paling efektif untuk mengurangi stres pada ayam broiler.

.

Saran

(23)

13

DAFTAR PUSTAKA

Antony S, Kuttan R, Kuttan GA. 1999. Immunomodulatory activity of curcumin. Immunol Invest. 28(5-6):291-303.

Apriliyani F, Suthama N, Wahyuni HI. 2013. Rasio heterofil limfosit dan bobot relatif bursa fabrisius akibat kombinasi lama pencahayaan dan pemberian porsi ransum berbeda pada ayam broiler. Animal Agriculture Journal. 2(1):393-399.

Araujo CAC, Leon LL. 2001. Biological activities of Curcuma longa L. Journal Memorias do Instituto Oswaldo Cruz. 96:723-728.

Bacha LM, Bacha WJ. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. Ed ke-2. New York (US): Lippincott Williams & Wilkins.

Blecha F. 2000. Immune system response to stress. Di dalam: Moberg GP, Mench JA, editor. The Biology of Animal Stress. New York (US): CABI Pub. Boonstra R. 2005. Coping with changing northern environment the role of stress

axis in bird and mammals. Journal Integr Comp Biol. 44:95-140.

Cahyaningsih U, Malichatin H, dan Hedianto YE. 2007. Diferensial leukosit pada ayam setelah diinfeksi E.tenella dan pemberian serbuk kunyit (C.domestica) dosis bertingkat. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2007; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. Hal. 593-599.

Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee RK. 2004. Turmeric and curcumin: biological actions and medicinal applications. Current Science. 87(1):44-53.

Clark P, Boardman W, Raidal S.2009. Atlas of Clinical Avian Hematology. West Sussex (UK): John Wiley & Sons Ltd.

Dellman HD, Brown EM. 1989. Buku teks Histologi Veteriner I. Ed ke-3. Jan Tambayong, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Dewi PNL, Minarti, Kardono LBS. 2000. Evaluasi bahan bioaktif berpotensi antioksidan dari ekstrak metanol beberapa rimpang-rimpangan. Di dalam: Seminar Nasional XVII Tumbuhan Obat; 2000 Maret 23-30; Bandung, Indonesia.

Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Kllinik Veteriner. Denpasar (ID): Pelawa Sari.

Frandson RD, Spurgeon TL. 1992. Anatomy and Physiology of Farm Animal. Ed ke-5. Philadelphia (US): Lea dan Febiger.

Frandson RD, Wilke WL, Fails AD. 2009. Anatomy and Physiology of Farm Animal. Ed ke-7. Iowa (US): Willey-Blackwell.

Fudge AM. 2005. Avian Hematology. El Dorado Hills (US): California Avian Laboratory.

Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-14. Widjayakusumah D, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

(24)

14

Hoffbrand V. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta (ID): EMS.

Ingram DR, Hatten LF, Pherson BN. 2000. Effects of light restriction on broilers performance and specific body structure measurements. Poultry Science Journal. 9:501-504.

Jain NC. 1993. Essentials of Veterinary Hematology. Philadelphia (US): Lea dan Febiger.

Kikuzaki H, Nakatani N. 1993. Antioxidant effect of some ginger constituents. Journal of Food and Science. 58:1407-1410.

Kumar S, Naraian U, Tripathi S dan Misra K. 2001. Synthesis of curcuminbioconjugates and study for their antibacterial activities against β -lactamase producing microorganism. Bioconjugate Chem. 12:464-469. Latimer KS. 2011. Duncan & Prasse's Veterinary laboratory Medicine: Clinical

Pathology. Ed ke-5. West Sussex (UK): John Wiley dan Son Inc.

Li M, Yuan W, Deng G, Wang P, Yang P, Aggarwal BB. 2011. Chemical composition and product quality control of turmeric (Curcuma longa L.). Pharmaceutical Crops. 2:28-54.

Melvin JS, William OR. 1993. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Ed ke-11. London (UK) : Cornell University Pr.

Mulyantini NGA. 2010. Ilmu Manajemen Ternak Unggas. Yoyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Murdiati TB. 2009. Jaminan keamanan pangan asal ternak dari kandang hingga piring konsumen. Jurnal Litbang Pertanian. 25(1).

Murrani WK, Sam HZ, Athari AM. 1997. Heterophil/lymphocyte ratio as a selection criterion for heat resistance in domestic fowl. British Poultry Science. 38:159-163.

Pavuluri, G., S. Kumar, Hareesha, K. Madhuri and K. V. Swathi. 2011. Curcumin: the spice for life. International Journal of Pharmaceutical Chemical and Biological Sciences. 1:48-56.

Priosoeryanto BP. 2009. Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temulawak (Curcuma xantorrhiza Roxb.) pada sel lestari tumor mca-b1 dan mcm-b2 secara in vitro. Veterinary Science & Medicine. 1(1):29-35.

Rahardjo M dan Rostiana O. 2004. Standar Prosedur Operasional Budidaya Kunyit dalam Standar Prosedur Operasional Jahe, Kencur, Kunyit, dan Temulawak. Bogor (ID): Balittro.

Sahin K, Sahin N, Onderci M, Gursu MF, Issi M. 2003. Vitamin C and E canalliviate negative effect of heat stress in japanese quail. Journal Veterinary Science. 73:307-312.

Schalm OW. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Douglas J. Weiss, K. Jane Wardrop, editor. New Jersey (US): Blackwell Pub.

(25)

15 pengaruhnya terhadap total digestible nutrient (TDN) ransum. Jurnal Sains Peternakan. 5(1):20-26.

Tizard IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Partodiredjo M, penerjemah. Surabaya (ID): Airlangga University Pr. Terjemahan dari: An Introduction Veterinary Imunology.

Wed. 2004. Beluntas pereda TBC kelenjar leher. [internet]. [diunduh 20 Juni 2014]; Tersedia pada: httn://www.reoubl i ka. co.id/A S P/ koran-detail.a+?id=l 59882&katjdl=l 50& kat id2=187.

Widhyari SD, Esfandiari A, Wientarsih I, Widodo S, Soehartono RH, Winarsih W, Regar MN, Sumarni A. 2012. Pemberian pakan tambahan herbal dan Zn terhadap profil sel leukosit pada ayam broiler yang ditantang dengan Escherichia coli. Di dalam: Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional Ke-12; 2012 Oktober 10-13; Yogyakarta, Indonesia.

Wresdiyati T, Astawan M, Adnyane IKM. 2003. Aktivitas antiinflamasi oleoresin jahe (Zingiber officinale) pada ginjal tikus yang mengalami perlakuan stres. Jurnal Teknologi & Industri Pangan. 14(2):113-120.

Zakaria FR, Wiguna Y, Hartoyo A. 1999. Konsumsi sari jahe (Zingiber officinale Roscoe) meningkatkan sel natural killer pada mahasiswa pesantren Ulil Albaab di Bogor. Buletin Teknologi Industri Pangan. 10(2):40-46.

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Rata-rata jumlah leukosit, heterofil, limfosit, monosit, eosinofil, basofil

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran darah ayam broiler yang diberi testosteron dosis bertingkat dengan cara mengukur jumlah sel darah merah,

Kajian Histopatologi Pemberian Kombinasi Herbal (Bawang Putih dan Kunyit) dengan Zink Terhadap Organ Ginjal Ayam Broiler yang Terinfeksi Virus Marek.. Dibimbing oleh WIWIN

Penelitian dengan judul Jumlah Leukosit dan Differensiasi Leukosit Ayam Broiler yang Diberi Minum Air Rebusan Kunyit (Curcuma domestica Val) dilaksanakan pada

Ayam broiler merupakan salah satu strain ayam yang dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu ayam penghasil daging dengan pertumbuhan yang cepat serta umur pemeliharaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan air kunyit dalam air minum tidak berpengaruh nyata (P&gt;0,05) terhadap bobot hidup ayam broiler, bobot relatif

Hasil pengamatan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler umur 6 minggu dengan pemberian serbuk bawang putih, kunyit dan mineral

Data konsumsi air minum, konsumsi pakan, bobot hidup, konversi pakan, bobot relatif dan panjang relatif saluran pencernaan ayam broiler umur 35 hari dengan pemberian air

Berdasarkan hasil perhitungan di peroleh rataan leukosit, basofil, eusinofil, heterofil limfosit,dan monosit ayam broiler yang di beri air minum dengan penambahan