• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan) Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan) Chapter III IV"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

Analisisdan ImplementasiKebijakanPeraturanGubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 TentangPusatPengendalianKebakaranHutan Dan

Lahan

(2)

berangkat dari itu sebab dan akibat menjadi merupakan salah satu pedoman untuk dijadikan gambaran yang nantinya akan dikaji atau dianalisis sesuai pembahasan yang telah di tentukan. Kemudian dari pada itu penulis mencoba menguraikan terlebih dahulu faktor apa yang menyababkan atau mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

III.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau

III.1.1. Kebakaran Yang disebabkan Oleh Faktor Alam

(3)

penyebab dari kebakaran dalam tanah ini. Biasanya, kebakaran ini terjadi di daerah yang memiliki lahan gambut sehingga lahan gambut tersebut terbakar ketika suhu udara naik seiring kemarau panjang yang terjadi. Meskipun kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan oleh faktor alam sangat mungkin terjadi, sayangnya bencana kebakaran hutan yang melanda Indonesia setiap tahunnya khususnya di Provinsi Riau merupakan bencana yang terjadi akibat kesengajaan manusia.

III.1.2. Kebakaran Yang Disebabkan Oleh Kesengajaan Manusia

Bencana kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau merupakan bencana tahunan yang telah terjadi di Indonesia sejak lama. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah nyatanya belum mampu mencegah bencana serupa terulang di tahun – tahun berikutnya. Pembakaran hutan dan lahan yang tak terkendali akan memberikan dampak akibat hutan yang gundul. Penyebab kebakaran hutan dan lahan yang terjadi akibat kesengajaan manusia. Pembukaan lahan perkebunan biasanya merupakan latar belakang dilakukannya pembakaran lahan. Dalam skala kecil, kebakaran ini masih bisa diatasi, sayangnya jika kebakaran ini merupakan ulah perusahaan besar dan dalam skala yang besar, akan sangat sulit untuk memadamkan api dalam kebakaran. Kebakaran seperti ini akan sangat berbahaya ketika terjadi di lahan gambut.

(4)

pembakaran terhadap lahan yang disengketakan. Pembakaran lahan dapat berakibat lahan menjadi terdegradasi sehingga nilai – nilai lahan berkurang. Dengan cara tersebut, perusahaan akan lebih mudah merebut lahan dari masyarakat yang memiliki lahan. Protes oleh penduduk lokal, penduduk lokal yang merasa lahannya direbut juga sering melakukan pembakaran lahan sebagai bentuk protes karena perusahaan perkebunan merebut lahan milik mereka. Faktor ekonomi masyarakat lokal, masyarakat lokal yang ingin membuka lahan dan hanya memiliki sedikit biaya biasanya melakukan cara instan untuk membuka lahan. Mereka membakar hutan untuk membuka lahan baru. Kurangnya penegakan hukum, meskipun aturan mengenai pembakaran hutan jelas – jelas dilarang, namun karena hukum yang diberikan bagi yang melanggar masih sangat lemah, akibatnya banyak juga oknum yang melanggar aturan dan membakar hutan secara besar – besaran untuk membuka lahan. Hal tersebut biasanya dilakukan oleh perusahan – perusahaan besar.

III.1.3. Dampak Yang Ditimbulkan Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

(5)

dan lahan ternyata mencakup bidang – bidang lainnya. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Fandi Rahman Beliau Mengatakan:

“Dampak yang disebabkan oleh kebakaran hutan ini sangat mengakhawatirkan terutama berkenaan dengan masyarakat, kerugian yang ditimbulkan bukan satu dua tiga sector saja, tapi mencakup keseluruhan, untuk itu perlunya penanganan khusus dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di provinsi

Riau ini tidak menimbulkan kerugian yang besar lagi.46

1) Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi yaitu:

1. Terganggunya aktifitas, asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis mengganggu aktifitas manusia sehari-hari apalagi bagi yang aktifitasnya dilakukan di luar ruangan.

2. Menurunnya produktifitas, terganggunya aktifitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktifitas dan penghasilan.

3. Hilang nya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan selain itu bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencaharian).

4. Meningkatnya kebakaran hutan dan lahan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies – spesies yang berpotensi menjadi tidak terkontrol, selain itu terbakarnya hutan dan lahan akan membuat sebagian binatang

46

(6)

kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan seperti harimau, gajah, monyet, dan binatang lainnya. 5. Terganggunya kesehatan, kebakaran hutan berakibat kepada

pencemaran udara yang dapat menimbulkan dampak negative terhadap kesehatan manusia antara lain ISPA, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.

6. Tersedotnya anggaran Negara, setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk menangani kebakaran hutan dan lahan.

7. Menurunnya devisa Negara, hutan telah menjadi salah satu sumber devisa Negara baik dari kayu maupun produk – produk non kayu lainnya, termasuk parawisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktifitas akibat kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada devisa Negara.

2) Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan yaitu:

1. Hilangnya sejumlah spesies, selain membakar aneka flora, kebakaran hutan dan lahan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies endemic (tumbuhan maupun hewan) terancam penuh akibat kebakaran hutan.

(7)

lahan hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun.

3. Alih fungsi hutan, kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami perubahan peruntukan menjadi perkebunan atau padang ilalang.

4. Penurunan kualitas air, salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan. 5. Pemanasan global, kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas

CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan terbakaranya hutan akan menurunkan kemampuan hutan sebagai penyimpan karbon. Keduannya berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemanasan global.

3) Dampak Terhadap Hubungan Antar Negara yaitu:

Asap hasil kebakaran hutan menjadi masalah serius bukan hanya di daerah sekitar hutan dan lahan saja. Asap terbawa angin hingga kedaerah lain bahkan mencapai berbagai Negara tetangga seperti Singapore, Malaysia, dan brunei Darussalam.

(8)

Kebakaran hutan pun berdampak kepada pariwisata baik secara langsung ataupun tidak. Dampaknya seperti ditutupnya objek wisata hutan dan berbagai sarana pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama transportasi udara. Kesemuanya berakibat pada penurunan tingkat wisatawan secara nasional.

Berangkat dari fenomena keadaan terbakarnya hutan dan lahan itu sehingga menyebabkan dampak negative atau kerugian yang sangat besar dalam segala sector, Pemeritah Riau mengeluarkan peraturan yang diturunkan dari Gubernur yaitu Peraturan Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, yang tujuannya untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau. Untuk itu terlebih dahulu penulis mencoba untuk mendeskripsikan peraturan gubernur yang dibuat guna untuk mengendalikan kebakaran hutan dan dan lahan di Provinsi Riau.

III.2. Mendeskripsikan Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

BerdasarkanUndang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerahpemerintahandaerah, tugaspembantuan, diarahkanuntukmempercepatterwujudnyakesejahteraanmasyarakatmelaluipeningk

(9)

pemerintahdaerahmemilikitanggungjawabuntukmelindungidanmelayanimasyarak atdaerahnyasendiri.

Fenomenakebakaranhutan yang terjadi di Provinsi Riau merupakansuatuhal yang umumbuatmasyarakat Riau bahkanmasyarakat Indonesia. Fenomenatersebutmenjadisuatukewajibanbagipemerintahdaerah di Provinsi Riau untukdapatmengatasinyajikaberkacapadaUndang-Undang 32 tahun

2014 yang dijelaskan di atas.

Pemerintahdaerahdalamhalinibertanggungjawabpenuhatasapa yang terjadidanefekdariadanyakebakaranhutan dan lahan tersebut.Upayamengatasikebakaranhutan dan lahan yang

terjadi,makakebijakanpemerintahdaerahsangatdiperlukan.

Berdasarkanfenomenakebakarandaneksploitasiterhadaphutan dan lahan di

Provinsi Riau, makapemerintahdaerahmengeluarkankebijakanPeraturanGubernurtentangPusatPe

ngendalianKebakaranHutandanLahanProvinsi Riau Nomor 11 tahun 2014.

Dalamhalini,

penulismencobauntukmenganalisiskebijakanPeraturanGubernurtentangPusatPeng endalianKebakaranHutandanLahanProvinsi Riau Nomor 11 tahun 2014berdasarkantigatolakutama, diantaranyaadalah47

47

Opcit 97

Pertama,

nilaipencapaiankebijakantersebutuntukmelihatapakahmasalahtelahteratasi,

(10)

anpencapaiannilai-nilai.

danketigatindakanpenerapannyaapakahdapatmenghasilkanpencapaiannilai-nilai.Adapunpendekatan yang dilakukanadalahpendekatanempirisyang menekankanpenjelasanberbagaisebabdanakibatdarisebuahkebijakanpublik.

Pertanyaanutama di dalampendekatanempirisbersifatfactualdaninformasi yang

dihasilkanbersifatdeskriptif. Sebaliknya, pendekatanvaluatiflebihmenekankanterhadappenentuanbobotataunilai yang

terkandungdidalamkebijakan.

Adapunpertanyaandalamanalisisnyaadalahberapanilaidanbobot yang terkandung di dalamkebijakantersebut, sehinggainformasi yang dihasilkanbersifatvaluatif.

Dan yang terakhiradalahpendekatannormatif yang menekankanterhadaprekomendasiserangkaiantindakan-tindakan yang akandatang

yang dapatmenyelesaikanmasalahpublik.

III.2.1.BerdasarkanNilaiPencapaianKebijakan

PeraturanGubernurmerupakanperaturanperundang-undangan yang

bersifatpengaturan yang ditetapkanolehGubernur,untukmenjalankanperintahperaturanperundang-undangan

yang

lebihtinggiataudalammenyelenggarakankewenanganpemerintahdaerah.Otoritasdal ampembentukanpergubtersebutadalahGubernurberdasarkanundang-undang yang

(11)

aikekuatan hukum mengikatsepanjangdiperintahkanolehPeraturanPerundang-undangan yang lebihtinggiatau dibentukberdasarkankewenangan.Perbedaan paling mendasarantaraPerdaProvinsidenganPergubadalahterletakpadakewenanganpembe ntukannya.

Dalamhalini,

PeraturangubernurkebijakantentangPusatPengendalianKebakaranHutandanLahan

Provinsi Riau Nomor 11 tahun 2014 mengacu, mengingatdanmenimbangterhadapbeberapaundang-undang,tetapi yang

pastisangatberkaitaneratadalahUndang–UndangNomor 32 tentangpemerintahdaerahdanIntruksiPresidenNomor 16 Tahun 2011

tentangPeningkatanPengendalianKebakaranHutandanLahan.Sehinggahalinilah

yang mendasariGubernurProvinsi Riau mengeluarkanPeraturanGubernurtentangpengendalianhutan, selaindaripadaitu

juga

tugasdaripemerintahdaerahuntukmenjawabkeresahanmasyarakatdanmenciptakank esejahteraanberdasarkanparadigmaOtonomi Daerah yang saatinidijalankan.

Faktamengenaijumlahkebakaran yang terjadisangatmemprihatinkan. Padatahun 2013, mayoritaskebakaran yang terjaditerpusat di Propinsi Riau. Angka yang cukupmengejutkandimanaperingatantitikapi di sepanjang Sumatera berada di Provinsi Riau. Kebakaranhutandanlahangambut di Provinsi Riau terusmeningkat.

(12)

sehinggamenimbulkanbanyakdampaksosialnyasepertikesehatan, pendidikan, transportasidan lain sebagainya.

III.2.2. Berdasarkan Fakta Keberadaan Kebijakan

Sebagai upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan harus dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrument pengawasan dan perijinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penagakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Peraturan ini sengaja dibentuk untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sebagai wujud kepedulian pemerintah Provinsi Riau terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan yang melanda daerah di sekitar hutan dan lahan di provinsi Riau.Dalam Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau dilaksanakan dengan berasaskan kemanusiaan, kemandirian, kogotong – royongan, kesukarelaan, profesionalisme, dan kewilayahan sesuai dengan kewenangan dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian Narasumber Ibu Reni Nurhaini juga menjelaskan, bahwa:

“Pergub ini merupakan landasan kita sebagai aparat

pemerintahan dalam mengatasi permasalahan –

(13)

ini nantinya akan menjadi pedoman kita untuk bertindak,

apa apa saja yang harus kita lakukan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dalam peraturan gebernur

ini.”48

Pusat pengendalian kebakaran dan hutan bertujuan untuk memantapkan keterpaduan langkah dan tindakan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Sasaran yang ingin dicapai dalam Peraturan Gubernur ini ialah pertama terlaksananya upaya pencegahan dan monitoring terhadap faktor – faktor penyebab serta pendorong terjadinya kebakaran hutan dan lahan, kedua terlaksananya upaya penanggulangan, penagakan hukum, dan pemulihan terhadap areal bekas kebakaran hutan dan lahan, ketiga terlaksananya pemanfataan sumber daya alam sesuai tata ruang secara efisien, efektif, bijaksana, dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, keempat tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kelima terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.49

48 Wawancara dengan Narasumber Ibu Reni Nurhaini (Dinas Kehutanan Bidang Pengendalian

Perencanaan dan Kerusakan) di Kantor Dinas Kehutanan Povinsi Riau. Pada Tanggal Kamis 5 Januari 2017. Pada pukul 14.00 Wib.

49

Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan. Bab II. Pasal 4. Hal 4-5.

(14)

Kapabilitas pemerintah Provinsi Riau sangat dituntut dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Kapabilitas adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pemerintah daerah menghadapi tantangan dan masalah yang terjadi dalam dinamika serta perubahan. Kebakaran hutan di provinsi Riau mengindikasikan bahwa pemerintah Riau harus mampu megendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Hal ini menunjukan bahwa diperlukan kapabilitas yang baik untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau, tentu hal ini tidak luput dari peran dan dukungan dari stakeholder serta masyarakat Riau sendiri. Narasumber Bapak Mitra Adhimukti, bahwa:

“Targetannya ya setidaknya dengan peraturan yang dikeluarkan

oleh gubernur ini, ini merupakan wujud pemerintah selaku

pemegang kekuasaan disini, tentunya menginginkan adanya

semacam perubahan kea rah yang lebih baik, karena kebakaran

hutan di provinsi Riau sendiri bisa dikatakan agenda tahunan

ya, tentunya kita mengharapkan perubahan yang lebih baik,

dalam artian tujuan atau sasarannya harus dapat terelisasikan

dengan baik”50

Dalam peraturan ini juga dibentuk Organisasi PUSDALKARHUTLA (Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan), dengan struktur penagarah atau Pembina, penangungjawab, ketua umum, wakil ketua, secretariat bersama,

50 Wawancara dengan Narasumber Bapak Mitra Adhimukti ( BPBD – Kepala Sub Bidang

(15)

bidang deteksi atau peringatan dini, pemantauan, pencegahan, dan pemulihan, bidang operasional penanggulangan,bidang evaluasi dan penegakan hukum serta Tim Reaksi Cepat yang bertugas untuk melakukan pencegahan serta pemadaman ketika terjadi kebakaran bersama dengan tim lainnya yang juga dibentuk sebagai pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Ketentuan tersebut dibentuk untuk memfasilitasi pemerintahan dan masyarakat dalam menanggulangi masalah kebakaran hutan dan lahan.

III.3. Menganalisis Kebijakan Pemerintah Riau Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Dalam Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau dilaksanakan dengan berasaskan kemanusiaan, kemandirian, kogotong – royongan, kesukarelaan, profesionalisme, dan kewilayahan sesuai dengan kewenangan dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pusat pengendalian kebakaran dan hutan bertujuan untuk memantapkan keterpaduan langkah dan tindakan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Kemudian Narasumber Ibu Reni Nurhaini mengatakan:

“targetan kita sebagai pemerintahan daerah yang

mempunyai perenan penting dalam permasalahan ini ya

(16)

nantinya dapat membawa kesejahteraan bagi

masyarakat di provinsi riau ini saja sudah cukup, karena

melihat keadaan terbakarnya hutan dan lahan yang

terjadi di provinsi riau ini sangat mengkhawatirkan,

sehingga menimbulkan dampak kerugian yang sangat

besar, kita sih pengennya, kebijakan ini bisa membawa

masyarakat kea rah yang lebih baik”51

Sasaran yang ingin dicapai dalam Peraturan Gubernur ini ialah pertama terlaksananya upaya pencegahan dan monitoring terhadap faktor – faktor penyebab serta pendorong terjadinya kebakaran hutan dan lahan, kedua terlaksananya upaya penanggulangan, penegakan hukum, dan pemulihan terhadap areal bekas kebakaran hutan dan lahan, ketiga terlaksananya pemanfataan sumber daya alam sesuai tata ruang secara efisien, efektif, bijaksana, dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, keempat tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kelima terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.52

Dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 ini, sesuai dengan landasan hukum peraturan ini. Pemerintah Riau membentuk Organisasi untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dengan sebutan

51 Wawancara dengan Ibu Reni Nurhaini (Dinas Kehutanan - Bidang Pengendalian Perencanaan

dan Kerusakan) di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Pada Tanggal Kamis 5 Januari 2017. Pada Pukul 14.00 Wib.

52

(17)

organisasi pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan (PUSDAKARHUTLA) Provinsi Riau. Organisasi ini terdiri dari pengarah atau Pembina, penanggung jawab, ketua umum, wakil ketua, secretariat bersama, bidang deteksi atau peringatan dini pemantauan pencegahan dan pemulihan, bidang operasional penanggulangan (pemadaman), bidang evaluasi dan penegakan hukum, dan tim reaksi cepat.53

Dalam Peraturan Gubernut tersebut dalam Bab 3 Pasal 7 dijelaskan terkait tugas dan fungsi Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau mempunyai Tugas dan Fungsi yaitu pertama pengarah atau pembina bertugas memberikan arahan kepada aparat hukum untuk menguatkan dan mempercepat proses penegakan hukum sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku, memberikan arahan dalam pengembangan perangkat peraturan yang ada, kedua penanggung jawab bertugas memberikan petunjuk dalam pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, memberikan arahan kepada Bupati atau Walikota agar melakukan koordinasi, kerjasama dan membentuk Satlakdalkarhutla, satgasdamkarhutla, dan TRC (Tim Reaksi Cepat) di wilayahnya membuat program atau kegiatan protap atau SOP posko peta rawan kebakaran peralatan serta anggaran yang memadai dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di daerahnya.54

53

Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Bab III Pasal 5. Hal 5.

54

(18)

Ketiga ketua umum bertugas menggerakan dinas atau instansi terkait koordinasi dengan organisasi tertentu dan menjalin kerjasama dengan para ahli atau pakar dalam upaya mencegah dan mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi riau, mendukung kelancaran biaya operasional pengendalian kebakaran hutan dan lahan dan mencari sumber sumber atau bantuan dana lainnya yang tidak mengikat, memimpin rapat atau pertemuan dan menentukan skala prioritas dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, menentukan tingkat siaga situasi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi, mengoptimalkan masukan – masukan dari instansi teknis, anggota maupun stakeholder lainnya, mempertanggungjawabkan seluruh hasil pelaksanaan kegiatan, baik fisik maupun keuangan dan melaporkan secara rutin kegiatan – kegaiatan yang telah dilaksanakan kepada Gubernur Riau selaku penanggung jawab PUSDALKARHUTLA.

(19)
(20)

Provinsi Kabupaten atau Kota, mengagendakan pertemuan dan membuat laporan bulanan atau tahunan secara rutin, dan melakukan kegiatan – kegiatan lainnya yang berkaitan dengan keskretariatan.

Keenam Bidang Operasional Penanggulangan (Pemadaman) bertugas menggerakan SDM dan peralatan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, membentuk Tim Anti Api kepada masyarakat yang berada di lokasi rawan kebakaran dalam rangka pemadaman kebakaran hutan dan lahan, meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM melalui pelatihan, mengusulkan kebutuhan biaya SDM, peralatan logistic transportasi posko dan biaya operasional penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, menngembangkan program penanggulangan (pemadaman) kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, memberikan arahan teknis operasional pelaksanaan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, memberikan laporan penanggulangan (pemadaman) kebakaran hutan dan lahan secara tertulis kepada ketua umum, melaksanakan kegiatan – kegiatan lain yang berkaitan dengan bidang operasional penanggualangan (pemadaman).55

Ketujuh bidang deteksi atau peringatan dini pemantauan pencegahan dan pemuliahn bertugas mengembangkan program deteksi atau peringatan dini pemantauan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, menyiapkan teknologi dan sistem peringatan atau deteksi dini dalam pencegahan kebakara hutan dan lahan di Provinsi Riau, melakukan pemantauan rutin dari

55

(21)

darat dan udara (fly over) terhadap lokasi rawan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, meningkatkan kewaspadaan masyarakat melalui sistem deteksi atau peringata dini terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran huta dan lahan, melakukan kegiatan pemantauan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penyiapan lahan yang dilakukan oleh masyarakat petani swasta maupun BUMN, membuat juklak atau juknis dalam penetapan teknik penyiapan lahan tanpa bakar (zero burning) untuk badan usaha dan teknik pembakaran terkendali (control burning) pada masyarakat petani atau peladang, membuat dan menyebarluaskan pertunjuk teknis atau pedoman pemantauan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan, memberikan arahan teknis operasional pelaksanaan sistem deteksi atau peringatan dini pemantauan dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan, menyiapkan dan mendistribusikan data atau informasi pembukaan lahan baru secara rutin yang mempunyai potensi terhadap terjadinya kebakaran hutan dan lahan, melakukan pemulihan (penghijauan) terhadap lahan bekas terbakar dan lahan-lahan kritis masrginal lainnya, memberikan laporan sistem deteki atau peringatan dini, pemantauan dan pencegahan karhutla dan pemulihan secara tertuliskepada ketua umum dan tembusan secretariat bersama, dan melaksanakan kegiatan kegiatan lain yang berkaitan dengan sistem deteksi atau peringatan dini pemantauan pencegahan karhutla dan pemulihan berdasarkan tugas pokok dan fungsi instansi-instansi terkait.

(22)

proses penegakan hokum terhadap penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, melakukan investigasi (pulbaket) dan penyidikan tentang pelaku dan penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, melakukan prakiraan jumlah kerugian akibat terjadinya kebakaran hutan dan lahan, meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga PPNS lingkungan hidup dan PPNS lainnya, melakukan kordinasi dan kerjasama dengan pihak terkait untuk keancaran pelaksanaan penegakan hokum di Provinsi Riau, memberikan informasi yang akurat dan terpercaya kepada masyarakat tentang tingkat pelaksanaan penyidikan yang dilakukan melalui pers conference, malakukan evaluasi terhadap penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan berdasarkan hasil kajian atau survey di lapangan, memberikan laporan secara tertulis kepada ketua umum dan tembusan secretariat bersama terhadap hasil pelaksanaan investigasi (pulbaket) dan penyidikan di lapangan, melaksanakan kegiatan – kegiatan lain yang berkaitan dengan bidang evaluasi dan penegakan hokum di Provinsi Riau.

(23)

patroli rutin ke lokasi – lokasi rencana pembukaan lahan atau lokasi rawan kebakaran hutan atau lahan, melakukan kordinasi dengan aparat terkait dalam upaya pelaksanaan pencegahan dan penanggulanagan kebakaran hutan dan lahan, memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang akan melakukan penyiapan lahan dengan cara membakar, membuat laporan secara tertulis setiap bulan kepada ketua umum terhadap hasil pelaksanaan di lapangan dan tembusan kepada secretariat bersama, melaksanakan kegiatan – kegiatan lain yang berkaitan dengan tim reaksi cepat pencegahan dan penanggulanagan kebakaran hutan dan lahan.56

Dalam pelakasanaan ataupun implementasi dari Peraturan Gubernur Nomor 11 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau ini dilaksanakan dengan azas kemanusiaan, kemandirian, kegotong – royongan, kesukarelaan, profesionalisme, dan kewilayahan sesuai kewenangan dalam undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, ada pun tujuan dari Peraturan Gubernur ini pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan bertujuan untuk memantapkan keterpaduan langkah dan tindakan dalam pengendalian kabakaran hutan dan lahan. Sasaran yang hendak di capai dari pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau ini adalah terlaksananya upaya pencegahan dan monitoring terhadap faktor – faktor penyebab serta pendorong terjadinya kebakaran hutan dan lahan, terlaksananya upaya penanggulangan, penegakan hokum, dan pemulihan terhadap areal bekas kebakaran hutan atau lahan, terlaksananya pemanfaatan sumberdaya alam sesuai

56

(24)

tata ruang secara efisien, efektif, bijaksana, dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pencegahan hutan dan lahan dari kebakaran merupakan hal penting yang harus dipelajari dan di pahami oleh warga dan petugas yang tinggal di wilayah sekitar hutan dan lahan. Kadang hal kecil yang dianggap sepele menjadi penyebab terjadinya kebakaran hutan yang menghabiskan biaya besar dan menyebabkan kerusakan ekosistem yang fatal sehingga penting bagi siapa pun untuk memiliki pengetahuan tentang hal – hal yang akan menyebabkan hutan dan lahan kebakaran. Melihat keadaan ini Provinsi Riau mengeluarkan Paraturan dengan kewengan Gubernur yang dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Ada beberapa upaya pemerintah yang dilakukan untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi yang di Implementasikan melalui pergub tersebut.

III.3.3.1. Implementasi Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Kabakaran hutan dan lahan adalah suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia, yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengkomsumsi bahan bakar hutan dan lahan di laluinya.57

57

Anonim. 2005. Kawasan Hutan. Badan Planogi Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hal 15.

(25)

kebakaran hutan dan lahan merupakan permasalahan yang serius yang di hadapi oleh bangsa Indonesia. Hampir setiap tahun pada musim kemarau. Kebakaran hutan dan lahan ini menjadi penyebab kerusakan hutan dan lahan yang paling merugikan karena dalam waktu yang singkat dapat menimbulkan kerugian baik secara ekonomis, ekologi, estetika, maupun politik.58 Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ini merupakan permasalahan yang rutin terjadi setiap tahun khususnya pada musim kemarau. Kejadian ini tentu sudah menjadi issu penting dan merupakan sebuah rutinitas yang mengahabiskan APBN dan APBD yang cukup besar jumlahnya untuk pemadaman kebakaran. Belum lagi jika dihitung dampak kesehatan terhadap jutaan masyarakat yang terkena dampak dari asap yang ditimbulkan.59

Terkait dengan permasalahan kebakaran hutan dan lahan, salah satu daerah yang paling rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia adalah Provinsi Riau. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa setiap pemerintah daerah dituntut untuk siap menerima delagasi wewenang pemerintah pusat atau pemerintah diatas nya tidak hanya dalam penyelenggaraan pemerintahan tetapi juga dalam hal pemecahan III.3.3.2 Kebijakan Pemerintah Riau Dalam Mengendalikan Kebakaran hutan dan Lahan Di Provinsi Riau

58

Armanto.E dan Widayana. E. 1998. Analisa Permasalahan Kebakaran Hutan dan Lahan Dalam

Pembangunan Pertanian Dalam Arti Luas. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan Volume 18 No 4. Jakarta.

Hal 5.

59

(26)

permasalahan dan pendanaan kegiataan pembangunannya.60

“……karena kita disini dalam penyelesaiaan atau pun

pengendalian nyaberasaskan gotong royong atau pun

kemanusiaan , jadi semua nya terlibat, baik iu kami

BPBD sendiri, polisi, tentara, ataupun Instansi yang

terlibat, semua ambil bagian dalam penyelasaiaan

permasalahan yang kita hadapi ini yaitu terkait dengan

kebakaran hutan sendir…”

Kemudian Narasumber Bapak Mitra Adhimukti juga menjelaskan bahwa:

61

Oleh karena itu, perhatian pemerintah daerah khususnya Pemerintahan Provinsi Riau dalam era desentralisasi ini cukup serius dalam menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah riau ini. Hal ini juga dapat dilihat banyaknya instansi yang berperan dalam masalah kebakaran hutan dan lahan terebut. Dalam table berikut bisa kita lihat, instansi – instansi yang terlibat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.62

60

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

61 Wawancara dengan Narasumber Bapak Mitra Adhimukti ( BPBD – Kepala Sub Bidang

Pencegahan) di kantor BPBD Provinsi Riau. Pada Tanggal Selasa 3 Januari 2017. Pada pukul 14.00 Wib.

62

Data FITRA Provinsi Riau. Hal 10.

Tabel 3.1.

(27)

Tahapan SKPD Uraian Kegiatan

Pencegahan

Dinas Kehutanan

Pembuatan peta kerawanan kebakaran hutan provinsi

Pembuatan Blueprint peta penyebaran lahan gambut

Pembuatan peta pemilik lahan

Pembuatan sekat bakar

Review izin usaha kehutanan

Pemulihan Lahan gambar bekas terbakar

Pengawasan ketaatan pemegang izin bersama masyarakat

Peningkatan kapasitas sukarelawan pencegah karhutla di Desa Sekitar hutan

Dinas

Pembuatan peta kerawanan kebakaran kebun provinsi

Review izin usaha perkebunan

(28)

Perkebunan bersama masyarakat

Peningkatan kapasitas sukarelawan pencegah karhutla di desa sekitar kebun

Pembinaan dan supervisi water management bagi perusahaan kebun

Badan Lingkungan Hidup

Pembuatan peta kerawanan kebakaran provinsi terintegrasi

Audit kepatuhan pemegang izin hutan dan kebun terkait pengendalian karhutla

Pemberian sanksi kepada pemegang izin yang melanggar

Peningkatan kapasitas MPA dalam pencegahan karhutla

BPBD Provinsi

Pendeteksian dini melalui satelit

Pemadaman Api

Relokasi

(29)

Penanggulangan

Dinas Kesehatan Pelayanan tenaga konseling anak

Penyediaan obat – obatan

Penyediaan Masker

Dinas Sosial

Penyediaan tempat pengungsian

Penyediaan makanan dan minuman

Mobiliasi tenaga relawan

Sumber : Data FITRA Provinsi Riau

(30)

membuat peta kerawanan kebakaran baik wilayah hutan maupun kebun, lalu dikonsolidasikan dalam satu peta yang terintegrasi oleh BLH.

Kemudian Pemerintahan Provinsi membuat Tim reaksi Cepat (TRC) sebagai tim penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan secara cepat, adapun tugas dari TRC sendiri yaitu mengatur pelaaksanaan posko yang ditempatkan dilokasi rawan kabakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, menyiapkan peralatan dan bantuan logistic dalam rangka penanggulangan (pemadaman) kebakaran hutan dan lahan di Propinsi Riau, mengkordinir pelaksanaan operasional pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di lapangan, mengamankan daerah atau lokasi yang terbakar agar tidak menjalar ke areal yang lebih luas, melakukan patroli rutin ke lokasi – lokasi rencana pembukaan lahan atau lokasi rawan kebakaran hutan atau lahan, melakukan kordinasi dengan aparat terkait dalam upaya pelaksanaan pencegahan dan penanggulanagan kebakaran hutan dan lahan, memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang akan melakukan penyiapan lahan dengan cara membakar, membuat laporan secara tertulis setiap bulan kepada ketua umum terhadap hasil pelaksanaan di lapangan dan tembusan kepada secretariat bersama, melaksanakan kegiatan – kegiatan lain yang berkaitan dengan tim reaksi cepat pencegahan dan penanggulanagan kebakaran hutan dan lahan.

(31)

penanggulangan kebakaran hutan antara lain mensiagakan organisasi regu pemadaman kebakaran (RPK), Protap atau SOP pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan atau lahan, menyiapkan peralatan pemadaman kebakaran yang memadai, mensiagakan menara pengawas api, menyediakan embung atau sumber – sumber air untuk pemadaman, membuat peta rawan kebakaran dan hutan atau lahan, membuat sekat bakar, dan melakukan penyuluhan kepada masyarakat disekitar HGU.63

Gambaran kebijakan peraturan Gubernur Nomor 11 tahun 2014 tentang pusat pengendalian kebakaran dan lahan di provinsi Riau, terlihat berjalan dengan baik, ini bisa dilihat dalam laporan yang dikeluarkan oleh satelit NOAA, terkait dengan pemantauan Hotspot dari tahun ke tahun, karena kebakaran hutan sendiri merupakan peristiwa tahunan di Provinsi Riau.64

No.

Tabel 3.2. Rekapitulasi Pemantauan Hot Spot Dari Satelit NOAA

Kabupaten/ Kota

Jumlah Hot Spot

2009 2012 2013 2014 2015

1. Pekanbaru 6 249 6 4 3

2. Dumai 414 237 239 399 54

63

Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Bab IV. Pasal 9. Hal 10

64

(32)

3. Pelalawan 722 17 912 578 454

4. Siak 545 358 448 352 86

5. Bengkalis 1.306 461 714 801 264

6. Rokan Hulu 376 734 453 126 66

7. Rokan Hilir 934 899 1.123 861 144

8. Kampar 164 319 365 170 146

9. Indragiri Hulu 432 603 384 284 340

10. Indragiri Hilir 335 479 340 444 165

11. Kuantan Singingi

100 338 231 146 121

12. Kepulauan Meranti

- - 63 244 35

Jumlah 5.334 4.694 5.281 4.409 1.878

Sumber : Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2015

(33)

ada pengurangan pada tahun 2014 dan 2015 senilai 4.409 dan 1.878 itik, ini menunjukan kinerja pemerintah provinsi Riau sangat baik dalam pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah Provinsi Riau menyatakan telah melakukan pengendalian dan pencegahan terhadap kebakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap semakin tebal mengganggu mobilitas masyarakat sehingga menimbulkan kerugian yang sangat besar. Dengan penerepan dari Implementasi kebijakan pemerintah mengacu kepada Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi riau, mengalami penurunan yang signifikasi, kemudian hasil perkembangannya bisa kita lihat juga dalam tabel berikut:65

No.

Tabel 3.3.

Jumlah Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau

Tahun Jumlah Kasus TP/MO dan Pasar

1. 2014 76 Kasus Pasal 108 dan atau Pasal 98 Ayat (1) UU RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2. 2015 23 Kasus Pasal 108 dan atau Pasal 98 Ayat (1) UU RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

65

(34)

Sumber : Data Karhutla Polda Riau Tahun 2014 Hingga 2015 yang diolah

peneliti

Fenomena kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di provinsi Riau sendiri sudah menagalami penurunan, ini bisa ita kihat dalam table 3.3 yang dimana pada tahun 2014 terjadi sebanyak 76 kasus dengan Pasal 108 dan atau pasal 98 ayat (1) UU RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.66

Berangkat dari itu luas hutan dan lahan yang terbakar akibat kebakaran hutan baik dari faktor alam maupun ulah manusia itu sendiri bisa kita lihat dalam table berikut:

Pada tahun 2015 nya mengalami penurun hingga 23 kasus dengan kesalahan pasal yang sama, ini menunjukan bahwasanya pemerintah Riau dengan amanat Peraturan Gubernur tersebut menjalankan segala kebijakan untuk mengendalikan kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau.

67

No.

Tabel 3.4.

Rekapitulasi Luas Kebakaran Hutan dan Lahan (Ha) Per Provinsi Di Indonesia Tahun 2011-2016

Provinsi 2011 2012 2013 2014 2016

66 Undang – Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

(35)

1. Riau 74,50 1.060,00 1.077,50 6.301,10 4.040,50

Sumber : Direktorat PKHL Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI

Yang diolah peneliti

Kemudian dalam table 3.4 bisa kita lihat juga bagaimana perkembangan luas kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau pada tahun 2014 kebakaran mencapai 6.301,10 Ha kemudian turun 4.040 Ha. Dalamhalini, PeraturangubernurkebijakantentangPusatPengendalianKebakaranHutandanLahan

Provinsi Riau Nomor 11 tahun 2014 mengacu, mengingatdanmenimbangterhadapbeberapaundang-undang,tetapi yang

pastisangatberkaitaneratadalahUndang–UndangNomor 32 tentangpemerintahdaerahdanIntruksiPresidenNomor 16 Tahun 2011

tentangPeningkatanPengendalianKebakaranHutandanLahan.Sehinggahalinilah

yang mendasariGubernurProvinsi Riau mengeluarkanPeraturanGubernurtentangpengendalianhutan, selaindaripadaitu

juga

tugasdaripemerintahdaerahuntukmenjawabkeresahanmasyarakatdanmenciptakank esejahteraanberdasarkanparadigm Otonomi Daerah yang saatinidijalankan.

(36)

kepada setiap orang dan atau badan usaha atau penanggung jawab lahan usaha yang terjadi di areal usaha atau lahan garapan pada wilayah lintas kabupaten kota sesuai peraturan perundang – undangan, dan mencabut ijin usaha atas pengelolaan hutan dan atau lahan perkebunanan atau pertanian, kemudian kewenangan pusdakarhutla kabupaten memiliki kewenangan melakukan pembinaan atau pengawasan dan mengambil tindakan hukum terhadap orang dan atau badan usaha atau penanggung jawab lahan usaha yang melakukan pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di areal usaha atau lahan garapan pada wilayah kabupaten kota sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku, dan mengehentikan secara langsung aktifitas atau produksi perusahaan apabila dalam kegiatannya terbukti dengan sengaja atau akibat kelalaian menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan di areal usahanya sehingga dapat mendorong timbulnya pencemaran kerusakan lingkungan hidup.68

Kemudian pada tingkat kecamatan memiliki kewenangan dan larangan dalam pusdalkarhutla yaitu melakukan pengawasan dan melaporkan aktifitas pembukaan atau penyiapan lahan masyarakat dan badan usaha atau penanggungjawab lahan usaha secara berjenjang mulai dari bupati atau walikota sampai kepada gubernur dan tidak mengeluarkan izin atau memberikan surat

68

(37)

keterangan lainnya untuk pembangunan atau pengembangan lahan usaha atau kegiatan apabila dalam penyiapan lahnnya dilakukan dengan cara membakar.69

Dalam hal terkait pengimplementasian kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan sangat banyak terjadi. Semua nya tak terlepas dari segala hambatan dan tantangan yang memunculkan beberapa faktor, faktornya yaitu pembagian wewenang kawasan kehutanan, keterbatasan alat dan tradisi masyarakat lokal dalam membuka lahan baru. Penerepan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Riau berangkat dari peraturan tersebut, menjadi pedoman yang sangat penting dalam pelakasanaan pemerintah dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi. Namun dalam hal ini terkait implementasi Peraturan Gubernur tersebut yang baru berjalan selama 3 tahun, tentu tidak akan mengalami perubahan maksimal atau menunjukan sampai kebakaran hutan dan lahan itu lenyap, ada tahapan – tahapan yang harus diperbaiki oleh pemerintahan Riau, masih ada kekurangan – kekurangan yang terjadi di dalam pelasanan kebijakan tersebut, semua ini tak terlepas dari adanya pengaruh tantangan dan habatan dalam pelaksanaannya.

III.3.3.3. Pengaruh Hambatan dan Tantangan Pemerintah Riau Dalam Mengimplementasikan Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau

69

(38)

Analisis faktor faktor ini dalam pemikiran peneliti yaitu kawasan kehutanan untuk permasalahan pertama memberi pengaruh dalam hambatan, analsisnya adalah masalah perizinan merupakan hal administrative yang harus dijelaskan oleh pemerinta riau, terlebih kewenangan dimulai dari pemerintahan daerah. Banyaknya perusahaan yang belum memiliki izin usaha mengindikasikan bahwa pemerintah Provinsi Riau tidak memiliki sikap tegas mengingat masalah kebakaran terjadi pada setiap tahun. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Fandi Rahman:

“…Pemerintah dalam hal ini harus mampu menindak

perusahaan perusahaan yang tidak memiliki ijin usaha, karena

permasalahn utama dari kebakaran hutan adalah itu, mana yang

pakai izin mana yang tidak, hal ini yang memicu ketidak

tegaskan pemeritah daerah karena lalai dalam mengakomodir

perusahan – perusahaan ini…”70

Permasalahan yang kedua adalah keterbatasan alat, Riau “tidak memiliki peralatan yang memenuhi standar yang dibutuhkan dalam periodic kebakaran Riau dengan kabut asap selalu hadir setiap tahun, mengindikasikasikan tidak adanya penguatan sebagai garda terdepam untuk mempersiapkan dan melaksanakan serta mengevaluasi kebakaran hutan dan lahan, pemerintah sudah bertindak namun nyatanya efek nyata tidak sampai kepada sasaran.

70

(39)

hutan dan lahan yang terjadi seperti saat ini”. Alat disini bukan seperangkat alat pemadam sederhana, karena berbicara terkait dengan kebakaran di Provinsi Riau berarti terhubung dengan gambut yang apabila terbakar dibutuhkan treathmen dan penanganan khusus. Alokasi untuk penyediaan alat pun sangat terbatas, penyediaan alat berhubungan dengan faktor geografis, karena kelengkapan alat yang merata dan tuntutan tanggungjawab pemilik konsesi. Kemudian Narasumber Bapak Mitra Adhimuukti juga menjelaskan bahwa:

“….yang menjadi kerkurangan kami dalam pelaksanaan

dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di

provinsi Riau ini adalah terkait dengan alat penunjang,

selama ini kurang memadai, itu sih menurut saya karena

mungkin berkaitan juga dengan masalah anggaran

ya….”71

Hambatan yang lainnya, tradisi masyarakat yang membuka lahan dengan cara membakar hutan karena dianggap bisa menyuburkan tanah. Namun pembakaran lahan tersebut berubah menjadi kesengajaan karena metode Peralatan yang digunakan selama ini dalam posko gabungan merupakan bentuk bantuan dari BNPB yang sifatnya hanya sementara, oleh karena itu sangat diperlukan peralatan yang kompatibel dengan lahan gambut, karena jika tidak sesuai penyediaan peralatan hanya sia – sia dan membuang anggaran.

71 Wawancara dengan Narasumber Bapak Mitra Adhimukti ( BPBD – Kepala Sub Bidang

(40)

membakar dianggap menghemat biaya yang dikeluarkan serta waktu dalam proses land clearing. Partisipasi masyarakat merupakan metode terampuh dalam mencegah terjadinya kebakaran, namun ketika masyarakat sendiri yang menjadi oknum baik untuk kepentingan pribadi dan suruhan korporasi perusahaan maka kebakaran menjadi hal yang mudah terjadi. Tantangan saat ini dan kedepan soal kapabilitas pemerintah dalam melakukan pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah perubahan iklim, laju pertumbuhan ekonomi di Riau dan faktor geografis. Kemudian lemahnya kordinasi yang dijalin antar pemangku kepentingan yang terkait, narasumber Ibu Reni Nurhaini menjelaskan:

“mungkin terkait dengan pembagian kerja , karena

dalam permasalahan ini tanggungjawab kerja yang

dibebankan harus ada kordinasi yang kuat dalam

pelaksanaanya, karena dari kordinasi itu kita

bakalan tau apa yang harus dikerjakan dalam

pengendalian kebakaran hutan di sini, menurut

saya itu masih lemahnya kordinasi antara dinas

dinas atau yang terlibat dalam pengendalian

(41)

dilapangan tak sesuai dengan apa yang kita

harapkan.72

Hambatan lainnya kurang tegasnya pemerintah dalam menindak lanjuti kasus – kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau dalam praktiknya, penegakan hukum dilapangan sering tidak sesuai dengan penegakan hukum yang seharusnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya putusan hakim Pengadilan Siak Sri Indrapura Provinsi Riau dalam putusan Nomor.328/Pid.B/2013/PN.Siak yang menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada Rustam, pelaku pembakaran hutan dan lahan yang tertangkap tangan sedang melakukan pembakaran lahan di Jalan Lintas RAPP Desa Sengkemang Koto Gasip Kabupaten Siak. Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut pelaku dengan pidana penjara selama 6 bulan.73

72 Wawancara dengan Ibu Reni Nurhaini (Dinas Kehutanan - Bidang Pengendalian Perencanaan

dan Kerusakan) di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Pada Tanggal Kamis 5 Januari 2017. Pada Pukul 14.00 Wib.

Hal ini tentu menjadi cerminan bahwa penegakan hukum dilapangan masih sangat lemah meskipun undang – undang telah menetapkan sanksi pidana minimum khusus terhadap tindak pidana pembakaran hutan dan lahan. Permasalahan ini semua adalah faktor umum yang akan selalu menjadi tantangan Pemerintah Provinsi Riau, namun menurut peneliti semua faktor tersebut dapat disederhanakan, tentu dengan kerja keras dan keseriusan dalam mengambil kebijakan serta tindakan yang selalu di evaluasi untuk penyesuaian kebutuhan yang terjadi.

(42)

III.4. Analisis Teoritis

Kebijakan adalah suatu keputusan yang mencerminkan sikap suatu organisasi terhadap suatu persoalan yang telah, sedang atau akan dihadapi .Kebijakan publik adalah keputusan yang di buat oleh Negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk mengantarkan masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan.74

Menurut Carl Frederich memandang kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan - kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan atau suatu maksud tertentu.

Kebijakan yang dilahirkan oleh Pemerintah Riau turunan gubernur yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau merupakan permasalahan yang terjadi ditengah – tengah masyarakat yaitu terkait dengan kebakaran hutan dan lahan.

75

74

Riant Nugraoho.2008. Public Policy.Jakarta: Elex media Komputindo, hal 55

75

Budi Winarno.2002,Teori dan Proses Kebijakan Publik, Jogjakara: Media Presindo, hal. 16.

(43)

pencegahan dan monitoring terhadap faktor – faktor penyebab serta pendorong terjadinya kebakaran hutan dan lahan, terlaksananya upaya penanggulangan penegakan hukum, dan pemulihan terhadap areal bekas kebakaran hutan dan lahan, terlaksananya pemanfataan suberdaya alam sesuai tata ruang secara efisien, efektif, bijaksana dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi mendatang yang dimana dituangkan dalam Bab II pasal 3 dan 4.76

Kebijakan yang dibuat oleh Gubernur melalui Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan masuk kepada yang bersifat menengah berupa penjelasan pelaksanaan perintah dan pedoman bagi pemerintah Riau guna dalam menyelesaikan permasalahan kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau. Dalam pembuatan kebijakan, terdapat proses yang kompleks karena melibatkan banyak bagian dari proses maupun variabel yang harus dikaji. Kebijakan publik adalah suatu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian kebagian lain secara berkesinambungan, timbal– balik dan saling membentuk. Kebijakan publik tidak terlepas dari sebuah proses kegiatan yang melibatkan aktor – aktor yang akan bermain dalam proses pembuat kebijakan.perumusan kebijakan adalah inti dari kebijakan publik, karena di dalam perumusan akan dirumuskan batas – batas kebijakan itu sendiri.77

76

Peraturan Gubernur Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Bab II, Pasal 3 dan 4. Hal 4.

77

(44)

Sebagai suatu terapan dalam disiplin ilmu analisis kebijakan publik diharaplam dapat menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang memiliki dasar logika yang jelas dan mengandung 3 macam tolak ukur utama, yaitu :78

1. Nilai yang pencapainya merupakan tolok ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi

2. Fakta yang keberadaanya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai

3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai- nilai.

Berdasarkan nilai pencapaianya, PeraturanGubernurmerupakanperaturanperundang-undangan yang

bersifatpengaturan yang ditetapkanolehGubernur,untukmenjalankanperintahperaturanperundang-undangan

yang

lebihtinggiataudalammenyelenggarakankewenanganpemerintahdaerah.Otoritasdal ampembentukanpergubtersebutadalahGubernurberdasarkanundang-undang yang

lebihtinggiatau dibentuk

dibawahotoritasgubernur.PeraturanGubernurbarudiakuikeberadaannyadanmempu nyaikekuatan hukum mengikatsepanjangdiperintahkanolehPeraturanPerundang-undangan yang lebihtinggiatau dibentukberdasarkankewenangan.Perbedaan paling

78

(45)

mendasarantaraPerdaProvinsidenganPergubadalahterletakpadakewenanganpembe ntukannya.

Dalamhalini,

PeraturangubernurkebijakantentangPusatPengendalianKebakaranHutandanLahan

Provinsi Riau Nomor 11 tahun 2014 mengacu, mengingatdanmenimbangterhadapbeberapaundang-undang,tetapi yang

pastisangatberkaitaneratadalahUndang–UndangNomor 32 tentangpemerintahdaerahdanIntruksiPresidenNomor 16 Tahun 2011

tentangPeningkatanPengendalianKebakaranHutandanLahan.Sehinggahalinilah

yang mendasariGubernurProvinsi Riau mengeluarkanPeraturanGubernurtentangpengendalianhutan, selaindaripadaitu

juga

tugasdaripemerintahdaerahuntukmenjawabkeresahanmasyarakatdanmenciptakank esejahteraanberdasarkan paradigm Otonomi Daerah yang saatinidijalankan.

(46)

Berdasarkan fakta keberadaannya, sebagai upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan harus dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrument pengawasan dan perijinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penagakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Peraturan ini sengaja dibentuk untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan sebagai wujud kepedulian pemerintah Provinsi Riau terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan yang melanda daerah di sekitar hutan dan lahan di provinsi Riau. Dalam Peraturan Gubernur Provinsi Riau Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Riau dilaksanakan dengan berasaskan kemanusiaan, kemandirian, kogotong – royongan, kesukarelaan, profesionalisme, dan kewilayahan sesuai dengan kewenangan dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

(47)

daya alam sesuai tata ruang secara efisien, efektif, bijaksana, dan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, keempat tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan kelima terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Berdasarkan tindakan penerapannya, Kapabilitas pemerintah Provinsi Riau sangat dituntut dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Kapabilitas adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pemerintah daerah menghadapi tantangan dan masalah yang terjadi dalam dinamika serta perubahan. Kebakaran hutan di provinsi Riau mengindikasikan bahwa pemerintah Riau harus mampu megendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Hal ini menunjukan bahwa diperlukan kapabilitas yang baik untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau, tentu hal ini tidak luput dari peran dan dukungan dari stakeholder serta masyarakat Riau sendiri.

(48)

tersebut dibentuk untuk memfasilitasi pemerintahan dan masyarakat dalam menanggulangi masalah kebakaran hutan dan lahan.

Woll mengemukakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembaang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat salah satunya adalah memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat. Dalam hal ini Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ini diperuntukan untuk kepentingan bersama, karena permasalahan fenomena kebekaran hutan dan lahan ini memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat baik dari segala sector, untuk itu pemerintah berupaya keras dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi guna meningkatkan keamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat di Provinsi Riau.

(49)

Pemerintah Daerah berusaha keras dalam proses perbaikan – perbaiakan kinerja sesuai dengan yang diamanatkan dalam peraturan tersebut karena pada hakekat nya kebijakan yang dibuat berangkat dari permasalahan – permasalahan yang terjadi di lingkungan masyarakat yaitu kebakaran hutan dan lahan . dan dalam kebijakan ini salah satu tujuan dan sararan yang dikehendaki oleh permerintah adalah terlaksananya pembangunan yang berkelnjutan untuk menjamin kepentingan gernerasimasa kinidan masa depan yang terdapat dalam BAB II Pasal 4 dalam peraturan gubernur tesebut.

Dalam pembangunan peran pemerintah menjadi subjek utama yang memperlakukan rakyat sebagai objek, penerima dan bahkan partisipasi pembangunan.Dalam pembahasan mengenai paradigma yang mencari jalan ke arah pembangunan yang berkeadilan perlu diketengahkan teori pembangunan yang berpusat pada rakyat. Paradigma ini memberi peran kepada individu bukan sebagai obyek, melainkan sebagai pelaku yang menetapkan tujuan, mengendalikan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Pembangunan yang berpusat pada rakyat menghargai dan mempertimbangkan prakarsa rakyat dan kekhususan setempat. Dalam hal ini kapabilitias Pemerintahan Provinsi Riau dalam menjalankan peraturan yang ada terkait kebakaran hutan dan lahan.

(50)

akan dapat menghasilkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara efesien dan efektif. Strategi pembangunan mestilah disesuaikan dengan kondisi, potensi yang dimiliki dan permasalahan pokok yang dihadapi serta sumber daya yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.79 Dalam hal ini perauran gubernur yang dibuat merupakan pedoman penting bagi pemerintahan dan masyarakat dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan di provinsi riau, startegi pemerintah dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan mengarahkan supaya mengahsilkan tujuan yang diinginkan sebagaimana yang tertuag dalam BAB II Pasal 2, 3 dan 4 Dalam peraturan tersebut.

Politik pembangunan sebagai pedoman dalam pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional. Karena itu, kita memerlukan sistem manajemen nasional. Sistem manajemen nasional berfungsi memadukan penyelenggaraan siklus kegiatan perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan kebijaksanaan. Sistem manajemen nasional memadukan seluruh upaya manajerial yang melibatkan pengambilan keputusan berkewenangan dalam rangka penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk mewujudkan ketertiban sosial, politik, dan administrasi.

79

(51)

BAB 4

KESIMPULAN

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian – uraian pada bab sebelumnya dan berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang dilakukan terhadap kebijakan pemerintah daerah Propinsi Riau Terhadap Hutan dengan studi kasus peraturan gubernur nomor 11 tahun 2014 tentang pusat pengendalian kebakaran hutan dan lahan penulis memiliki beberapa kesimpulan. Untuk memberikan penjelasan atas kesimpulan tersebut, ada beberapa yang perlu dipaparkan sebagai hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut.

1. Kebakaran Hutan dan Lahan yang terjadi di Provinsi Riau disebakan oleh 2 faktor yaitu faktor alam dan faktor kesengajaan manusia.

2. Dampak kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau melanda segala sector, dan menimbulkan kerugiaan yang sangat besar bagi masyarakat di Provinsi Riau.

(52)

4. Pusat Pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilaksanakan dengan azas kemanusiaan, kemandirian, kegotong – royongan, kesukarelaan, profesionalisme, dan wilayah sesuai kewenangan dalam undang – undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

5. Sasaran dari peraturan Gubernur bagaimana terlaksananya pemabangunan yang berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa sekarang.

6. Dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan di provinsi Riau pemerintah dengan amanat peraturan gubernur Nomor 11 Tahun 2014, membentuk organisasi PUSDALKARHUTLA.

7. Dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau pemerintah Riau juga melibatkan segala instansi yang terkait guna memudahkan kinerja pemerintah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.

IV.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas penulis memberikan beberapa saran, antara lain :

(53)

Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, dalam pelaksanaannya harus lebih memahami kemana arah tujuan kebijakan ini diberlakukan. 2. Pemerintah diharapkan harus mengkaji lagi secara mendalam terkait

pengendaliaan kebakaran hutan dan lahan, karena sasaran yang harus dituju bagaimana tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan untuk kepentingan bersama dapat tercapai.

3. Kordinasi antar pemangku jabatan dalam pelaksanaan tugas harus lebih terarah lagi, sehingga tidak menimbulkan kordinasi yang tidak jelas, sehingga pelaksaannya pun dalam pengendalikan kebakaran dan lahan di Provinsi Riau bisa teratasi.

Gambar

Tabel 3.2. Rekapitulasi Pemantauan Hot Spot Dari Satelit NOAA
Tabel 3.3.
table berikut:67

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis keragaman terhadap kadar lemak bakso ikan limbah daging kakap merahmemberikan perbedaan yang sangat nyata, dan setelah diuji dengan BNT

Dikutip dari kepustakaan 6.. Disebabkan bagian ini berkembang paling akhir berbanding bagian bawah yang mulai berkembang sejak awal setelah implantasi, maka plak yang

Bernazar suatu kebiasaan masyarakat muslim yang telah lama di lakukan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kebiasaan seperti ini dilakukan karena beberapa persoalan

Pengaruh Risiko Pasar Terhadap ROA IRR memiliki pengaruh positif yang tidak signifikan dan kontribusi sebesar 5,76 persen terhadap ROA pada Bank Umum Swasta

|jejakseribupena.com, Soal dan Solusi Simak UI Matematika IPA, 2013

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bentuk partisipasi politik yang terjadi di Kecamatan Bajeng yaitu bentuk Partisipasi Politik Konvensional, yaitu meliputi Ikut Serta

a) Melakukan pengukuran temperatur knalpot dari ukung knalpot sampai mufler. Pengukuran dilakukan tiap interval 5 cm. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui distribusi

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik klasifikasi untuk menggali pengetahuan yang dapat dihasilkan dari data sekunder HCC Survival Data Set dengan