PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia memiliki areal perkebunan karet yang luas yaitu sekitar 3,45 juta
Ha pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 mengalami perluasan menjadi 3,49 juta
Ha. Laju pertumbuhan areal perkebunan karet di Indonesia pada tahun 2011
hingga 2012 adalah 0,81%. Peningkatan luas areal perkebunan karet ini sejalan
dengan peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan di Indonesia pada
tahun 2011 hingga 2012. Pada tahun 2011 produksi perkebunan karet 2,99 juta
ton, dan 3,04 juta ton pada tahun 2012. Laju pertumbuhan produksi perkebunan
karet 2011 sampai dengan 2012 1,68%. Produktivitas perkebunan karet pada
tahun 2011 adalah 1,07 ton/Ha dan 1,08 pada tahun 2012. Laju pertumbuhan
produktivitas perkebunan karet di Indonesia ini 0,84% (Ditjenbun, 2012).
Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) merupakan salah satu
produk non migas yang menjadi sumber pemasukan devisa negara dalam jumlah
besar. Hasil utama tanaman karet adalah getah (lateks). Perkembangan teknologi
dan industri yang semakin maju, menyebabkan penggunaan karet alam yang
semakin luas dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun mengalami persaingan
dengan munculnya karet sintetis, keunggulan karet alam sulit ditandingi
diantaranya elastisitas yang sempurna, tidak mudah panas, dan daya tahan tinggi
terhadap keretakan. Beberapa industri tertentu tetap memiliki ketergantungan
yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industri ban yang merupakan
pemakai terbesar karet alam.
Menurut Wijaksono (2012) produksi lateks per satuan luas dalam kurun
waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain klon karet yang
digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan tanaman belum
menghasilkan, system dan manajemen sadap, dan lainnya. Damanik, et al. (2010)
menambahkan bahwa umur tanaman juga berpengaruh terhadap produksi karet
karena berkaitan dengan penentuan matang sadap dan manajemen sadap.
Menurut Sianturi (2001) produktivitas tanaman karet juga bergantung pada
komposisi umur tanaman. Pada umur 5-7 tahun, karet memasuki fase tanaman
menghasilkan, produksi meningkat tiap tahun, dan pada umur 13-15 tahun
produksinya maksimal. Menurut Anwar (2001) estimasi produksi lateks tertinggi
yaitu pada saat tanaman berumur 14 tahun sebanyak 9400 liter/ha. Semakin
bertambah umur tanaman semakin meningkat produksi lateksnya. Mulai umur 16
tahun produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 28
tahun produksinya akan menurun.
Hujan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
Karet baik secara langsung dalam hal pemenuhan kebutuhan air bagi tanaman
yang bervariasi menurut fase perkembangan tanaman, kondisi iklim dan tanah,
maupunsecara tidak langsung melalui pengaruh terhadap kelembaban udara dan
tanah serta radiasi matahari. Ketiga faktor lingkungan fisik tersebut erat kaitannya
dengan penyerapan air dan hara serta penyakit tanaman (Anwar, 2001).
Dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya perubahan iklm yaitu
peningkatan suhu udara dan permukaan air laut serta perubahan pola curah hujan.
Kondisi ini akan berpengaruh negatif terhadap sektor pertanian (termasuk pada
tanaman karet) sehingga perlu dilakukan usaha untuk menanggulanginya
(Vladu et al. , 2006).
Jumlah curah hujan di Indonesia periode 2010 – 2039 diperkirakan akan
meningkat, terutama di sepanjang selat Malaka, Laut Banda, Laut Karimata, dan
Laut Arafura. Pada tahun 2010, hampir seluruh kawasan Indonesia hanya
mengalami musim hujan. Hal ini menyebabkan berbagai maacm dampak, baik
pada produksi pertanian dan perkebunan, perikanan, transportasi, dan gangguan
pada sepesies hewan atau tumbuhan tertentu (Syahbuddin dan Wihendar, 2010).
Iklim mempunyai peranan yang penting dalam mendukung pertumbuhan
dan produksi tanaman. Salah satu unsur iklim yang berperanan penting adalah
curah hujan. Peranan curah hujan tergantung pada distribusinya dalam penentuan
suatu usaha tani. Informasi iklim yang akurat sangat diperlukan dalam mendukung
pembangunan pertanian (Estiningtyas, dkk., 2000).
Pada saat ini keberadaan musim/iklim sering kali mengalami pergeseran
atau penyimpangan. Kondisi penyimpangan iklim dari kondisi normal akan
menyebabkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut dapat berupa kemarau
panjang atau kekeringan dan kejadian banjir atau hujan besar. Kehilangan panen
akibat penyimpangan iklim berdampak pada perubahan tata guna lahan dan hasil
panen (Riyadi, 2000).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Pengaruh Curah Hujan Dan Hari Hujan Terhadap
Produksi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur 13, 16 Dan 19
Tahun Di PT. Socfin Indonesia Kebun Lima Puluh
Hipotesis Penelitian
Ada Pengaruh Curah Hujan Dan Hari Hujan Terhadap Produksi Tanaman
Karet (Hevea brasiliensis Muell-Arg.) Umur 13, 16 Dan 19 Tahun Di PT. Socfin
Indonesia Kebun Lima Puluh
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara dan sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.