MAKALAH BIOTEKNOLOGI
BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN
“TEKNIK KULTUR JARINGAN TUNAS PEPAYA DENGAN
MENGGUNAKAN
BEBERAPA KONSENTRASI IBA”
OLEH :
INTAN QAANITAH
08041281419041
AMANATUN NISA
08041281419037
KASTURI WAMEPA
08041281419039
LESI RATNA SARI
08041281419083
ARI SUGIARTO
08041281419035
Dosen Pembimbing
: Dra. Sri Pertiwi E M.Si
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya penulisan makalah Bioteknologi ini dapat diselesaikan tepat waktu. Makalah Bioteknologi ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kulaih bioteknologi Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra Sri Pertiwi E, M.Si selaku dosen pengasuh yang telah mengarahkan selama mata kuliah Bioteknologi
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah Bioteknologi ini masih banyak kekurangan dan beberapa kesalahan yang tidak disengaja, namun dalam hal ini kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan laporan ini secara cermat.
Oleh karena itu, mohon kiranya dapat dimaklumi selain itu juga kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi terciptanya hasil laporan yang maksimal.Demikian kata pengantar yang dapat penulis sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Inderalaya, 2 Februari 2017
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan dan perkembangan bioteknologi tidak dapat terlepas dari kemajuan dan dukungan ilmu-ilmu dasar seperti: mikrobiologi, biokimia, biologi molekuler, dan genetika. Kompetensi menguasai bioteknologi tersebut dapat tercapai manakala pembinaan sumber daya manusia diorientasikan pada kompetensi meneliti dan menerapkan metodemetode mutakhir bioteknologi. Kemampuan menguasai dan mengaplikasikan metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotecnology) seperti: kultur jaringan, rekayasa genetik, hibridoma, kloning, dan polymerase chains reaction (PCR) secara prospektif telah mampu menghasilkan produk-produk penemuan baru.
Kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel, yaitu dengan menumbuhkan sel atau sekumpulan sel (jaringan) pada medium yang mengandung zat hara yang sesuai dengan kebutuhan sel atau jaringan tanaman. Jaringan yang ditumbuhkan pada medium padat akan membentuk kalus, yaitu massa atau kumpulan sel yang tidak beraturan. Kalus yang terbentuk dicacah menjadi bagian kecil-kecil kemudian dipindahkan ke medium baru, dengan susunan hara yang tepat supaya kalus dapat tumbuh menjadi tunas dan tanaman baru yang sempurna.
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki rasa manis, bergizi tinggi, dan mengandung serat tinggi sehingga baik untuk kesehatan dan pencernaan. Pepaya termasuk jenis tanaman poligamus yang terdiri atas tanaman jantan, hermaprodit, dan tanaman betina (Agnew 1968). Hasil perkawinan antartanaman akan menghasilkan keturunan yang bersegregasi dengan proporsi yang berbeda-beda.
Perbanyakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang seragam. Drew (1986) menyatakan bahwa perbanyakan beberapa genotipe papaya secara in vitro pernah dilakukan di Queensland. Faktor – faktor yang memengaruhi inisiasi akar dan pertumbuhan kultur jaringan pepaya adalah garam mineral, auksin, gula, suhu, dan cahaya. Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara kultur jaringan dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam eksplan.
Auksin merupakan salah satu ZPT yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman dengan dimasukkan ke dalam media tumbuh. Peran fisiologis auksin adalah mendorong pemanjangan sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, serta pembentukan akar. Dalam kultur jaringan, auksin sitokinin dan auksin yang tinggi akan memacu pembentukan tunas (Drew 1986, 1988; Mondal et al. 1990; Reuveni et al. 1990).
Pembuatan kultur jaringan dilakukan dengan berbagai alat dan bahan seperti
Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), autoklaf, oven, timbangan analitik, kertas lakmus, botol kultur, Erlenmeyer, gelas ukur, sendok kimia, gelas piala, cawan petri, pinset, pisau bedah, lampu spiritus, hand sprayer, pipet, panci dan sendoknya, kompor, rak dorong, serta rak kultur yang dilengkapi dengan lampu fluoresen sebagai sumber cahaya.
g); (E) Fe-EDTA (FeSO47H2O 0,6950 g, Na- EDTA 0,9325 g); (F) garam organic (tiamin-HCl 0,0025 g, asam nikotinat 0,0125 g, piridoksin-HCl 0,0125 g, glisin 0,05 g); dan (G) mioinositol 2,5 g. Masingmasing bahan kimia ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml akuades steril. Seteah pembuatan stok, kemudian stok diberi label. Beri zat pemadat 8g/l dan gula pasir 50g/l ditambah 800 ml akuades steril masukkan dalam stok MS tambahkan IBA dengan perlakuan berbeda yakni 2 ppm, 4 ppm dan 8 ppm , lalu cukupkan dengan akuades. pH diukur sampai 5,8. Masukkan dalam botol kultur masing – masing 33mL lalu tutup dan sterilisasi dengan autoklaf.
Lakukan penanaman , biji papaya yang digunakan dikering anginkan kemudian ambil embriony alakukan dalam LAFC dan rendam biji terlebih dahulu dalam alkohol 70% selama 15 menit. Tanam embrio selama 1 bulan, setelah berumur sebulan kecambah dipindahkan ke media, multiplikasi tahap pertama. Kecambah dipotong pucuknya dan ditanam di media MS + BAP 0,5 ppm. Setelah berumur satu bulan lakukan subkultur pada media yang sama untuk memperoleh jumlah eksplan yang banyak. Pada tahap subkultur 4- 5 kecambah baru ditanam media perlakuan. Tunas yang ditanam mempuyai daun 3-6 helai dan panjang tunas lebih dari 2 cm.
Parameter yang diamati dan diukur meliputi, Persentase tumbuh akar, dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Persentase per satuan
percobaan tumbuh akar ¿ Jumlah ekspanberakar
jumlaheksplan yang dita namx100
mengamati warna daun dan besar kecilnya batang dari planlet (kevigorannya) secara visual dan kualitatif. Jumlah tunas besar, dihitung planlet yang panjangnya lebih dari 0,5 cm, diukur dari ujung titik tumbuh sampai pangkal planlet. Jumlah tunas kecil, dihitung planlet yang panjangnya kurang dari 0,5 cm, diukur dari ujung titik tumbuh sampai pangkal planlet.
1.2 Tujuan Makalah
Untuk mengetahui pengaruh penambahan IBA pada teknik kultur jaringan papaya dengan jumlah konsentrasi yang berbeda.
1.3 Rumusan Masalah
BAB 2
ISI
Hasil dan Pembahasan
Penambahan beberapa konsentrasi IBA pada media kultur memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kultur tunas pepaya. Pengaruh beberapa konsentrasi IBA yang ditambahkan pada media kultur terhadap inisiasi akar dan pertumbuhan akar tunas papaya.
Menurut Drew et al. (1993), penambahan IBA 2 ppm menghasilkan persentase terbentuknya akar yang tinggi dan jumlah akar terbanyak bila dikombinasikan dengan riboflavin. Persentase terbentuknya akar tertinggi dan akar terpanjang diperoleh pada media MS yang ditambah IBA 2 ppm. Akar yang kecil dan pendek muncul dari pangkal planlet, dan kalus yang tumbuh jumlahnya relatif sedikit atau hampir tidak ada.
Perlakuan penambahan IBA 4 dan 8 ppm menghasilkan kalus yang remah berwarna putih kemudian akar muncul dari atas kalus. Kondisi akar yang muncul dari atas kalus dan kalus yang berukuran besar menyebabkan kualitas planlet yang dihasilkan kurang baik. Apabila diaklimatisasi, biasanya kalus akan membusuk dan menyebabkan tanaman mati. Jumlah akar yang dihasilkan pada perlakuan penambahan IBA 4 dan 8 ppm lebih sedikit dan ukurannya lebih pendek. Menurut Badriah et al. (1998), pada kultur gladiol, pemberian IBA konsentrasi tinggi akan menghambat pemanjangan akar, sedangkan konsentrasi yang lebih rendah menghasilkan akar yang lebih panjang.
Penambahan beberapa konsentrasi IBA pada media kultur berpengaruh terhadap jumlah tunas pepaya. Tabel 2 menunjukkan bahwa penambahan IBA 2 ppm menghasilkan tunas besar yang lebih banyak (2-6 tunas), sedangkan tunas kecil jumlahnya sedang. Tunas yang besar dan perakaran yang banyak menandakan planlet berkualitas baik dan dapat diaklimatisasi. Penambahan IBA 4 ppm tidak meningkatkan jumlah tunas. Hal ini kemungkinan disebabkan unsur hara dan ZPT yang ada dalam media digunakan untuk menghasilkan kalus. Penambahan IBA 8 ppm menghasilkan tunas kecil dalam jumlah banyak, yaitu 6-11 tunas. Tunas yang berukuran kecil menyebabkan planlet tidak vigor dan belum layak diaklimatisasi. Penampilan planlet yang dihasilkan dari tunas yang ditanam pada media MS dengan penambahan IBA 2 ppm, 4 ppm, dan 8 ppm disajikan pada Gambar 1.