LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MATERI dan ENERGI
METABOLISME dan KONSUMSI OKSIGEN
Oleh
NAMA : ANGELIA ASTRIA
NIM : 31160048
ASISTEN : YUMECHRIS AMEKAN, S.Si, M. Biotech.
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS BIOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oksigen atau zat asam adalah unsur kimia dalam sistem tabel periodik yang mempunyai lambang O dan nomor atom 8. Ia merupakan unsur golongan kalkogen dan dapat dengan mudah bereaksi dengan hampir semua unsur lainnya (utamanya menjadi oksida). Pada temperatur dan tekanan standar, dua atom unsur ini berikatan menjadi dioksigen, yaitu senyawa gas diatomik dengan rumus O2 yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Oksigen merupakan unsur paling melimpah ketiga di alam semesta berdasarkan massa dan unsur paling melimpah di kerak Bumi. Gas oksigen diatomik mengisi 20,9% volume atmosfer bumi.
Respirasi adalah proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Semua mahluk hidup membutuhkan dan menggunakan oksigen untuk proses metabolisme termasuk organisme perairan.
Oksigen yang digunakan oleh organisme perairan adalah dalam bentuk oksigen terlarut. Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer atau udara. Kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh suhu, spesies organisme, berat dan aktifitas dari organisme yang berada dalam suatu perairan. Oksigen terlarut sangat penting dalam mengetahui laju konsumsi oksigen suatu organisme dan sebagai indikator untuk menentukan kualitas suatu perairan. Oleh sebab itu, dilakukan praktikum ini untuk menentukan konsentrasi oksigen terlarut pada air dengan metode Micro-Winkler dan menentukan laju konsumsi oksigen suatu organisme.
B. Tujuan
BAB II
LANDASAN TEORI
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh atau sel persatuan waktu ( Seeley, 2003 ). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen. . Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2 + 6H2O + ATP ( Tobin, 2005).
Laju metabolisme diekspresikan dengan laju konsumsi oksigen. Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan mikrorespirometer, metode Winkler, maupun respirometer Scholander. Penggunaan masing-masing cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya. Mikrorespirometer dipakai untuk mengukur konsumsi oksigen hewan yang berukuran kecil seperti serangga atau laba-laba. Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen yang terlarut di dalam air. Dalam metode ini, kadar Oksigen dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan (Chang, 1996).
Metode titrasi dengan cara Winkler secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar DO. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 dan NaOH atau KI,
sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka
(I2) yang ekivalen dengan DO. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan
larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum
(kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH Mn(OH)2 + 2 NaCI
Mn(OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI ( Salmin, 2000).
Kelebihan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved Oxygen), yaitu:
a. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen terlarut yang akurat.
b. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter.
c. Dibandingkan dengan metode titrasi, peranan kalibrasi alat DO meter sangat menentukan akurasinya hasil penentuan pengukuran ( Salmin, 2000).
Kelemahan metode Winkler dalam menganalisis DO (Dissolved Oxygen),yaitu:
a. a. Penambahan indikator amilum harus dilakukan pada saat mendekati
titik akhir titrasi agar amilum tidak membungkus I2 karena akan
menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa semula.
b. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap dan ada yang harus diperhatikan dari titrasi
iodometri yang biasa dapat menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi udara dan adsorpsi I2 oleh endapan ( Salmin,
2000).
menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Satuan DO dinyatakan dalam persentase saturasi (Salmin, 2000).
DO dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).
Faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen terlarut pada ikan menurut Zonneveld (1991), antara lain:
1. Aktifitas , ikan dengan aktifitas tinggi misalnya ikan yang aktif berenang akan mengkonsumsi oksigen jauh lebih banyak dari pada ikan yang tidak aktif.
2. Ukuran, Ikan dengan ukuran lebih kecil, kecepatan metabolismenya lebih tinggi daripada ikan yang berukuran besar sehingga oksigen yang dikonsumsi lebih banyak.
3. Umur, ikanyang berumur masih muda akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak dari pada ikan yang lebih tua.
BAB III
METODOLOGI
A. ALAT1. Pipet ukur 1 mL 6. Pipet tetes
2. Buret 7. Gelas beker
3. Timbangan 8. Stoples kaca
4. Erlenmeyer 9. Penyaring ikan
5. Propipet 10. Plastik
B. BAHAN
1. Larutan MnCl2 4 H2O 80 g/ 100 mL H2O
2. Asam sulfat / Phosphat pekat
3. Larutan pengumpal ( 36 g NaOH + 20 g KI + 0,5 g NaN3 dilarutkan dalam 100
mL H2O )
4. Larutan indikator amilum
5. Larutan standar NaS2O3 0,01
6. Ikan 6 ekor
7. Air keran
C. CARA KERJA
Diisi dua stoples kaca dengan air sampai penuh.
Diambil sampel 100 mL pada masing-masing stoples kaca untuk diukur kandungan oksigen terlarut dengan metode Winkler.
Pengukuran kandungan oksigen terlarut ( Metode Winkler )
BAB IV
Setelah 1 jam, air dari kedua stoples kaca diambil masing – masing 100 mL untuk diukur kandungan oksigen terlarut dengan metode Winkler.
Diambil 100 mL air dari stoples kaca dan ditambah 0,5 mL MnCl2 dan 0,5 mL larutan pengumpal, dicampur dengan hati-hati selama 5 menit.
Setelah terjadi endapan, erlenmeyer dibiarkan selama kira-kira 30 menit agar endapan yang terbentuk terkumpul di dasar erlenmeyer.
Supernatan didekantir dengan hati-hati, larutan dan endapan yang tersisa ditambah 2 mL H2SO4 pekat.
Larutan dicampur hati-hati hingga berwarna kuning coklat.
Larutan dititrasi dua kali (duplo) dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,01 N
hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning pucat.
Ditambahkan amilum 1% sebanyak 4-5 tetes sehingga warna larutan menjadi biru tua. Kemudian dititrasi kembali hingga warna biru tetap hilang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Oksigen merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan kualitas perairan dan untuk menentukan laju metabolime suatu organisme. Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh/sel persatuan waktu. Mengukuran laju metabolime dapat dilakukan dengan mengukur laju konsumsi organisme dengan menggunakan metode Winkler. Prinsip dari metode Winkler adalah titrasi berbasis pada karakteristik oksigen sebagai oksidator.
Stoples kaca dialiri air sampai penuh, pada stoples kaca 1 diisi dengan 6 ekor ikan sedangkan pada stoples kaca 2 dibiarkan kosong tanpa organisme. Setelah diambil sampel air pada masing-masing 100 mL, stoples kaca ditutup untuk mencegah terbentuknya oksigen oleh organisme fototrof dan diletakkan pada rung gelap untuk memperkecil kemungkinan terjadi fotosintetis. Pemindahan air dari stoples kaca ke erlenmeyer dilakukan melalui dinding erlenmeyer untuk menghindari gelembung udara yang terbentuk, adanya gelembung udara sangat mempengaruhi nilai OD yang diukur karena bisa menyebabkan difusi oksigen ke dalam air.
Pengukuran kandungan oksigen terlarut menggunakan metode Winkler dilakukankan dengan menambahkan 0,5 mL MnCl2 4 H2O 80 g/100 mL H2O dan 0,5
mL larutan pengumpal pada 100 mL air keran. Mn2+ , OH- dan I- berfungsi untuk
mengikat oksigen. Reaksi yang terjadi adalah
MnO2 + 2 KI + 2H2O → Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
Larutan dihomogenkan selama 5 menit dengan hati-hati supaya tidak terbentuk gelembung. Ion mangan yang ditambahkan pada sampel mengikat oksigen dan terbentuk endapan MnO2. Gumpalan dibiarkan mengendap selama 30 menit agar
endapan terkumpul didasar botol. Setelah endapan terkumpul didasar botol, cairan dibuang dan endapan ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat. H2SO4 pekat berfungsi untuk
melarutkan endapan kembali, larutan dihomogenkan hingga endapan terlarut sempurna. Pada saat endapan terlarut sempurna, molekul iodium yang terikat ekuivalen dengan oksigen terlarut juga ikut terbebas.
Larutan berubah warna kuning coklat kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3
0,01 N hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi kuning pucat. Reaksi yang terjadi adalah
I2 + 2 Na2S2O3 → Na2S4O6 + 2 NaI
Setelah terbentuk larutan transparan, titrasi dihentikan dan di tetesi dengan amilum sebanyak 4-5 tetes. Larutan amilum berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya kandungan O2 pada air sampel. Larutan sampel berubah warna biru menunjukan air
sampel positif mengandung O2. Titrasi kembali dilakukan hingga tepat larutan berubah
menjadi transparan.
= 1,968 mg O2 / 1000 mL
= 19,68 mg O2 / L
Pada menit ke-60, oksigen terlarut yang terdapat pada stoples kaca 1 (terdapat 6 ekor ikan) adalah
26,8 mL Na2S2O3 0,01 N = 26,8 × 0,08 mg O2
= 2,144 mg O2 / 1000 mL
= 21,44 mg O2 / L
Sedangkan oksigen terlarut yang dapat pada stoples kaca 2 ( tidak terdapat organisme) adalah
23 mL Na2S2O3 0,01 N = 23 × 0,08 mg O2
= 18,4 mg O2 / 1000 mL
= 18,4 mg O2/ L
Pada stoples kaca 1 ( terdapat 6 ekor ikan ) jumlah oksigen terlarut pada menit ke-0 adalah 16,56 mg O2/ L dan pada menit ke-60 jumlah oksigen terlarut adalah 21,44
mg O2 / L. Jumlah oksigen terlarut pada dua perlakuan menunjukkan kenaikan
kandungan oksigen terlarut. Berdasarkan litelatur seharusnya kandungan oksigen terlarut mengalami penurunan karena 6 ekor ikan menggunakan oksigen untuk proses metabolisme. Sedangkan pada praktikum yang telah dilakukan jumlah oksigen terlarut mengalami kenaikan, hal tersebut disebabkan karena kekurangtelitian ketika titrasi Na2S2O3.
Pada stoples kaca 2 ( tidak terdapat organisme) jumlah oksigen terlarut pada menit ke-0 adalah 19,68 mg O2 / L dan pada menit ke-60 jumlah oksigen terlarut adalah
18,4 mg O2/ L. Kandungan oksigen terlarut mengalami penurunan yang seharusnya
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Seeley, R.R.,dkk. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies.
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole: Canada. Chang, R.1996. Essential Chemistry. McGraw Hill Company, Inc:USA.