• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJELASAN TAFSIR AHKAM AYAT AYAT PEMBUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENJELASAN TAFSIR AHKAM AYAT AYAT PEMBUN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENJELASAN TAFSIR AHKAM

AYAT-AYAT PEMBUNUHAN DAN PENCURIAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Tafsir Ahkam

Dosen Pembimbing : Dr. Mafri Amir, M. Ag.

Disusun Oleh :

Faisal Hilmi

1110034000144

Abdul Bari Nasruddin

111003400034

JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

2

I. PENDAHULUAN

Al-Qur‟an menyebut dirinya sebagai hudan li al-nas, petunjuk bagi umat manusia. Akan tetapi petunjuk al-Qur‟an tersebut tidaklah dapat ditangkap maknanya bila tanpa adanya penafsiran. Itulah sebabnya sejak al-Qur‟an diwahyukan hingga dewasa ini gerakan penafsiran yang dilakukan oleh para ulama tak henti-hentinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya-karya para ulama yang dipersembahkan guna menyingkap dan menguak rahasia-rahasia yangterkandung di dalamnya dengan menggunakan metode dan sudut pandang yang berlainan.

Sejarah penafsiran al-Qur‟an adalah sejarah Islam itu sendiri. Artinya perjalanan sejarah tafsir al-Qur‟an sudah sama tuanya dengan sejarah perjalanan Islam sebagai agama, sehingga antara keduanya menjadi identik tak terpisah.

Makalah ini akan coba mendiskusikan mengenai tafsir ahkam, yaitu suatu jenis tafsir yang bercorak fiqh atau bercorak hukum. Dalam hal ini ayat-ayat pembunuhan dan pencurian. Dalam makalah ini kemi lebih cenderung menggunakan menggunakan metode ijmali (gradual).

Kami tidak banyak menjelaskan produk teknis hukum fikih mengenai pembunuhan dan pencurian. Kami lebih banyak mengulas tafsir mengenai ayat-ayat pembunuhan dan pencurian pada aspek prosesnya hingga menjadi produk hukum Islam. Ayat pembunuhan yang meliputi baqoroh ayat 178, An-Nisa ayat 92, Al-Maidah ayat 32&95 dan ayat puncurian meliputi Al-Al-Maidah ayat 38-39.

Hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan, adalah sebagai balasan dan pertanggungjawaban, atas kejahatan yang telah ia lakukan. Maka setiap pelaku kejahatan harus dijatuhkan hukuman yang setimpal. Hukum dapat dilegitimisi harus mempunyai tujuan agar dapat memberikan jera kepada pelaku kejahatan dan tindakan preventif.

Para ahli hukum Islam sering menggunakan istilah janayat atau jinayah untuk kejahatan. Janayat adalah suatu kata dalam bahasa Arab yang berarti setiap kelakuan buruk yang dilakukan oleh seseorang. Kata ini adalah suatu invinitife yang digunakan

sebagai kata benda dan berasal dari yang berarti “Seseorang telah melakukan perbuatan jahat pada orang lain.” Kata janayat sering digunakan dalam arti ini, tetapi dalam istilah hukum berkonotasi suatu perbuatan buruk yang dilarang oleh hukum.1 Sebagai istilah dalam hukum Islam, janayat adalah sinonim dengan kejahatan.2

1

Abdul Qadir Audah, at-Tasyri’ al Ji a’I al-Islami (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 1992), h. 73. dalam Musaw Akbar, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam Konsep Hukum

Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2006), h. 17.

2

Musaw Akbar, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam Konsep

Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif

(3)

3

II. PEMBAHASAN

A. Ayat-Ayat Pembunuhan

1. Al-Baqoroh ayat 178

Dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa kejahatan pembunuhan3 dikenakan hukum Qishah, yaitu pembalasan dri apa yang telah dilakukan oleh seseorang pelaku kejahatan. Hal ini merujuk Qur‟an surat Al-Baqoroh ayat 178 :

























































































Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang

sangat pedih. (Al-Baqoroh : 178).4

a. Asbabun Nuzul

Surat ini dijelaskan dari Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa‟id ibnuz-Zubair,

dia berkata, “Pada masa jahiliah, penduduk dua perkampungan Arab pernah

berperang karena sesuatu yang sepele. Dan di antara mereka banyak yang mati dan terluka. Namun ketika mereka membunuh budak-budak dan para wanita, mereka tidak mempermasalahkannya hingga mereka masuk Islam. Ketika itu salah satu perkampungan mempunyai persenjataan dn harta yang lebih banyak dibanding dengan kampung lainnya sehingga mereka bertindak sewenang-wenang terhadap yang lain. Mereka bersumpah bahwa apabila budak mereka terbunuh, mereka akan

3

Dalam kitab Al-Mughni Al-Muhtaj disebutkan bahwa pembunuhan adalah aktifitas

menghilangkan nyawa. Sedangkan dalam kitab Takmilah Fatih Qadir disebutkan abahwa pembunuhan adalah pekerjaan seorang hamba Allah yang melenyapkan kehidupan. Lihat Ahmad Sarwat, (Ebook) Kajian Tafsir Ayat Ahkam, h. 69.

4

(4)

4 menganggap impas jika mereka telah membunuh orang merdeka dari pihak pembunuh. Maka turunlah firman Allah pada mereka yang menyatakan bahwa orang merdeka dihukum dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan

wanita.”5

b. Munasabah Surat

Surat sebelumnya menerangkan dasar-dasar pokok pembicaraan al-Qur‟an. 2. Surat ini merinci sebagian dari persoalan-persoalan pokok yang diterangkan dalam surat yang telah lalu.

Surat ini secara garis besar terbagi dua : 1. Ayat pertama hingga ayat Al-Birr (175). Di dalam bagian ini Tuhan menerangkan masalah-masalah yang berpautan dengan tauhid. 2. Dari ayat al-Birr (175) hingga akhir surat (286) menerangkan

beberapa hukum syar‟i.6

c. Tafsir Ayat

Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa firman Allah “Telah

diwajibkan atas kamu Qishas. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan

hamba, dan perempuan dengan perempuan.” Menurut riwayat Abu Malik, ayat ini dinasakh oleh firman Allah, “Jiwa dengan jiwa”. Allah menetapkan bahwa qishash

bagi orang-orang merdeka karena tindakan sengaja adalah harus sama diantara keduanya baik hal yang menyangkut laki-laki, wanita, fisik, maupun nonfisik. Allah pun menetapkan hal yang sama terhadap hamba sahaya dalam perkara yang disengaja, baik kesamaan yang menyangkut fisik maupun nonfisik, jenis kelamin laki-laki atau perempuan.7

Ibnu Jarir ath-Thabari menafsirkan bahwa ayat di atas menjelaskan tentang kewajiban hukum qishah. 8 Muhammad rasyid Ridha dalam tafsirnya Tafsir al-Qur‟an al-hakim menjelaskann bahwa tujuan dari Qishah yaitu keadilan dan keserupaan dan menghilangkan penindasan yang dilakuakan oleh orang-orang yang kuat terhadap orang-orang yang lemah. Kemudian jika dari pihak keluarga korban memaafkan

5

Jalaluddin As-Suyuthi, Asbab an-Nuzul : Sebab turunya ayat Al-Qur’a (Depok: Gema Insani, 2009), cet. ke-2, h. 67.

6

. Lihat Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Al Bayan: Tafsir penjelas Al-Qur’a ul

Karim (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2002), Jilid 1, h. 9.

7

Muhammad Nasib Ar-‘ifa I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir ( Depok: Gema Insani, 1999), h. 279.

8

Ibnu Jarir ath-Thabari, Ja i’a al-Baya fi Ta’wil al-Qur’a (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyyah, 1999), jilid II, h. 107 dalam Musaw Akbar, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya

dalam Konsep Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana UIN

(5)

5 pelaku pembunuhan, maka disertai pemaafan tersebut, kepada pelaku pembunuh dengan kewajiban membayar diyat.9

Dalam menafsirkan ayat di atas, ulama berbeda pandangan, menurut jumhur,

yaitu: Malikiyyah, Syafi‟iyyah, dan Hambaliah, bahwasannya seorang merdeka tidak

dihukum qishash jika ia telah membunuh hamba sahaya dan begitu pula seorang muslim tidak diqishas jika telah membunuh kafir dzimmi. Berbeda dengan pendapat tersebut, jika seseorang meredeka terbunuh seorang hamba sahaya, maka muslim tadi harus diqishas, begitu pula jika seorang muslim membunuh kafir dzsimmi maka muslim tersebut harus diqishas pula.10

2. An-Nisa ayat 92

Al-Quran menjelaskan bahwa pembunuhan yang tidak disengaja itu tidak

wajib diqishas. namun wajib membayar kafarat berdasarkan Qur‟an surat An-Nisa ayat 92 :









































































































































Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada

9

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’a al-Hakim (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah, t.th), jilid I, h. 167 dalam Musaw Akbar, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam

Konsep Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 19.

10

(6)

6 keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untu k penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-nisa : 92).

a. Asbab an-Nuzul

Dikemukakan oleh Ibn Jarir yang bersumber dari Ikrimah, Ikrimah berkata:

“Harits bin Yazid dari Bani „Amir bin Luay pernah menyiksa Ayyasy bin Abi Rabi‟ah

bersama Abu Jahal, kemudian Harits berangkat untuk hijrah kepada Nabi saw dan bertemu dengan Ayyasy di kampong al-Harah, maka segera Ayyasy menghunus pedang dan membunuhnya, dikira ia masih kafir. Kemudian Ayyasy segera menghadap Nabi saw. dan menceritakan peristiwa itu.11 Maka turunlah ayat, “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)”.

Mereka yang berpendapat dengan menyebut riwayat: Bisyr bin Mu‟adz menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata:

Sa‟id menceritkan kepada kami dari Qatadah tentang ayat, “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah

(tidak sengaja)”.Ia berkata, “tidak pantas bagi seorang mukmin untuk melakukan hal itu, apalagi dengan apa yang telah didatangkan Allah kepadanya, dari janji yang telah dijanjikan Allah kepadanya.”12 Ada yang berpendapat bahwa ayat ini diturunkan

kepada Ayyasy bin Abi Rabi‟ah Al Makhzumi, orang telah membunuh seorang laki -laki yang telah masuk Islam, akan tetapi Ayyasy tidak mengetahui tentang keislaman laki-laki tersebut. Al-Mutsanna menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Hudzaifah menceritakan kepada kami, ia berkata: Syibil menceritakan kepada kami dari Ibn Abi Najih, dari Mujahid, seperti itu kecuali ia menambahkan dalam kisahnya: Laki-laki itu telah menjadi pengikut Nabi Saw, sedangkan Ayyasy mengira laki-laki itu masih menjadi kafir sebagaimana dahulu, karena Ayyasy hijrah ke Madinah dan menjadi seorang mukmin disana. Kumdian Abu Jahal datang bersama saudara ibu Ayyasy,

Saudara ibunya lalu berkata, “Ibumu telah bersumpah untuk memutuskan hubungan

dan haknya kepadamu kecuali kamu kembali kepadnya” Mujahid menambahkan:

Saudara ibunya lalu menawan teman-teman Ayyasy dan mengikat mereka.13

b. Munasabah Ayat

11

Jalaludin As-Suyuti, Riwayat Turunnya Ayat-ayat Suci Al-Qur’a , Penj. M. Abdul Mujieb (Surabaya: Mutiara Ilmu. 1986) h.174. Lihat Juga K.H. Q. Shaleh dkk, Asbabun Nuzul (Bandung: CV Diponogoro. 2007) h.156.

12

A u Ja fa Muha ad i Ja i Ath-Thabari (Tahqiq Ahmad Abdurraziq Al Bakri dkk), Tafsir

Ath-Thabarī Jaka ta: Pustaka Azza . , olu e , h. 460.

13

A u Ja fa Muha ad i Ja i Ath-Thabari (Tahqiq Ahmad Abdurraziq Al Bakri dkk), Tafsir

(7)

7 Surat Ali Imron disudahi dengan perintah bertakwa dan surat ini dimulai dengan perintah yang sama. Di dalam surat yang telah lalu diterangkan kisah peperangan Uhud dengan sempurna, dailanjutkan dalam surat ini. Dalam surat yang lalu diterangkan peperangan yang terjadi sesudah uhud, yaitu Hamra-il Asad, yang diisyaratkan pula dalam surat ini.14

c. Tafsir Ayat

Menurut Rasyid Ridho adalah wajib melaksanakan hukum qishash kepada pelaku, walaupun orang yang meredeka telah membunuh seseorang hamba sahaya. Kemudian, barangsiapa yang melepaskan hak qishasnya atas apa yang telah ditetapkan untuknya dari hak qishas yaitu pemaafan kepada pelaku. Maka melepaskan hak qishaanya adalah penebus dosa korban. Allah akan menghapus dosa-dosanya dan memaafkannya sebagaimana ia memaafkan saudaranya.15

Imam al-Shāfi‟ī berkata, Allah Swt. berfirman















…

Dalam ayat ini Allah menjelaskan kasus orang mukmin dan kafir Dzimmi yang terbunuh secara tidak sengaja. Ahli waris masing-masing berhak menerima tebusan (diyat) dan pemerdekaan hamba sahaya. Ini menunjukkan bahwa kedua korban itu berada di negeri Islam yang terlarang, bukan negeri musuh yang bebas. Allah juga menjelaskan hukuman bagi pelaku pembunuhan.16

Kata  pada posisi nashabsebagai maf‟ul lah (objek penderita) bisa

manshubnya ini karena sebagai haal (menerangkan kondisi) yang pikirannya yaitu, tidak layak membunuhnya dalam kondisi apapun kecuali dalam kondisi salah. Bisa juga kata ini sebagai sifat untuk mashdar yang mahdzuf yaitu illā qatlan khatha‟an (kecuali pembunuhan yang tidak disengaja) bentuk-bentuk bersalah banyak sekali yang intinya adalah tidak disengaja. Al khata‟ adalah isim dari akhtha‟ khatha‟an yaitu apabila tidak disengaja.17

14

Lihat Lihat Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Al Bayan: Tafsir penjelas Al-Qur’a ul

Karim (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2002), Jilid 1, h. 173.

15

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur’a al-Hakim (Beirut : Dar al-Kitab al-Ilmiyah, t.th), jilid I, h. 329 dalam Musaw Akbar, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam

Konsep Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2006), h. 22.

16

Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam al-Shāfi’ī (Jakarta: al-Mahira. 2008), jilid II, h.183

17

(8)

8

Abu Ja‟far berkata: Maksud ayat di atas adalah tidak pantas bagi seorang mukmin untuk melakukan perbuatan itu, dalam kondisi bagaimanapun. Allah sama sekali tidak pernah membolehkan pembunuhan itu.18

Hukuman bagi orang mukmin yang membunuh orang kafir adalah memerdekakan hamba sahaya. demikian ayat

      

Jika dia (si pembunuh) dari kaum yang memusuhi kalian, tidak lain

mengandung pengertian dalam kaum yang memusuhi kalian. begitulah ayat yang diturunkan. Setiap muslim yang membunuh termasuk orang yang memusuhi kaum muslimin, karena kaum muslim Arab yang membunuh juga termasuk kaum yang memusuhi kaum muslimin, begitulah halnya kaum muslim non-Arab.19

3. Al-Maidah ayat 32









































































Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh

melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi (Al-Maidah : 32).20

18

A u Ja fa Muha ad i Ja i Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabarī Tah i Ah ad Abdurraziq Al Bakri dkk (Jakarta: Pustaka Azzam. 2008), volume 7, h.460.

19

Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam al-Shāfi’ī (Jakarta: al-Mahira. 2008), jilid II, h. 184.

20

(9)

9 a. Munasabah Surat

1 Surat An-Nisa membicarakan beberapa akad. Akad yang tegas ialah akad pernikahan, mahar, kontrak perjanjian dan aka daman. Adapun akad yang diterangkan secara tidak tegas, ialah akad wasiat, amanah, pemberian kuasa dan persewaan.

2 Surat An-Nisa tidak secara tegas mengharamkan arak, sedang surat Al-Maidah ini dengan tegas-tegas mengharamkannya. Jadi surat ini menyempurnakan surat yang telah lalu.

3 Kebanyakan kandungan Al-Maidah mendebat orang-orang Yahudi dan Nasrani dengan membicarakan tentang ihwal kaum musyrikin dan munafik. Hal ini berulangkali disebut dalam surat An-Nisa, lebih-lebih di bagian akhirnya.21

b. Tafsir Ayat

Asy-Syanqithi menafsiri ayat ini dengan menjelaskan bahwa Allah mewajibkan Bani Israil, barangsiapa membunuh seseorang/jiwa bukan karena orang itu membunuh orang lain atau bukan karena berbuat kerusakan di muka bumi, maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh umat manusia. Di sini tidak disinggung mengenai hukum bagi yang membunuh karena orang itu membunuh orang lain atau karena berbuat kerusakan di muka bumi, akan tetapi Allah SWT menjelaskannya dalam ayat lain. Dimana Dia menjelaskan bahwa membunuh orang yang telah membunuh orang lain itu dibolehkan yaitu dalam firman Allah, “Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurar) bahwasannya jiwa dibalas

dengan jiwa.”22

Amru Khalid, dalam bukunya Khowatir Qur‟aniyah menjelaskan bahwa ayat

tersebut adalah komentar atas kisah pembunuhan kepada Bani Israil. Lanjut Amru Khalid menjelaskan bahwa Al-Qur‟anul Karim menggambarkan kepada kita dahsyatnya kejahatan pembunuhan dalam kisah Adam as. Oleh karena itu, ayat-ayat setelahnya menjelaskan tentang hukum-hukum yang tegas (keras) untuk menghentikan terjadinya kerusakan. Di dalamnya juga berisis penjelasan mengenai batasan hukuman bagi tindak pelaku pembunuhan, pencurian, dan perusakan di muka bumi.

21

Lihat Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Al Bayan: Tafsir penjelas Al-Qur’a ul

Karim (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2002), Jilid 1, h. 243.

22

(10)

10 Tindakan kriminal itu bukan membahayakan diri bagi pelakunya saja, melainkan juga membahayakan semua lapisan masyarakat karena ada hak orang banyak yang mesti dijaga dan dipelihara.23

3. Al-Maidah ayat 95









































































































Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah Telah memaafkan apa yang Telah lalu. dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (Al-Maidah : 95)24

a.Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul ayat ini tidak terdapat, seperti yang dijelaskan Jalaluddin As-Suyuthi dalam karyanya Asbab an-Nuzul. Surat Al-Maidah yang terdapat keterangan penyebab turunyya dalah ayat 2, 3, 4, 6, 11, 15, 18, 33, 38, dan 41.25

b. Tafsir Ayat

23

A u Khalid, Kho ati Qu a iyah: Ku i e aha i tujua su at-surat Al-Qu a Jaka ta : Al-I tisho , , h. -132.

25

(11)

11 Syaikh Asy-Syanqithi, dalam karya tafsirnya Tafsir Adhwa‟ul Bayan menjelaskan ayat ini bahwa telah kami kemukakan argumentasi dari Abu Hanifah RA dengan keumuman ayat ini sebagai dalil hukuman mati bagi orang Islam yang membunuh non-muslim (dzimmi), dan substansi ayat di dalamnya mengisyaratkan bahwa orang kafir tidak termasuk dalam keumuman ayat, sebagaimana pendapat

jumhur ulama. Yaitu “Barangsiapa melepaskan hak qishasnya maka melepaskan hak

itu menjadi penebus dosa baginya.”

Selain itu berdasarkan pendapat yang mengatakan: Sesungguhnya makna

“maka melepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya.” Bahwa bersedekah

dengan (luka) akibat jinayah merupakan kafarat bagi pelaku kriminalitas bukan korbannya. Maka tidak ada halangan pula untuk memberikan argumentasi tersebut dengan dalil ayat ini, kaerena Allah SWT tidak menyebutkan bahwa orang kafir bisa bersedekah, sebab orang kafir tidak dapat bersedakah karena kekafirannya, dan semua yang bathil dan tidak berfaidah tidak Allah sebutkan dalm konteks penetepan (hukum), padahal pendapat ini lemah dalam hal makna ayat.

Mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan sesudah mereka mengatakan, bahwa maknanya adlah kafarat bagi yang bersedekah, dan pendapat ini adalah yang paling moderat. Karena kata ganti di dalamnya kembali kepda subjek yang disebutkan, dan itu bagi orang yang beriman secara mutlak, tidak bagi orang kafir.26

Musaw Akbar dalam tesisnya Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam Konsep Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia mengutip Mahmud bin Umar bin Muhammad az-Zarkasy bahwa ayat 178 surah al-Baqoroh27 telah dihapus (mansukh) dengan ayat 45 surat al-Maidah28. Hal ini berdasar

dari Sa‟id bin Musayyab, asy-Sya‟biy dan an-Nakha‟iy, Qatadah, dan ats-Tsauri dan ia dari mazhab Abu Hanifah dan pengikutnya.29

Anggota badan yang terdapat di bagian kepala manusia: mata, hidung, dan gigi merupakan bagian-bagaian agaknya sengaja dipilih karena biasanya dalam jupaya membunuh—terutama masa lampau—seseorang mengarahkan pedangnya pada bagian leher seseorang. Ketika itu tidak jarang mata, hidung dan gigi merupakan sasaran yang terkena pukulan atau tebasan pedang.

Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah, menjelaskan bahwa surat Al-Maidah ayat 45 menekankan bahwa ketetapan hukum di atas ditetapkan kepada

26

Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul aya : Tafsir Al-Qur’a de ga Al-Qur’a (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 149-150.

27                           28                           29

Musaw Akbar, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam Konsep

Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana UIN Syarif

(12)

12 mereka, yakni Bani Israil di dalam kitab Taurat. Penekanan ini disamping bertujuan, membuktikan betapa mereka melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang ada dalam kitab suci mereka, juga untuk menekankan bahwa prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Al-Qur‟an ini pada hakikatnya serupa dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah terhadap umat-umat yang lalu, dan dengan demikian diharapkan ketentuan hukum tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua umat termasuk umat Islam.30

Ayat ini hanya berbicara tentang tindak kriminal yang disengaja, tidak berbentuk keliru / tidak disengaja. Hal ini karena konteks kecaman terhadap Bani Israil adalah konteks perbuatan yang disengaja.31

Ayat 95 surat Al-Maidah ini menurut Amru Khalid adalah memberikan penegasan terhadap makna yangsa sama:

























































Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, Maka baginya azab yang pedih.

Terdapat korelasi yang jelas antara awal dan akhir surat. Jika dilihat lebih fokus, keduanya menjelaskan tentang hukum-hukum binatang buruan. 32

Asy-Syanqithi dalam Tafsir Adhwal‟ul Bayan menjelaskan ayat tersebut dapat dipahami dari segi mafhum mukhlafahnya, sesungguhnya mereka apabila telah melepas ihram, mereka boleh membunuh binatang buruan. Pengertian ini dijelaskan

dalam firman Allah SWT, “Dan apabila kamu telah selesai melaksanakan haji maka

berburulah”, yakni apabila kalian berkehendak sebagaimana telah dijelaskan pada

permulaan ahyat ini.

Lanjut Asy-Syanqithi menjelaskann bahwa ulama sepakat melarang berburu binatang darat bagi orang yang berihram untuk haji dan umrah. Ijma‟ ini terjadi dalam hal binatang liat yang dapat/halal dimakan. Seperti kambing hutan, kijang dan

30

M. Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah (Tangerang Selatan : Lentera Hati, 2001), volume III, h. 100.

31

M. Quraish Syihab, Tafsir al-Misbah (Tangerang Selatan : Lentera Hati, 2001), volume III, h. 100.

32

(13)

13 sebagainya, dan diharamkan apabila da yang mengisyaratkan untuk memburunya atau menunjukkannya.33

B. Ayat-Ayat Pencurian

























































Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana(38). Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(39). (Al-Maidah : 38-39).

1. Asbabun Nuzul

Imam Ahmad dan lain-lainnya telah mengetengahkan melalui Abdullah ibn

„Amr, bahwa pada masa Rasulullah saw pernah ada seorang wanita melakukan

pencurian, lalu tangan kanannya dipotong. Kemudian wanita itu bertanya, “Wahai Rasulullah masih adakah pintu taubat bagiku?”34

lalu turunlah ayat Al-Maidah ayat 39.

2. Pengertian Mencuri

Mencuri secara bahasa berarti mengambil sesuatu yang bukan milknya secara sembunyi-sembunyi. Secara Istilah adalah mengambil harta yang terlarang bagi pihak lain dan pengambilan secara paksa atau kekerasan dari pemiliknya tanpa keraguan sedikitpun dan dengan cara sembunyi-sembunyi.35 Menurut Muhammad Abu Shahbah, pengambilah oleh seseorang mukalaf yang balig dan berakal terhadap harta

33

Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa’ul aya : Tafsir Al-Qur’a de ga Al-Qur’a (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 195-196.

34

Al-I a Muha ad Uts a A dullah al-Mirgani (Penerj.Bahrun Abu Bakar), Taujut

Tafsir (Mahkota Tafsir) (Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2009), jilid 1, h.866. Lihat Juga K.H. Q. Shaleh

dkk, Asbabun Nuzul (Bandung: CV Diponogoro. 2007) h.192

35

Abu Malik Kamal bin As-Shayyid Salim (Penerj. Khairul Amru Harap), Shahih Fikih Sunnah

(14)

14 milik orang lain dengan diam-diam, apabila barang tersebut mencapai nishab (batas minimal) dari tempat simpanannya, tanpa ada shubhat dalam barang yang diambil tersebut.36

3. Penjelasan Ayat dan hukum mencuri

Para Nahwu berbeda pendapat mengenai khabar dari   di dahulukan

ataukah kata  (potonglah)? Sibawaih berpendapat dengan pendapat pertama,

dan ia mengatakan bahwa perkiraannya yaitu, fī mā faraḍa „alaikum (diantara yang diwajibkan atas kamu), atau fī mā yutlā as-sāriq wa as-sāriqah (diantara yang dibacakan kepadamu adalah perkara laki-laki dan perempuan pencuri) yakni tentang hukum keduanya.37

Imam al-Shāfi‟ī berkata, Allah berfirman, “laki-laki yang mencuri dan

perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanyai”. Ada yang menyangka

bahwa para tahanan dan pedagang yang mencuri dapat hidup bebas tanpa hukuman. Padahal anda tidak memiliki dalil satupun juga, baik dari al-Qur‟an Sunnah, maupun

ijma‟. Sehingga anda menghilangkan hukuman tersebut atas mereka dan

mengkhususkan meraka dalam hal ini bukan yang lain.38

Lanjut Imam al-Shāfi‟ī bahwa Aku mendapat hukuman Allah atas pria dan wanita adalah sama Allah berfirman:



















Perempuan yang berzina dan laki-laki yanvg berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera (QS. An-Nūr: 2).

Kaum muslimin tidak berbeda pendapat tentang hukuman mati (qisas) bagi perempuan yang membunuh. Imam al-Shāfi‟ī menjelaskan vahwa laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanyai Rasulullah Saw membuat ketentuan bahwa hukum potong tangan diberlakukan pada kasus pencurian minimal bernilai seperempat dinar dan barang yang dicuri berada dalam suatu

tempat yang aman”

Ar-Rabi‟ mengabarkan kepada kami, dia berkata “Imam al-Shāfi‟ī mengabarkan kepada kami Allah berfirman :

36

Ahmad Wardi Muslich, Hukuman Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 82.

37

Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, Tahqiq Sayyid Ibrahim (Jakarta: Pustaka Azzam. 2009), Jilid 3, h. 372.

38

(15)

15





























Imam Syafi‟I melanjutkan bahwa sebagian orang berpendapat bahwa siapa saja yang sudah terbukti mencuri, maka tangannya dipotong berdasarkan hukum Allah, tidak perlu lagi memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam hadis. Aku katan kepada sebagian orang, bahwa mereka berpendapat demikian, karena mereka memahami ayat

secara tekstual saja. Apa argument mereka?”

Begitulah, seperti yang ku katakan, dalam as-Sunnah terdapat keterangan bahwa hukum potong tangan baru dapat diterapkan bagi pencuri, jika barang yang dicurinya bernilai seperempat dinar atau lebih.

Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ibn Shihab, dari Umarah binti

Abdurrahman, dari Aishāh r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda:

اًدِعاَصَف ٍرََِد ِعُبُر ِِ ُعْطَقْلا

“Hukuman potong tangan dilaksanakan jika barang yang dicuri bernilai seperempat dinar atau lebih” (HR al-Bukharī-Muslim dan Ashhābus Sunan)

Malik telah mengabarkan kepada kami dari Nafi‟ dari Ibn Umar r.a bahwa Rasulullah saw memotong tangan pencuri yang telah mencuri perisai senilai tiga dirham. (HR. al-Bukharī-Muslim Ashhābus Sunan, dan lainnya)

Imam Syafi‟I menjelaskan bahwa dua hadits diatas tidak bertentangan, karena tiga dirham pada zaman Nabi sama dengan seperempat dirham dinar. Demikian pula masa setelah Rasulullah saw Umar r.a mewajibkan pembayaran diyat sebesar dua

belas ribu dirham bagi pemilik perak dan seribu dinar bagi pemilik emas.”

Tidak ada seorang pun yang dapat menghindar dari perintah Rasulullah saw, begitu juga dengan hukum muslimin harus mengikuti beliau. Tidak ada alasan bagi siapa saja untuk menolak, baik mereka yang menentang pendaat kita dengan hadis shahih maupun mereka yang tidak berpedoman pada hadis, hanya berpedoman pada al-Qur‟an secara tekstual”39

4. Hukum mencuri

Mencuri termasuk dalam kategori dosa besar, kalangan ulama fiqih sepakat mengaramkannya hal ini diterapkan dalam al-Qur‟an, Sunnah dan „Ijma umat.

5. Unsur-unsur Mencuri

39

(16)

16 a. Pengambilan secara diam-diam

b. Barang diambil berupa harta

c. Harta tersebut milik orang lain

d. Adanya niat yang melawan hukum

C. Hikmah Hukum (Hikmah Tasyri’)

Pertama, menjaga nyawa atau jaminan hidup. Menjaga jiwa seseorang dari

dibunuh termasuklah menjaga anggota tubuh badan seseorang dari cidera. Siapa yang

membunuh manusia atau mencederai anggota tubuh badan mereka itu dengan sengaja

wajib dijatuhkan hukuman qishas atau diyat.40

Kedua, menjaga harta benda. Memelihara harta benda manusia dari pencurian

dengan menjatuhkan hukuman potong tangan pada pelaku pencuri. Termasuk

pensyarat utama pembangunan nuansa keharmonisan dan keamanan, serta

pembangunan lingkungan yang aman dan tentram bagi penjagaan harta dan

perlindungan. Sehingga merupakan kebijaksanaan dan kasih saying Allah sendiri

ketika Dia memberlakukan hukuman kepada setiap pencuri yang merusak kehidupan

manusia dan menggangu keterpeliharaan harta mereka dengan menetapkan hukuman

potong tangan bagi pencuri.

III. KESIMPULAN

Dari uraian-uraian di atas dapatlah dipahami bahwa, al-Qur‟an sebagai sumber hukum akan selalu menarik perhatian para ulama untuk menafsirkannya dengan pendekatan fiqhiyah. Dengan pendekatan seperti ini akan lahir status dari suatu persoalan, apakah wajib, sunah, haram, makruh atau mubah (boleh).

Al-Qur‟an memberi panduan pada umat manusia agar dapat hidup aman, tentram dan damai. Serta hak-hak yang dimiliki oleh seorang manusia benar-benar didapatkan. Qur‟an memberi hukuman yang tagas pada kriminalitas pembunuhan dengan qishash dan mencuri dengan potong tangan bila mencapai batasan tertentu. Hal ini sekali lagi dilakukan karena Islam menjamin hak hidup dan kepemilikan harta umat manusia. Tidak terbatas pada kaum muslimin saja.

40

"Dan di dalam hukum qisas itu ada jaminan hidup bagi kamu, wahai orang-orang yang

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Musaw, Tindak Pidana Pembunuhan dan Ancaman Hukum Hanya dalam

Konsep Hukum Jinayah dan Hukum Pidana di Indonesia, 2006, Jakarta :

Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Al-Farran, Ahmad Musthafa, Tafsir Imam al-Shāfi‟ī, Jilid II, 2008, Jakarta: Al-Mahira.

Hasbi Ash-Shiddieqy, Muhammad, Al Bayan: Tafsir penjelas Al-Qur‟anul Karim, Jilid I, 2002, Semarang : Pustaka Rizki Putra.

Khalid, Amru, Khowatir Qur‟aniyah: Kunci memahami tujuan surat-surat Al-Qur‟an,

2004, Jakarta : Al-I‟tishom.

Al-Mirgani, Al-Imam Muhammad „Utsman Abdullah (Penerj.Bahrun Abu Bakar),

Taujut Tafsir (Mahkota Tafsir), jilid I, 2009, Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Muslich, Ahmad Wardi, Hukuman Pidana Islam, 2005, Jakarta: Sinar Grafika.

Ar-Rifa‟I, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, 1999, Depok: Gema Insani.

Salim, Abu Malik Kamal bin As-Shayyid (Penerj. Khairul Amru Harap), Shahih Fikih

Sunnah, 2007, Jakarta: Pustaka Azzam.

Sarwat, Ahmad, (Ebook) Kajian Tafsir Ayat Ahkam.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali, Tafsir Ayat al-Ahkam, juz I, t. th., Beirut : Dar

al-Qur‟an al-Karim.

As-Suyuti, Jalaludin, Riwayat Turunnya Ayat-ayat Suci Al-Qur‟an (Penrj. M. Abdul Mujieb), 1986, Surabaya: Mutiara Ilmu.

Asy-Syaukani, Imam, Tafsir Fathul Qadir, Tahqiq Sayyid Ibrahim, 2009, Jakarta: Pustaka Azzam.

Asy-Syanqithi, Tafsir Adhwa‟ul bayan : Tafsir Al-Qur‟an dengan Al-Qur‟an, 2007, Jakarta: Pustaka Azzam.

Syihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah, Volume III, 2001, Tangerang Selatan : Lentera Hati.

Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir (Tahqiq Ahmad Abdurraziq Al Bakri

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

3.1 Menganalisis perkembangan sejarah dunia dan posisi Indonesia di tengah perubahan politik dan ekonomi internasional setelah Perang Dunia II sampai dengan berakhirnya

Penelitian ini bertujuan menentukan persamaan yang dapat digunakan untuk mendekati pertumbuhan, kecepatan konsumsi glukosa, kecepatan produksi asam sitrat oleh

JADI DALAM PERANCANGAN URUSNIAGA, PELAJAR PERLU MELETAKKAN HARGA BELIAN DARIPADA PEMBEKAL BERPANDUKAN HARGA JUALAN TERSEBUT.. (HARGA BELIAN MESTILAH LEBIH RENDAH DARI

Akan tetapi, tangannya yang masih bebas membuat penduduk Kampung Pantai juga tidak bisa mendekati hantu laut itu.. Hantu laut itu melemparkan pasir ke arah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakpastian lingkungan bisnis akan mendorong manajer menggunakan sistem pengukuran kinerja (SPK) secara interaktif yang kemudian

Jika dibandingkan dengan kesalahan minum arak di tempat awam bagi pesalah beragama Islam seperti yang termaktub dalam EKJS, kesan daripada kesalahan di bawah seksyen 45