BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Binaus Kecamatan
Mollo Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Luas wilayah Kecamatan Mollo
Tengah 99,69 Km2 dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Kec.Mollo Utara dan
Kec.Polen
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec.Mollo Selatan Sebelah Timur berbatasan dengan Kec.Oenino dan
Kec.Kuatnana
Sebelah Barat berbatasan dengan Kec.Mollo Barat dan Kec.Mollo Utara
Secara astronomis, Kecamatan Mollo Tengah berada
diantara : 90 43 02.46” LS – 90 48’ 51.94” LS, dan 1240 09’ 35.69” BT - 1240 24’ 48.75” BT. Dari segi topografi, kondisi permukaan tanah di Kec.Mollo Tengah terdiri dari bukit-bukit,
padang rumput serta tanah merah. Di Kecamatan Mollo
Tengah terdapat 6 Desa, salah satunya adalah Desa Binaus
dengan ibu kota Sakteo dan memiliki Luas Wilayah 14,76 km2.
Terdapat 3 dusun kecil di Desa Binaus yaitu, Dusun 1: Aneotob, Dusun 2: Tofle’u, dan Dusun 3: Nishala. Desa Binaus memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.049 jiwa yang
4.2 Gambaran Umum Partisipan
Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan enam orang perangkat
desa dan tiga puluh empat orang kepala keluarga yang selanjutnya
dalam penelitian ini disebut dengan partisipan (P). Adapun
karakteristik partisipan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
4.2.1 dan table 4.2.2
Tabel 4.2.1 Karakteristik Partisipan Wawancara
P1 P2 P3 P4 P5 P6
P1-P6 : Partisipan 1 (satu) sampai dengan 6 (enam)
P : Perempuan/Wanita
L : Laki-laki/Pria
Tabel 4.2.2 Karakteristik Partisipan FGD (Focus Group Discussion)
Jumlah Partisipan Total Partisipan Dusun 1 : Dusun Aneotob 11 P
34 P
4.3 Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian ini didapatkan delapan tema besar
yang tujuh diantaranya didapat dari analisa hasil wawancara
dan satu lainnya didapat dari analisa hasil FGD yang digabung
dari dua ide pokok besar hasil interprestasi jawaban partisipan.
Delapan tema ini menjawab tujuan umum dan tujuan khusus
penelitian, selain itu juga muncul dalam hasil penelaahan
analisa data sebagai data pendukung yang dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Kesehatan ibu penting untuk perangkat desa Binaus
2. Sumber informasi berasal dari masyarakat Binaus sendiri
3. Sebagian masyarakat patuh terhadap saran dan instruksi
perangkat desa
4. Sanksi sebagai upaya perangkat desa terkait masalah
kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
5. Karakter individu dan keterbatasan jangkauan sebagai
hambatan dalam meningkatkan akses layanan kesehatan
6. Hambatan yang terjadi diatasi dengan ketegasan dan
inisiatif dari perangkat desa
7. Implementasi program Pemerintah daerah terkait kesehatan
Ibu dan anak
8. Adanya transisi dari peran dukun beranak beralih kepada
peran bidan atau tenaga kesehatan
Kedelapan tema tersebut didapat dari hasil analisis yang
dijabarkan dalam bentuk bagan dan deskripsi hasil bagan pada
4.3.1 Tema 1. Kesehatan ibu penting untuk perangkat desa Binaus
Kata Kunci Kategori Tema Kesehatan ibu:
- Peduli sekali
- Suatu hal yang penting
- Sesuatu yang sangat
- Tempat-tempat yang
ditunjuk
- Harus ke posyandu
- Harus ke puskesmas
- Mengkonsumsi makanan
Tema 1: Kesehatan ibu penting untuk perangkat desa Binaus Kesehatan ibu dianggap sebagai sesuatu hal yang sangat
penting bagi perangkat desa yang berada di desa Binaus.
Ditemukan berbagai ungkapan yang diberikan oleh partisipan
terkait pentingnya kesehatan ibu, sebagai berikut:
“…… ibu itu sesuatu yang sangat penting, sebagai seorang ibu kita harus menjaga kesehatan dalam rumah tangga, anak-anak dan diri
sendiri.” (P6.4)
“…… kesehatan ibu yang pertama waktu ibu yang melahirkan dan
hamil itu setiap tanggal 18 harus ke posyandu, terus waktu melahirkan
itu harus ke puskesmas atau layanan kesehatan.” (P2.3)
“……beritahu bahwa setiap tanggal 18 itu harus ke posyandu untuk
periksa kehamilan trus pas waktu untuk melahirkan harus ke
puskesmas ditolong oleh perawat.” (P2.14)
“…… jadi kesehatan ibu itu berarti ibu yang sehat dan ibu yang tidak
sakit-sakitan.” (P5.4)
Berdasarkan hasil penelitian semua partisipan telah mengetahui
pentingnya kesehatan ibu dengan memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang disediakan di Desa seperti posyandu dan
4.3.2 Tema 2. Sumber informasi berasal dari masyarakat Binaus sendiri
Kata Kunci Kategori Tema
Tema 2: Sumber informasi berasal dari masyarakat Binaus sendiri
Di Desa Binaus masih terjadi masalah-masalah terkait
kesehatan ibu dan yang menjadi sumber informasi permasalahan
diperoleh dari masyarakat Binaus sendiri. Ditemukan berbagai
ungkapan yang diberikan oleh partisipan terkait sumber informasi
yang diperoleh, sebagai berikut:
“…… ada pemuda desa atau karang taruna terus ada beberapa komunitas seperti yang saya bilang ada BKBHI ada, kita tidak susah
cari informasi.” (P1.17)
“…… adakalanya yang pertama dari bapak RT, RW, trus masyarakat sendiri yang ada di RT itu.” (P2.23)
“……itu dari posyandu dengan dia punya kader dong.” (P6.11)
Berdasarkan hasil penelitian semua partisipan sangat dibantu
dengan sumber informasi yang diperoleh dari masyarakat Binaus
sendiri.
- Istri yang adalah Kader
Tema 3: Sebagian masyarakat patuh terhadap saran dan instruksi perangkat desa
Saran dan instruksi yang diberikan oleh partisipan diterima dan
dipatuhi dengan baik oleh sebagian masyarakat di Binaus.
Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan wawancara berikut
ini:
“…… soal komunikasi itu aman, saya omong apa sa dong ikut karena dulu memang saya su pernah jadi kepala desa, nah saya tidak mau
tapi dong paksa bapak harus naik lagi.” (P1.15)
“……Sejauh ini baik-baik saja.” (P4.3)
“……kita dari desa setiap kali ditugaskan oleh bapak desa untuk kita keluar monitoring langsung ke rumah-rumah untuk ibu hamil, kita pi
lihat kondisi ibu hamil seperti apa kita beritahu dan laporkan ke desa
trus kita laporkan lagi ke kader posyandu begitu.” (P2.21)
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kepatuhan
masyarakat Binaus terhadap saran dan instruksi yang diberikan
oleh partisipan dibuktikan dengan berjalannya komunikasi yang
4.3.4 Tema 4. Sanksi sebagai upaya perangkat desa terkait masalah kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
Kata Kunci Kategori Tema Masalah yang terjadi di
Binaus:
- Melahirkan di rumah
- Bersalin di rumah
Masyarakat
- Tidak mau ke posyandu
- Tidak mau periksa
Peran partisipan untuk menyelesaikan
masalah: - Sanksi sosial
- Sanksi bayar 500.000
Tema 4: Sanksi sebagai upaya perangkat desa terkait masalah kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
Permasalahan terkait kesehatan ibu masih terjadi di Desa
Binaus. Permasalahan ini yakni kurangnya pemanfaatan fasilitas
kesehatan yang disediakan seperti posyandu dan puskesmas,
sehingga masih ditemukan adanya masyarakat yang melahirkan di
rumah. Partisipan menanggapi permasalahan yang terjadi ini
dengan upaya menajalankan sanksi bagi masyarakat yang menjadi
pelaku masalah. Pernyataan ini dapat didukung dengan kutipan
wawancara berikut ini:
periksa kehamilan itu kira-kira bagaimana, tidak mau periksa
kemamilan ke puskesmas juga.” (P2.6)
“…… kita teror dong lain, ya kita omong kalu lu tidak ikut ya sudah kita bisa kasih dia sanksi sosial.” (P1.13)
Peran partisipan untuk menyelesaikan masalah:
- Memecahkan masalah
“…… ada keputusan untuk sanksi lahir eh melahirkan di rumah itu dia punya sanksi bayar 500.000 satu kali melahirkan di rumah, kalau
melahirkan di puskesmas tidak ada biaya.” (P2.8)
“…… kita dapat informasi, kita dilibatkan oleh Pak Desa kita diberikan
undangan menghadiri untuk memecahkan masalah bersama.” (P5.7)
Berdasarkan hasil penelitian di atas sanksi digunakan oleh
perangkat desa sebagai upaya mengatasi permasalahan kurangnya
pemanfaatan fasilitas kesehatan yang disediakan bagi masyarakat
Binaus terkait masalah kesehatan ibu. Sanksi yang diterapkan
berupa sanksi sosial dan sanksi bayar. Di samping sanksi yang
diterapkan partisipan juga mengupayakan untuk memecahkan
masalah bersama dengan memanggil dan bertemu langsung
4.3.5 Tema 5. Karakter individu dan keterbatasan jangkauan sebagai hambatan dalam meningkatkan akses layanan kesehatan
- Sifat masyarakat
beda-beda
- Kastau dan dong sonde
Tema 5: Karakter individu dan keterbatasan jangkauan sebagai hambatan dalam meningkatkan akses layanan kesehatan
Dalam menjalankan peran dalam masyarakat, partisipan
mengalami berbagai hambatan terkait meningkatkan akses layanan
kesehatan. Hambatan yang dialami oleh partisipan di golongkan
menjadi dua hal yakni hambatan perbedaan karakter individu
masyarakat dan hambatan keterbatasan jangkauan partisipan
kepada masyarakat. Berbagai hambatan terkait meningkatkan
akses layanan kesehatan diberikan oleh partisipan, sebagai berikut:
“……dalam bentuk yak e kita sudah beritahu trus tidak mau ikut kita
punya mau ikut dia punya mau, itu kan pengertian ini tidak sama
beda-beda.” (P2.11)
“…… kalau sifat masyarakat dong tergantung, ada beda-beda jadi kuncinya perlu kitamemahami dong punya karakter.” (P3.7)
“…… hanya kadang kami punya waktu ini yang menyulitkan saya untuk bertemu dengan masyarakat.” (P3.7)
“…… itu ada kk, jarak pi dusun talalu jauh ko kadang pake motor sampe parkir ko jalan kaki.” (P4.6)
Dari apa yang diungkapkan oleh partisipan pada kutipan
wawancara di atas dapat diketahui berbagai macam hambatan
yang dihadapi oleh partisipan terkait meningkatkan akses layanan
4.3.6 Tema 6. Hambatan yang terjadi diatasi dengan ketegasan dan inisiatif dari perangkat desa
Kata Kunci Kategori Tema
kesehatan Hambatan yang
terjadi diatasi
- Kader untuk bantu saya
- Beta pake motor ko pi
cek kk
- Pake motor sampe
parkir ko jalan kaki
Tema 6: Hambatan yang terjadi diatasi dengan ketegasan dan inisiatif dari perangkat desa
Pada tema ke enam ini partisipan diminta untuk menceritakan
pendekatan atau strategi apa saja yang dilakukan dalam
menghadapi hambatan di masyarakat. Dari wawancara yang
dilakukan setiap partisipan menerapkan strategi yang berbeda-beda
disesuaikan dengan hambatan yang dialami. Pernyataan ini dapat
didukung dengan kutipan wawancara berikut ini:
“…… hanya kata-kata saja, tidak maen fisik hanya kata-kata saja yang
kasar.” (P2.13)
“…… sifat masyarakat dong tergantung, ada beda-beda jadi kuncinya perlu kitamemahami dong punya karakter.” (P3.7)
“…… kadang kalau kastau dan dong sonde mau datang, beta pake motor ko pi cek kk.” (P4.5)
“……omong begitu karna su begini lama pengumuman di greja, di
posyandu tapi dia masih tetap orang pertama yang kita ambil itu.”
(P6.7)
Pendekatan atau strategi yang dilakukan diatas telah
disesuaikan dengan hambatan yang dialami oleh partisipan.
Strategi yang diterapkan kepada masyarakat dilakukan dengan
tegas dan disertai inisiatif partisipan sendiri dalam usaha
4.3.7 Tema 7. Implementasi program Pemerintah daerah terkait kesehatan Ibu dan anak
Kata Kunci Kategori Tema
Tema 7: Implementasi program Pemerintah daerah terkait kesehatan Ibu dan anak
Di Desa Binaus diselenggarakan berbagai kegiatan terkait
kesehatan ibu dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
tersedia. Kegiatan ini termasuk di dalamnya yakni posyandu,
program KB, pertemuan di kantor dan penyuluhan kesehatan ibu
dan anak. Ditemukan berbagai ungkapan yang diberikan oleh
partisipan terkait kegiatan yang diselenggarakan di Binaus, sebagai
berikut:
“…… posyandu disini tanggal 18 dan dibawah tanggal 20 terus ditambah BKBHI sekitar tanggal 15 ditambah lagi kegiatan lain seperti
posyandu lansia.” (P1.6)
“…… suami bagaimana sementara istri masih sakit dia sudah buat
lagi, jadi saya anjurkan untuk ikut program KB.” (P3.5)
“…… biasanya kadang 1 bulan itu 2 sampai 3 kali katong buat pertemuan di kantor.” (P3.9)
Kegiatan yang
- Pertemuan di kantor
- Penyuluhan kesehatan
“…… mereka dilibatkan ke misalnya penyuluhan kesehatan dari
tingkat kecamatan atau kabupaten, posyandu setiap bulan berjalan
tanggal 20 dengan 21,” (P5.12)
Berdasarkan ungkapan yang diberikan oleh partisipan di atas
dapat diketahui bahwa kegiatan-kegiatan yang berjalan dan
diselenggarakan di Desa Binaus merupakan implementasi program
4.3.8 Tema 8. Adanya transisi dari peran dukun beranak beralih kepada peran bidan atau tenaga kesehatan
INTERPRESTASI JAWABAN IDE POKOK
Pengalaman dalam proses
pengambilan keputusan di Desa
Binaus :
- Pengambilan Keputusan dulunya di
tangan seorang suami tetapi
sekarang berubah menjadi
kesepakatan bersama antar
suami-istri
- Di Desa Binaus terdapat perubahan
pengambilan keputusan dari dukun
ke bidan
- Terdapat partisipasi aktif dari suami
untuk membawa ibu hamil ke
sarana kesehatan
- Berdasarkan masalah-masalah
kesehatan ibu yang terjadi di Desa
Binaus, pemerintah telah membuat
Perda yang mengharuskan semua
ibu hamil malahirkan di fasilitas
kesehatan
- Sebagian kecil keluarga di Desa
Binaus masih menggunakan
layanan dukun beranak
1. Adanya transisi dari peran
dukun beranak beralih
kepada peran bidan atau
tenaga kesehatan.
2. Sebagian besar masyarakat
di Desa Binaus sudah
menjalankan program yang
diberlakukan oleh
pemerintah dengan
mempertimbangkan aturan
yang berlaku dan
pengalaman yang dimiliki.
Dalam mengambil keputusan yang
menjadi pertimbangan :
- Aturan yang berlaku
- Jarak tempuh ke sarana kesehatan
- Biaya transportasi
Keslamatan seorang ibu adalah
kondisi yang menjadi prioritas dalam
mencari pertolongan.
Tanda-tanda yang diketahui oleh
masyarakat untuk membawa ibu
hamil ke fasilitas kesehatan adalah
pecahnya air ketuban dan nyeri hebat
di bagian pinggang yang dirasakan
oleh ibu hamil.
Ketika belum waktunya untuk
melahirkan tetapi sudah ada
tanda-tanda ibu hamil langsung dibawa ke
sarana kesehatan untuk di periksa.
Dukun tradisional di Desa Binaus ikut
memberikan pelayanan kesehatan
kepada ibu hamil sebelum melahirkan
dan dibawa ke sarana kesehatan,
dengan cara diurut (leopold letak
janin) dan juga membantu keluarga
atau suami untuk naketi yakni
pengakuan kembali perbuatan atau
kesalahan-kesalahan yang sudah
dilakukan sebelumnya guna
pergi ke layanan kesehatan dilakukan
dengan cara sepakat atau kompromi
antara suami-istri dan dibantu oleh
kader.
Tema 8: Adanya transisi dari peran dukun beranak beralih kepada peran bidan atau tenaga kesehatan
Pada tema ke delapan ini diperoleh dari dua ide pokok hasil analisa
data FGD yang dilakukan pada 34 orang partisipan yakni :
1. Adanya transisi dari peran dukun beranak beralih kepada peran
bidan atau tenaga kesehatan.
2. Sebagian besar masyarakat di Desa Binaus sudah menjalankan
program yang diberlakukan oleh pemerintah dengan
mempertimbangkan aturan yang berlaku dan pengalaman yang
4.4 Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini disajikan dalam bentuk
narasi berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.
4.4.1Kesehatan ibu penting untuk perangkat desa Binaus Urie Bronfenbrenner (1994) dalam teorinya tentang sistem
ekologi berpendapat bahwa untuk memahami perkembangan
manusia, kita harus mempertimbangkan seluruh sistem ekologi
dimana pertumbuhan terjadi. Sistem ini terdiri dari lima
subsistem terorganisir secara sosial yang membantu
mendukung dan menuntun pertumbuhan manusia. Lima
subsistem ini yakni: mikrosistem, mesosistem, exosistem,
makrosistem, dan kronosistem.
Penelitian ini hanya memfokuskan cakupannya untuk
menganalisis mikrosistem, yaitu lingkungan dimana manusia
menghabiskan banyak waktu luang. Sistem ini adalah suatu
pola kegiatan, peran sosial, dan hubungan interpersonal yang
dialami oleh perkembangan seseorang dalam interaksi yang
lebih kompleks dengan lingkungan secara langsung. Contoh
meliputi lingkungan seperti keluarga, sekolah, kelompok
sebaya, dan tempat kerja.
Hal ini didukung oleh penelitian-penelitian lain yang
menyatakan bahwa politik, sosial budaya, ekonomi dan
lingkungan merupakan faktor-faktor penting yang
mempengaruhi kesehatan ibu dan juga membentuk perilaku
sehat ibu (Firoz, dkk, 2016; Nzioki, dkk, 2015). Dengan
4.4.2 Sumber informasi berasal dari masyarakat Binaus sendiri
Di Desa Binaus masih ditemui masalah-masalah terkait
kesehatan ibu dan yang menjadi sumber informasi
permasalahan diperoleh dari masyarakat Binaus sendiri. Peran
aktif masyarakat dalam memberi informasi mengenai
permasalahan kesehatan ibu merupakan hal yang esensial dan
penting bagi perangkat desa. Melalui informasi tersebut
perangkat desa bisa segera menjadikannya sebagai sumber
dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan juga
dapat dijadikan sebagai suatu tolak ukur tingkat kesehatan
masyarakat di desa binaannya. Secara spesifik informasi terkait
permasalahan kesehatan ibu ini memudahkan perangkat desa
dalam memantau perkembangan kesehatan masyarakat serta
memudahkan mereka dalam menjalankan setiap program
pemerintah terkait kesehatan ibu dan anak.
Hal ini didukung oleh penelitian Ishikawa, dkk (2016) di
Jepang yang menyatakan bahwa proses mengakses,
memahami, menilai, dan menerapkan informasi kesehatan
dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan yang
memberdayakan individu untuk menavigasi sistem kesehatan.
Dengan demikian, sumber informasi yang didapat akan
membentuk kesadaran terhadap kesehatan yang dianggap
sebagai salah satu faktor penting dalam pembentukan perilaku
kesehatan individu.
Dalam konteks masyarakat Binaus, sumber informasi yang
didapat melalui internal masyarakat desa menjadi dasar bagi
perangkat desa untuk segera memantau perkembangan
kesehatan ibu di desa tersebut. Hal ini didukung oleh penelitian
internal memberikan efek yang lebih besar dibanding sumber
daya eksternal.
Berdasarkan informasi tersebut, diketahui bahwa masih
kurangnya kesadaran akan pentingnya kesehatan ibu pada
masyarakat Binaus. Salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku ini yakni kurangnya pengetahuan terkait pentingnya
mengakses layanan kesehatan masyarakat di Binaus.
Berdasarkan fakta tersebut diperlukan peran aktif perangkat
desa dan tenaga kesehatan di Binaus untuk memberikan
informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut guna
mencapai derajat kesehatan yang lebih baik. Hal ini didukung
oleh beberapa penelitian menurut Schueth (2014) menyatakan
bahwa sistem kesehatan dapat bermitra dengan organisasi
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan. Investasi dalam
kemitraan tersebut dapat memiliki efek yang sangat positif pada
pemberdayaan masyarakat dan hasil kesehatan. Menurut
penelitian Sarker, dkk (2015) menyatakan bahwa faktor
ekonomi dan pendidikan mengakibatkan rendahnya kesadaran
masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan, sehingga
kegiatan masyarakat yang melibatkan petugas kesehatan dan
tokoh masyarakat bisa memainkan peran penting dalam
meningkatkan kesadaran dan meningkatkan akses layanan
kesehatan. Sedangkan menurut Jonge & Sandall (2016)
menjelaskan bahwa perlu adanya peningkatan penelitian di
bidang pelayanan kesehatan untuk menginformasikan
4.4.3 Sebagian masyarakat patuh terhadap saran dan instruksi perangkat desa
Saran dan instruksi yang diberikan oleh perangkat desa
kepada masyarakat dapat meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat terkait pemanfaatan fasilitas
kesehatan. Hal ini didukung oleh penelitian Harn, dkk (2011)
yang menyatakan bahwa harapan masyarakat terkait
perubahan perilaku kesehatan akan meningkat dengan adanya
instruksi responsive yang diterima secara langsung. Hal ini
selaras dengan teori sistem ekologi Urie Bronfenbrenner (1994)
yang menyatakan bahwa perkembangan seseorang
dipengaruhi oleh orang-orang yang berada disekitarnya atau
dilingkungannya dimana orang itu tinggal. Kesehatan ibu
menjadi subjek dalam lingkungan, sehingga peran lingkungan
mikrosistem yang mempengaruhi kesehatan ibu adalah
keluarga dan lingkungan sosial tempat ibu tinggal. Dalam hal ini
keluarga dan perangkat desa juga memegang peranan penting
untuk meningkatkan kesehatan ibu. Hal ini didukung oleh
penelitian Ganle, dkk (2015) yang menyatakan bahwa
pengambilan keputusan mengenai akses dan penggunaan
layanan kesehatan maternal terampil sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai dan pendapat dari suami, ibu mertua, dukun bayi dan
keluarga dan anggota masyarakat lainnya. Menurut Mafuta, dkk
(2016) menjelaskan bahwa perempuan masih tunduk pada
budaya dominasi laki-laki, yang menahan keterlibatan mereka
dalam pengambilan keputusan, karena mereka cenderung
kurang berpendidikan, pengangguran dan menderita
kekurangan sumber daya atau keterampilan tertentu sehingga
laki-laki lebih berperan dalam mengambil keputusan dalam
memilih layanan kesehatan maternal. Disamping itu penelitian
meningkatkan keterlibatan laki-laki yang lebih besar akan
menghasilkan berbagai manfaat untuk kesehatan ibu dan anak,
terutama melalui akses yang lebih besar ke layanan kesehatan.
Kepatuhan masyarakat terhadap saran dan instruksi yang
diberikan oleh perangkat desa dibuktikan dengan berjalannya
komunikasi yang aman dan baik. Komunikasi adalah kebutuhan
mendasar bagi seseorang dalam bermasyarakat sehingga
dalam berkomunikasi masyarakat harus terampil menjalaninya.
Hal ini didukung oleh penelitian Alofisan, dkk (2016) yang
menyatakan bahwa kemampuan komunikasi yang baik dapat
membangun hubungan yang berkualitas. Penelitian lain oleh
Thistlethwaite dan Storr (2004) menyatakan bahwa ketrampilan
komunikasi dibutuhkan untuk menciptakan motivasi belajar bagi
orang yang diajar, memberikan informasi yang tidak terbatas
kepada peserta didik dan memfasilitasi peserta didik untuk
belajar secara terampil. Penelitian oleh Kumakawa (2013)
menyatakan bahwa ketrampilan komunikasi perlu diekspos agar
meningkatkan kerjasama antar perilaku sekelompok orang di
suatu tempat tertentu.
4.4.4 Sanksi sebagai upaya perangkat desa terkait masalah kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan
Berbagai upaya telah dilakukan oleh perangkat desa dalam
mengatasi masalah kesehatan yang masih terjadi di Binaus.
Upaya yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan
menegakkan pedoman resmi dan meningkatkan kesadaran
masyarakat akan penggunaannya.
Masalah kurangnya pemanfaatan fasilitas kesehatan yang
disediakan di Binaus juga disebabkan oleh kendala yang
dihadapi oleh masyarakat sendiri seperti jarak tempuh menuju
fasilitas kesehatan yang jauh, keadaan ekonomi yang minim,
dan transportasi yang terbatas. Hal ini didukung oleh beberapa
penelitian menurut Scott, dkk (2013) menyatakan bahwa jarak
ke fasilitas kesehatan mempengaruhi kematian ibu, karena
untuk mencari perawatan profesional dalam keadaan darurat
dan mencapai perawatan tepat waktu tidak mungkin dapat
dicapai ketika tinggal jauh dari pusat kesehatan. Penelitian oleh
Titaley, dkk (2010) menemukan bahwa faktor-faktor yang
menghambat pemanfaatan pelayanan antenatal dan postnatal
adalah kesulitan keuangan, jarak fisik ke fasilitas kesehatan
diperburuk oleh infrastruktur jalan yang buruk, dan terbatasnya
ketersediaan pelayanan kesehatan. Penelitian lain oleh
Essendi, dkk (2015) menemukan bahwa sebagian besar
tantangan yang dirasakan oleh masyarakat yakni infrastruktur,
termasuk kurangnya listrik, air dan jalan yang buruk berdampak
negatif terhadap penyediaan dan akses ke layanan perawatan
ibu dan bayi baru lahir.
Masalah infrastruktur menjadi salah satu bagian penting
yang perlu diperhatikan dan dibenahi. Hal ini didukung oleh
penelitian Scholz, dkk (2015) yang menjelaskan bahwa
infrastruktur perawatan kesehatan merupakan komponen utama
4.4.5 Karakter individu dan keterbatasan jangkauan sebagai hambatan dalam meningkatkan akses layanan kesehatan
Salah satu yang menjadi hambatan perangkat desa dalam
meningkatkan akses masyarakat ke layanan kesehatan adalah
perbedaan karakter individu dari masing-masing anggota
masyarakat di desa Binaus. Perbedaan karakter ini dipengaruhi
oleh latar belakang pengetahuan, pendidikan, sosial dan
ekonomi masyarakat yang berbeda. Dalam hal ini perangkat
desa juga dituntut untuk dapat berperan aktif dalam
menjalankan tugas. Hal ini didukung oleh penelitian Sarker, dkk
(2015) menyatakan bahwa faktor ekonomi dan pendidikan
mengakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam
memanfaatkan fasilitas kesehatan, sehingga kegiatan
masyarakat yang melibatkan petugas kesehatan dan tokoh
masyarakat bisa memainkan peran penting dalam
meningkatkan kesadaran dan meningkatkan akses layanan
kesehatan.
Akses ke layanan kesehatan yang tersedia merupakan
faktor penentu pentingnya kesehatan itu sendiri bagi
masyarakat pengguna layanan kesehatan. Selain hambatan
perbedaan karakter individu masyarakat, keterbatasan
jangkauan juga menjadi hambatan yang dihadapi perangkat
desa dalam meningkatkan akses masyarakat ke layanan
kesehatan yang tersedia. Keterbatasan jangkauan yang
biasanya dialami oleh perangkat desa yakni jarak jangkau ke
daerah penelitian membuat penyediaan jasa transportasi
alternatif untuk perawatan kesehatan yang sulit. Akibatnya,
wanita hamil menggunakan metode berisiko seperti
sepeda/becak/sepeda motor untuk mengakses layanan
kebidanan perawatan kesehatan, sehingga perlunya kebijakan
untuk mengatasi masalah transportasi pedesaan dalam rangka
meningkatkan kesehatan ibu. Seperti yang terjadi di lokasi
penelitian, jarak tempuh ke layanan kesehatan yang jauh dari
tempat tinggal, infrastruktur jalan yang tidak bisa dilewati oleh
kendaraan merupakan hambatan yang masih dialami oleh
masyarakat.
4.4.6 Hambatan yang terjadi diatasi dengan ketegasan dan inisiatif dari perangkat desa
Pada penelitian ini strategi yang dilakukan oleh perangkat
desa disesuaikan dengan kondisi hambatan yang dialami.
Strategi yang dilakukan diantaranya diatasi dengan sikap yang
tegas dan disertai tindakan inisiatif untuk meningkatkan akses
masyarakat ke layanan kesehatan. Inisiatif perangkat desa atau
perangkat pendukung di masyarakat lain dapat sangat
mempengaruhi akses terhadap layanan kesehatan. Bentuk
inisiatif yang dilakukan diantaranya bekerja sama dengan kader
untuk menjangkau masyarakat, memberikan himbauan lewat
papan pengumuman di gereja dan langsung mengunjungi
masyarakat ke rumah-rumah. Hal ini didukung oleh penelitian
Mason, PhD, (2016) menyatakan bahwa modal sosial yang
merupakan strategi untuk menyediakan akses kesehatan
dimana mereka membentuk komunitas kecil yang sering
dikunjungi oleh tim kesehatan dalam memberikan promosi
kesehatan dan pemahaman untuk pencegahan penyakit kepada
lain O’Donnell, dkk (2016) pada kelompok terpinggirkan (perspektif migran, Traveller Irlandia, tunawisma, pengguna
narkoba, pekerja seks dan orang-orang yang tinggal di
pinggiran jalan) menemukan bahwa strategi untuk
meningkatkan akses ke layanan kesehatan dibutuhkan
pendekatan dan pertemuan langsung kepada kelompok ini
karena mereka merasa umumnya kurang diprioritaskan.
4.4.7 Implementasi program Pemerintah daerah terkait kesehatan Ibu dan anak
Sebagai implementasi dari program yang dicanangkan oleh
pemerintah daerah, masyarakat Binaus sudah
menyelenggarakan beberapa kegiatan yang terkait kesehatan
ibu yakni posyandu, program KB, pertemuan di kantor desa dan
penyuluhan kesehatan ibu dan anak. Dalam rangka mengatasi
masalah kematian ibu, pemerintah pusat, provinsi maupun
kabupaten telah mengeluarkan dan menjalankan beberapa
kebijakan, seperti Safe Motherhood Initiative yang dimulai sejak
tahun 1980-an, Making Pregnancy Safer (MPS) sejak tahun
2000, Revolusi KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) pada tahun 2009,
Program Jaminan Persalinan (Jampersal) yang baru
dikeluarkan pada tahun 2011 dan pada tahun 2000 pemerintah
Indonesia menyepakati Deklarasi Millennium tetapi kemudian
mulai tahun 2016 Millennium Development Goals (MDGs) resmi
digantikan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau
tinggi, di TTS sendiri masih banyak yang memilih untuk
melahirkan di rumah dengan pertolongan bukan tenaga
kesehatan, yang pastinya sangat beresiko bagi keselamatan
ibu. Hal ini dipengaruhi oleh nilai dan keyakinan masyarakt akan
adat istiadat yang diyakini. Kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah ini guna menunjang kesehatan ibu kearah yang
lebih baik. Hal ini didukung oleh penelitian Fossati (2016) yang
menyatakan bahwa pemerintah daerah Indonesia bertanggung
jawab atas masyarakat miskin, bukti dari implementasi
kebijakan kesehatan dimana menjalankan asuransi kesehatan
seperti pelaksanaan Jamkesmas dan program asuransi
kesehatan nasional untuk orang miskin. Penelitian lain oleh
Schueth (2014) menyatakan bahwa sistem kesehatan dapat
bermitra dengan organisasi masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan. Investasi dalam kemitraan tersebut dapat memiliki
efek yang sangat positif pada pemberdayaan masyarakat dan
hasil kesehatan.
4.4.8 Adanya transisi dari peran dukun beranak beralih kepada peran bidan atau tenaga kesehatan
Proses pengambilan keputusan pada masyarakat Binaus
merupakan salah satu hal yang mengalami masa transisi atau
perubahan. Pada penelitian ini ditemukan adanya perubahan
perilaku pada masyarakat, dimana pengambilan keputusan
yang dulunya di tangan seorang suami, sekarang berubah
menjadi kesepakatan bersama antar suami-istri. Selain itu
pengambilan keputusan dalam menentukan layanan kesehatan
yang dipilih oleh masyarakat tidak lagi ditentukan oleh dukun
tetapi beralih dan ditentukan oleh bidan atau tenaga kesehatan.
Hal ini didukung oleh penelitian Ganle, dkk (2015) yang
dan penggunaan layanan kesehatan maternal terampil sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pendapat dari suami, ibu mertua,
dukun bayi dan lainnya keluarga dan anggota masyarakat.
Penelitian lain oleh Sujana, dkk (2016) yang menjelaskan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan
perempuan dalam memilih pelayanan maternal diantaranya
pekerja kesehatan, dukun beranak dan keluarga yang juga
sangat mempengaruhi perilaku kesehatan ibu. Pernyataan ini
juga didukung oleh penelitian oleh Treacy & Sagbakken (2015)
dalam temuan mereka menyatakan bahwa pengambilan
keputusan saat proses melahirkan di pedesaan Sierra Leone
sering dibuat secara kolektif yang artinya diambil secara
bersama antara ibu hamil, keluarga dan tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2010, menunjukkan bahwa
55,4% ibu melahirkan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit
(pemerintah dan swasta), rumah bersalin, Puskesmas, Pustu,
praktek dokter atau praktek bidan dan terdapat 43,2% ibu
melahirkan di rumah/lainnya dan hanya 1,4% yang melahirkan
di polindes/poskesdes. Apabila dianalisis lebih lanjut, diantara
anak yang dilahirkan di rumah/lainnya, ternyata tenaga yang
menolong proses persalinan adalah dokter (2,1%), bidan
(51,9%), paramedis lain (1,4%), dukun (40,2%), serta keluarga
(4,0%). Peran dukun masih cukup besar untuk membantu
proses melahirkan. Sedangkan jika dibandingkan dengan
analisis data Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa
penggunaan layanan kesehatan tradisional ke layanan
kesehatan professional. Hal ini mendukung hasil penelitian di
Binaus, dimana terjadi transisi dari peran dukun beranak beralih
kepada peran bidan atau tenaga kesehatan.
4.5 Keterbatasan Penelitian
Peneliti menemukan keterbatasan dalam penelitian ini, sebagai
berikut :
Bahasa yang digunakan oleh beberapa partisipan yaitu bahasa daerah Dawan sebagai bahasa komunikasi saat
pengambilan data, sehingga peneliti membutuhkan
penerjemah bahasa.