52
Hasan Alaydrus , Anhulaila M. Palampanga dan Nina Yusnita. hasanalaydrus11@yahoo.com
¹Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Pasca sarjana Universitas Tadulako ²Dosen Program Studi Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Tadulako
Abstract
The study intends to determine and analyze factors causing the delay in accountability report of expenditure. It is a qualitative study with a case study. Informants are staff in the verification section of PPKAD (BUD and kuasa BUD), PPTK, PPK SKPD, expenditure treasurers, the treasurers' treasurer, and treasurer assistants in The Health Department, Culture and Tourism Department, and Maritime and Fishery Department. The result shows that factors that cause the slow of accountability report of expenditure are: 1) constantly changing policies and regulations of he central government; 2) the low ability of administrators; 3) the poor quality of human resources, and 4) the lack of socialization and training on expenditure accountability rules in Donggala District
Keywords: Delay in expenditure accountability report
Salah satu perubahan dalam tata kelola keuangan pemerintah daerah. adalah dengan mulai diimplementasikannya Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Penerapan Permendagri No 21 tahun 2011 tersebut diharapkan dapat menjadi dasar dalam sistem pengelolaan keuangan di sektor pemerintahan yang lebih transparan dan akuntabel, serta mengedepankan partisipasi aktif masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya (Halim, 2002). Implementasi tersebut terutama tampak dalam pelaporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebelumnya Kepmendagri Nomor 29/2002 laporan pertanggungjawaban akhir tahun hanya berupa laporan perhitungan APBD, nota perhitungan APBD, laporan aliran kas, dan neraca daerah, maka dengan Permendagri 21/2011 tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah,
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi APBD,
neraca daerah, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan sesuai SAP.
Permendagri 21/2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, diharapkan dapat menjadi pelopor dalam pengelolaan keuangan yang lebih transparan lewat penerapan standar akuntansi pemerintahan, perubahan yang muncul melalui Permendagri 21/2011 tersebut juga mencakup desentralisasi sistem akuntansi dan keuangan, dimana dengan peraturan tersebut mulai diberikan peran dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam mengelola
Sejalan dengan prinsip-prinsip
pelaporan, yang salah satunya
mengedepankan pentingnya ketepatan waktu (timeliness), maka agar dapat dihasilkan laporan keuangan secara tepat waktu, input yang berasal dari berbagai dokumen sumber, salah satunya adalah SPJ pengeluaran dari tiap-tiap SKPD juga harus disampaikan secara tepat waktu. Namun, di samping ketepatan waktu, agar dihasilkan laporan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, dokumen yang akan dijadikan masukan dalam proses penyusunan laporan keuangan diharapkan juga telah dilengkapi dengan bukti yang lengkap dan sah. Hal ini sesuai dengan prinsip penggunaan dana, yang menyebutkan bahwa setiap pengeluaran atau belanja harus dilengkapi dengan bukti yang lengkap dan sah.
Sehubungan dengan kegiatan
pertanggungjawaban penggunaan dana di SKPD, dalam Pasal 220 ayat (10) Permendagri 21/2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah diatur hal sebagai berikut: Bendahara pengeluaran pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada DPPKD selaku Bendahara umum daerah (BUD) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Sedangkan masih dalam kerangka pertanggungjawaban pengeluaran, Pasal 220 ayat (11) menyatakan bahwa: Penyampaian pertanggungjawaban bendahara pengeluaran secara fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilaksanakan setelah
diterbitkan surat pengesahan
pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Berdasarkan keterangan di atas, meski terlihat sederhana, ternyata permasalahan dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana yang berasal dari SKPD atau yang lebih
dikenal dengan istilah surat
pertanggungjawaban (SPJ) tidak dapat dipandang sebelah mata. Hal ini mengingat karena dalam kegiatan penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah, ketidaktepatan surat pertanggungjawaban (SPJ) dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menjadi hal yang crusial, karena SPJ merupakan salah satu wujud bukti transaksi pengeluaran yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan sistem akuntansi keuangan daerah, yang antara lain diimplementasikan dalam penyusunan laporan keuangan tahunan pemerintah daerah, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, arus kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Terkait dengan pelaksanaan tugas penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut, DPPKD mengalami kendala yang menyebabkan keterlambatan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah tersebut. Adapun menurut beberapa sumber, yaitu dari Sub Bidang Akuntansi, yang menjadi salah satu penyebabnya adalah karena terlambatnya penyampaian laporan pertanggungjawaban (SPJ) pengeluaran yang disampaikan oleh bendahara pengeluaran SKPD ke DPPKD.
Penyampaian laporan
METODE
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu September – November 2017. Lokasi Penelitian ini dilakukan pada tiga instansi/SKPD di Kabupaten Donggala yaitu Dinas Kesehatan, Dinas kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas kelautan dan Perikanan. menggunakan teknik kualitatif dengan strategi studi kasus. Data diperoleh dari 6 informan. pada tiga SKPD tersebut diatas
Proses pengumpulan data melalui 3 cara, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan berdasarkan 3 komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berkaitan dengan pengimplementasian Permendagri 21/2011 ini di Kabupaten Donggala, telah ditunjuk pihak-pihak yang berperan dalam melaksanakan pengelolaan keuangan daerah sesuai Permendagri 21 /2011. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Donggala menurut hirarki struktur organisasi pengelolaan keuangan daerah, adalah sebagai berikut:
1. KEPALA DAERAH (Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah)
2. SEKRETARIS DAERAH (Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah)
3. PPKD SELAKU BUD (Kepala DPPKD) 4. KUASA BUD (Kabid Pembiayaan)
5. PENGGUNA ANGGARAN (Kepala SKPD) 6. KUASA PA (Kabid)
7. BENDAHARA 8. PPTK
9. PPK-SKPD (Sekret/Kasub Keu)
Deskripsi Kegiatan Pertanggung-jawaban Penggunaan Dana di Kab, Donggala Tahun 2016.
Laporan pertanggungjawaban (SPJ) pengeluaran di satuan kerja Kabupaten Donggala, prosesnya dapat dijelaskan bahwa,
berdasarkan hasil SPJ kegiatan yang di peroleh dari PPTK dibantu oleh bendahara pengeluaran pembantu yang ada di tiap-tiap bidang diverifikasi oleh KPA, stelah itu diserahkan kepada bendahara pengeluaran untuk dilakukan pencatatan atas pengeluaran atau belanja yang telah dikeluarkan ke dalam BKU Pengeluaran, Buku Rekap Pengeluaran Per Objek, Buku Pembantu Simpanan/Bank (Buku Pembantu Kas Tunai), Buku Pembantu Pajak, dan ke dalam Buku Pembantu Panjar. Selanjutnya atas dasar dokumen tersebut, ditambah dokumen SPJ pengeluaran pembantu, bendahara pengeluaran akan membuat SPJ Pengeluaran yang berisi buku kas umum, ringkasan pengeluaran per rincian objek disertai bukti-bukti yang sah, bukti-bukti penyetoran atas PPN /PPh, dan register penutupan kas.
Setelah proses penyusunan SPJ selesai dilakukan, bendahara pengeluaran menyerahkan SPJ pengeluaran tersebut kepada PPK-SKPD untuk dilakukan verifikasi oleh PPK-SKPD. Setelah dinyatakan diverifikasi, PPK-SKPD tersebut kemudian menyampaikan SPJ pengeluaran kepada Kepala SKPD Selaku Pengguna Anggaran (PA), kemudian, Kepala SKPD mengeluarkan surat pengesahan atas SPJ
tersebut. Disamping melakukan
pertanggungjawaban administratif, setelah dikeluarkan surat pengesahan oleh kepala SKPD, bendahara pengeluaran juga harus menyerahkan SPJ Pengeluaran kepada BUD melalui sub bidang verifikasi sebagai bentuk pertanggungjawaban fungsional.
Proses Pertanggungjawaban Pengeluaran SKPD ke DPPKD
Tahap pertanggungjawaban
(SPJ) bendahara pengeluaran pembantu. Bendahara pengeluaran pembantu, dalam hal ini adalah orang yang ditunjuk oleh pengguna anggaran untuk membantu pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dalam melaksanakan tugas-tugas perbendaharaan pada kegiatan di setiap bidang di satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Selanjutnya SPJ yang telah selesai disusun oleh bendahara pengeluaran kemudian diserahkan kepada PPKSKPD untuk diteliti atau diverifikasi. Setelah diteliti, PPK-SKPD menyerahkan SPJ tersebut kepada pengguna anggaran untuk disahkan. Setelah disahkan oleh pengguna anggaran, SPJ tersebut dikembalikan lagi kepada bendahara pengeluaran, dan kemudian disampaikan oleh bendahara pengeluaran ke sub bidang verifikasi DPPKD. Untuk keperluan pencairan dana, atas penyampaian SPJ tersebut, Sub Bidang Verifikasi DPPKD mengeluarkan surat rekomendasi atau surat keterangan yang berisi pernyataan bahwa SKPD yang bersangkutan telah menyerahkan SPJ fungsional ke DPPKD. Surat rekomendasi yang dilengkapi dengan dokumen pengajuan SP2D lainnya (SPD,SPP, dan SPM) merupakan syarat untuk melakukan pencairan dana.
Selanjutnya dari hasil wawancara pendahuluan yang dilakukan kepada bendahara pengeluaran, maka dapat diidentifikasi pelaku yang terkait dengan proses pertanggungjawaban pengeluaran (SPJ) SKPD, yakni tidak hanya bendahara pengeluaran, tetapi juga melibatkan PPTK (pejabat pelaksana teknis kegiatan) dan bendahara pengeluaran pembantu selaku pihak yang diberikan wewenang mengelola sejumlah dana untuk penyelenggaraan kegiatan yang berada dalam lingkup tugasnya.
Permasalahan Yang Dihadapi dalam Proses Pertanggungjawaban Pengeluaran.
Informasi tentang bagaimana proses dan kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah daerah Kabupaten Donggala
berkaitan dengan kegiatan
pertanggungjawaban pengeluaran pada tiga SKPD melalui teknik wawancara dan penelusuran bukti/dokumen, penulis juga mencoba untuk mengetahui bagaimana ketersediaan faktor-faktor yang mendukung kelancaran kegiatan di maksud di SKPD, yang dapat dijelaskan sbb:
1. Kuantitas Sumber Daya atau Petugas
Pengelola Keuangan
Penelitian ini membandingkan besarnya realisasi anggaran dan jumlah SDM, dengan mencoba menghubungkannya dengan tingkat keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban pengeluaran SKPD, adapun data-data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Dinas Kesehatan, realisasi anggaran Rp 163,064,872,069.28 Banyaknya SDM yang terkait dengan kegiatan pertanggungjawaban sebesar 29 orang
2. Dinas kebudayaan dan Pariwisata, realisasi anggaran Rp 21,314,288,278.00 Banyaknya SDM yang terkait dengan kegiatan pertanggungjawaban sebesar 21 orang
3. Dinas kelautan dan Perikanan, realisasi anggaran Rp 17,213,363,623.00 Banyaknya SDM yang terkait dengan kegiatan pertanggungjawaban sebesar 20 orang.
Data-data yang ditampilkan, dengan membandingkan unit organisasi (SKPD) tampak bahwa SKPD yang memiliki nilai anggaran lebih besar dan kecil sama-sama lambat dalam mempertanggungjawabkan penggunaan dananya. Banyaknya jumlah (kuantitas) SDM yang terlibat dalam penyusunan atau kegiatan peng-SPJan tampak tidak dapat menjadi tolok ukur untuk menentukan tingkat ketepatan waktu penyampaian SPJ pengeluaran pada 3 SKPD tersebut.
2. Rendahnya Kualitas SDM
peng-SPJ-an tersebut, penulis menpeng-SPJ-anyakpeng-SPJ-an beberapa pertanyaan yang dianggap dapat mewakili untuk mengetahui bagaimana karakteristik (sikap, motivasi) dalam melaksanakan tugas atau ketrampilan pelaku yang terkait dengan kegiatan pertanggungjawaban penggunaan dana atau pengeluaran di SKPD.
a. Bendahara dan Bendahara Pembantu Pengeluaran
Ketidakmampuan bendahara dan pembantu bendahara dalam mengoperasikan program komputer juga disebabkan karena sistem penunjukkan bendahara secara umum hanya didasarkan kepada pertimbangan loyalitas terhadap atasan semata tanpa
mempertimbangkan kemampuan dan
ketrampilan yang dimiliki. Padahal untuk saat ini dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban, ketrampilan dalam penguasaan teknologi patut dan perlu untuk dipertimbangkan. Penguasaan teknologi yang dimaksud adalah penguasaan dalam menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak (komputer dan program) sebagai salah satu perangkat yang sudah banyak digunakan untuk membantu mempercepat tugas bendahara dalam menyusun laporan pertanggungjawaban (SPJ). Sehingga untuk
masa mendatang kemampuan
mengoperasikan program komputer dapat diutamakan.
b. PPK-SKPD
SPJ fungsional yang dinyatakan telah diteliti dan diverifikasi oleh PPK-SKPD sebelumnya masih sering dikembalikan oleh bagian verifikasi DPPKD (2 SKPD) karena terdapat beberapa kekurangan yang harus dilengkapi dan kesalahan yang harus diperbaiki. Hal ini tentu menandakan kemampuan SDM PPK-SKPD yang masih rendah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Jika PPK-SKPD melaksanakan tugasnya secara optimal maka juga akan dihasilkan laporan pertanggungjawaban dan laporan keuangan SKPD yang baik, hal
tersebut dikarenakan PPK-SKPD memegang peranan yang penting dimulai dari meneliti kelengkapan pencairan serta kelengkapan pertanggungjawaban, memverifikasi bukti-bukti pengeluaran hingga menyusun Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) dalam suatu Laporan Keuangan SKPD. Berdasarkan konsep tersebut, hipotesis 3 yang diajukan oleh Indriasari dan Nahartyo (2008) adalah : Semakin baik pelaksanaan tugas PPK-SKPD maka semakin baik kualitas laporan pertanggungjawaban dan laporan keuangan SKPD.
3 Kurangnya Motivasi atau Kemauan
Bendahara Pengeluaran Untuk
Memperoleh Pengetahuan Baru
Tingkat motivasi SDM yang berkaitan dengan kegiatan pertanggungjawaban pengeluaran di Kabupaten Donggala untuk memperoleh pengetahuan baru yang masih rendah. Padahal pengetahuan ini diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas seseorang.
Padahal pengetahuan ini diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas seseorang, mengenai pentingnya motivasi ini dapat dilihat dari hasil penelitian Lubis (2008), Choong, et al (2011) Purwono (2011), Pelitawati (2012), Abbas (2012), Oksuzoglu (2013) dan Yamsul, et al (2013) menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Suryantari (2012) menyatakan bahwa motivasi merupakan variabel yang paling dominan dalam memengaruhi kinerja pegawai. Jankingthong dan Rurkhum (2012) menyatakan motivasi memiliki efek langsung pada tugas dan kinerja pegawai.
Formalitassisasi Pekerjaan
PPTK maka dengan tingkat pemahaman dan pengetahuan yang terbatas, khususnya tentang aturan peng-SPJ-an, sangat dimungkinkan terjadi kesalahan. Bahkan dari beberapa responden, ada yang menyebutkan bahwa meski harus ditandatangani oleh KPA, umumnya mereka tidak meneliti dan menguji kebenaran SPJ tersebut. Jadi pembentukan PPK-SKPD dalam hal ini hanya sebatas untuk kepentingan formalitas semata.
.
b. Masa Kerja Bendahara Pengeluaran
NO NAMA SKPD
MASA KERJA BEND PENGELUARAN
1 Dinas Kesehatan 5 Tahun
2 Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata 5 Tahun
3 Dinas Kelautan dan
Perikanan 7 Tahun
Masa kerja yang lebih lama tidak selalu
menjamin penyelesaian laporan
pertanggungjawaban (SPJ) oleh bendahara pengeluaran menjadi lebih cepat, demikian dengan pengesahannya di DPPKD. Hal ini menurut peneliti karena laporan pertanggungjawaban (SPJ) pengeluaran SKPD, ketepatannya tidak hanya semata-mata ditentukan oleh bendahara tapi juga pihak lain yang diidentifikasi terlibat dalam kegiatan tersebut, yaitu pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).
Kebijakan dan Aturan yang Selalu berubah-ubah
Pemerintah Pusat tidak konsisten
untuk membuat kebijakan, sehingga
Pemerintah Daerah akan mengalami
kebingungan dan bekerja lebih keras untuk
melakukan aplikasi regulasi tersebut
dilapangan. Hal ini berakibat aplikasi-aplikasi yang dilakukan banyak yang tidak konsisten dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sosialisasi dan Pelatihan
Pertanyaan seputar sosialisasi dan pelatihan perlu dilakukan, hal ini didasari oleh suatu pemikiran bahwa sosialisasi dan pelatihan yang diberikan sesuai bidang pekerjaan seseorang dapat memberikan pemahaman dan kemampuan yang lebih baik terhadap kemampuan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya. Semakin
paham seseorang dengan bidang
pekerjaannya maka pekerjaan tersebut dapat diselesaikan dengan cepat dan mudah.
Terkait dengan sosialisasi dan pelatihan ini berdasarkan keterangan yang diperoleh dari bendahara pengeluaran, meski kegiatan sosialisasi dan pelatihan tersebut cukup membantu, tetapi waktu penyelenggaraan dirasa masih kurang. Sehubungan dengan kegiatan sosialisasi dan pelatihan, mengenai penyelenggaraan waktu, salah seorang staf di DPPKD menginformasikan sosialisasi dan pelatihan yang singkat, dari penjelasan yang didapatkan disebabkan karena kurangnya alokasi anggaran untuk kegiatan sosialisasi dan pelatihan tersebut.
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan
Dalam Proses Pertanggungjawaban
Berdasarkan dari permasalahan diatas
untuk meningkatkan pelaporan
pertanggungjawaban pada 3 SKPD yaitu Dinas Kesehatan, Dinas kebudayaan dan Pariwisata, dan Dinas Perikanan, solusi paling tepat yang dapat diberikan diharapkan menjadi bahan masukan bagi 3 SKPD tersebut, adapun solusi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
pegawai akan berhasil apabila dilakukan secara sadar oleh organisasi maupun pegawai yang bersangkutan, sehingga pelaksanaan pengembangan pegawai harus melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang sistematik, agar tujuan-tujuan pengembangan dapat dicapai. Adapun hal – hal yang perlu ditingkatkan adalah :
1. Pendidikan
Setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien. Efektif maupun efektifitas organisasi sangat tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia atau anggota organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut secara proporsional harus diberikan latihan dan pendidikan yang sebaik-baiknya, bahkan harus sesempurna mungkin.
Salah satu metode pengembangan pegawai adalah pendidikan. Siagian (1991:79) menyatakan bahwa :”Pendidikan sebagai keseluruhan proses, teknik dan metode belajar mengajar dalam mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Pendidikan pegawai sangat perlu untuk diperhatikan agar prinsip the righ man on the right place dapat diterapkan dalam kehidupan suatu organisasinya. Pada umumnya para pegawai tentunya mengaharapkaan agar mereka ditempatkan sesuai dengan jenis dan tingkat pendidikan yang diikutinya. Menurut Siagian (1994:173), ini merupakan prinsip yang sangat mendasar dalam manajemen sumber daya manusia, apabila tidak diterapkan akan berakibat pada rendahnya produktivitas dan mutu kerja, tingkat kemungkinan yang cukup tinggi, keinginan yang besar dibarengi oleh kepuasan kerja yang rendah”. Ketepatan dalam penempatan tersebut dapat Siagian (1997:57) lebih lanjut menyatakan bahwa: Pendidikan dapat
bersifat formal, akan tetapi dapat pula bersifat non formal. Pendidikan yang sifatnya formal ditempuh melalui tingkat-tingkat pendidikan, mulai dari sekolah taman kanak-kanak hingga, bagi sebagian orang. Pendidikan di lembaga pendidikan tinggi, terjadi di ruang kelas dengan program yang ada pada umumya “structured”. Dipihak lain, pendidikan yang sifatnya non formal dapat terjadi di mana saja kerana sifatnya yang “unstructured”.
Pendapat diatas menyatakan bahwa pendidikan formal dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, sedangkan non formal adalah pendidikan yang diselenggarakan diluar pendidikan formal, dapat melalui pelatihan, kursus-kursus. Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi. Notoatmodjo (1997:28) mengemukakan bahwa “pendidikan formal di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan”.
Adapun tujuan pendidikan menurut Kaho (2002:71-72) sebagai berikut:
1 Dapat memberikan pengetahuan yang luas dan mendalam tentang bidang yang dipilh atau dipelajari seseorang;
2 Melatih manusia untuk berpikir secara rasional dan menggunakan kecerdasan kea rah yang tepat, melatih manusia menggunakan akalnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam berpikir, menyatakan pendapat maupun bertindak.
3 Memberikan kemampuan dan
keterampilan kepada manusia untuk merumuskan pikiran, pendapat yang hendak disampaikan kepada orang lain secara logis dan sistematis sehingga mudah dimengerti.
memutuskan persoalan-persoalan berkaitan dengan kegiatan pencapaian tujuan organisasi.
2. Pelatihan
Pelatihan diberikan kepada pegawai dengan upaya peningkatan keterampilannya. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu (Sinamora, 2004). Dengan adanya pelatihan sebagai bagian pengembangan pegawai, maka organisasi dapat meningkatkan hasil-hasil kerja karyawan (kinerja) guna peningkatan produktivitas karyawan. Diklat terkait dengan peningkatan keterampilan pegawai.
Menurut Syuhadhak (1995:125) bahwa pendidikan dan latihan adalah: ”Suatu kegiatan yang dilakukan oleh suatu instansi untuk memperbaiki mutu, pengembangan sikap, tingkah laku, keterampilan pegawai sesuai dengan persyaratan yang terdapat pada organisasi tersebut”.
Dari pengertian yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan lebih berorientasi teoritis dan lebih banyak ditujukan terhadap usaha pembinaan mental dan kejiwaan (sikap, tingkah laku, kedewasaan berpikir dan kepribadian). Sedangkan latihan lebih berorientasi pada praktek dan lebih banyak ditujukan pada kecekatan, kecakapan, dan keterampilan menggunakan
anggota badan atau alat kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, pengembangan pegawai ada kaitannya dengan tujuan atau sasaran diklat yaitu: a. Perbaikan sikap dan kepribadian pegawai
serta dedikasinya sesuai tuntutan tugas dan jabatannyan.
b. Dasar sistem penghargaan menurut prestasi kerja dan pengembangan karier. c. Membina kesatuan berpikir dan bahasa
dalam rangka terwujudnya kesatuan gerak/kerjasama
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai tugas dan jabatannya
e. Mengembangkan kemampuan dan
dedikasi serta motivasi dalam pelaksanaan pembangunan
Seiring dengan hal tersebut Miftah Thoha ( 1983:23 ) bahwa alasan atau perlunya diadakan pendidikan dan latihan bagi pegawai antara lain:
1 Perlunya pembaharuan dan
penyempurnaan di bidang administrasi untuk dapat menanggulangi dan mendukung pengembangan social dan ekonomi. Kemudian perlu diberikan berbagai orientasi baru, perkenalan pada berbagai teknik-teknik administrasi maupun manajemen yang dirasakan masih lemah.
2 Perluasan atau bertambahnya fungsi-fungsi pemerintahan yang harus dilaksanakan
3 Merupakan kenyataan masih langkahnya tenaga-tenaga kepegawaian yang cukup ahli.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) yang merupakan bagian yang integral dari administrasi kepegawaian, yang selanjutnya adalah bagian dari administrasi negara, berorientasi pada pelaksanaan tugas pokok, peningkatan produktivitas, dan peningkatan kemampuan serta dedikasi pegawai negeri.
Tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum adalah:
a. Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan dilandasi oleh kepribadian dan etika pegawai sesuai kebutuhan instansi,
b. Menciptakan pegawai yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa,
c. Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada
pelayanan, pengayoman, dan
d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dan terwujudnya pemerintahan yang baik.
Sedangkan secara khusus, pendidikan dan pelatihan mengarah pada :
a. Meningkatkan kepribadian dan semangat pengabdian kepada masyarakat,
b. Meningkatkan mutu dan kemampuan baik dalam bidang substansi maupun kepemimpinannya,
c. Dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat kerjasama dan tanggungjawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya (PP. Nomor 14 Tahun 1999).
Dalam aturan pokok kepegawaian di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam PP Nomor 14 tahun 1999, yang membagi pendidikan dan pelatihan terdiri dari dua bagian, yaitu :
1 Pendidikan dan pelatian Prajabatan (Pre Service Training),
2 Pendidikan dan pelatian dalam jabatan (In Service Training)
Pendidikan dan latihan Prajabatan adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada calon pegawai negeri sipil, dengan tujuan agar ia dapat terampil dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya, sedangkan pendidikan dan latihan dalam jabatan adalah suatu kegiatan kepegawaian yang bertujuan untuk meningkatkan mutu keahlian, kemampuan, dan keterampilan.
Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan sebagaimana yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1994 meliputi :
1. Pendidikan dan Pelatihan Struktural 2. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional 3. Pendidikan dan Pelatihan Teknis
3. Penempatan pegawai
Dalam pelaksanaan pengembangan pegawai, penempatan pegawai juga harus dilakukan dengan tepat. Mangkuprawira (2001:166) mengungkapkan bahwa :
“Penempatan pegawai merupakan penugasan kembali dari seorang karyawan pada sebuah pekerjaan baru”. Kegiatan penempatan dilakukan berdasarkan tindak lanjut (follow up) dari hasil seleksi yang telah dilaksanakan sebelumnya. Kegiatan ini perlu dilakukan secara terencana karena akan mempengaruhi produktivitas dan loyalitas pegawai. terdapat tiga hal pokok yang dilaksanakan dalam penempatan pegawai yaitu: promosi, pengalihan dan penurunan pangkat.
Penempatan yang sesuai akan menyebabkan pegawai melaksanakan kewajibannya dengan baik dan memperoleh haknya dengan baik pula. Agar proses penempatan ini dapat memenuhi kepentingan organisasi dan pegawai yang bersangkutan, maka prinsip “the right man on the right place doing the right time” harus diupayakan. Hal demikian ini tidaklah sulit diaplikasikan jika sejak awal telah diantisipasi. Prinsip ini hanya dapat terlaksana bilamana syarat-syarat yang dimilki manusianya (qualifications) sesuai dengan syarat-syarat jabatan yang akan ditempati. Kesesuaian antara kualifikasi dan tuntutan jabatan hanya terwujud bilamana telah dilakukan analisis jabatan. Mangkuprawira (2001: 166) mengungkapkan bahwa: “terdapat tiga hal pokok yang dilaksanakan dalam penempatan pegawai yaitu: promosi, pengalihan dan penurunan pangkat”.
a. Promosi
AS.Moenir (1995) menyatakan bahwa: Promosi adalah perubahan kedudukan seorang pegawai dalam rangkaian susunan kepangkatan atau jabatan yang lebih tinggi dari keadaan semula baik ditinjau dari segi tanggung jawab, syarat-syarat kerja atau penghasilan. Dari salah satu usaha
pengembangan, promosi sangat
sebelum promosi, baik material maupun non material.
b. Mutasi
Pengertian mutasi menurut syuhadak (1995: 104 ) menyatakan bahwa: Mutasi pegawai negeri sipil adalah kegiatan pimpinan suatu organisasi atau instansi untuk memindahkan pegawai dari jabatan tertentu ke jabatan yang lain yang sejajar tingkatannya dengan tujuan untuk memperoleh the right man on the right place agar instansi tersebut dapat menjalankan fungsinya secara efektif.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan dan analisis yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Penyebab dari keterlambatan laporan pertanggungjawaban pada 3 SKPD di Kabupaten Donggala, yaitu Rendahnya kualitas SDM, Kurangnya Motivasi,
Formalitassisasi Pekerjaan,
Aturan/Regulasi yang sering berubah-ubah dan Kurangnya sosialisasi dan pelatihan.
2) Masa kerja yang lebih lama tidak selalu menjamin penyelesaian laporan pertanggungjawaban (SPJ) oleh bendahara pengeluaran menjadi lebih cepat.
3) Salah satu penyebab dari lambatnya penyampaian pertanggungjawaban atas suatu kegiatan yang berada di bawah pengelolaan PPTK diakibatkan karena
penundaan pembuatan laporan
pertanggungjawaban oleh PPTK.
4) Solusi yang dapat diberikan untuk peningkatan laporan pertanggung jawaban yaitu Peningkatan Kualitas SDM dan Penerapan aturan/regulasi yang konsisten. 5) Solusi untuk peningkatan kualitas SDM
ini terdiri dari: Pendidikan, Pelatihan dan Penempatan pegawai.
Rekomendasi
1. Pemkab Donggala melalui DPPKD ataupun Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah agar melakukan dan meningkatkan kegiatan sosialisasi/pelatihan mengenai kegiatan pertanggungjawaban pengeluaran SKPD untuk bendahara pengeluaran, PPKSKPD dan juga pengguna anggaran selaku pemegang kendali atas dilaksanakannya fungsi atau tugas suatu SKPD dengan mengundang narasumber yang kompeten seperti: Departemen Keuangan, BPKP, BPK dan KPK.
2. Di masa yang akan datang, untuk penunjukkan bendahara, sebaiknya DPPKD perlu menetapkan persyaratan khusus, seperti wajib mengikuti terlebih dahulu pendidikan dan kursus perbendaharaan, serta memiliki kemampuan mengoperasikan komputer dan aplikasinya. Sedangkan untuk pemilihan PPK-SKPD hendaknya tidak hanya didasarkan pada jabatan struktural tetapi lebih didasarkan pada kemampuan yang dimiliki, baik tingkat pemahaman terhadap peraturan ataupun kemampuan melaksanakan tugas, dan sebaiknya diusahakan yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi/akuntansi.
3. Agar Pemkab Donggala memberikan sanksi tegas atas keterlambatan penyampaian SPJ pengeluaran dari SKPD melalui SK. Kepala Daerah.
4. Guna melengkapi hasil dari penelitian ini, dengan terbatasnya SKPD yang diteliti dalam studi ini, maka saran untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian terhadap SKPD lain di Kabupaten Donggala, sehingga dapat ditemukan variasi masalah yang berbeda
antar SKPD yang menyebabkan
DAFTAR RUJUKAN
Choong, Y., Lau, T., Wong, K. 2011. Intrinsic Motivation and Organizational Comitment in The Malaysian Private Higher Education Institution. An empirical study. Researches World Journal, 2 (4): 40-50.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Pertama. Penerbit : Salemba Empat, Jakarta.
Kaho, Josef Riwu, (2002), Prospek Otonomi daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rajawali.
Thoha M. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. CV. Rajawali, 1983.
Notoatmodjo, Sukijo, (1997), Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta: Balai Pustaka.
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Jakarta.
---. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 sebagai revisi Permendagri 13/2006 dan 59 Tahun 2007 tentang Pedoman PengelolaanKeuangan Daerah, Jakarta. ---. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan nomor PER-47/PB/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penatausahaan dan
Penyusunan Laporan
Pertanggungjawaban Bendahara Kementrian Negara/Lembaga/Kantor /Satuan Kerja.
Siagian, Sondang. 1998. Manajemen Abad 21, Cetakan Pertama. Sept 1998, Penerbit : Bumi Aksara, Jakarta.
Sinammora, Henry, (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi III, Yogyakarta: STIE YKPN.
Suryantari, E.P. 2012. Pengaruh Kompensasi, Pelatihan, Kepemimpinan, Lingkungan Kerja dan