• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim Yang Kehilangan Barang (Studi Kargo Pt. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia Terhadap Pengirim Yang Kehilangan Barang (Studi Kargo Pt. Garuda Indonesia Bandar Udara Kualanamu)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP

PENGIRIM MENURUT PERATURAN

A. Pengertian Transportasi Udara dan Jenis-Jenisnya 1. Pengertian Transportasi

Kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata”

transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan

transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi

keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan

menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa

latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare

berarti mengangkut atau membawa. Transportasi berarti mengangkut atau

membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Berikut beberapa pengertian tentang transportasi udara.

Transportasi udara adalah merupakan alat angkutan mutakhir dan tercepat.

Transportasi ini menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutan sedangkan

udara atau angkasa sebagai jalur atau jalannya. Dimana pesawat udara Yang

dimaksud dilengkapi dengan navigasi dan alat telekomunikasi yang canggih.4 Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau

barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat

pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang

4

(2)

angkutan dan kemajuan teknologi.5 Selanjutnya pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutansebagai usaha, pengangkutan sebagai

perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.6

Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses

kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat

lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui

dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan

teknologi

Pengangkut menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, Pasal 1 ayat (25): “Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara

niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan

angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau badan

usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian

angkutan udara niaga”

7

5

Abdulkadir Muhammad, (1) Arti Penting dan strategis multimoda pengangkutan niaga di Indonesia, dalam perspektif hukum bisnis di era globalisasi ekonomi,(Yogyakarta:Genta Press, 2007), hal 1.

6

Abdulkadir Muhammad, (2) Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2008), hal 12.

7

Abdulkadir Muhammad, (1) Op.cit., hal 1

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa definisi pengangkutan udara

adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk

mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu

imbalan. Pengangkutan udara diatur dengan UU Penerbangan. Angkutan udara

diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak. Tiket penumpang atau tiket bagasi

merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran

(3)

Pengangkutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Berdasarkan suatu perjanjian;

2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa;

3. Berbentuk perusahaan;

4. Menggunakan alat angkut mekanik.

Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak

tertulis) tetapiselalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan

dapat juga dibuat tertulisyang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji,carter kapal untuk pengangkutan barang dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuattertulis yang disebut perjanjian

carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutanjemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan.

Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai

serangkaian perbuatanmulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian

dibawa menuju tempat yang telahditentukan, dan pembongkaran atau penurunan

di tempat tujuan.8

a. Dalam arti luas, terdiri dari:

Sedangkan pendapat lainmenyatakan pengangkutan niaga

adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahanpenumpang dan/atau barang

dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempatpenurunan

penumpang atau pembongkaran barang. Rangkaian kegiatan pemindahan

tersebutmeliputi :

1) Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut

2) Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan

8

(4)

3) Menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat

tujuan.

b. Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang

daristasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.9

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan

pengirim, dimanapengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang dan/ atau orangdari suatu tempat ketempat tujuan tertentu

dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkandiri untuk membayar uang

angkutan.10 Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisisebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi darikegiatan

pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke

tempatlain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai. Selain

defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengangkutan adalah perpindahan

tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan adanya

perpindahan tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan

meninggikan manfaat serta efisiensi.11

9

Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal 134.

10

HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3:Hukum Pengangkutan,(Jakarta: Djambatan,2003) hal 2

11

Sution Usman Adji, Dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia,(Jakarta:Rineka Cipta,2001) hal 1

Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan,

Angkutan udara adalah setiap kegiatan denganmenggunakan pesawat udara untuk

mengangkutpenumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalananatau lebih dari

(5)

Pengangkutan udara terbagi atas beberapa yaitu:

a. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dan memungut

pembayaran.

b. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk

melayani kepentingan sendiri yang dilakukan.

Asas-asas dalam pengangkutan udara merupakan suatu hal yang menjadi

pedoman dan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pengangkutan udara. Asas

pengangkutan udara ini tercantum dalam Pasal 2 UU Penerbangan, yaitu

”Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan

kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan,

kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri”.

Asas manfaat berarti bahwa penerbangan haruslah dapat memberikan nilai

guna atau berguna bagi manusia dan kesejahteraan masyarakat. Usaha bersama

dan kekeluargaan yaitu bahwa penyelenggaraan angkutan udara dapat dilakukan

oleh seluruh lapisan masyarakat untuk tujuan untuk mewujudkan cita-cita dan

aspirasi bangsa. Adil dan merata dimaksudkan bahwa penyelenggaraan

penerbanganharus memberikan pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh

masyarakat. Keseimbangan maksudnya kegiatan penerbangan harus dilakukan

dengan keseimbangan antara sarana dan prasarana, serta antara pengangkut dan

pengguna, kepentingan individu dan masyarakat. Kepentingan umum disini jelas

bahwa penerbangan harus dapat lebih mengutamakan kepentingan pelayanan

umum bagi masyarakat. Keterpaduan, bahwa penerbangan haruslah merupakan

kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang dan saling mengisi antar

(6)

masyarakat selalu sadar dan taat kepada hukum pengangkutan, serta

penyelenggara penerbangan taat pada aturan dan undang-undang yang berlaku.

Sedangkan asas percaya pada diri sendiri maksudnya bahwa suatu maskapai

penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan

kekuatan sendiri serta bersendikan pada kepribadian bangsa12

Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau

moda ataujenisnya(modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang .

Pasal 3 UU Penerbangan disebutkan tujuan dari penerbangan, yaitu

”Tujuan penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan

yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdayaguna,

dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan mengutamakan

dan melindungi penerbangan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan

stabilitas, sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional

serta mempererat hubungan antar bangsa”

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba

di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun

barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu

tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai

yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat,

tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia.

Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan

barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan

pelaksanaan pembangunan.

12

(7)

yang diangkut, darisegi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis

serta dari sudut alatangkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi sebagai

berikut :

1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi:

a. angkutan penumpang (passanger);

b. angkutan barang (goods);

c. angkutan pos (mail).

2. Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi

menjadi;

a. Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;

b. Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan

diseterusnya sampaike Timur Tengah;

c. Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera;

d. Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;

e. Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur;

f. Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain

3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, Jika dilihat dari sudut teknis dan

alatangkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Angkutan jalan raya atau highway transportation(road transportation),

sepertipengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;

b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dansebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel

(8)

c. Pengangkutan melalui air di pedalaman( inland transportation), seperti pengangkutansungai, kanal, danau dan sebagainya;

d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk mengangkutatau mengalirkan minyak tanah,bensin dan air minum;

e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan denganmenggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;

f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitupengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan

udara.

2. Jenis-Jenis Transportasi

Pentingnya pengangkutan bagi perpindahan barang dan/atau orang tidak

hanya mendukung dalam hal sebagai pelengkap sarana fisik saja akan tetapa juga

dapat berperan sebagai penentu harga barang yang berada di pasar, oleh karena itu

pengangkutan dapat dibedakan dalam beberapa jenis angkutan. MenurutHasnil

Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis, yaitu:

a. Ruang lingkup pengangkutan darat

Pengangkutan darat ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang

dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup

negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan,

antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan

kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat

digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau

(9)

surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk

juga pengangkutan darat.

Pengangkutan melalui jalan raya, yaitu pengangkutan dengan

menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada

kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang

yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu

lintas umum. Adapun pengangkutan melalui jalan raya diatur dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pengangkutan dengan kereta api, yaitu pengangkutan dengan

menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada

kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang

yang dijalankan di atas rel. Adapun pengangkutan dengan kereta api diatur dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

b. Pengangkutan laut

Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai

sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat

berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi

sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari

ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui

batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian

yaitu:

1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri,

(10)

Hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang

hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat

dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik

dan privat nasional maupun internasional.

c. Pengangkutan Udara

International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara

diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman

dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini

perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di

dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket

itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan

udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara,

maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang

dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket

pengangkutan udara telah berlaku.13

B. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia

Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat

udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan

atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar

udara.

13

(11)

Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak

didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut,

penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang

Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali

dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian

pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada

pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang

menyelenggarakan pengangkutan udara.

Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga,

pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan

angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, dan/atau badan

usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian

udara niaga.

Penumpang adalah orang yang mengikat diri untuk membayar biaya

pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh kasa pengangkutan.

Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu

sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan dan

sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam

(12)

atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUH

Perdata.14

1. Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan

pengangkut udara

Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya

pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan

dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang

berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan

sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong

sebagai subjek hukum pengangkutan.

Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan

kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah

pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara

langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas

dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban

para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan

seadil-adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban

pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima.

Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah

pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau

jejas (lichamelijke letsel) pada tubuh penumpang, bila:

14

(13)

2. Terjadi diatas pesawat terbang;

3. Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti yang

terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) OrdonansiPengangkutanUdara (OPU). Kalau

luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang

yang sah, dapat menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan,

kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati kemudian ada pula para ahli yang mebedakan kedua terminologi di atau ada pendapat yang

mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, terdapat

pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,

misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan

keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kualitas antara subjek yang

bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada srtict liability, hubungan itu harus ada sementara pada absolute liability, dapat saja si tergugat yang diminta pertanggungjawabannya itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut

(misalnya dalam kasus bencana alam).

Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of Liability). Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab(presumption of liability principle),sampai ia dapat membuktikan ia tidakbesalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Berkaitan denganprinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin

(14)

1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat

membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal hal diluar kekuasaannya.

2. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk

menghindari timbulnya kerugian.

3. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat

membuktikan, kerugian yang tibul bukan karena kesalahannya.

4. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh

kesalahan/kelalaian penumpang karena kualitas/mutu barang yang diangkut

tidak baik.

Tanggung jawab berdasarkan kesalahan(Liability Basen on Fault)Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan(fault liabilityatau liability based on fault)adalah prinsip yang cukup umum berlakudalam hukum pidana dan perdata. Dalam kitab undang-undang hukum perdata khususnya pasal 1365, 1366, dan

1367 KUH Perdata, prinsip inidipegang secara teguh.Prinsip ini menyatakan,

seseorang baru dapat dimintapertanggungjawabannya secara hukum jika ada

unsur kesalahan yangdilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal

sebagai pasaltentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya

empatunsur pokok yaitu:

1. Adanya perbuatan;

2. Adanya unsur kesalahan;

3. Adanya kerugian yang diderita;

(15)

Kesalahan adalah unsur yang bertentangan denganhukum. Pengertian

“hukum” tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan

dan kesusilaan dalam masyarakat.Prinsip tanggung jawab dengan

pembatasan(limitation of liabilityprinciple)sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagaiklausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang

dibuatnya.

Berkenaan dengan ganti kerugian, KUH Perdata telah mengatur didalam

beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut :

- Pasal 1365 menyebutkan :

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepadaseorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkankerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.”

- Pasal 1366 menyebutkan :

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yangdisebabkan

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang

hati-hatinya.”

Tanggung jawab pelaku usaha juga berlaku untuk kerugian

yangdisebabkan oleh perbuatannya atau oleh orang-orang yang menjadi

tanggungannya yang berada di bawah pengawasannya sebagaimanaditegaskan

dalam 1367 KUH Perdata :“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk

kerugian yangdisebabkan karena perbuataannya sendiri, tetapi juga untukkerugian

yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yangmenjadi tanggungannya, atau

disebabkan oleh barang-barangyang berada di bawah

(16)

urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawabtentang kerugian yang diterbitkan oleh

pelayan-pelayan ataubawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan

untukmana orang-orang ini dipakainya.

Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab(Presumption ofNon Liability)Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuktidak selalu bertanggung jawab(presumption of nonliability principle)hanya dikenal dalam lingkup transaksi penumpang yang sangat terbatas, danpembatasan

demikian biasanya secaracommon sensedapat dibenarkan.Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan.Kehilangan, kerusakan, dan

keterlambatan pada pengiriman barang, yangbiasanya dilaksanakan pekerjaannya

oleh perusahaan jasa pengirimanbarang adalah tanggung jawab dari pengguna jasa

pengiriman barangtersebut yang kurang cermat dalam informasi layanan jasa

pengirimanbarang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat

dimintapertanggungjawabannya.

Prinsip ini menekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap

kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika

pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan

dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu.15 Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.16

15

Musa Taklima, Pengertian, Fungsi Dan Kegunaan Pengangkutan, Disampaikan dalam perkuliahan pertama hukum pengangkutan dan transportasi hukum bisnis syariah tanggal 22 September 2010, hal. 23

16

Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan Kereta Api, Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan Udara di Indonesia, UMM Press, Malang, 2007, hlm. 89.

Pada

prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini, pembuktian kesalahan tergugat

(17)

Indonesia dianut dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal dengan pasal

tentang perbuatan melawan hukum (onrechtnatigedaad) (Pasal 1401 BW Belanda) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang

tentang masing-masing pengangkutan.

Tanggung jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban

perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh

penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.17

a. Pasal 468 KUHD

Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam:

Ayat 1 :

“Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus

diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang

tersebut”.

Ayat 2 (a).

“Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang

diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.

Ayat 2 (b).

“tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila

tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:

a. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya.

b. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

c. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.

17

(18)

Ayat 3 :

“Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :

1) Segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan

pengangkut itu.

2) Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.

3) Segala barang (alat-alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan

pengangkutan itu.

d. Selain itu disebutkan pula dalam Pasal 477 KUHD bahwa: “pengangkut

bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat

diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan

keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat

dicegah atau dihindarinya .”

e. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab

apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau

karena kesalahan pengirim.

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab

Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 2 Pengangkut yangmengoperasikan

pesawat udara wajibbertanggung jawab atas kerugianterhadap :

a. Penumpang yang meninggal dunia, cacattetap atau luka-luka

b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin

c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasitercatat

d. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo.

(19)

f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga

g. Batas Tanggung Jawab Pengangkut

Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab

Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2)

(1) Tanggung jawab pengangkut kepadapenumpang dimulaisejak

penumpangmeninggalkan ruang tunggu Bandar udaramenuju pesawat udara

sampaidengan penumpang memasukiterminalkedatangan di bandar udara

tujuan.

(2) Tanggung jawab pengangkut terhadapbagasi tercatat dimulaisejak

pengangkutmenerima bagasi tercatat padasaatpelaporan (check-in) sampai denganiterimanya bagasi tercatat olehpenumpang.

Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai

akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan

penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama

pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi

atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan

terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan

udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di

luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.

Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang

muatan itu. Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang

semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi

itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya

(20)

lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang

sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi

pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni

mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27

OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang

muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain

terdapat dalam Pasal 28 OPU.18

1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut

calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan Pengangkut udara wajib mengangkut orang dan/atau kargo pos setelah

disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib

memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan

udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai

imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang

disebut sebagai biaya pengangkutan udara.

Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut

terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian

penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan

kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat

udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia (Persero)

sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :

18

(21)

dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan

dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang

dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama

penerbangan berlangsung

2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau

rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa

kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang

dipekerjakannya

3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang

karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh

kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan

pengangkut.

4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena

keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila

pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan

oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

C. Pengaturan Hukum terhadap PT. Garuda Indonesia

Pengangkutan udara dengan pesawat diatur dengan UU Penerbangan

melalui Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1. Pengangkutan Udara adalah

setiap kegiatan yang menggunakan pesawat untuk mengangkut penumpang,

kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke

(22)

udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau

pengirim kargo untuk mengangkut penumpang.19

Pihak yang berhak untuk diangkut adalah orang yang namanya tercantum

dalam tiket penumpang tersebut termasuk bagasinya. Dalam hal terjadinya

musibah,pemegang dokumen pengangkutan udara adalah orang yang berhak atas

santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.

Pengangkutan udara diadakan dengan perjanjian antara perusahaan

pengangkutan udara dan penumpang atau pemilik barang. Tiket penumpang dan

tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan

pembayaran biaya pengangkutan. Tiket Penumpang dan tiket bagasi diterbitkan

atas nama dan karena itu tidak boleh dialihkan atau diserahkan kepada orang lain.

20

Pengaturan pengangkutan udara diatur dalam Undang-undang No.1 tahun

2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi

Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-aturan

tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.Luchtverkeersverordening

(S. 1936 – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang

penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam

penerbangan dan lain-lain. Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936 – 425), yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain

pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan

sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan). (4)

Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain

19

Abdlkadir Muhammad, (2) Op.cit,hal.10

20

(23)

mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan

disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.21

21

Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, (Yogyakarta, Ananda, 2003), hal 29. Pengangkutan menganut Asas hukum pengangkutan yang merupakan

landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu : asas hukum publik

dan asas hukum perdata. Asas hukum publik adalah landasan hukum

pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak

dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan,

dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum publik meliputi : asas manfaat, asas

adil dan merata, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas tegaknya hukum,

asas percaya diri, asas keselamatan penumpang, asas berwawasan lingkungan

hidup, asas kedaulatan negara, asas kebangsan.Asas hukum perdata merupakan

landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak

dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. Asas

hukum perdata meliputi: asas perjanjian, asas koordinatif, asas campuran, asas

retensi, asas pembuktian dengan dokumen.

Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba

di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun

barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu

tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai

(24)

Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami

bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut

adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat

tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan

Referensi

Dokumen terkait

2.3 Kedudukan logika dengan ilmu yang lain ... 2.4 Hubungan logika dengan pengetahuan yang

Pupuk N yang diberikan dengan dosis rendah (25 kg/ha) dibandingan dengan tanpa pemberian pupuk (0 kg/ha) menunjukkan perbedaan yang nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman,

Analisis kesesuaian lahan habitat bertelur Penyu Lekang di pesisir Pantai Pelangi, Kabupaten Bantul dilakukan terhadap parameter fisik yang berpengaruh, yaitu

The spatial and temporal growth in the actual and theoretical dry year demand for irrigation in England and Wales has been predicted, incorporating forecasts of changes in the

[r]

Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana ppengaruh sistem persediaan yang dimiliki oleh perusahaan dengan sistem Economic Order

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan pada kelembagaan di Kabupaten Bandung Barat, yaitu diantaranya Pada faktor Standar dan tujuan kebijakan , pada intinya

Berdasarkan kondisi biofisik perairan dan data hasil tangkapan, diketahui bahwa Cantrang dapat menangkap lebih banyak jenis ikan dibandingkan dengan gillnet. Hal