BAB II
PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PENGIRIM MENURUT PERATURAN
A. Pengertian Transportasi Udara dan Jenis-Jenisnya 1. Pengertian Transportasi
Kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata”
transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan
transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi
keduanya memiliki makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan
menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa
latin, yaitu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain; dan portare
berarti mengangkut atau membawa. Transportasi berarti mengangkut atau
membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Berikut beberapa pengertian tentang transportasi udara.
Transportasi udara adalah merupakan alat angkutan mutakhir dan tercepat.
Transportasi ini menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutan sedangkan
udara atau angkasa sebagai jalur atau jalannya. Dimana pesawat udara Yang
dimaksud dilengkapi dengan navigasi dan alat telekomunikasi yang canggih.4 Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat
pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang
4
angkutan dan kemajuan teknologi.5 Selanjutnya pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutansebagai usaha, pengangkutan sebagai
perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.6
Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses
kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat
lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui
dan diatur undang-undang sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan
teknologi
Pengangkut menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, Pasal 1 ayat (25): “Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara
niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga yang melakukan kegiatan
angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang ini, dan/atau badan
usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian
angkutan udara niaga”
7
5
Abdulkadir Muhammad, (1) Arti Penting dan strategis multimoda pengangkutan niaga di Indonesia, dalam perspektif hukum bisnis di era globalisasi ekonomi,(Yogyakarta:Genta Press, 2007), hal 1.
6
Abdulkadir Muhammad, (2) Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2008), hal 12.
7
Abdulkadir Muhammad, (1) Op.cit., hal 1
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa definisi pengangkutan udara
adalah orang atau badan hukum yang mengadakan perjanjian angkutan untuk
mengangkut penumpang dengan pesawat terbang dan dengan menerima suatu
imbalan. Pengangkutan udara diatur dengan UU Penerbangan. Angkutan udara
diadakan dengan perjanjian antara pihak-pihak. Tiket penumpang atau tiket bagasi
merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran
Pengangkutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan suatu perjanjian;
2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3. Berbentuk perusahaan;
4. Menggunakan alat angkut mekanik.
Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak
tertulis) tetapiselalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan
dapat juga dibuat tertulisyang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji,carter kapal untuk pengangkutan barang dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuattertulis yang disebut perjanjian
carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutanjemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan.
Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai
serangkaian perbuatanmulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian
dibawa menuju tempat yang telahditentukan, dan pembongkaran atau penurunan
di tempat tujuan.8
a. Dalam arti luas, terdiri dari:
Sedangkan pendapat lainmenyatakan pengangkutan niaga
adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahanpenumpang dan/atau barang
dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempatpenurunan
penumpang atau pembongkaran barang. Rangkaian kegiatan pemindahan
tersebutmeliputi :
1) Memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut
2) Membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan
8
3) Menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat
tujuan.
b. Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang
daristasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.9
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan
pengirim, dimanapengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/ atau orangdari suatu tempat ketempat tujuan tertentu
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkandiri untuk membayar uang
angkutan.10 Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisisebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi darikegiatan
pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke
tempatlain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai. Selain
defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengangkutan adalah perpindahan
tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan adanya
perpindahan tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan
meninggikan manfaat serta efisiensi.11
9
Lestari Ningrum, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal 134.
10
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3:Hukum Pengangkutan,(Jakarta: Djambatan,2003) hal 2
11
Sution Usman Adji, Dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia,(Jakarta:Rineka Cipta,2001) hal 1
Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan,
Angkutan udara adalah setiap kegiatan denganmenggunakan pesawat udara untuk
mengangkutpenumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalananatau lebih dari
Pengangkutan udara terbagi atas beberapa yaitu:
a. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dan memungut
pembayaran.
b. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk
melayani kepentingan sendiri yang dilakukan.
Asas-asas dalam pengangkutan udara merupakan suatu hal yang menjadi
pedoman dan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pengangkutan udara. Asas
pengangkutan udara ini tercantum dalam Pasal 2 UU Penerbangan, yaitu
”Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, usaha bersama dan
kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan,
kesadaran hukum, dan percaya pada diri sendiri”.
Asas manfaat berarti bahwa penerbangan haruslah dapat memberikan nilai
guna atau berguna bagi manusia dan kesejahteraan masyarakat. Usaha bersama
dan kekeluargaan yaitu bahwa penyelenggaraan angkutan udara dapat dilakukan
oleh seluruh lapisan masyarakat untuk tujuan untuk mewujudkan cita-cita dan
aspirasi bangsa. Adil dan merata dimaksudkan bahwa penyelenggaraan
penerbanganharus memberikan pelayanan yang adil dan merata bagi seluruh
masyarakat. Keseimbangan maksudnya kegiatan penerbangan harus dilakukan
dengan keseimbangan antara sarana dan prasarana, serta antara pengangkut dan
pengguna, kepentingan individu dan masyarakat. Kepentingan umum disini jelas
bahwa penerbangan harus dapat lebih mengutamakan kepentingan pelayanan
umum bagi masyarakat. Keterpaduan, bahwa penerbangan haruslah merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang dan saling mengisi antar
masyarakat selalu sadar dan taat kepada hukum pengangkutan, serta
penyelenggara penerbangan taat pada aturan dan undang-undang yang berlaku.
Sedangkan asas percaya pada diri sendiri maksudnya bahwa suatu maskapai
penerbangan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri serta bersendikan pada kepribadian bangsa12
Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau
moda ataujenisnya(modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang .
Pasal 3 UU Penerbangan disebutkan tujuan dari penerbangan, yaitu
”Tujuan penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan
yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan berdayaguna,
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan mengutamakan
dan melindungi penerbangan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan
stabilitas, sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional
serta mempererat hubungan antar bangsa”
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba
di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun
barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu
tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai
yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat,
tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia.
Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan
barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan
pelaksanaan pembangunan.
12
yang diangkut, darisegi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis
serta dari sudut alatangkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi sebagai
berikut :
1. Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi:
a. angkutan penumpang (passanger);
b. angkutan barang (goods);
c. angkutan pos (mail).
2. Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi
menjadi;
a. Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;
b. Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan
diseterusnya sampaike Timur Tengah;
c. Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera;
d. Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;
e. Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur;
f. Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain
3. Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, Jika dilihat dari sudut teknis dan
alatangkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Angkutan jalan raya atau highway transportation(road transportation),
sepertipengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;
b. Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dansebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel
c. Pengangkutan melalui air di pedalaman( inland transportation), seperti pengangkutansungai, kanal, danau dan sebagainya;
d. Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk mengangkutatau mengalirkan minyak tanah,bensin dan air minum;
e. Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan denganmenggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;
f. Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitupengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan
udara.
2. Jenis-Jenis Transportasi
Pentingnya pengangkutan bagi perpindahan barang dan/atau orang tidak
hanya mendukung dalam hal sebagai pelengkap sarana fisik saja akan tetapa juga
dapat berperan sebagai penentu harga barang yang berada di pasar, oleh karena itu
pengangkutan dapat dibedakan dalam beberapa jenis angkutan. MenurutHasnil
Basri membagi pengangkutan atas tiga jenis, yaitu:
a. Ruang lingkup pengangkutan darat
Pengangkutan darat ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang
dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup
negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan,
antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan
kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat
digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau
surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk
juga pengangkutan darat.
Pengangkutan melalui jalan raya, yaitu pengangkutan dengan
menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada
kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang
yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang terbuka untuk lalu
lintas umum. Adapun pengangkutan melalui jalan raya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengangkutan dengan kereta api, yaitu pengangkutan dengan
menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada pada
kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang
yang dijalankan di atas rel. Adapun pengangkutan dengan kereta api diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
b. Pengangkutan laut
Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai
sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat
berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi
sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari
ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui
batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu:
1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri,
Hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang
hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik
dan privat nasional maupun internasional.
c. Pengangkutan Udara
International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara
diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman
dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya.Syarat-syarat umum ini
perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di
dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket
itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan
udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara,
maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang
dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket
pengangkutan udara telah berlaku.13
B. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia
Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat
udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan
atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar
udara.
13
Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak
didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut,
penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali
dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian
pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.
Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada
pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang
menyelenggarakan pengangkutan udara.
Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga,
pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan
angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, dan/atau badan
usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian
udara niaga.
Penumpang adalah orang yang mengikat diri untuk membayar biaya
pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh kasa pengangkutan.
Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu
sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan dan
sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam
atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam Pasal 1320 KUH
Perdata.14
1. Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan
pengangkut udara
Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan
dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang
berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan
sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong
sebagai subjek hukum pengangkutan.
Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan
kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah
pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara
langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas
dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban
para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan
seadil-adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban
pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima.
Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah
pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau
jejas (lichamelijke letsel) pada tubuh penumpang, bila:
14
2. Terjadi diatas pesawat terbang;
3. Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti yang
terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) OrdonansiPengangkutanUdara (OPU). Kalau
luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang
yang sah, dapat menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan,
kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati kemudian ada pula para ahli yang mebedakan kedua terminologi di atau ada pendapat yang
mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, terdapat
pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab,
misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan
keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kualitas antara subjek yang
bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada srtict liability, hubungan itu harus ada sementara pada absolute liability, dapat saja si tergugat yang diminta pertanggungjawabannya itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut
(misalnya dalam kasus bencana alam).
Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of Liability). Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab(presumption of liability principle),sampai ia dapat membuktikan ia tidakbesalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Berkaitan denganprinsip tanggung jawab ini, dalam doktrin
1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia dapat
membuktikan, kerugian ditimbulkan oleh hal hal diluar kekuasaannya.
2. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat
membuktikan, ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan untuk
menghindari timbulnya kerugian.
3. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat
membuktikan, kerugian yang tibul bukan karena kesalahannya.
4. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan oleh
kesalahan/kelalaian penumpang karena kualitas/mutu barang yang diangkut
tidak baik.
Tanggung jawab berdasarkan kesalahan(Liability Basen on Fault)Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan(fault liabilityatau liability based on fault)adalah prinsip yang cukup umum berlakudalam hukum pidana dan perdata. Dalam kitab undang-undang hukum perdata khususnya pasal 1365, 1366, dan
1367 KUH Perdata, prinsip inidipegang secara teguh.Prinsip ini menyatakan,
seseorang baru dapat dimintapertanggungjawabannya secara hukum jika ada
unsur kesalahan yangdilakukannya. Pasal 1365 KUH Perdata, yang lazim dikenal
sebagai pasaltentang perbuatan melawan hukum mengharuskan terpenuhinya
empatunsur pokok yaitu:
1. Adanya perbuatan;
2. Adanya unsur kesalahan;
3. Adanya kerugian yang diderita;
Kesalahan adalah unsur yang bertentangan denganhukum. Pengertian
“hukum” tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan
dan kesusilaan dalam masyarakat.Prinsip tanggung jawab dengan
pembatasan(limitation of liabilityprinciple)sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagaiklausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang
dibuatnya.
Berkenaan dengan ganti kerugian, KUH Perdata telah mengatur didalam
beberapa pasal-pasalnya, antara lain sebagai berikut :
- Pasal 1365 menyebutkan :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepadaseorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkankerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.”
- Pasal 1366 menyebutkan :
“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yangdisebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang
hati-hatinya.”
Tanggung jawab pelaku usaha juga berlaku untuk kerugian
yangdisebabkan oleh perbuatannya atau oleh orang-orang yang menjadi
tanggungannya yang berada di bawah pengawasannya sebagaimanaditegaskan
dalam 1367 KUH Perdata :“Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk
kerugian yangdisebabkan karena perbuataannya sendiri, tetapi juga untukkerugian
yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yangmenjadi tanggungannya, atau
disebabkan oleh barang-barangyang berada di bawah
urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawabtentang kerugian yang diterbitkan oleh
pelayan-pelayan ataubawahan-bawahan mereka di dalam melakukan pekerjaan
untukmana orang-orang ini dipakainya.
Praduga untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab(Presumption ofNon Liability)Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuktidak selalu bertanggung jawab(presumption of nonliability principle)hanya dikenal dalam lingkup transaksi penumpang yang sangat terbatas, danpembatasan
demikian biasanya secaracommon sensedapat dibenarkan.Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan.Kehilangan, kerusakan, dan
keterlambatan pada pengiriman barang, yangbiasanya dilaksanakan pekerjaannya
oleh perusahaan jasa pengirimanbarang adalah tanggung jawab dari pengguna jasa
pengiriman barangtersebut yang kurang cermat dalam informasi layanan jasa
pengirimanbarang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat
dimintapertanggungjawabannya.
Prinsip ini menekankan bahwa selalu bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang timbul pada pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika
pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan
dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian itu.15 Beban pembuktian ini diberikan kepada pihak yang dirugikan dan bukan pada pengangkut.16
15
Musa Taklima, Pengertian, Fungsi Dan Kegunaan Pengangkutan, Disampaikan dalam perkuliahan pertama hukum pengangkutan dan transportasi hukum bisnis syariah tanggal 22 September 2010, hal. 23
16
Rahayu Hartini, Hukum Pengangkutan, Pengangkutan Darat Melalui Jalan Umum dan Kereta Api, Pengangkutan Laut Serta Pengangkutan Udara di Indonesia, UMM Press, Malang, 2007, hlm. 89.
Pada
prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan ini, pembuktian kesalahan tergugat
Indonesia dianut dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang dikenal dengan pasal
tentang perbuatan melawan hukum (onrechtnatigedaad) (Pasal 1401 BW Belanda) sebagai aturan umum dan aturan khususnya diatur dalam undang-undang
tentang masing-masing pengangkutan.
Tanggung jawab pengangkut dapat didefinisikan sebagai kewajiban
perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh
penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.17
a. Pasal 468 KUHD
Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam:
Ayat 1 :
“Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang harus
diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang
tersebut”.
Ayat 2 (a).
“Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang
diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.
Ayat 2 (b).
“tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila
tidak dapat diserahkan atau rusaknya barang itu disebabkan karena:
a. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya.
b. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
c. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.
17
Ayat 3 :
“Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :
1) Segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan
pengangkut itu.
2) Sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
3) Segala barang (alat-alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan
pengangkutan itu.
d. Selain itu disebutkan pula dalam Pasal 477 KUHD bahwa: “pengangkut
bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat
diserahkannya barang yang diangkut kecuali apabila dibuktikan
keterlambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang tidak dapat
dicegah atau dihindarinya .”
e. Khusus untuk rusaknya barang, pengangkut bebas dari tanggung jawab
apabila dapat membuktikan rusaknya barang itu karena cacat barang atau
karena kesalahan pengirim.
Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab
Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 2 Pengangkut yangmengoperasikan
pesawat udara wajibbertanggung jawab atas kerugianterhadap :
a. Penumpang yang meninggal dunia, cacattetap atau luka-luka
b. Hilang atau rusaknya bagasi kabin
c. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasitercatat
d. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo.
f. Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga
g. Batas Tanggung Jawab Pengangkut
Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011Tentang TanggungJawab
Pengangkut AngkutanUdara dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2)
(1) Tanggung jawab pengangkut kepadapenumpang dimulaisejak
penumpangmeninggalkan ruang tunggu Bandar udaramenuju pesawat udara
sampaidengan penumpang memasukiterminalkedatangan di bandar udara
tujuan.
(2) Tanggung jawab pengangkut terhadapbagasi tercatat dimulaisejak
pengangkutmenerima bagasi tercatat padasaatpelaporan (check-in) sampai denganiterimanya bagasi tercatat olehpenumpang.
Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai
akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan
penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama
pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi
atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan
terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan
udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di
luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.
Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang
muatan itu. Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang
semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi
itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya
lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang
sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi
pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni
mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27
OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang
muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain
terdapat dalam Pasal 28 OPU.18
1. Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut
calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan Pengangkut udara wajib mengangkut orang dan/atau kargo pos setelah
disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib
memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan
udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai
imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang
disebut sebagai biaya pengangkutan udara.
Tanggung jawab PT.Garuda Indonesia (Persero) sebagai pengangkut
terhadap penumpang menurut pasal 141 undang-undang Nomor 1 Tahun 2009
Tentang Penerbangan adalah pengangkut bertanggung jawab atas kerugian
penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan
kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat
udara.tetapi dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda Indonesia (Persero)
sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu :
18
dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan
dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang
dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama
penerbangan berlangsung
2. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya
3. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang
karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh
kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan
pengangkut.
4. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena
keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila
pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan
oleh faktor cuaca dan teknis operasional.
C. Pengaturan Hukum terhadap PT. Garuda Indonesia
Pengangkutan udara dengan pesawat diatur dengan UU Penerbangan
melalui Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1. Pengangkutan Udara adalah
setiap kegiatan yang menggunakan pesawat untuk mengangkut penumpang,
kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke
udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau
pengirim kargo untuk mengangkut penumpang.19
Pihak yang berhak untuk diangkut adalah orang yang namanya tercantum
dalam tiket penumpang tersebut termasuk bagasinya. Dalam hal terjadinya
musibah,pemegang dokumen pengangkutan udara adalah orang yang berhak atas
santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.
Pengangkutan udara diadakan dengan perjanjian antara perusahaan
pengangkutan udara dan penumpang atau pemilik barang. Tiket penumpang dan
tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan
pembayaran biaya pengangkutan. Tiket Penumpang dan tiket bagasi diterbitkan
atas nama dan karena itu tidak boleh dialihkan atau diserahkan kepada orang lain.
20
Pengaturan pengangkutan udara diatur dalam Undang-undang No.1 tahun
2009 tentang Penerbangan. Selain itu juga terdapat dalam Ordonansi
Pengangkutan Udara (OPU) S.100 tahun 1939 yang sebagian besar aturan-aturan
tersebut mengacu pada Konvensi Warsawa tahun 1929.Luchtverkeersverordening
(S. 1936 – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang
penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam
penerbangan dan lain-lain. Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936 – 425), yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain
pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan
sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan). (4)
Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain
19
Abdlkadir Muhammad, (2) Op.cit,hal.10
20
mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan
disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.21
21
Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, (Yogyakarta, Ananda, 2003), hal 29. Pengangkutan menganut Asas hukum pengangkutan yang merupakan
landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu : asas hukum publik
dan asas hukum perdata. Asas hukum publik adalah landasan hukum
pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak
dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan,
dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum publik meliputi : asas manfaat, asas
adil dan merata, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas tegaknya hukum,
asas percaya diri, asas keselamatan penumpang, asas berwawasan lingkungan
hidup, asas kedaulatan negara, asas kebangsan.Asas hukum perdata merupakan
landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak
dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. Asas
hukum perdata meliputi: asas perjanjian, asas koordinatif, asas campuran, asas
retensi, asas pembuktian dengan dokumen.
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba
di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun
barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu
tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai
Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami
bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut
adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat
tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan