• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Karakteristik Ornamen Di Masjid Raya Al -Mashun Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Karakteristik Ornamen Di Masjid Raya Al -Mashun Medan"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Identitas Melayu merupakan kenyataan yang dapat di lihat utuh serta dikenali sebagai sesuatu yang dimiliki oleh sekelompok orang. Ciri khas identitas Melayu adalah hasil sebuah produk budaya yang kehadirannya bisa apa saja. Produk budaya tersebut berlangsung berulang-ulang sehingga tidak asing lagi dikenali sebagai bentuk identitas yang senantiasa melekat terhadap sekelompok masyarakat.

Masyarakat sebagai makluk hidup yang kompleks, kepentingan utamanya bukan hanya memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, tempat tinggal dan pakaian, tapi ada kepentingan lain yakni identitas yang berpedoman kepada nilai kehidupan misalnya kebutuhan agar dapat dihargai, bermartabat, pengayoman, serta saling mengasihi.

Kehadiran suatu nilai identitas bersifat abstrak. Nilai identitas tidak dapat di ukur baku tetapi kapasitasnya dapat diungkap lewat simbol budaya. Dalam simbol budaya masyarakat Melayu kedudukan nilai terhadap aspek tertentu bisa lewat karya seni. Pada umumnya dalam karya seni tersebut sudah melekat ungkapan nilai yang disepakati bersama untuk kepuasan tertentu pula.

(2)

Dalam memperdayakan kehidupannya manusia sejak awal mengenal lingkungan alam sekitarnya sebagai kepentingan utama. Solidaritas sosial serta pemahaman terhadap lingkungan di jalin sesuai dengan kesepakatan secara alamiah. Inilah fungsi nilai sebagai konsep ideologi di mulai. Budaya lahir atas interaktif sosial serta memiliki kepentingan yang sama dalam ruang yang sama. Proses kesepakatan itu melalui waktu yang cukup panjang.

Kesengajaan pembentukan nilai-nilai yang akan diterapkan pada sistem tatanan kehidupan sehari-hari dilakukan dengan pengumpulan ide dan gagasan. Keterkaitan orang-orang yang di anggap penting, dilibatkan sebagai sumber penentu.

Dedikasi seorang dukun, kepala suku, tetua adat, orang yang memiliki kemampuan khusus seperti ahli dalam berburu, perang, berorasi dan lain sebagainya, biasanya mereka ini dapat dijadikan sumber penentu karena gagasan-gagasan mereka.

Sejumlah orang-orang yang di anggap penting tersebut menyumbangkan pikiran, konsep serta petunjuk yang dapat di ambil serta dibenarkan dalam musyawarah, berikutnya diperlakukanlah sebagai suatu sistem dikalangan mereka. Tujuannya sederhana bahwa untuk mempertahankan hidup sebagai suatu kedaulatan yang harus dilaksanakan dan dihormati oleh siapapun.

(3)

umum serta turun temurun, apabila di langgar akan merasa tidak nyaman dibenaknya. Kalangan antropolog dan sosiolog menyebutnya sebagai cultural system.

Dengan demikian maka keberadaan yang pantas diakui oleh setiap orang atas harkat dan martabat disuatu kelompok masyarakat, dengan sendirinya dapat difahami adanya pengertian suatu ikatan, sekaligus kedaulatan yang memberikan perlindungan hukum serta kekuatan.

Buah pikiran yang membentuk kesepakatan tersebut diletakkan pada kepentingan yang khusus dan umum namun masih saja dalam kawasan seputar wilayah masyarakat kelompok tertentu saja.

Penjelmaan konsep buah ide dari hasil pemikiran yang dijadikan panduan dan membentuk unsur-unsur makna tertentu sehingga disepakati sebagai bahagian komponen kepentingan yang sama. Berikutnya bergerak meluas melewati batasan lingkaran masyarakat penggunanya yaitu pada masyarakat disekitarnya yang tidak termasuk di dalam koridor kesepakatan-kesepakatan itu. Sehingga secara tidak langsung sinyal-sinyal konsep sebagai keberadaan identitas tersebut besar atau kecil dapat diketahui oleh kelompok di luar masyarakat disekitarnya.

(4)

kelompok tersebut mampu memiliki kedaulatan yang memiliki identitas Melayu di kota Medan.

Kota Medan merupakan salah satu wilayah yang dihuni oleh masyarakat Melayu. Kehidupannya diawali dengan hasrat untuk membentuk pola hidup berkeluarga, membentuk ikatan dalam suatu struktur masyarakat, dan akhirnya membentuk Negara. Dalam kesatuan aksi seperti itu, ada pola kerja dan tatanan yang di ciptakan sehingga menuju sasaran akhir, yaitu pemenuhan tujuan hidup (Wiranata,ciri-ciri kehidupan kolektif, Antropologi Budaya : 2011).

Seperti telah disebutkan bahwa adanya kedaulatan di dalam kelompok masyarakat, dengan sendirinya isyarat sinyal teritorial merupakan wilayah yang harus dapat dihormati oleh di luar wilayah kelompok masyarakat itu.

Sinyal-sinyal itu dapat berupa tanda-tanda yang dihadirkan sebagai mewakili kebudayaan di masyarakat. Ada yang berwujud ada pula yang tidak berwujud. Perwujudan ini dikategorikan pada bentuk-bentuk psikis atau yang bersifat material, seperti dapat disentuh, dilihat, bergerak atau diam. Misalnya altar (batu persembahan), tugu, patung, pakaian dan lain sebagainya.

(5)

Sedangkan tidak berwujud adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan oleh indera pendengaran saja. Contoh ketika sebuah bunyi didengarkan untuk menandai sesuatu yang penting, maka kehadirannya tidaklah berwujud, namun dapat diketahui sebagai sesuatu yang bermakna. Hal itu sangatlah akurat dan adalah bahagian yang tidak di anggap sederhana. Misalnya bunyi kentongan yang khas didengarkan sesuai dengan arti tertentu, seperti nada bunyi untuk mengumpulkan masyarakat, bunyi genderang perang atau bunyi kentongan kematian.

Setiap suku di sebut sebagai kebudayaan daerah tentunya memiliki corak tersendiri dalam artian kekhasan tradisi akan diketahui dari kegiatan sosial, komunikasi bahasa, bahkan kebiasaan adat istiadat ketika melaksanakan upacara maupun pesta. Penandaan kekhasan juga terdapat pada simbol-simbol berupa gambar dalam bentuk hiasan yang di sebut ornamen diterapkan pada tempat atau media tertentu sehingga keberadaan dari suatu kepemilikan kebudayaan dapat dikenali.

Tidak heran pula di zaman modern ini ornamen-ornamen didapati pula pada tempat-tempat yang di anggap istimewa dan khusus, yang pada dasarnya hampir tidak ada hubungannya dengan tradisi. Seperti gedung perkantoran, kafe, hotel, rumah pribadi dan rumah ibadah dan lain sebagainya. Semua hal itu tentunya mengartikan untuk mendapatkan sesuatu sebagai nilai tambah.

(6)

Sosok fisik bangunan Rumah Ibadah yang di sebut Masjid bagi umat agama Islam adalah sesuatu tempat ibadah atau tempat shalat (menyembah kepada Allah S.W.T., Tuhan pencipta alam semesta). Selain tempat shalat, juga difungsikan sebagai tempat bermusyawarah, belajar dan lain-lain dengan tujuan untuk kemaslahatan umat.

Masjid adalah sebuah bangunan khusus di buat untuk tempat berkumpulnya sejumlah orang untuk beribadah kepada Tuhan sang pencipta alam semesta sebagaimana ajaran agama Islam. Nabi Muhammad S.A.W. adalah pembawa risalah ajaran agama Islam dalam kitab sucinya Al Qur’an.

Sebagai tuntunan setiap pemeluk agama Islam berkewajiban untuk mengembangkan risalah agama tersebut kesetiap orang. Tidak heran banyaknya pedagang Islam sampai pada ke dataran pantai yang dikunjungi, jauh di luar tanah Arab, di samping berniaga di situ pula mereka berdakwah dalam berbagai metode penyampaian.

(7)

di Perlak tahun 1292 M. laporan ini menyebutkan bahwa di daerah Perlak sudah terdapat pemukiman masyarakat Islam di sana.

Banyak sejarawan lain yang menuliskan datangnya agama Islam ke Indonesia di bawa oleh pedagang Gujarat, Persia dan sebagian besar dari bangsa Arab. Kemudian menyebarkan ajaran agama Islam tersebut awalnya melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, dakwah (penyeruan atau ajakan), dan kesenian.

Setelah beberapa waktu berada di Indonesia Islam mulai kuat dan memainkan peranan penting dalam politik, sehingga sebagian pihak ingin melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Hindu / Budha dan berkeinginan untuk berkuasa sendiri dengan jalan masuk agama Islam ( Baiduri, dari : Leur 1955:165-167 ).

Islam di terima dengan baik di masyarakat sehingga masjid merupakan ciri identitas terpenting. Wujud masjid merupakan tanda bahwa masyarakat muslim disekitarnya menetap dan hidup dalam tatanan agama Islam. Latar belakang perkembangan berdirinya berbagai masjid di Indonesia merupakan upaya penyebaran agama dan peribadatan dan tentu dalam hal itu menjadi faktor penentu dari gaya arsitektur dan ornamentasi di masjid yang ada di sepenjang sejarah Indonesia.

(8)

Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi Sumatera Utara ini adalah salah satu Masjid peninggalan masa pemerintahan Kerajaan Melayu Deli. Sebagai Identitas Budaya yang di kenal sebagai salah satu simbol kejayaan Kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah 1873 M.

Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum (Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental, 2012).

Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau. Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri. Siapa yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya.

Terlepas dari fungsi Masjid dari konsep agama dan Ibadah, salah satu unsur yang dapat dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai tradisi diantaranya adalah sejumlah ornamen-ornamen yang di anggap sebagai identitas baik kekuasaan maupun ideologi dari salah satu khas Budaya.

(9)

sehingga dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan kedaulatan pada masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya.

Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu suku atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan bersifat subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta dari keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi.

Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan hanya berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang di bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam simbol-simbol yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau bentuk. Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama. Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan cukup hanya sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih indah, akan tetapi jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa simbol-simbol tersebut merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi.

(10)

melayu deli sendiri maupun orang lain di luar suku melayu memahami ornamen masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda.

Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap sebagai nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang digambarkan melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai sebuah keakuan.

Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas tersebut, lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman bahwa suatu suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“. Dalam catatan diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak Kesultanan sendiri sebagai Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun merupakan wajah kejayaan Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai nilai-nilai yang menyangkut Keagungan Tuhan.

(11)

1.2. Pokok Permasalahan

Dalam paparan uraian yang penulis buat di atas dapatlah dirumuskan permasalahan yang akan dijadikan dalam penelitian ini adalah bagaimana corak dan bentuk ornamen yang menghiasi di setiap bagian fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan tersebut. Dengan indikasi fakta dari bentuk-bentuk yang diketahui berakar dari asal budaya di luar Indonesia sebagai pemeluk agama Islam yang telah menjadi bagian budaya Melayu, memberikan konsep tertentu setelah diaplikasikan di masjid raya Al-Mashun Medan tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan untuk dapat melihat penelitian ini kesuatu arah fokus masalah sebagai berikut.

1. Apa yang melatar belakangi Pemerintahan Kesultanan Deli untuk membuat Ornamen yang bukan cenderung bercorakkan khas milik budaya Melayu asli di masjid raya Al-Mashun.

2. Mengapa tidak memilih corak khusus budaya Melayu sebagai budaya lokal saja agar identitas kekuatan budaya Melayu tampil lebih dominasi.

3. Makna apa saja yang terkandung dalam sejumlah tipologi ornamen yang diterapkan di Masjid raya Al-Mashun Medan ini, yang kemudian memberikan satu konsep kesimpulan akhir sebagai makna tertentu.

Dengan demikian ketiga masalah di atas sebagai pokok masalah utama dengan dukungan urutan masalah yang mendampingi seperti:

(12)

b. Hubungan bangunan masjid Al-Mashun, Istana Maimoon dan Taman Kolam Deli yang tentu memiliki aspek historis terhadap budaya Melayu Deli sendiri. c. Nilai-nilai budaya sebagai citra luhur peradaban yang di usung oleh

ornamen-ornamen yang ada di sejumlah masjid Raya Al-Mashun Medan sebagai napak tilas sejarah apakah dapat memberikan sesuatu yang berarti terhadap generasi saat ini khususnya masyarakat Melayu Deli sendiri.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun sasaran tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendiskripsikan Latar Belakang penciptaan Ornamen di masjid raya Al-Mashun Medan.

2. Untuk mengetahui, memahami lewat analisis terhadap ornamen-ornamen yang berada di setiap bahagian masjid raya Al-Mashun Medan.

3. Untuk mengetahui, memahami serta memaparkan lewat analisis terhadap kesimpulan makna apa yang ada dalam serangkaian ornamen-ornamen yang ada pada masjid raya Al-Mashun Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(13)

kesemua pihak untuk bagaimana dapat kembali mengenal, mencintai dan memelihara budaya sebagai harta warisan bangsa.

1.3.2.1 Bagi Mahasiswa

a. Memberikan pengalaman dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari perkuliahan. Selama menjadi mahasiswa di pasca sarjana (S2) pada program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, penulis mengharapkan penelitian ini menjadi inspirasi bagi mahasiswa.

b. Memberikan gagasan untuk berpikir kritis bagi mahasiswa dalam hal-hal yang menyangkut kebudayaan dan seni, khususnya seni dan budaya Nusantara. c. Sebagai menambah bahan masukan buat pembaca umumnya mahasiswa

jurusan seni dan khususnya mahasiswa seni rupa. 1.3.2.1.1 Bagi lembaga fakultas

a. Referensi keilmuan tentang aspek budaya yang berhubungan dengan makna ornamen yang berada di fisik bangunan masjid raya Al-Mashun Medan yang digunakan sebagai informasi pembelajaran di fakultas ilmu budaya.

b. Sebagai bahan masukan terhadap tim pengajar ilmu budaya khususnya dosen seni rupa.

c. Sebagai tambahan bahan referensi bagi peneliti lain sebagai lanjutan penelitian ini untuk lebih memperluasnya.

d. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi pembaca dalam kaitannya terhadap seni dan kebudayaan.

(14)

a. Dapat mengenal citra luhur dari kekayaan kebudayaan daerah yang menjadi harta warisan bangsa yang patut di kenal, dicintai serta di pelihara khususnya budaya melayu deli yang ada di Medan dan sekitarnya.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan serta dipertimbangkan untuk bagaimana mekanisme mempertahankan harta warisan tersebut di tengah-tengah kancah modernitas di zaman ini.

c. Bagi suku melayu deli sendiri yang berada di Medan dan sekitarnya termotivasi untuk memahami makna-makna kandungan di setiap konteks ornamen yang ada pada melayu sendiri.

d. Aspek timbal balik terhadap suku-suku yang lain agar bagaimana memelihara nilai-nilai luhur yang patutnya menjadi perspektif konsep hidup sebagai manusia yang berbudaya.

1.3.2.1.3 Bagi Peneliti

a. Menambah pengetahuan bagi penulis sebagai bahan masukan dalam kajian tentang ornamen-ornamen yang ada di wilayah Nusantara ini.

b. Menambah wawasan untuk melihat aspek budaya yang perlu dipertahankan mencakup teori-teori dari literatur yang digunakan.

c. Menjadi bahan masukan bagi penulis untuk lanjutan pengembangan penelitian berikutnya terhadap aspek karakteristik ornamen yang sedang diteliti.

1.4 Landasan Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

(15)

ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, ruang, bentuk, volume, tekstur dan warna, terang-gelap dengan acuan estetika.

Seni rupa merupakan ungkapan gagasan dan perasaan manusia yang diwujudkan melalui pengolahan media (bersifat material) dan penataan elemen serta menggunakan prinsip-prinsip desain. Ketentuan rupa bukan sekedar benda yang dapat terlihat atau sengaja dilihatkan, akan tetapi terjadi presentasi dari konsep ide dan gagasan untuk mencapai nilai-nilai tertentu.

Ornamen merupakan hasil dari presentatif dari sesuatu sehingga mencapai kualitas bentuk. Kehadiran bentuk terinspirasi dari segenap alam semesta yang telah terjadi pendeformasian (deformatif = perobahan bentuk dari bentuk asalnya). Sensasi bentuk-bentuk baru sebagai wujud imitatif alam difungsikan untuk mendapatkan rasa kenikmatan penglihatan.

Kehadiran ornamen berupaya melengkapi sesuatu agar mendapatkan keindahan dalam rangka menciptakan kualitas atau meningkatkan nilai-nilai bentuk.

Pengertian ornamen adalah mempercantik atau memperindah sesuatu agar mendapatkan nilai artistik. Kata “ornament (Verb)” berasal dari kata bahasa Inggris yang berarti “ragam hias“ dan dalam bahasa belanda “siermotieven” yang berarti “aneka corak “ (Ekoprawoto, Amran, Ragam Hias sebagai Media Ungkap Makna Simbolik: 2009, 9).

Menurut Gustami bahwa pengertian ornamen adalah :

(16)

baik bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau di sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Disamping tugasnya menghias yang implisit menyangkut segi-segi keindahan, misalnya untuk menambahkan indahnya sesuatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, akibatnya mempengaruhi pula dalam segi penghargaannya baik dari segi spiritual maupun segi material/ finansialnya. Disamping itu di dalam ornamen sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup (filsafat hidup) dari manusia atau masyarakat penciptanya, sehingga benda-benda yang dikenai oleh sesuatu ornamen akan arti yang lebih jauh dengan disertai harapan-harapan tertentu pula. (Amran, dari gustami : seni ukir dan masalahnya, jilid II, STSRI-ASRI 1983-19840).

Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di kenal dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat Masjid Al-Mashun.

(17)

Jadi ornamen-ornamen yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan belaka, akan tetapi sarat dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang pencitraan penguasa.

Mungkinkah hal itu terdapat demikian sebagai landasan cipta rasa yang di bangun oleh Kesultanan. Dengan mengupas bentuk dan makna yang terkandung di setiap pola-pola ornamen yang ada, dari sudut keilmuan seni rupa tentunya, akan memberikan jawaban yang lebih terfokus.

Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun telah ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada masa itu kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang mampu membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang arsitek Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di Jakarta.

Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum ornamen yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah bangunan masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya sehingga didapati nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan kemegahan. Dari tampilan karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa yang dapat nantinya diketahui.

(18)

Sebagaimana pokok masalah yang telah menjadi acuan penelitian ini yaitu: (1) latar belakang sejarah Kesultanan Deli Untuk menghiasi masjid Al-Mashun mengambil sejumlah ornamen bergayakan Negara-negara Islam, (2) tidak mendominasikan Khas motif-motif melayu asli, dan (3) kesimpulan tujuan ornamen keseluruhan sebagai konsep satu makna, dengan demikian penulis harus dapat memegang acuan teoritis yang terkait pada pokok masalah.

Beberapa teori yang tepat digunakan sesuai pada pokok masalah adalah beberapa pendekatan teori, seperti teori antropologi dan teori semiotika.

F. Ratzel (1844-1904), teori difusi, yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur diberbagai tempat di Afrika, dan juga unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng, pakaian dan lain-lain. Beliau menemukan adanya persamaan bentuk dari wujud kebudayaan saling berhubungan. Dalam kajian kebudayaan tentu adanya hubungan yang tidak dapat dipungkiri karena aspek adat istiadat merupakan bentuk sosial komunitas yang tercampur (Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi I : 111,2010)

Kebudayaan Melayu adalah budaya yang mengusung nilai-nilai agama Islam sehingga aspek keseniannya harus berlandaskan dan pertimbangan dari agama tersebut. Ornamentasi yang di pakai di masjid Al-Mashun merupakan corak perpaduan ornamen dari Negeri luar yang masih berkaitan dengan agama Islam.

(19)

Kemaknaan ini dipertimbangkan sesuai dengan pandangan agama Islam. Pengkomposisian letak, ukuran, media tentu telah diperhitungkan secara matang oleh pihak Kesultanan. Penulis berupaya membuka tanda-tanda dari bentuk-bentuk sederetan ornamen yang ada. Mengupas makna dari tanda-tanda yang beragam wujud dari setiap elemen corak. Tentu akan mendapatkan sebuah prakira bahwa pembuatan ornamen di masjid Al Ma’shun Medan ini apakah telah menendai makna yang menyeluruh, yakni apakah cenderung memberikan identitas nilai-nilai kebudayaan melayu deli, karena kita juga tahu bahwa ada ornamen lokal asli yang dimiliki oleh suku budaya melayu sendiri.

Koentjaraningrat menyebutkan yang berhubungan dengan fakta kejadian, gejala masyarakat yang dapat di usut secara ilmiah dengan metode observasi, mengelola, melukiskan fakta yang tejadi dari masyarakat yang hidup. Dengan ini penulis mencoba menghubungkan sepintas kesejarahan agar hubungan apa yang dijadikan sumber kajian merupakan faktuil yang dapat sebagai informasi ilmiah yang berharga. Sejarah yang terkait dalam kajian ini melingkupi Kebudayaan melayu deli sebagai arah untuk melihat pendekatannya terhadap kesenian yang digunakan.

(20)

Sejumlah pakar semiotika mengemukakan teori-teori untuk mengkaji persoalan tanda. Penulis hanya memilih seorang tokoh semiotika yaitu Charles Sanders Peirce. Beliau menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek.

Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah hubungan yang bersifat bersamaan bentuk alamiahnya. Dengan kata lain tanda dan objek bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dengan penanda yang bersifat kausal atau sebab akibat. Contoh adanya asap tentu adanya api. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.

Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana kaidah kultural. Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan kajian penulis adalah ornamen maka yang lebih dekat yaitu Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol.

(21)

Dalam kajian kebudayaan keterikatan relasi manusia dan alam sekitarnya tidak terlepas bagaimana manusia berinteraktif serta melakukan upaya mempertahankan kehidupan yang berkelanjutan.

Pesebaran kebudayaan yang disebabkan adanya migrasi manusia, akan menularkan atau mempengaruhi budaya sebelumnya pada daerah yang baru dihuni. Sebaliknya pendatang yang membawa budaya dari luar atas bentuk interaksi sosial juga terpengaruh. Saling mempengaruhi ini sehingga menumbuhkan budaya campuran di sebut dengan Difusi.

Kontribusi wilayah kajian difusi bukan terhadap aspek historis budaya melainkan geografi budaya. Graebner seorang difusioner menyatakan bahwa semua regularitas proses budaya merupakan hukum dari kehidupan mental dan studi tentang ini dapat dilakukan melalui psikologi budaya. Studi psikologi budaya lebih kearah survival (kelestarian) budaya dari tempat satu ketempat yang lain.

Survival budaya berarti ketahanan, dan itu bukan persoalan fungsi semata. Survival sebuah daya eksistensi budaya. Survival tidak lain merupakan daya tahan budaya tersebut setelah mendapatkan pengaruh budaya lain sehingga menimbulkan makna baru. Setelahnya makna baru tersebut tak lain merupakan fungsi baru budaya tersebut.

(22)

hidup adalah kepentingan sosial secara umum. Kontak sosial seperti ini mendapatkan gambaran budaya lokal, tentu menjadi sebuah celah untuk menyusupkan ajaran-ajaran dengan cara berdakwah.

Berawal ajaran Islam menenamkan Tauhid (mengenal Allah yang patut di sembah), semula menstirilisasi atau mengakumulasikan budaya lokal yang dapat sebagai jembatan untuk memahami ketauhidan tersebut. Langkah berikutnya kebudayaan Islam mulai disisipkan sedikit demi sedikit. Dalam hal ini terjadi akulturasi yang terkadang lebih kompleks serta akhirnya membentuk Multikultural.

Penulis berupaya untuk melihat alur kebudayaan sejauh yang dapat diketahui dengan harapan mendapatkan mata rantai sejarah dan tentunya terkait hubungan kuat dalam penelitian ini.

1.4.2.2 Teori Semiotika

Dalam mengkaji bentuk-bentuk ornamen masjid Raya Al-Mashun Medan dibutuhkan penelaahan dari kaca mata seni rupa yang mengupas kandungan makna yang ada didalamnya. Penulis memfokuskan terhadap kajian semiotika atau teori tanda dalam usaha untuk memahami kandungan makna apa yang ada didalam ornamen-ornamen di masjid Raya Al-Mashun Medan.

(23)

indah. Bentuk-bentuk tersebut di rancang atas konsep ide yang membutuhkan maksud dan tujuan.

Gagasan penciptaan visual art (seni rupa) tentu dilandasi konsep yang mengaitkan maksud yang akan di capai oleh media sebagai hasil karya seni. Maksud sebagai tujuan gagasan itulah adalah isyarat, Peirce menyebutnya sebagai bahasa. Tentu bahasa inilah kontens makna yang dipresentatifkan oleh Peirce sebagai sasaran.

(24)

Gambar 1. triangle meaning

Pierce mengklasipikasikan tanda yang dikaitkan pada ground dan menjadi tiga bagian yakni, qualisign, sinsign dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda misalnya, kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur,Alex, 2004:41).

Charles Sanders Peirce menyatakan tanda adalah mewakili sesuatu bagi seseorang berikutnya mengaitkan hubungan secara konvensi. Tanda tidak pernah berupa suatu entitas sendirian, yaitu memiliki ketiga aspek. Berdasarkan objeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).

(25)

penanda dengan petandanya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (kesepakatan) masyarakat.

Ornamen merupakan bahasa visual dalam kelompok simbol. Di dalamnya ada kaitan bentuk-bentuk sederhana yang bertujuan mendapatkan pemikiran yang sama agar digunakan sesuai kehendak bersama. Dari setiap bentuk deformatif alamiah mengisyarakatkan atau mengartikan sesuatu sebagaimana sistem kultural. Piece juga mengembangkan tanda menjadi sepuluh. Kaitannya dengan ornamen yang lebih dekat adalah Iconic Legisign, dan Rhematic Symbol.

Iconic Legisign yakni tanda yang mendekati kemiripan, misalnya foto, diagram, peta, serta tanda baca. Ornamen adalah representatif bentuk yang telah berobah dari bentuk-bentuk alamiah seperti tumbuhan, makluk hidup, alam benda dan fenomena alam semesta. Kaitan tanda terhadap objek visual terkadang jauh dari kemiripan, namun ide akar dasarnya terjadi atas konsepnya.

Rhematic Symbol atau symbolik rheme, yakni tanda yang dihubungkan dengan objeknya melalui asosiasi ide umum. Misalnya seseorang akan mengatakan harimau apabila melihat kain beludru bercorak belang hitam berdasar kuning. Asosiasi tanda ini karena telah mengenal betul subjek yang dipahami. Ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan sejumlah tipe ornamen, jika di lihat jauh setiap bagian bentuknya akan terdapat objek-objek yang dapat dikelompokkan kepada sesuatu benda atau sifatnya.

(26)

seperti latar belakang penciptaan (sumber ide), bahan yang digunakan, teknik pembuatan, praktisi dan berikutnya kepada makna.

Unsur rupa yang terdapat di setiap elemen ornamen adalah menjadi kajian penelitian. Setiap bagian ornamen terdapat bagian-bagian yang menjadi bagian keseluruhan. Bagian ini dapat digolongkan yakni, bagian utama (main), bagian pendukung (second), bagian pelengkap (complement).

Bagian utama melingkupi gambar, bentuk, media, ukuran yang berhubungan dengan vocal point atau sasaran yang diutamakan yang harus didiskripsikan. Presentasi analisa harus mendapatkan faktor yang dapat dipahami oleh umum. apabila penulis tidak melihat kategori umum atau hanya penulis saja yang dapat memahami, di kwatirkan akan membuat persepsi baru. Kategori umum ini dapat di lihat berdasarkan konsep Iconic Legisign.

Bagian pendukung melingkupi bagian-bagian yang di anggap penulis sebagai pendamping sehingga media atau objek terasa dilebihkan. Meski terkadang pendukung ini manjadi hal terpenting, di lihat dari elemen yang di gunakan, misalnya ornamen bunga mawar (sebagai objek), tanpa lengkap adanya daun dan tangkai. Daun-daun dan tangkai tersebut begitu pentingnya terhadap kembang mawar. Dengan adanya kelengkapan keseluruhan maka utuhlah bunga mawar tersebut meski di lain hal tanpa daun dan tangkai pun bunga mawar ini tetap menjadi vocal point.

(27)

lebih memadatkan atau memberikan ruang seakan penuh. Nilai tambah terhadap ornamen menjadi lebih, kemewahan dapat terbantu.

1.4.2.3 Teori Seni Rupa (visual art)

Untuk menganalisis struktur bentuk ornamen beserta aspek lainnya dalam kaitan penelitian ornamen masjid Al-Mashun Medan ini, tentunya penulis menggunakan ayakan teori seni rupa. Aspek kaitannya terhadap bentuk, media, ukuran, warna, tekstur, letak, serta konsep desain. Seni rupa digolongkan pada dua sifat dari presentatifnya. Yang pertama adalah seni rupa hanya untuk ekspresi, sehingga setiap karya yang dihasilkan digolongkan pada seni murni. Murni berarti tidak dilatar belakangi kehendak tertentu yang bersifat pada kegunaan. Seperti karya lukis, patung, dan relief. Yang kedua adalah seni rupa terapan atau di buat sengaja untuk difungsikan atau bersifat kegunaan.

Pada dasarnya semua manusia memiliki sense of beauty yaitu dapat merasakan keindahan terhadap sesuatu. Keindahan ini bersifat subyektif sehingga kwalitas keindahan tidak di ukur dengan satu cara. Banyak aspek yang dapat di lihat untuk mendapatkan velue estetika didalamnya serta pertimbangan wujud objek sebagai hasil yang di capai. Proses penciptaan juga mendapatkan pertimbangan yang kuat dalam kontribusi nilai karya, terutama pelaku utama sebagai orang yang menciptakan.

(28)

seseorang memahami lingkungannya. Untuk mengkaji sejarah terkadang orang-orang yang berkaitan langsung terhadap hasil sebuah karya seni hampir tidak diketemukan. Banyak para pakar antropologi tidak banyak menemukan (missing link) siapa sebenarnya yang membuat atau yang menciptakan ornamen-ornamen yang sangat indah itu. Hanya ada beberapa bangsa saja menuliskan orang-orang yang membuat karya-karya fenomenal tersebut. Pastinya mereka adalah manusia sebagai makluk hidup, memiliki nilai-nilai luhur yang diemban karena mereka memiliki hubungan saling merasakan di dalam konteks kepentingan yang sama. Keindahan menurut bangsa Yunani adalah sesuatu yang logis di cerna oleh panca indra untuk mendapatkan kebaikan. Plato sendiri menyebutkan watak yang indah termasuk juga hukum yang indah. Sementara Aristoteles merumuskan keindahan segala sesuatu yang baik serta menyenangkan. Bangsa Yunani mengatakan keindahan dalam arti estetis disebut symmetria untuk keindahan berdasarkan penglihatan (pada karya pahat dan arsitektur). Menurut bangsa Yunani keindahan dalam arti luas meliputi keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual (web,2012).

(29)

keindahan tersebut membentuk manusia untuk berkarya, maka lahirlah ungkapan melalui seni.

Pembagian keindahan memang cukup luas dan jawabannya beragam pernyataan. Sortais menyatakan bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan sebagai sifat obyektif dari bentuk (l’esthetique est la science du beau). Lipps berpendapat bahwa keindahan ditentukan oleh keadaan perasaan subyektif atau pertimbangan selera (die kunst ist die geflissenliche hervorbringung des schones), (web,seni dan estetika,2012).

Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kwalita pokok tertentu yang ditemukan terhadap sesuatu hal, apakah bersifat yang tampak, di dengar, di sentuh dan lain sebagainya. Bagian kwalita seni rupa mencakup kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).

(30)

karya abstrak sering tidak memperdulikan persolan keseimbangan. Contrast atau perlawanan dapat berupa objek maupun konsep.

(31)

1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif yakni menggambarkan atau mengamati fakta-fakta pisik yang terdapat pada media ornamen yang berada di masjid raya Al-Mashun, dan tidak menggunakan metode statistik. Analisa dan teknik pengolahan data menggunakan metode deskrispsi kualitatif. Bagaimana penulis menguraikan data faktuil dalam kaca mata seni rupa untuk mendapatkan latar belakang konsep ornamen majid Al-Mashun Medan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara serta mencakup sarana lain seperti dokumen, buku, foto dan video. Metode deskriptif kualitatif ini melihat serta menguraikan struktur bentuk-bentuk ornamen serta kandungan makna didalamnya. Menurut Strauss & Corbin, Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui atau baru sedikit diketahui (2003 : 5).

Metode di atas digunakan sesuai dengan permasalahan yang dianalisis, untuk melihat sejumlah ornamen sebagai fenomena makna. Sejauh mana karakteristik ornamen yang berada di masjid Al Mashun setelah berada ditengah-tengah masyarakat heterogen. Hubungan terhadap masyarakat suku Melayu sendiri serta masyarakt kalayak umum sebagai konteks sosial dalam memahami ornamen masjid Al-Mashun.

(32)

multimethod approach. They are commited it the naturalistic perspective, and the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson and Grossberg, 1992 : 4)

Penyampaian di atas dapat diartikan secara garis besar bahwa penelitian kualitatif umumnya melihat aspek manusia di dalam masyarakat atau kelompok. Dan tidak di dalam kelompok peneliti. Nelson dan Grossberg menyampaikan penelitian kualitatif banyak hal yang harus di lihat di dalam fenomena kehidupan manusia, seperti tentang nilai, fungsi sosial serta terkadang politik. Lingkup budaya menjadi intensitas yang paling berarti untuk dapat diketahui sebagaimana proses konteks peristiwa manusia.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat dengan kepentingan-kepentingan sosial yang ada, kehidupan tidak akan lepas dari hal-hal yang menyangkut fungsi serta nilai-nilai yang tumbuh. Pertumbuhan serta fungsi tersebut diperdayakan dalam rangka untuk melangsungkan pertahanan hidup, namun di satu sisi lain ada yang belum semuanya sempurna. Akibatnya muncullah masalah-masalah di tengah-tengah masyarakat. Demikian budaya tersebut bergerak dalam pencapaian keinginan besar membangun sesuatu yang hak. Kehidupan adalah fenomenologis alam, manusia, lingkungan dan alam semesta adalah ikatan yang tidak akan dapat terpisahkan.

(33)

buat bukan sekedar penghias, tetapi sebuah atribut atau pengingat akan adanya ikatan-ikatan manusia dan lingkungannya.

Penulis berusaha memfokuskan penelitian ini dengan harapan tidak meluas sehingga dikuatirkan dapat mengkaburkan tujuan arah titik temuan yang diharapkan. Rencana penelitian di desain atau di buat rancangan secara ekonomis. Penelitian lapangan (fiel work) adalah menjadi fokus utama untuk menganalisis ornamen pada masjid Al-Mashun atau masjid Raya yang berada di wilayah kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Latar belakang keilmuan sarjana yang penulis peroleh, yaitu sarjana seni rupa, maka batasan penelitian ini tentunya di seputar bahasan seni rupa. Namun tentunya ketika kita membicarakan seni sudah tentu dibicarakan pula tentang manusia. Seni tumbuh karena manusia ada. Seni adalah bahagian dari kehidupan manusia. Dengan demikian penulis harus mendapatkan akar hubungan konteks manusia dan seni yang berada didalamnya. Tentunya sesuai permasalahan yang ada pada penelitian ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian kebudayaan dan seni dibutuhkan penelitian lapangan (fiel work), penulis melakukan penelitian ini mengenai analisis karakteristik ornamen masjid Al-Mashun di Medan. Sehubungan dengan disiplin ilmu budaya yang diikuti yaitu pasca sarjana (S2) Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni di Universitas Sumatera Utara, tepatnya adalah penelitian lapangan.

(34)

wawancara. Observasi adalah bagaimana penulis melakukan pengamatan objek secara langsung dengan melihat, menyentuh, mendokumentasikan melalui video dan foto, mencatat. Wawancara dilakukan degan memilih sejumlah informan yang di pilih penulis sebagai nara sumber (key people) untuk mendapatkan data singkat sejarah latar belakang penciptaan ornamen masjid Al-Mashun serta tafsir maknanya.

1.5.3 Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian ini adalah pada bentuk-bentuk ornamen serta kandungan maknanya, diklasipikasikan sesuai konsep dan medianya sebagai berikut :

1. Konsep bentuk dasar ornamen yang telah dideformatif atau berobah dari bentuk asli alamnya.

2. Konsep bentuk imajinatif yang dikembangkan menjadi bentuk-bentuk baru. 3. Media ornamen serta penempatan letak di salah satu lokasi di masjid

Al-Mashun.

4. Klasipikasi bentuk ornamen (utama atau pendukung). 5. Makna satuan ornamen dan makna keseluruhan ornamen. 1.5.4 Teknik pengumpulan data

(35)

1.5.4.1 Observasi

Untuk mendapatkan data langsung penulis menggunakan pendekatan observasi kelapangan dengan melihat langsung objek yang diteliti. Penulis mencatat data yang didapatkan dari pengamatan terhadap ornamen yang berada di masjid Al-Mashun dengan menggunakan variabel-variabel sebagai rencangan pendekatan. Pentingnya metode ini diharapkan untuk mendapatkan sejumlah bagian-bagian penting yang di teliti guna mendapatkan hubungan data dengan wawancara. Berikutnya menggunakan penafsiran-penafsiran atau praduga kesimpulan sementara dengan harapan mendapatkan hasil penelitian yang sebenarnya.

1.5.4.2 Wawancara

Penulis melakukan metode wawancara untuk mendapatkan data dari nara sumber. Nara sumber di pilih sesuai jumlah yang diklasipikasi penulis agar arah penelitian lebih terfokus. Dengan demikian penulis membuat rancangan berupa konsep yang sebelumnya di susun seperti apa bentuk pertanyaannya dan siapa yang harus menjadi nara sumbernya. Penulis melakukan wawancara terhadap nara sumber (interview) yakni dengan beberapa orang dari pihak Pengurus Masjid Al-Mashun, dari sejumlah tokoh adat melayu, partisipan budayawan, dan beberapa orang dari dinas Pemerintah terkait seperti dinas Pariwisata dan dinas Museum Pemko Medan.

(36)

mendapatkan alur agar arah penelitian tidak meluas sehingga sasaran yang di teliti manjadi solid.

1.5.5 Teknik analisis data

Teknik analisis data adalah bagaimana perencanaan di mulai dari pengumpulan data sampai pada pengelompokan data sehingga mempermudah prosedur penelitian. Pengelompokan data dibuatkan kolom-kolom data sebagai catatan perjalanan penelitian seperti apakah nara sumber menjawab sebagaimana yang diharapkan oleh penulis atau bagian-bagian mana yang pantas di ambil dan yang tidak pantas di ambil. Analisis data pada ornamen masjid Al-Mashun Medan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data berupa gambar foto ornamen masjid Al-Mashun Medan yang di ambil langsung oleh penulis dilapangan.

2. Mengumpulkan data yang terkait pada suku melayu deli yang berada di sekitar Medan.

3. Menganalisa terhadap setiap ornamen yang terdapat pada masjid Al-Mashun Medan.

1.6 Studi Kepustakaan

(37)

maimoon, d. tinjauan masjid Al-Mashun Medan, e. dasar-dasar teori, f. metode dan teknik penelitian, g. referensi terkait.

Referensi penulis tentang catatan terdahulu yang di teliti oleh sejumlah penulis mengenai ornamen baik dari Strata satu atau lanjutan, maupun penulis lepas dengan dedikasinya dapat dipertimbangkan penulis sebagai sumber pustaka antara lain :

1. Musthofa, melakukan studi penelitian ornamen pada sebuah masjid, yang dijadikan artikel di web, dengan judul Filosofi Seni Bangunan Islam, Ornamentasi Pada Arsitektur “Masjid Turen” Malang. Musthofa mendiskripsikan ornamen yang beda di masjid merupakan kesinambungan antara kreatifitas dan keagungan Tuhan. Penulis mengambil semangat Musthofa dalam melihat masjid sebagai subyek, seperti kesamaan dengan penulis inginkan. Demikianpun tentu banyak perbedaan antara penulis dengan Musthofa melihat sesuatu tentang ornamen sebagaimana alur serta pembedahan yang penulis lalukan di dalam penelitian ini, disamping itu juga wilayah tempat yang diteliti juga berbeda. Penulis memilih jurnal ini karena sangat menarik dan dijadikan salah satu acuan.

(38)

membuka sejarah masuknya agama Islam ke Sumatera serta menarik hubungan pada terbentuknya Pemerintahan suku melayu Deli. Meski demikian Ratih Baiduri belum menjelaskan ornamen-ornamen tersebut sebagai sesuatu titik lain yang harus diperhatikan, kemudian di teliti tersendiri secara terpisah dan mendalam. Dengan demikian penulis mengetahui batasan yang ada sehingga penulis harus memilih kesatu arah sehingga mendapatkan perbedaan terhadap buku Ratih Baiduri sendiri.

1. Buku berjudul Rumah Panggung Melayu Deli karangan Azmi, banyak membantu penulis untuk mendapatkan aspek sosial dalam kalangan suku melayu. Azmi mengemukakan komponen pisik arsitektur tradisionil dari bangunan rumah adat melayu deli, beliau mendiskripsikan pola masyarakat melayu dalam konteks sosial. Azmi juga mengemukakan makna-makna ornamen yang terdapat di bagian rumah adat suku melayu deli. Karena beliau kebetulan pernah sebagai Dosen penulis pada masa penulis belajar di Universitas Medan (S1) jurusan Seni Rupa, sekaligus beliau menerima ketika penulis memintanya sebagai pembimbing dua pada penelitian ini.

(39)

tempuh di mana Ayu Kartina belajar di tempat yang sama yakni jurusan seni rupa Universitas Medan, namun demikian pun banyak batasan sehingga begitu banyak perbedaan. Ayu Kartina menjelaskan lebih intens terhadap Desain. Bagaimana rancangan wujud ornamen di bentuk lewat struktur desain seni rupa, namun tidak jauh menelusuri kandungan makna sebagaimana penulis teliti.

1. Sebagai bahan tambahan informasi, buku yang berjudul Kafilah Budaya, pengaruh Persia terhadap Kebudayaan Indonesia karangan Dr. Muhammad Zafar Iqbal. Didalamnya bagaimana bangsa Iran banyak mempengaruhi konsep-konsep budaya Iran sehingga tumbuh subur di Indonesia. Dari proses perdagangan yang di jalin sampai menyebarkan agama Islam di mulai sejak masuknya ke daerah Sumaetra sampai pulau jawa. Meskipun buku ini tidak cukup dalam mengupas lebih jauh tentang peradapan Islam yang berada di Indonesia akan tetapi sangat baik bagi penulis untuk menghubung-hubungkan fakta sejarah yang ada kaitannya dengan penelitian penulis.

(40)

Kontekstual tersebut sangat membantu, terutama konsep ideologi yang disinggung didalamnya merupakan cermin bangsa Indonesia.

1. Penulis butuh panduan dalam tata cara membuat tulisan penelitian ilmiah tentang kebudayaan, karangan Suwardi Endraswara, judul bukunya Metodologi Penelitian Kebudayaan dapat menuntun penulis bagaimana menyikapi lingkungan sabagai sumber penelitian, baik teknik pengumpulan data, wawancara bahkan sampai pada melihat motif-motif konteks masyarakat sebagai bahan kajian. Buku ini dapat menjadi nahkoda bagi penulis sehingga efesiensi tepat sasaran di dalam menyimpulkan teknik penelitian.

1. Tambahan bacaan dari karangan Koentjaraningrat dalam dua seri bukunya Sejarah Teori Antropologi I dan II, sebagai mikroskop untuk melihat masyarakat serta kompleks budayanya. Para pakar memiliki sudut pandang untuk mencapai teori-teori yang dikemukakan masing-masing. Koentjaraningrat mengemukakan pandangan sejumlah teoritis dari beberapa konsep yang di temukan oleh para pakar antropologi. Tulisan ini menawarkan segudang pandangan yang dapat melihat masuk jauh ke dalam persoalan budaya. Tentunya penulis terbantu untuk melihat bagaimana masyarakat berprilaku sehingga mekanisme penelitian disesuaikan dengan pandapat dari sejumlah teori yang berhubungan.

(41)

penulis bagaimana memulai, menyusun kalimat dan kata, memilih bahasa baku dan lain sebagainya sehingga mempermudah penulis untuk membuat penelitian ini. Buku Pedoman Teknis Penulisan Karya Ilmiah karangan M. Hariwijaya begitu baik sebagai panduan penulis.

10. Karangan Yasraf Amir Piling membuka hal-hal yang rumit tentang sebuah makna didalam teks dan konteks budaya. Bukunya yang berjudul Semiotika dan Hipersemiotika banyak mengupas persoalan seni dalam nilai kebudayaan. Kemudian banyak mengungkap sejumlah pandangan pilsuf semiotika serta memberikan konsep-konsep teori dan hal tersebut tentunya menjadi cakrawala wawasan penulis sebagai literatur.

11. Mendapatkan jejak-jejak teori yang mendasar, penulis memilih teori semiotika dari salah satu tokoh semiotika yaitu Carles Sanders Peirce. Sebagai alat bedah penelitian Analisis Karakteristik Ornamen di masjid Al-Mashun Medan penulis menggunakan beberapa teori dan salah satunya adalah teori makna dari Carles Sanders Peirce. Pengupasan makna tanda pada Ornamen di masjid Al-Mashun menurut penulis yang paling tepat adalah konsep beliau. Namun sederetan pandangannya tidk sepenuhnya penulis jadikan landasan teori, hanya ada beberapa saja. Buku karangan Paul Cobley dan Litza Jansz dalam gaya Visual humor berjudul mengenal Semiotika, for beginners, tercemahan Ciptadi Sukono menarik perhatian penulis sebagai salah satu literatur sekaligus inspiratif.

(42)

pemberian salah seorang nara sumber, kerabat Istana Maimoon, tanpa pengarang dan penyusun. Meski demikian setidaknya memberikan kontribusi data yang dibutuhkan penulis kemudian mencoba menghubungkan fakta dan literatur yang ada. Buku ini menerangkan singkat dekade kepemimpinan Kesultanan Istana Maimoon serta sejumlah gambar dan foto sejarah Sultan. 13. Karangan Drs. Alex Sobur, M.Si. , dengan judul Semiotika Komunikasi, memberikan konsep tanda seputar hubungan konteks sosial. Persoalan tanda adalah persoalan kontens velue yang didapati dalam masyarakat. Kebutuhan nilai dalam sosial adalah sesuatu yang paling berarti sampai pada tingkat derajat manusia. Makna tanda dalam persoalan manusia sangat begitu kompleksnya. Dalam buku ini memberikan sederetan pilsuf memahami tanda dari balik hubungan manusia dan alam sekitarnya. Penulis menemukan tokoh Semiotika Carles Sanders Peirce mengemukakan teorinya yang paling mendasar bahwa penafsiran tanda dilalui dari Ikon, Indeks dan Simbol. Maka dengan demikian penulis memilih sebagai alat bedahnya untuk penelitian penulis.

(43)

tidak terlepas dari media sebagai sumber telaah. Buku ini sangat baik menjadi referensi penulis melihat benda sebagai titik masalah penelitian.

15. Kedalaman Spritual Islam Dalam Karya Seni Rupa, sebuah kumpulan Artikel oleh Amran Ekoprawoto, menambah khasanah wawasan terhadap seni rupa dan citra karya seni Islam. Esensial sebuah karya seni rupa Islam berlandaskan rasa kecintaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yakni Allah S.W.T. Konsep penciptaan karya dilandasi ajaran agama yang sangat mengikat. Tulisan artikel ini memberikan penulis untuk dapat memahami latar belakang penciptaan para seniman-seniman muslim dalam berkarya seni rupa Islam.

(44)

garis-garis besar teoritisnya dan ini membantu penulis untuk membuat struktur seni.

18. Antropologi Budaya, oleh Prof. Dr. Gede A. B. Wiranata, S.H., M.H., cukup berarti bagi penulis untuk melihat fakta sebagai peninggalan sejarah. Ornamen adalah bukti artefak peninggalan masa lalu bahwa persebaran budaya dapat dirunut. Kaitan-kaitan adat istiadat berupa bentuk-bentuk benda dan lain sebagainya merupakan jejak-jejak hidupnya sebuah kaum yang beradap dan beradat dan dilakukan terus menerus. Melihat orientasi nilai manusia di dalam kelompok masyarakat, hingga menemukan batasan serta norma yang diperlakukan.

19. Pedoman Kata Baku dan Tidak Baku, karangan Achmad Mufid A. R., panduan penulis untuk memilih tata bahasa sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia dan karangan ilmiah. Memang sebagai penulis sayogianya harus memahami bagaimana tata bahasa yang baik sebagaimana disesuaikan pada aturan kata-kata untuk mendapatkan penjelasan yang sempurna. Buku ini memberikan kata serta pengertiannya sesuai dengan makna yang disesuaikan dengan pemahaman bahasa Indonesia.

(45)

terlepas dari proses kerja seseorang atau serangkaian manusia membangun nilai-nilai artistik serta tujuan pencapaiannya. Dua buku karangan Wucius Wong berjudul Beberapa asas merancang dwimatara dan Beberapa asas merancang Trimatra ini sebagai alat bedah penulis untuk melihat konteks rupa yang merupakan wujud karya.

21. Sebagai bahan perbandingan dalam penulisan ini, penulis juga butuh informasi-informasi lain sebgai pembanding dengan tujuan untuk mendapatkan tambahan informasi yang tentunya menguatkan isi dari penelitian ini. Karangan Amran Ekoprawoto tentang Ornamen Tradisionl Batak sumber inspirasi karya cendramata, memiliki informasi berguna bagi penulis.

(46)

penulis. Ada titik-titik penting dengan penyajian sederhana Keven cukup berarti dan membantu penulis.

24. Buku kecil dan sederhana namun kuat dan penting, karangan Aar Van Zoest, berjudul Interpretasi dan Semiotika. Penulis manfaatkan untuk dijadikan sebagai kaca mata melihat teks dan konteks dari sebuah budaya. Hasil karya adalah sebuah presentatif dan citra manusia. Budaya adalah mesin penggerak untuk mencapai atau mempertahankan nilai-nilai hidup yang diharapkan budaya. Budaya memiliki kehendak agar memenuhi kepentingan hidup dan salah satunya adalah wujud kesenian. Salah satunya adalah simbol-simbol yang terkait dalam ornamen tradisional.

25. Beberapa motif ragam hias di tulis oleh Amran Ekoprawoto, dalam bukunya Ragam hias sebagai media ungkapan makna simbolik, memberikan keterangan makna di balik beberapa ornamen tradisional. Tentu buku ini memberikan tambahan dekat dari penelitian penulis melihat latar belakang nilai kearifan lokal sebagai salah satu yang berharga dan diketahui oleh penulis.

(47)

bagaimana manusia menyikapi alam lingkungannya dengan menafsirkan serta memanfaatkannya sebagai sesuatu yang berarti bagi kehidupan.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan dalam tesis ini dalam bentuk bab demi bab, keseluruhannya ada enam bab. Setiap babnya secara saintifik memiliki runtutan isi yang dekat, bab-bab tersebut dalam tesis ini di susun sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN, Bab ini menjelaskan dimulai dari latar belakang penelitian, pokok masalah sebagai sasaran penulis yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat dan fokus peneliti, kerangka teori sebagai acuan yang peneliti gunakan, metode penelitian sebagai teknik penelitian yang penulis sajikan, teknik analisis data, studi kepustakaan dan sistematika penulisan yang penulis gunakan.

BAB II, LINTAS SEJARAH, Bab ini menjelaskan secara singkat masuknya agama Islam dan cikal bakal kesultanan deli sebagai petinggi adat Melayu. Bangunan masjid Al-Mashun sebagai sebuah maha karya masa pimpinan kesultanan Al-Rasyid Perkasa Alamsyah di Sumatera Utara.

BAB III, DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MAS’HUN MEDAN, Bab ini menjelaskan urutan demi urutan sesuai klasipikasi data ornamen serta media yang menjadi bahan ornamen yang ada. Kajian memahami bentuk ornamen serta letak ideal pada bangunan masjid Al-Mashun.

(48)

keterangan gambar. Memberikan rekonstruksi bentuk objek ornamen sebagai asal gagasan idenya.

BAB V, MAKNA ORNAMEN MASJID AL-MASHUN, Bab ini sebagai kunci hasil penelitian, sasaran penelitian pada ornamentasi di masjid Al-Mashun ingin membuktikan sejauh mana makna yang ditimbulkan dari keindahan dan kemegahan ornamen-ornamen sebagai perwakilan sebuah budaya.

Referensi

Dokumen terkait

The types of foods as animal protein sources such as meat, fish and egg, which are consumed almost every day with the frequency of 0.6 times per day or 3 to 4 times per week by

Dari hasil pengukuran yang dilakukan, dapat dilihat bahwa saat tidak menerima cahaya dari Laser , photodioda nya telah mendapatkan tegangan sebesar 0,249 mV, tegangan ini

Hendro Gunawan, MA

Sistem ini digunakan untuk mengurusi administrasi tunjangan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan jika ada karyawan yang sakit dan kemudian berobat di rumah sakit atau

Hendro Gunawan, MA

Oleh sebab itu, perpustakaan memerlukan katalog yang bisa memudahkan peminjam buku sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam memilih dan mencari buku yang diinginkan

[r]

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komputer di bidang permainan dan grafis menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis, sehingga penulis mengambil topik pembuatan