• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dominasi Dan Dinamika Etnis Melayu Dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Demokrasi merupakan sebuah kondisi yang dianggap paling ideal dari sebuah negara yang dicita-citakan oleh banyak kalangan, tetapi upaya menuju demokrasi yang ideal merupakan sebuah proses yang tidak mudah. Proses menuju demokrasi inilah yang disebut sebagai demokratisasi. Demokratisasi biasanya diawali dengan kebebasan (liberalisasi). Dalam tahap ini media massa diberi kelonggaran sehingga tidak menghadapi ancaman pembredelan, masyarakat cukup leluasa melakukan partisipasi sosial melalui organisasi dan wahana lain, serta mulai berkembang penghargaan terhadap keragaman antar kesukuan (pluralisme).1

Selain lembaga-lembaga negara, terdapat pula lembaga politik lain seperti partai politik. Partai politik adalah organsasi yang terdiri atas sekelompok orang yang mewakili tujuan sama dan dibentuk untuk memperjuangkan tujuan melalui kekuasaan politik. Partai politik terlibat dalam persaingan untuk memegang kekuasaan politik. Pada dasarnya, politik berkenaan dengan kehidupan publik, yaitu kehidupan yang berkaitan dengan orang kebanyakan atau rakyat. Masyarakat madani (civil society) merupakan wujud masyarakat yang memiliki keteraturan hidup dalam suasana perikehidupan yang mandiri, berkeadilan sosial,       

1 Ahmad Nadir. 2005. Pilkada Lansung dan Masa Depan Demokrasi,Averroes Perss, Malang. Hal.

(2)

dan sejahtera. Masyarakat madani mencerminkan sifat kemampuan dan kemajuan dalam pemerintahan.

Demokratisasi politik di ranah lokal dalam waktu sepuluh tahun ini telah membuat persaingan memperebutkan kekuasaan politik menjadi semakin kuat. Mobilisasi jaringan kekerabatan, etnis dan keagamaan kemudian diciptakan untuk memenangkan persaingan politik tersebut. Setiap pemilihan baik itu gubernur, bupati maupun kepala desa mempertimbangkan keterwakilan etnis dan agama, sehingga power sharing antara kumpulan etnis dominan selalu mewarnai dalam setiap proses pemilihan kepemimpinan politik.2

Desentralisasi kemudian dianggap menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di daerah. Tujuan utama desentralisasi adalah mengurangi beban pemerintah pusat dalam menangani urusan domestik sehingga terfokus untuk merespon berbagai kecenderungan global dan berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang lebih strategis. Desentralisasi juga bertujuan agar pemerintah daerah mengalami proses pemberdayaan yang signifikan dan bertanggung jawab dengan tidak lagi berada dibawah dominasi pemerintah pusat. Pemerintah pusat hanya berperan melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.3

Sebagai koreksi terhadap kegagalan sistem sentralisasi dan uniformisasi pemerintah pusat dengan keluarnya kebijakan desentralisasi untuk otonomi daerah yang dalam visi otonomi daerah yakni dibidang politik, ekonomi, sosial budaya.       

(3)

Untuk bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokratisasi, maka harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada azas pertanggung jawaban publik.4

Pertimbangan-pertimbangan unsur suku sebagai hal yang dipertimbangkan di daerah yang masyarakatnya cukup majemuk dan sering dilanda oleh dinamika sosial, fenomena politik identitas dan keterwakilan politik yang berasas pada etnis dan agama dalam proses politik. Lahirnya gerakan reformasi pada tahun 1998, membawa dampak yang sangat luas dalam tata kehidupan dan penyelenggaraan pemerintahan yang ada. Pada masa Orde Baru, penyelenggaraan pemerintahan berjalan hanya semata-mata mengikuti kehendak penguasa dengan menjadikan birokrasi kekuasaan di pusat-pusat pemerintahan sebagai ujung tombak utama dengan mengabaikan berbagai potensi yang ada pada masing-masing daerah.

Dampak langsung dari penyelenggaraan pemerintahan tersebut adalah semakin seragam potensi dan kepentingan daerah yang ada. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka berakhirlah penyelenggaraan pemerintahan desa yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang-undang

      

(4)

tersebut tidak sesuai lagi dengan jiwa UUD 1945, khususnya yang menyangkut hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa, sehingga perlu diganti.

Adapun landasan pemikiran dari undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan rumusan tersebut, Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 mengisyaratkan dan menghendaki bahwa pemerintahan desa (berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1979) diganti dengan pemerintahan desa berdasarkan adat istiadat dan asal usul daerah yang bersifat istimewa, namun demikian penyelenggaraan pemerintahan desa tersebut tetap merupakan subsistem dari penyelenggaaraan pemerintahan, sehingga kepada desa diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangga masyarakatnya.5

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang menyebutkan perlunya menetapkan permendagri tentang Pemilihan Kepala Desa. Permendagri No. 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa ini ditunggu-tunggu pemerintah daerah untuk dapat mengisi kekosongan posisi Kepala Desa sekaligus dalam rangka implementasi Undang-Undang Desa. Terbitnya Permendagri tentang Pemilihan Kepala Desa ini akan menjadi dasar hukum pemerintah daerah kabupaten/kota untuk dapat melakukan Pemilihan Kepala Desa di daerahnya secara berbarengan ataupun bergelombang mulai di tahun 2015.       

(5)

Syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan Undang-Undang Desa di tahun 2015 menjadi agak kurang lengkap dan menjadi dasar alasan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk tidak dapat melakukan implementasi UU Desa di tahun 2015 jika tidak ada kepala desa definitif.6

Dalam suatu negara yang demokratis, fenomena etnis dalam politik tidak hilang, dan biasanya larut dalam berbagai lembaga politik yang ada. Jika ada perlakuan yang tidak adil, hak-hak sosial dan politik terabaikan serta kepentingan kelompok tidak dapat diakomodasi, maka pemimpin-pemimpin kelompok tersebut berjuang untuk memperoleh hak dan sumber daya yang adil, dan pada waktu yang sama etnis dan etnisitas akan muncul sebagai instrumen untuk mencapai tujuan sosial, ekonomi dan politiknya, oleh karena itu mobilisasi dan strategi elit etnis selalu berdasarkan pada interaksi antara kedua faktor, yaitu reaksi emosional dan merupakan hasil dari kalkulasi politik strategis.

Sebuah kelompok etnik pertama kali diidentifikasi melalui hubungan darah. Apakah seseorang tergabung dalam suatu kelompok etnik tertentu ataukah tidak tergantung apakah orang itu memiliki hubungan darah dengan kelompok etnik itu atau tidak. Meskipun seseorang mengadopsi semua nilai-nilai dan tradisi suatu etnik tertentu tetapi jika ia tidak memiliki hubungan darah dengan anggota kelompok etnik itu, maka ia tidak bisa digolongkan anggota kelompok etnis tersebut. Pada saat anggota kelompok etnik melakukan migrasi, sering terjadi keadaan yang membuat mereka merubah akar budaya etniknya karena       

6http://www.kemendagri.go.id/produk-hukum/category/peraturan-menteri diakses pada tanggal 1

(6)

mengadopsi nilai-nilai baru. Demikian juga dengan bahasa, banyak anak-anak dari anggota kelompok etnik tertentu yang merantau tidak bisa lagi berbahasa etniknya. Akan tetapi mereka tetap menganggap diri mereka sebagai anggota etnik yang sama dengan orangtuanya dan mereka juga tetap diakui oleh kelompok etnikya. Oleh karena itu keanggotaan seseorang pada suatu etnik terjadi begitu saja apa adanya, dan tidak bisa dirubah. Tidak bisa seorang etnis Sunda meminta dirubah menjadi etnis Bugis, atau sebaliknya. Meskipun orang bisa saja memilih untuk mengadopsi nilai-nilai, entah dari etniknya sendiri, dari etnis lain, ataupun dari gabungan keduanya.

Merujuk kepada Barker bahwa etnisitas, ras dan kebangsaan merupakan identitas yang paling menetap dimasyarakat barat modern. Seterusnya dikatakan bahwa etnisitas merupakan suatu konsep budaya yang berintikan penganutan norma, nilai, keyakinan, simbol, dan praktik budaya bersama. Etnisitas merupakan suatu konsep relasional yang terkait dengan kategori-kategori identifikasi diri dan askripsi sosial. Etnisitas lebih tepat dipahami sebagai proses penciptaan batas-batas yang disusun dan dipertahankan dalam kondisi-kondisi sosio historis tertentu antara satu etnis dengan etnis lainnya.7

Politik identitas etnis dan etnisitas pada dasarnya bisa dikategorikan sebagai gerakan identitas etnis sebagai suatu bentuk solidaritas kaum pinggiran

(periphery) yang muncul sebagai reaksi terhadap adanya diskriminasi dan

      

7http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313856-T%2031752-Representasi%20asia-full%20text.pdf

(7)

kesenjangan, serta muncul sebagai kesadaran politik untuk melawan kelompok dominan yang memiliki hak istimewa dalam bidang ekonomi dan politik. Politik identitas etnis dan etnisitas merupakan realitas kolektif yang dikonstruksi berlawanan dengan kumpulan lain. Pendekatan yang lebih cenderung pada instrumentalis melihat bahwa kebutuhan akan defenisi identitas etnis dalam politik adalah bersifat material atau untuk mendapatkan kekuasaan.8

Hal yang terpenting dari pemikiran instrumentalisme ini adalah untuk mengetahui mengapa orang memilih ciri-ciri etnis untuk mengorganisir persaingan dan konflik sosial, ekonomi dan politik. Apa yang utama dan menjadi obyek analisisnya adalah kenyataan konflik, etnisitas dan identitas etnis hanya sebagai satu variabel perilaku politik (political behavioral), oleh karena itu dalam upaya untuk memahami munculnya politik identitas etnis yang ada di Desa Kwala Gunung ada hal yang sangat menarik terkait pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung tersebut dimana etnis dominan dalam pemilihan kepala di Desa Kwala Gunung kalah lebih dari satu dekade terakhir ini.9

Pemilihan kepala desa (pilkades) di Desa Kwala Gunung yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2015 berjalan tanpa mengalami hambatan. Semua proses dari awal dibukanya tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari lima dusun yang ada hingga pencatatan hasil akhir pilihan masyarakat terhadap kepala desa tidak didapati penyelewangan. Adapun yang tidak luput dari perhatian adalah yang menjadi pemenang pemilihan kepala desa (pilkades) di Desa Kwala       

8Achmad Habib. 2004. Konflik Antaretnik di Pedesaan. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara

hal.70.

(8)

Gunung adalah Jum’ah Haidiryah yang mempunyai latar belakang suku yang berbeda dengan etnis yang dominan di daerah tersebut. Desa Kwala Gunung merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara. Desa tersebut memiliki jumlah penduduk 2179 jiwa dimana terdiri dari jumlah penduduk laki-laki 1.158 jiwa dan penduduk perempuan 1.018 jiwa. Penduduk yang berjumlah 2179 jiwa di Desa Kwala Gunung ini terdiri dari 67% penduduknya bersuku Jawa, 26% suku Melayu, 5% suku Batak dan 2% suku yang lainnya.

(9)

menggunakan hak pilihnya pada pemilihan kepala desa tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas dan dengan alasan terpilihnya Jum’ah Haidiryah yang bersuku Melayu mengalahkan calon lain bersuku Jawa yang merupakan suku dominan di Desa Kwala Gunung ini yang akhirnya membuat peneliti tertarik meneliti tentang “Dominasi dan Dinamika Etnis Melayu dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala

Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara”.

I.2. Perumusan Masalah

Banyak penelitian yang meneliti tentang kejadian-kejadian di sebuah wilayah yang dikuasai seorang kepala daerah yang juga berasal dari etnis mayoritas tersebut. Isu etnis atau kesukuan merupakan isu yang sering kita dengar ketika akan berlangsung pemilihan kepala daerah baik itu gubernur, bupati/walikota dan kepala desa. Terjadi hal yang menarik di pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara ini. Pada tanggal 26 Mei 2015 yang lalu dilaksanakan pemilihan kepala desa di desa tersebut. Pada saaat pemungutan suara calon yang berasal dari etnis minoritas (Melayu) berhasil mengalahkan calon kepala desa yang berasal dari etnis mayoritas (Jawa).

(10)

Jumali (Jawa), Rudi Hartono (Jawa) dan Jum’ah Haidiryah (Melayu) ditengah dominasi etnis Jawa di Desa Kwala Gunung Jum’ah Haidiryah berhasil memenangkan pemilihan calon kepala desa di Desa Kwala Gunung. Hal ini sangat menarik bagi peneliti ketika isu-isu mengenai etnisitas tidak terlalu dominan di Desa Kwala Gunung dalam pemilihan kepala desa yang lalu.

Penelitian ini akan mencari jawaban terhadap pertanyaan, “Mengapa calon dari etnis Melayu dapat memenangi Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara yang didominasi Etnis Jawa ?”

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang dinamika kemenangan etnis Melayu dalam Pemilihan Kepala Desa Kwala Gunung yang didominasi Etnis Jawa adalah:

a. Mengetahui dominasi kemenangan etnis Melayu pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung.

(11)

I.4. Pembatasan Masalah

Dalam upaya memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini, akan lebih baik jika dibuat pembatasan masalah:

1. Penelitian ini hanya mengkaji tentang dinamika pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima puluh, Kabupaten Batu Bara.

2. Penelitian ini hanya mengkaji tentang dominasi kemenangan etnis Melayu dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung yang didominasi mayoritas etnis Jawa.

I.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, secara teoritis maupun secara praktis.

a) Secara teoritis.

- Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menganalisis sebuah pemilihan di desa yang tidak dominan dengan isu etnis.

(12)

b) Secara praktis.

- Penelitian ini akan memberikan informasi tentang pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung berlangsung sangat demokratis.

c) Secara teoritis, penelitian ini juga akan memberikan informasi tentang strategi calon terpilih Jum’ah Haidiryah dalam mengatasi isu-isu etnis minoritas ditengah etnis mayoritas dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung.

I.6. Kerangka Teori dan Konsep

Dalam penelitian ini, diperlukan pisau analisis yaitu kerangka teori, untuk dapat memahami secara mendalam apa yang akan diteliti oleh peneliti. Peneliti menggunakan teori yang ada dan sesuai dengan apa yang akan diteliti agar peneliti dapat menggunakan beberapa kerangka konseptual sebagai landasan berpikir dan menganalisis fenomena yang terjadi di Desa Kwala Gunung dimana dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Dominasi calon beretnis Melayu yang merupakan etnis minoritas mampu mengalahkan calon kepala desa beretnis Jawa yang mayoritas. Konsep dan teori yang akan digunakan, diantaranya adalah sebagai berikut:

I.6.1. Konsep Etnisitas

(13)
(14)

ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan genetis serta bertindak berdasarkan

pattern yang sama.10

Teori identitas sosial menurut T.K. Oommen memiliki tiga asumsi utama: 1. Setiap individu akan berusaha mempertahankan konsep dirinya yang

positif.

2. Konsep diri tersebut lahir dari identifikasi terhadap kelompok sosial yang lebih besar.

3. Upaya individu dalam mempertahankan konsep dirinya yang yang positif itu cenderung dilakukan melalui cara membanding-bandingkan kelompoknya dengan kelompok lain.11

Proses perbandingan sosial ini umumnya didorong oleh motif persaingan antar kelompok, yang tidak jarang akan berujung pada konflik sosial ketika variabel-variabel struktural seperti distribusi kekuasaan yang tidak adil, hierarki sosial yang terlalu timpang, persaingan memperebutkan sumber daya dan pengaruh, dan upaya mempertahankan harga diri kelompok itu tereskalasi dalam hubungan antar kelompok. Kondisi ini memungkinkan masing-masing kelompok sosial akan mempersepsi kelompok lain (outgroup) sebagai pesaing, ancaman, jahat, buruk, sementara dalam dalam waktu yang bersamaan akan muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu melihat kelompok (ingroup) sendiri sebagai yang lebih baik dan unggul.

      

(15)

Pembahasan mengenai teori identitas sosial tentu tidak bisa dipisahkan dengan teori kategorisasi diri (self-categorization theory). realitas sosial merupakan tempat berkembangnya nilai-nilai yang menjadi acuan bagi identitas kelompok, dan dalam perkembangannya kemudian melahirkan batas-batas antarkelompok. Identitas sosial yang mewujud dalam interaksi sosial dengan demikian merupakan penjelamaan dari kegiatan memilih, menyerap, sekaligus mempertahankan nilai-nilai tersebut, sehingga dalam konteks ini bisa dibaca bahwa pada dasarnya setiap kelompok akan membawa dan memperjuangkan kepentingannya masing-masing dalam interaksi sosial. Hal ini juga bisa dipahami bahwa kecenderungan sebuah kelompok sosial untuk menyerap nilai-nilai tertentu ketimbang yang lainnya merupakan cara kelompok tersebut dalam membuat batas pembeda antara dirinya dengan kelompok-kelompok lain. Proses yang mewakilinya disebut sebagai kategorisasi diri. Bagi individu yang menjadi bagian dari kelompok sosial tersebut selanjutnya akan menempatkan nilai-nilai yang berkembang dalam kelompoknya itu.12

Ingroup sebagai rujukan dalam berperilaku dan menjadi bagian dari

identitas sosialnya, sementara di saat yang bersamaan dia akan bersikap sebaliknya untuk kelompok lain, yaitu cenderung merendahkan nilai-nilai yang berkembang dan dianut oleh kelompok lain. Secara khusus mengenai ingroup

dan outgroup tersebut, ia mencoba menjelaskannya dengan melihat

kecenderungan-kecenderungan sosial besertapotensi-potensi konflik yang bisa       

(16)

saja muncul di dalamnya. Fenomena ini kemudian akan mengarahkan individu untuk membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang secara tegas berbeda, yaitu “dunia ke-kita-an” (weness) dan “dunia yang lain” atau “dunia mereka” (otherness).

Kita adalah ingroup sementara mereka adalah outgroup. Kecenderungan untuk memuja kelompok sendiri beserta nilai-nilai yang berkembang di dalamnya selanjutnya akan memicu lahirnya fenomena bias-bias kelompok sendiri (ingroup

biases). Ingroup biases ini merupakan kondisi yang mengarahkan individu untuk

semakin menunjukkan ciri, kategori, dan sifat kelompoknya sendiri dalam rangka mendapatkan rasa aman dan kedekatan emosional dengan sesama anggota kelompok, sekaligus menjadi sumber bagi setiap rasa kesatuan (sense of unity), yang selanjutnya akan berujung pada lahirnya kebanggaan dan loyalitas terhadap kelompoknya sendiri.13

Sementara di lain sisi, outgroup merupakan kategori sosial atau kategori kelompok di mana individu tidak merasa menjadi bagian dari kategori sosial tersebut sehingga akan menimbulkan perasaan tidak suka, menghindar, membandingkan, berkompetisi, bahkan bisa memicu lahirnya konflik dengan kelompok lain. Dasar dari kohesivitas dalam ingroup adalah adanya persamaan, baik persamaan dalam hal ras, agama, kepercayaan, kelompok sosial, pekerjaan, jenis kelamin, dan sebagainya, dan disaat yang bersamaan ia juga diteguhkan oleh

      

13Afthonul Afif. 2012. Identitas Tionghoa Muslim Indonesia, Depok, Jawa Barat Penerbit Kepik.

(17)

persepsi terhadap outgroup yang berbeda dengan ingroup. Penelitian tentang kategorisasi sosial dan ingroup preference membuktikan bahwa rasa suka dan penilaian positif terhadap ingroup terjadi karena para subjek mengetahui adanya kesamaan dalam identitas kelompok mereka, sementara outgroup terbentuk dari proses identifikasi terhadap perbedaan-perbedaan dalam berbagai manifestasinya (ras, agama, kelas sosial, pekerjaan, dsb). Outgroup merupakan kelompok sosial yang sama sekali berbeda dengan ingroup.

Ingroup-outgroup yang pada titik tertentu merupakan sumber bagi

konflik-konflik sosial, terdapat fakta lain yang lebih berkesan positif dari proses kategorisasi itu, yaitu individu menjadi mampu menempatkan dirinya dalam relasi sosial melalui cara-cara yang lebih terukur dan terkontrol. Kesadaran bahwa individu menempati posisi sosial tertentu di hadapan individu-individu dari kelompok lain juga membuat individu tahu seperti apa memanfaatkan nilai-nilai yang dia anut secara tepat sehingga rasa keberbedaan sebagai sumber identitas sosial itu tetap terjamin. Proses ini menggambarkan bentuk internalisasi nilai-nilai itu berlangsung di level individu. Nilai-nilai itu selanjutnya akan mempengaruhi konsep diri individu terbentuk. Jumlah total dari nilai-nilai yang telah diinternalisasikan ke dalam konsep diri individu yang mana hal itu kemudian menjadi kondisi pembeda ketika individu berhadapan dengan individu-individu lain disebut sebagai “identitas sosial” individu.14

(18)

Identitas sosial akan selalu berhubungan dengan pengetahuan individu tentang peran dan signifikansi nilai-nilai yang diperoleh dari keanggotaannya dalam kelompok sosial tertentu. Identitas sosial mengacu pada asumsi-asumsi mengenai sifat-sifat individu dan sifat masyarakat dan interaksi yang terjalin antara keduanya. Pada masyarakat yang hirarkis terstruktur kategori-kategori sosial yang merupakan penggolongan orang menurut negara, ras, kelas, pekerjaan, jenis kelamin, etnis, agama, dan lain-lain. Pada masing-masing kategori-kategori sosial melekat suatu kekuatan (power), status, martabat (prestige) yang pada akhirnya memunculkan suatu struktur yang menentukan kekuatan dan status hubungan antar individu dan antar kelompok. Sementara di dalam diri individu berlangsung proses kognitif, afektif, dan konatif yang dijadikan pertimbangan individu untuk mengerti dan berperilaku.

(19)

I.6.2. Otonomi Desa

Pada wacana kontemporer, desentralisasi sebagai sebuah konsep bisa diterapkan dengan berbagai cara dan dalam beragam keadaan Desentralisasi melibatkan banyak proses dan institusi literatur terkini juga memperlihatkan bahwa desentralisasi telah menjadi topik yang interdisiplin, tidak hanya dimonopoli oleh ilmuwan politik dan publik administrasi sebagai kontributor utama terhadap literatur tentang desentralisasi yang begitu luas, tetapi juga digunakan oleh para pengacara, sosiolog, antropolog, dan para akademisi dalam teori dan desain organisasi dan juga perencanaan pembangunan. Konsekuensinya adalah desentralisasi sekarang memiliki makna yang berbeda untuk setiap disiplin ilmu.15

Berdasarkan perspektif administratif, diantara justifikasi yang paling banyak dikutip adalah bahwa desentralisasi memiliki potensi untuk menghasilkan efektivitas dan efisiensi yang lebih besar dalam urusan-urusan administratif lokal, khususnya pemberian layanan publik. Hal ini disebabkan karena pemerintah lokal memiliki pengetahuan yang lebih baik dan sensitifitas yang lebih kuat terhadap berbagai kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal daripada pemerintah pusat, yang berimplikasi kepada proyek-proyek dan desain program yang lebih efektif.16 Ditambah lagi, desentralisasi juga memungkinkan pemberian layanan yang lebih murah karena pemerintah lokal       

15Rasyid, M. Ryaas., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2002, Hal.12.

(20)

dapat memangkas prosedur yang panjang dan kompleks dari perencanaan yang terpusat desentralisasi memiliki potensi untuk mengembangkan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Bryan C Smith menyatakan bahwa “decentralization can have significant repercussions for resource mobilization

and alocation, and ultimately macroeconomic stability, service delivery, and

equity.” Hal ini dimungkinkan melalui “… market models of local

decision-making… as a means of expanding the scope of consumer choice between

public goods. Residential choice [also] contributes to the realization of

individual values and collective welfare”.17

Desa, atau udik, menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan. Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun (Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara.

Menurut etimologi, kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, desa yang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Menurut perspektif

      

(21)

geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a

country area, smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.18

Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Pelaksanaan dari keluarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan landasan kuat bagi desa dalam mewujudkan “Development       

(22)

Community” dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri.

Desa diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara mandiri termasuk bidang sosial, politik danekonomi. Kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan politik. Desa memiliki otonomi yang berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.

Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengakuan otonomi di desa dijelaskan sebagai berikut:

(23)

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti sedia kala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan.19

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan kabupaten atau kota diserahkan pengaturannya kepada desa. Harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan tanpa tanggung jawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggung jawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia.20 Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa menuntut tanggung jawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggung jawab

      

(24)

untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.21

Teori otonomi desa digunakan untuk menganalisis sistem dan mekanisme pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Teori ini juga digunakan untuk menjelaskan kesatuan masyarakat hukum desa dalam pemerintahannya yang berkaitan dengan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat desa. Teori otonomi digunakan untuk memperkuat analisis yang ada dalam penelitian ini yang berkaitan dengan etnisitas. Hal-hal yang berkaitan dengan sistem pemilihan kepala desa, mekanisme pemilihan dan tata cara pemilihan sebagai pendukung depth interview dalam penelitian ini. Penelitian kualitatif dengan depth interview tentunya harus mendalam tidak hanya data primer kesukuan tetapi juga data pendukung untuk menjawab kenapa suku minoritas di Desa Kwala Gunung bisa memenangkan pemilihan kepala desa.

I.6.3. Teori Strategi

Strategi menurut Timur Mahardika merupakan jalan untuk mencapai tujuan, maka mengembangkan suatu strategi membutuhkan paling tidak suatu pengetahuan yang menyeluruh, kritis dan objektif mengenai kekuatan penghalang perubahan dan sekaligus peta seluruh kekuatan yang ada, termasuk analisis       

(25)

dengan kejujuran kekuatan internal yang dimiliki dan suatu tata susunan langkah-langkah yang akan diambil sehubungan tujuan yang ingin dicapai dikaitkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, sehingga didapat strategi yang baik, dalam hal ini tidak ditentukan oleh suatu kecerdasan individual, melainkan oleh hasil kerjasama, terutama bisa memperoleh data yang akurat.22

Strategi merupakan suatu jalan mencapai tujuan, maka dengan adanya strategi komunikasi politik merupakan sesuatu hal yang bertujuan untuk pencitraan politik dengan merawat ketokohan dan memantapkan kelembagaan artinya dengan ketokohan seorang politisi dan kemantapan lembaga politiknya dalam masyrarakat, akan memiliki pengaruh tersendiri dan komunikasi politik. Selain itu juga diperlukan kemampuan dan dukungan lembaga dalam penyusunan pesan politik, menetapkan metode dan memilih media yang tepat.23

Sementara dalam kamus Longman Dictionary of Contemporary English, arti dari strategi adalah strategy is a particular plan for winning success in

particular activity, as in war, a game, a competition, or for personal advantage.

Jadi, strategi merupakan perencanaan dalam mensukseskan tujuan dalam segala aktifitas. Baik dalam mensukseskan peperangan, kompetisi maupun yang lainnya. Perencanaan strategi dimaknai rancangan yang bersifat sistemik dilingkungan sebuah organisasi, sedangkan manajemen strategi mempunyai definisi yang berbeda-beda. Rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh       

(26)

manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuannya.

Dilihat dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara rinci, yaitu :

Pertama, manajemen strategi adalah proses pengambilan keputusan. Kedua,

keputusan yang diambil merupakan keputusan yang menyeluruh dan mendasar.

Ketiga, pembuatan keputusan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sebagai

penanggung jawab utama dalam keberhasilan dan kegagalan dalan sebuah organisasi. Keempat, pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi.

Kelima, keputusan tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh jajaran

organisasi dalam bentuk pelaksanaan pekerjaan yang terarah, sedangkan menurut Michael Allison dan Jude Kaye, strategi adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan diantara stakeholder utama-tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap terhadap lingkungan operasi.24

Strategi politik adalah sebuah rencana yang sistematik dan mengimplementasikannya dalam mencapai tujuan memenangkan dalam bidang politik. Strategi politik inilah yang digunakan partai politik untuk memenangkan dalam setiap momentum perebutan kekuasaan, sedangkan strategi yang berkaitan dengan pembangunan sosial adalah sebuah rencana yang sistematik dan dapat mengimplementasikan inklusi sosial dalam rangka memenangkan pemilu. Teori strategi digunakan untuk menganalisis strategi yang digunakan calon yang berasal       

(27)

dari etnis Melayu Jum’ah Haidiryah pada pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara. Teori ini berkaitan dengan bentuk strategi yang menyangkut citra, ketokohan, program dan terkait langkah-langkah yang akan diambil dalam kampanye sehingga memperoleh strategi yang baik.

Penelitian ini terkait dengan strategi yang digunakan oleh calon yang berasal dari etnis Melayu Jum’ah Haidiryah dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung. Posisi strategi dalam penelitian ini memiliki posisi yang sentral karena terkait maslaah cara memenangkan pemilihan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif tentunya pertanyaan strategi dalam wawancara mendalam sangat penting dalam penelitian ini.

1.7. Kerangka Penelitian

Dasar analisis cara dan pengaruh

(28)

1.8. Indikator penelitian

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Teori Etnisitas dan Teori Strategi mengenai pencapaian tujuan, analisis, dan bentuk dinamika yang terjadi di pemilihan kepala Desa Kwala Gunung yang dimenangi oleh etnis minoritas (Melayu) mengalahkan etnis mayoritas (Jawa). Indikator – indikator tersebut akan diuraikan dalam bentuk wawancara mendalam sebagai instrumen pengambilan data.

I.9. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu pengkajian dalam menjawab serta mempelajari peraturan yang terdapat dalam suatu penelitian. Ditinjau dari sudut filsafat, metodologi penelitian merupakan epistimologi penelitian, yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.25 Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1.9.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Situasi atau fenomena yang terjadi dalam pemilihan kepala desa di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara yang didominasi etnis Melayu dalam pemilihan Kepala Desa yang penduduknya       

25

Prof. Dr. Husni Usman, M.Pd., M.T dan Purmono Setiady Akbar, M.Pd. 2009. Metodologi

(29)

merupakan mayoritas etnis Jawa. Metode penelitian ini dimaksudkan sebuah proses pemecahan suatu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau menerangkan keadaan sebuah objek maupun subjek penelitian seseorang, lembaga maupun masarakat pada saat sekarang dengan berdasarkan fakta-fakta yang tampak seperti apa adanya.26

Peneliti akan mendeskripsikan fenomena yang terjadi, proses dan dinamika yang terjadi di Desa Kwala Gunung yang akan di dianalisis berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan oleh peneliti.

I.9.2. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti akan mengumpulkan data dan informasi dengan mengandalkan data primer dan juga data sekunder.

a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan. Dalam hal ini, data primer yang diperoleh adalah dengan melakukan

depth interview (wawancara mendalam) dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan atau pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian. Peneliti akan melakukan wawancara dan observasi langsung terhadap orang-orang terkait Pemilihan Kepala Desa di Desa Kwala Gunung. Adapun informan yang akan diwawancarai, diantaranya Jum’ah Haidiryah sebagai Kepala Desa terpilih yang merupakan suku Melayu, Abdul       

26Hadari Nawawi. 1995. Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : Gajahmada

(30)

Latif yang merupakan tokoh masyarakat suku Melayu yang juga mantan kepala desa di Desa Kwala Gunung dan Bapak Syahmidun sebagai tokoh masyarakat suku Jawa di Desa Kwala Gunung.

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun yang telah diolah. Dalam hal ini, data sekunder diperoleh dari buku-buku, majalah, jurnal dan internet yang masih memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan.

I.9.3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara induktif sebagai salah satu ciri dari penelitian tersebut. Peneliti kualitatif akan mencoba memahami fenomena atau gejala yang dilihatnya seperti apa adanya. Analisis induktif dimulai dengan melakukan serangkaian observasi khusus, yang kemudian akan memunculkan tema-tema atau kategori-kategori, serta pola-pola hubungan diantara tema atau kategori yang telah dibuatnya. Analisis induktif ini digunakan juga karena proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda-realitas penelitian kualitatif bersifat jamak/ganda seperti apa temuan yang terdapat dalam data.

I.10. Sistematika Penulisan

(31)

mempermudah proses penelitian dalam hal penulisan agar sesuai dengan suatu karya ilmiah. Adapun sistematika penulisan tersebut, antara lain:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab yang pertama terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori dan konsepsional, metode penelitian dan juga sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL, KOMPOSISI DAN EKSISTENSI ANTAR SUKU Bab yang kedua, akan mendeskripsikan tentang Profil Suku, Komposisi suku dan eksistensi antar suku di Desa Kwala Gunung, Kecamatan Lima Puluh, Kabupaten Batu Bara.

BAB III : HUBUNGAN ANTAR SUKU DAN ANALISIS

Bab yang ketiga akan mendeskripsikan bagimana hubungan antar suku di Desa Kwla Gunung dan Analisis Pemilihan Kepala Desa di Desa Kwala Gunung. BAB IV : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Karmarkar) kurang dari 0,05.Persoalan program linier yang berukuran kecil, metode Karmarkar membutuhkan perhitungan yang relatif lebih besar dan lebih cepat jika

Dari 39 mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Analisis Real dengan metode inkuiri dapat diketahui nilai kemampuan berpikir kritis matematis yang di atas 65 diraih oleh 8

Perlakuan dosis pupuk kandang kambing 20 t ha -1 mampu menghasilkan rerata bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot dan hasil panen jagung manis

Pembuatan sebuah player menggunakan aplikasi Borland Delphi 6.0 untuk media berbagai format yang diimplementasikan pada suatu sistem operasi. Format yang dapat digunakan, yaitu

[r]

peti kemas (PT Inti Sentosa Alam Bahtera). Selain dikelilingi oleh wilayah industri, DAS Way Kuala merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang menghasilkan limbah rumah tangga

Tumor hipofisis yang berukuran kecil umumnya tidak bergejala, akan tetapi jika tumor membesar dapat menimbulkan gangguan dikarenakan efek kompresi dari tumor sendiri

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB