• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Hubungan Antara Asuhan Kefarmasian Terhadap Hasil Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Hubungan Antara Asuhan Kefarmasian Terhadap Hasil Terapi dan Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Primer Rawat Jalan di RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Data yang diperoleh dari WHO pada tahun 2000, sekitar 972 juta orang atau 26,4%penduduk dunia mengidap hipertensi. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta terdapat di negara maju dan 639 juta di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (Kearney, et al., 2005;Sunarto, 2007). Menurut Wolz, (2000), dalam National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES), melaporkan prevalensi pasien yang menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi, melakukan perawatan dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Prevalensi tingkat kesadaran, pengobatan dan kontrol pasien hipertensi usia 18-74 tahun

Pasien 1974-1980 1988-1991 1991-1994 1999-2000

Menyadari hipertensi 51% 73% 68% 70%

Melakukan pengobatan 31% 55% 54% 59%

Melakukan kontrol 10% 29% 27% 34%

(Wolz, 2000).

(2)

2

prevalensi hipertensi pada usia < 45 tahun sebesar 34,4%, usia 45-64 tahun sebesar 50,1%, dan prevalensi terbesar terjadi pada usia >65 tahun sebesar 70,3%.

Lebih dari 95% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya yang pasti, dan didiagnosis sebagai pasien hipertensi primer (hipertensi esensial). Sebagian kecil atau sekitar 5-10% pasien, penyebab jelas diketahui disebut pasien hipertensi sekunder (WHO, 2001).

Pengendalian hipertensi yang agresif akan menurunkan komplikasi terjadinya infark miokardium, gagal jantung kongestif, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi perifer dan diseksi aorta, sehingga morbiditas dapat dikurangi (Wiryana, 2008).Tekanan darah yang terkontrol dengan obat-obat antihipertensi akan mengurangi resiko stroke 35-40%, infark miokard 20-25%, dan gagal jantung lebih dari 50% (Muenster, et al., 2007).

Modifikasi penatalaksanaan penyakit hipertensi perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Sebab, paling sedikit 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum obat sesuai yang direkomendasikan. Juga, sejumlah besar obat-obat antihipertensi memiliki efek samping yang tidak diinginkan yang membutuhkan penilaian dan intervensi oleh farmasis (Karodeh, et al., 2011).

(3)

3

terapi farmakologi maupun terapi non farmakologi. Secara global, peran farmasis dalammengedukasi pasien sedang berkembang. Hal ini disebabkan farmasis dengan keahliannya, mampu mengidentifikasi masalah dan meningkatkan kepatuhan terkait pengobatan pasien.Dengan membantu pasien memodifikasi pola hidupnya akanmembantu pasien mencapai tujuan terapi (Depkes RI, 2006; Bisharat, et al.,2012).

Pasien dengan penyakit kronis, seperti hipertensi dan diabetes melitus memiliki nilai kualitas hidup yang buruk (Jiang,et al.,2009; Poljicanin,et al.,2010). Menurut Ayalon, et al., (2006), rendahnya kualitas hidup pasien hipertensi berhubungan erat denganpenatalaksanaannya yang bersifat seumur hidup dan memerlukan manajemen harian dalam jangka waktu yang lama (Poljicanin, et al., 2010). Farmasis dengan pengetahuan farmasi dan keahlian mereka bekerja sama dengan dokter dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya melakukan manajemen terapi pasien dan meningkatkan kualitas hidup.Intervensi perilaku pada pasien, seperti konseling, terbukti efektif meningkatkan kontrol tekanan darah (Boulware, et al., 2001).

(4)

4

Penelitian asuhan kefarmasiann terhadap kualitas hidup pasien hipertensi sangat terbatas. Ada beberapa instrumen untuk menganalisis kualitas hidup yang meliputi persepsi fisik, psikologi dan hubungan sosial pasien. Short-Form Health Survey-36(SF-36) secara luas telah digunakan untuk mengevaluasi berbagai jenis kondisi kesehatan, termasuk hipertensi(Berenguer, et al., 2004; Khaw, et al., 2011). Selain itu, tindak lanjut kegiatan evaluasi merupakan langkah baru dalam sistem layanan kesehatan yang belum rutin dilaksanakan bersama terapi obat ketika asuhan kefarmasian tidak tersedia. Seorang praktisi farmasi dikatakan belum memberikan asuhan kefarmasian sampai kondisi pasien ditindaklanjutiuntuk memantau apa yang terjadi akibat keputusan klinis yang diambil berupa terapi obat dan perencanaan asuhan kefarmasian (Cipolle, et al., 2004).Terkait tindak lanjut evaluasi, praktisi dan pasien membandingkan tujuan terapi yang diinginkandengan hasil terapi yang diperoleh pasien. Parameter yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi intervensi hasil klinis terapi obat adalah kondisi klinis dan/atau parameter laboratorium. Bagaimana proses evaluasi dan efektivitas terapi pasien ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1Efektivitas terapi pasien (Sumber: Cipolle, et al., 2004) Indikasi Produk Obat Regimen Dosis Hasil

Sasaran Terapi

Nilai Laboratorium Abnormal Tanda & Gejala

Efektivitas Laboratorium

Klinis

(5)

5

Pemeriksaan laboratorium pada penyakit hipertensi dibagi dalam 3 kelompok uji, yang pertama uji yang sangat dianjurkan, yang harus dilakukan untuk semua pasien, memberikan informasi dasar tentang faktor risiko tambahan dan fungsi ginjal serta fungsi jantung. Beberapa uji yang disarankan yaitu kreatinin serum, glukosa darah, kolesterol serum, dan elektrokardiogram. Kedua, uji tambahan, uji lain yang mungkin bermanfaat dilakukan jika fasilitas tersedia dan diperlukan informasi tambahan.Ketiga, evaluasi secara luas, dilakukan untuk mengkaji secara lebih rinci hipertensi dan komplikasinya atau untuk mencari penyebab hipertensi yang dapat disembuhkan jika sejarah, pemeriksaan fisik, atau uji sederhana mengarah pada kemungkinan ini, contohnya ultrasonografi ginjal dan adrenal, serta tomografi (WHO, 2001).

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti melakukan penelitian konseling farmasis terhadap hasil terapi dan kualitas hidup pasien hipertensi primer rawat jalan di RSUD dr. R.M. Djoelham Binjai dengan kerangkapikirpenelitianseperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2 Kerangka pikir penelitian Pasien

(6)

6 1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan dalam latar belakang dan kerangka pikir penelitian, maka rumusan masalah penelitian adalah:

a. apakah ada hubungan antara pemberian asuhan kefarmasiandalam bentuk konseling oleh farmasis terhadapkeputusan klinis pada pasien hipertensi primerrawat jalan di RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai?

b. apakah ada hubungan antara pemberian asuhan kefarmasiandalam bentuk konseling oleh farmasis terhadapkualitas hidup yang dinilai berdasarkan SF-36 pada pasien hipertensi primerrawat jalan di RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai? 1.4Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian adalah: a. ada hubungan antara pemberian asuhan kefarmasiandalam bentuk konseling

oleh farmasis terhadap keputusan klinis pada pasien hipertensi primerrawat jalandi RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai.

b. ada hubungan antara pemberian asuhan kefarmasiandalam bentuk konseling oleh farmasis terhadap kualitas hidup yang di nilai berdasarkan SF-36 pada pasien hipertensi primerrawat jalandi RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

(7)

7

b. hubungan antara pemberian asuhan kefarmasiandalam bentuk konseling oleh farmasis terhadap kualitas hidup yang di nilai berdasarkan SF-36 pada pasien hipertensi primer rawat jalandi RSUD dr. R. M. Djoelham Binjai.

1.6 ManfaatPenelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaatbagi profesi farmasi dan pasien dalamhalpeningkatanmutuasuhankefarmasian

Gambar

Gambar 1.1Efektivitas terapi pasien (Sumber: Cipolle, et al., 2004)
Gambar 1.2 Kerangka pikir penelitian

Referensi

Dokumen terkait

V veliki večini 73,1% so anketiranke najprej pomislile, ko so slišale za mlečno banko, da gre za možnost darovanja svojega mleka za druge otroke, 15,4% so anketiranke najprej

[r]

Pemrosesan data yang digunakan pada Klinik Bintara Medika masih dilakukan secara manual sehingga sering kali mengalami kendala seperti proses pandaftaran pasien memerlukan waktu

[r]

anak-anak tidak diberi kesempatan mempelajari keterampilan tertentu, mereka akan memiliki dasar ketermpilan yang telah dipelajari oleh teman-teman sebayanya, dan

pendapatan usaha yang menjadi indikasi keuntungan, pada peternak yang bukan plasma pola PIR (peternak mandiri) didapatkan lebih baik. dibandingkan dengan peternak

Kepala Sub Bidang I mempunyai tugas penyusunan rencara, mengevaluasi data Ekonomi dan Sumber Daya Alam melakukan penyiapan bahan mengumpulkan, menganalisa dan serta

Bagian 1, merupakan pertanyaan mengenai tingkat kepentingan (importance) atau tingkat harapan yang diinginkan konsumen pada Rumah Makan Kangen Desa.. Setiap pertanyaan diberi