TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Andisol
Andisol adalah tanah yang berkembang dari bahan volkanik, tanah
Andisol yang berkembang dari abu vulkan, dirajai bahan-bahan amorf
(alofan, imogolit, dan fraksi humus) (Hardjowigeno, 1993). Andisol di Indonesia
terletak pada daerah yang mempunyai ketinggian 0-3500 m dpl, dengan bentuk
wilayah datar sampai bergunung serta dibawah kondisi iklim tropika dan pada
landscape volkanik muda. Andisol di Sumatera Utara terbentuk dari andesito desit
tuf dari lahar Gunung Sibayak dan didepositkan pada daerah yang lebih rendah
(Munir, 1996).
Di daerah tropis cukup luas tanaman sayuran ditanam di tanah volkanik
(Andisol), seperti singkong, ubi rambat, kacangan, tomat, sayuran berdaun
misalnya sawi, selada, kol. Tanah Andisol ideal bagi produksi tanaman
sayur-sayuran karena makro porositasnya tinggi (Mukhlis, 2011).
Permasalahan utama pada Andisol adalah retensi fosfat yang tinggi
(retensi fosfat > 85%) sehingga ketersediaan fosfat bagi tanaman cukup rendah.
Sebagian besar P yang diberikan dalam bentuk pupuk, di dalam tanah dierap oleh
bahan amorf menjadi tak tersedia bagi tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan
tanaman akan unsur P, biasanya petani memberi pupuk P jauh lebih banyak.
Hasil pengamatan di lapangan, petani di tanah Andisol dataran tinggi Karo
memberikan pupuk P sebanyak 180 Kg sampai 270 Kg P2O5/ha untuk tanaman
jagung atau sekitar 2 sampai 3 kali lebih besar dibandingkan jumlah pupuk P di
bahan amorf mempunyai permukaan spesifik yang luas, sehingga jerapan P lebih
tinggi. Untuk dapat disebut tanah Andisol harus memiliki sifat andik
sekurang-kurangnya setebal 35 cm kedalaman 60 cm teratas (Hardjowigeno, 1993).
Cara yang umum untuk mengatasi hal ini biasanya dengan memberikan
input yang tinggi berupa pemupukan fosfat atau menaikkan pH tanah dengan cara
pengapuran. Untuk mengurangi kedua input tersebut maka aplikasi CMA dapat
dijadikan salah satu alternatif yang perlu dicoba dan dikembangkan. Kemampuan
CMA dalam memperbaiki status nutrisi tanaman dapat dijadikan alat biologis
untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan (Fitriatin, dkk, 2009).
Kapasitas tukar kation meningkat dengan meningkatnya pH tanah.
Disamping itu dengan adanya gugus OH- yang terbuka pada alofan maka Andisol
mempunyai afinitas/daya ikat yang kuat terhadap ion fosfat karena ion fosfat
cepat beraksi dengan Al oktahedral dengan menggantikan gugus
OH-Pada tanah Andisol yang diolah secara terus-menerus memiliki bulk
densiti, bahan organik, nitrogen, dan kation basa tukar nyata lebih rendah
dibandingkan tanah Andisol yang disawahkan. Bahan organik tanah dan kation
basa tertinggi pada tanah Andisol tanpa olah. Bakteri, Fungi, Aktinomisetes, dan
Cianobakteri lebih banyak ditemukan pada tanah Andisol tanpa olah dibandingkan
Andisol yang diolah konvensional dan disawahkan. Sedangkan mikorrhiza,
bakteri pereduksi sulfat dan bakteri pengoksidasi methana lebih banyak pada yang
terletak pada bidang permukaan mineral. Karena itu budidaya pertanian yang
diusahakan pada Andisol akan memerlukan penambahan fosfat yang cukup tinggi
tanah yang diolah secara konvensional; ini berkaitan dengan kebutuhan oksigen
(Mukhlis, 2011).
Pupuk Fosfat
Fosfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar
(hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan
nitrogen dan kalium. Tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan
(key of life). Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO-4) dan ion ortofosfat sekunder (HPO=4
Menurut Damanik, dkk, (2010) sumber fosfor di dalam tanah terdiri dari
bentuk organik dan anorganik. Fosfor organik tanah contohnya antara lain: asam
nukleat, fitin dan turunannya, fosfolipid, fosfoprotein, inositol, fosfat, dan fosfat
metabolik. Sumber utama fosfor anorganik berasal dari kerak bumi, dan hasil dari
pelapukan, batuan mineral yang mengandung fosfor seperti mineral apatit, dan
kandunganya mencapai 0.12% P. Sebagian besar fosfat anorganik tanah berada
pada persenyawaan kalsium, aluminium, dan besi, yang kesemuanya sukar larut di
dalam air.
) (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
Berdasarkan kelarutannya dan ketersediaannya di dalam tanah bentuk
fosfor tanah dapat dibedakan menjadi (1) fosfor yang larut dalam air, yaitu bentuk
yang larut dan tersedia bagi tanaman (2) bentuk Al-P (3) bentuk Fe-P dan (4)
bentuk Ca-P (Damanik, dkk, 2010). P selalu menjadi pembatas pertumbuhan
tanaman di Andisol karena suplainya selalu rendah. Unsur P dierap kuat oleh
bahan aluminium dan besi non-kristalin menjadi tidak tersdia untuk tanaman
Fosfat alam merupakan sumber P yang dapat digunakan sebagai bahan
baku industri seperti pupuk P yang mudah larut (antara lain TSP, SP-18, SSP,
DAP, MOP). Industri pupuk menggunakan sekitar 90% fosfat alam yang
diproduksi di dunia (Sutriadi, dkk, 2010).
Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang penting dalam
hal beberapa kegiatan (1) Pembelahan sel dan pembentukan lemak dan albumin.
(2) Pembentukan bunga, buah dan biji. (3) kematangan tanaman melawan efek
Nitrogen. (4) Merangsang perkembangan akar, (5) Meningkatkan kualitas hasil
tanaman dan (6) Ketahanan terhadap hama dan penyakit (Damanik , dkk, 2010).
Pupuk SP-36 merupakan pilihan terbaik untuk memenuhi kebutuhan
tanaman akan unsur hara fosfor karena keunggulan yang dimilikinya:
- Kandungan hara fosfor dalam bentuk P2O5
Rumus kimia pupuk ini adalah Ca(H
tinggi yaitu sebesar 36%
- Unsur hara fosfor yang terdapat dalam pupuk SP-36 hampir seluruhnya larut
dalam air.
- Tidak mudah menghisap air, sehingga dapat disimpan cukup lama dalam kondisi
penyimpanan yang baik.
- Dapat dicampur dengan pupuk Urea atau pupuk ZA pada saat penggunaan.
(Anonim, 2002).
Sebagai pupuk komersil, pupuk ini berbentuk tepung kotor atau putih
keabu-abuan (Hasibuan, 2004).
Logam Berat Cd (Cadmium)
Menurut Yudatomo (2009) logam berat adalah bahan-bahan alami yang
berasal dan termasuk bahan penyusun lapisan tanah bumi. Logam berat tidak
dapat diurai atau dimusnahkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh mahluk
hidup melalui makanan, air minum, dan udara. Logam berat berbahaya karena
cenderung terakumulasi di dalam tubuh mahluk hidup. Saat ini para ahli mulai
mengklasifikasikan jenis-jenis logam berat terutama yang perlu menjadi fokus
perhatian paling tinggi untuk dikendalikan keberadaannya di lingkungan.
Logam-logam berat tersebut diantaranya adalah Ag, As, Cd, Co, Cr, Cu, Hg, Mn,
Mo, Ni, Pb, Sn, dan Ti.
Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap
kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya, kecuali terjadi interaksi
diantara logam itu sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh
tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada
kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah,
jenis logam, pH tanah, dan spesies tanaman (Darmono dalam Adityah, 2010).
Bagaimanapun logam berat tersebut berbahaya terutama apabila diserap oleh
tanaman dan hewan atau manusia dalam jumlah besar. Namun demikian
beberapa logam berat merupakan unsur esensial bagi tanaman atau hewan
Menurut Alloway (1995) pemasok logam berat dalam tanah pertanian
antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bermotor,
bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan
pertambangan.
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena
elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh
terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh
khususnya hati dan ginjal (Adityah, 2010).
Ion Cd dapat berasal dari industri yang memakai logam Cd dalam proses
produksinya misalnya industri elektroplating, pipa plastik PVC (Cd sebagai
stabilisator), hasil samping penambangan logam (timah hitam, seng), industri
obat-obatan (sudah tak banyak dipakai). Keracunan ion Cd dapat mempengaruhi
otot polos, pembuluh darah (mengakibatkan tekanan darah tinggi dan gagal
jantung), dan merusak ginjal. Kasus keracunan ion Cd pernah menimpa penduduk
Toyama, Jepang. Penduduk banyak yang sakit pinggang bertahun-tahun semakin
parah, pelunakan tulang punggung dan menjadi rapuh, dan kematian karena gagal
ginjal. Penyebabnya beras yang dimakan mengandung Cd ± 1,6 ppm, karena
tanaman padi diairi dengan air tercemar ion Cd dari limbah industri seng dan
timah hitam(Romdhoni, 2009).
Lebih lanjut menurut Napitupulu (2008) menyatakan bahwa unsur
Cd tanah terkandung dalam bebatuan beku, metamorfik, sedimen dan lain lain.
Kadar Cd dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah dan fraksi-fraksi tanah yang
dapat mempengaruhi aktivitas ion Cd. Dengan peningkatan pH kadar Cd dalam
fase larutan menurun akibat meningkatnya reaksi hidrolisis, kerapatan kompleks
adsorpsi dan muatan yang dimiliki koloid tanah. Disimpulkan bahwa pH
bersama-sama dengan bahan mineral liat dan kandungan oksida-oksida hidrat dapat
mengatur adsorpsi spesifik Cd. yang meningkat secara linear dengan pH sampai
tingkat maksimum.
Dalam kondisi lingkungan, Cd masuk pertama melalui akar, dan
akibatnya tanaman kerusakan. Hal ini dapat juga mengurangi penyerapan nitrat
dan mengangkutnya dari akar ke tunas, dengan mendiami reduktase nitrat
aktivitas di tunas (
Unsur
Herandez, dkk, 1997).
Tabel 1. Kisaran Logam Berat Sebagai Pencemar dalam Tanah dan Tanaman (Soepardi, 1983 dalam Brachia, 2009)
Kisaran Kadar Logam Berat
Serapan logam berat oleh tanaman dikotil umumnya lebih tinggi daripada
monokotil dan jaringan vegetatif mengandung Cd dan Pb dalam kadar yang lebih
tinggi daripada jaringan generatif. Salah satu mekanisme tanaman dalam
menoleransi toksisitas logam berat adalah melalui fenomena selektivitas serapan
ion dari media tumbuhnya. Dari sisi budidaya tanaman, ukuran keberhasilan
penurunan serapannya. Penurunan serapan tanaman terhadap logam berat
berkenaan dengan tiga hal, yaitu: (1) akibat penurunan kadar fraksi aktif logam
berat dalam media tumbuh, atau (2) peningkatan selektivitas tanaman dalam
menyerap unsur dari media tumbuh, atau (3) kombinasi keduanya
(Kabata- Pendias and Pendias, 2001). Menurut Berglund, dkk, 2002 dalam
Manivasagaperumal, dkk, (2011) tanaman yang keracunan kadmium (Cd) akan
menunjukkan klorosis, daun menggulung dan pengerdilan.
Dari hasil penelitian Heidari and Sarani (2011) ini menunjukkan
bahwa perkecambahan benih dan perkembangan akar pada tanaman sawi secara
bertahap dikurangi dengan meningkatnya konsentrasi Cd. Dan juga
menemukan bahwa pertumbuhan akar dan perkecambahan biji adalah
sensitif untuk memimpin dari stres kadmium.
Unsur logam berat
Tabel 2. Batas Kritis Unsur-Unsur Logam Berat dalam Tanah, Air, Tanaman (Balai Penelitian Tanah, 2008)
Sumber: 1Ministry of State for Population and Environtment of Indonesia, and Dalhousie University, Canada, 1992
2
PP No 82 Thn 2001
3
Konsentrasi Cd pada tanah pertanian yang masih bersih (non-polusi)
berkisar antara 0,1-1 mg/kg, tetapi beberapa jenis tanah sangat mempengaruhi
kandungan Cd. Pada saat pH tanah turun maka penyerapan Cd ke dalam jaringan
tanaman akan tinggi. Pencemaran tanah pertanian oleh Cd bisa terjadi akibat
pemakaian pupuk fosat yang berlebihan (Darmono dalam Adityah, dkk, 2010).
Tabel 3. Kisaran Umum Konsentrasi Logam Berat pada Pupuk, Pupuk Kandang, dan Kompos (mg/kg) (Alloway,1995)
Sampai saat ini di Indonesia belum ada nilai ambang batas konsentrasi
logam berat (termasuk Cd) di dalam tanah yang aman bagi produk pertanian yang
dihasilkan. Oleh sebab itu sekecil apapun konsentrasi logam berat didalam tanah
maupun dalam produk/hasil pertanian harus mendapat perhatian yang dakhil,
karena dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pencemaran serius akibat
mengkonsumsi produk/hasil pertanian yang tercemar secara terus menerus
(Kurnia, dkk, 2009).
Mikoriza
Para ahli mikologi telah mendeskripsikan sekitar 600 zigomisetes, atau
fungi zigot. Fungi-fungi ini sebagian besar adalah organisme darat dan hidup di
kelompok besar yang penting membentuk mikorhiza, yaitu asosiasi mutualistik
zigomisetes dengan hifa senositik, dengan septa yang hanya ditemukan di tempat
sel reproduksi terbentuk. Nama divisi ini berasal dari zigosporangia, struktur
resisten yang terbentuk selama reproduksi seksual (Campbell, dkk, 2003)
Mikoriza adalah suatu bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan
tingkat tinggi dan miselium cendawan tertentu (Hanum, 2009). Cendawan
mikoriza merupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya
berasosiasi akar tanaman dengan sporanya. Spora berkecambah dengan
membentuk apressoria sebagai alat infeksi, dimana infeksinya biasa terjadi pada
zone elongation. Proses ini dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman
yang terinfeksi. Hifa yang terbentuk pada akar yaitu interseluler dan intraseluler
dan terbatas pada lapisan korteks, dan tidak sampai pada stele. Hifa yang
berkembang diluar jaringan akar, maka berperan terhadap penyerapan unsur hara
tertentu dan air (Talanca dan Adnan, 2005).
Menurut Howeler et al. (1987) dalam Lukitawati (2011) yang menyatakan
bahwa Cendawan MVA yang efektif dalam mengkoloni akar tanaman maupun
perkembangan hifa eksternalnya sangat berperan dalam meningkatkan serapan P.
Menurut Hanafiah dkk (2009) mikoriza mempunyai kemampuan
berasosiasi dengan hampir 90% tanaman (pertanian, kehutanan, perkebunan, dan
tanaman pakan) dan membantu dalam meningkatkan efisiensi penyerapan unsur
hara terutama fosfor pada lahan marginal. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah
intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza akan mampu
meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.
Asosiasi mikoriza dicirikan dengan adanya penyediaan karbon (C) oleh
tanaman untuk fungi dan tanaman mendapatkan nutrisi dari fungi. Keuntungannya
pada tanaman yaitu menyediakan nutrisi bagi tanaman terutama unsur P yang
dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan tanaman. Tanaman
yang mengandung mikoriza lebih kompetitif dan toleran terhadap
cekaman/tekanan lingkungan dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza
(Bardgett , 2005).
Infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor
dengan cara memperluas permukaan serapan dari akar. Miselium jamur yang
berada di luar akar analaog sebagai rambut untuk mengambil bahan makanan dan
air. Miselium jamur ini dapat tumbuh menyebar ke luar akar untuk beberapa
sentimeter (> 9cm), sehingga dapat berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan mintakat (zona) kekosongan (deplesi) bahan makanan terutama P
di sekitar akar dengan tanah (Suciatmih, 1996).
Secara umum manfaat pupuk hayati mikoriza menurut Nuhamara (1994)
dalam Hanafiah, dkk (2009) adalah:
1. Memperbaiki struktur tanah
2. Mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah
3. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap patogen
4. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban
yang ekstrim
5. Meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh
lainnya seperti auxin
6. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis
Namun, peran simbiosis cendawan mikoriza tidak terbatas untuk
meningkatkan unsur hara/status gizi tanaman. Jamur mikoriza memainkan peran
penting dalam pembentukan agregat makro tanah, yang membantu menjaga
stabilitas tanah selama pergantian periode basah dan kering
Inang, dalam pertumbuhan hidupnya mendapatkan sumber makanan lebih
banyak dari dalam tanah dengan bantuan penyerapan lebih luas dari organ-organ
mikoriza pada sistem perakaran dibandingkan yang diserap oleh rambut akar
biasa. Makanan utama yang diserap adalah fosfor (P) dan juga termasuk
nitrogen (N), kalium (K) dan unsur mikro lain seperti Zn, Cu dan B. Melalui
proses enzimatik, makanan yang terikat kuat dalam ikatan senyawa kimia seperti
aluminium (Al) dan besi (Fe), dapat diuraikan dan dipecahkan dalam bentuk
tersedia bagi inang. Karena cuma inang yang berfotosintesa, sebagai imbalannya, (Paul, 2007).
Akar yang diinfeksi oleh ektomikoriza umumnya mempunyai ujung akar
yang tumpul dan pendek yang diselimuti oleh mantel jaringan jamur, serta tidak
ada atau hanya ada sedikit rambut akar. Jamur mengambil alih peran rambut akar
dalam menyerap hara. Dari sebagian dalam mantel tersebut jamur tumbuh
diantara sel-sel kortek akar membentuk ‘jaring hartig’ (Hartig net)
berklorofil didistribusikan ke bagian akar inang, dan tentunya mikoriza di jaringan
korteks akar inang mendapatkan aliran energi untuk hidup dan berkembangbiak di
dalam tanah. Dari kegiatan barter antara mikoriza dan inang, maka proses
simbiosis mutualistis berlangsung terus menerus dan saling menguntungkan
seumur hidup inang (Santoso, dkk, 2006).
Menurut Fox, dkk (1990) dalam Handayanto dan Hairiah (2007)
peran menonjol mikoriza adalah asesibilitasnya terhadap pool fosfor yang tidak
tersedia untuk tanaman. Mekanismenya adalah pelepasan fosfor anorganik dan
fosfor organik secara fisikokimia dengan asam organik seperti oksalat.
Lebih lanjut Handayanto dan Hairiah menjelaskan bahwa peran asam organik
tersebut adalah (a) melepaskan fosfor yang dijerap oleh logam hidrooksida
melalui reaksi pertukaran ligan, (b) melarutkan permukaan logam oksida yang
menjerap fosfor, dan (c) mengkomplek logam dalam larutan sehingga mencegah
presipitasi logam berat. Menurut Simanungkalit (2009) membicarakan hubungan
antara cendawan MA dan logam berat tidak hanya menyangkut pengaruh logam
berat terhadap kolonisasi cendawan MA, tetapi juga toleransi cendawan MA
terhadap logam berat ke tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Musfal (2010), banyak
manfaat yang diberikan oleh CMA, antara lain meningkatkan serapan P oleh
tanaman, bobot kering tanaman, dan hasil pipilan kering jagung. Aplikasi CMA
juga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk hingga 50%. Penggunaan CMA
tidak mencemari lingkungan, bahkan dalam jangka panjang dapat memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah serta berguna sebagai bioremediasi lingkungan.
banyak serta perbanyakan dan aplikasinya di lapangan sangat mudah dilakukan
oleh petani tanpa perlu tanaman inang dan perlakuan yang khusus.
Menurut Husna, dkk, (2007) penggunaan CMA tidak membutuhkan biaya
yang besar karena : (a) teknologi produksinya murah, b) semua bahan tersedia di
dalam negeri, c) dapat diproduksi dengan mudah dilapangan, d) pemberian cukup
sekali seumur hidup tanaman dan memiliki kemampuan memberikan manfaat
pada rotasi tanaman berikutnya (Husna, 1998) , e) tidak menimbulkan polusi dan
f) tidak merusak struktur tanah. Keuntungan yang diharapkan dari pemanfaatan
cendawan ini kaitannya dengan pertumbuhan, kualitas dan produktivitas tanaman
jati adalah dapat membantu akar tanaman dalam penyerapan unsur hara makro
dan mikro terutama fosfat (mekanismenya terjadi peningkatan permukaan
absorbsi, kerja enzim fosfatase dan enzim oksalat), lebih banyak memanen air
karena dapat menjangkau pori–pori mikro tanah yang tidak bisa dijangkau oleh
rambut–rambut akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan
(mekanisme ; penyerapan hifa sangat luas, laju transpirasi lebih kecil per satuan
luas daun dan peningkatan tekanan osmotik), patogen akar (mekanisme;
memperbaiki nutrisi tanaman, lapisan hifa yang menutupi akar, melepaskan
antibiotik), pencemaran logam berat (mekanisme kerja dari hifa cendawan) dan
tingkat salinitas. Cendawan ini juga menghasilkan zat pengatur tumbuh (hormon)
yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman.
Pada beberapa mikoriza hifa ekstramatrik menghasilkan enzim hidrolitik,
seperti protease dan fosfatase, yang penting dalam mineralisasi bahan organik dan
sehingga meningkatkan agregasi tanah. Menurut Sylvia (1990), ada 1-20 m hifa
mikoriza arbuskula per gram tanah (Handayanto dan Hairiah, 2007).
Lebih lanjut Hanafiah, dkk, (2009) menjelaskan bahwa mekanisme diatas
dapat terjadi karena cendawan mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat
memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa
polisakarida, asam organik dan lender oleh jaringan hifa eksternal yang mampu
mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. “Organic binding agent’ ini
sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro
melalui proses “mechanical binding action” oleh hifa eksternal akan membentuk
agregat makro yang mantap.
Berkaitan dengan hal diatas, praktisi lapangan (petani, dll) perlu
memperhatikan distribusi mikoriza pada sistem pertaniannya dan memahami
dampak keputusan pengelolaanya dalam menggunakan mikoriza. Beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan untuk mengukur peran potensial mikoriza dalam
agroekosistem meliputi:
(a) Ketergantungan tanaman inang terhadap mikoriza: faktor ini
biasanya dinyatakan sebagai respon pertumbuhan tanaman bermikoriza
dibandingkan dengan tanaman tidak bermikoriza pada konsentrasi
tertentu unsur P. Walaupun hampir semua tanaman pertanian
mempunyai mikoriza, tidak semuanya mendapatkan manfaat dari
simbiosis ini. Umumnya tanaman yang berakar kasar lebih
(b) Status hara tanah: Jika diasumsikan bahwa keuntungan utama dari
simbiosis mikoriza adalah peningkatan serapan P oleh tanaman,
pengelolaan mikoriza menjadi sangat penting jika kandungan P tanah
menjadi pembatas. Banyak tanah-tanah tropika yang menjerap P, dan
tanaman bermikoriza yang tepat diperlukan untuk memperoleh P yang
cukup. Faktor tanah lainnya yang penting adalah interaksi antara
cekaman air dengan ketersediaan hara. Jika tanah menjadi kering,
ketersediaan P menjadi terbatas.
(c) Inokulum potensial jamur mikoriza indigenous: inokulum potensial
adalah produk dari abundance dan vigor propagul dalam tanah dan
dapat dikuantifikasi dengan menetapkan kecepatan kolonisasi dari
inang yang peka pada kondisi standar. Inokulum yang potensial
bisa menjadi tidak potensial akibat pengaruh praktek pengelolaan
pertanian, seperti aplikasi pupuk dan kapur, penggunaan pestisida
(terutama fungisida), rotasi tanaman, pengelolaan tanah dan
pembuangan lapisan atas.
(Handayanto dan Hairiah, 2007).
Fungi mikorhiza juga mensekresikan faktor pertumbuhan yang
merangsang akar untuk tumbuh dan bercabang, serta menghasilkan antibiotik
yang dapat melindungi tumbuhan dari bakteri patogenik dan fungi patogenik
yang ada di dalam tanah (Campbell, dkk, 2003).
Gildon dan Tinker (1981) dalam Simanungkalit (2009) mendapatkan
Sawi (Brassica juncea L.)
Sawi atau Caisin (Brassica sinensis L.) termasuk famili Brassicaceae,
daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Sawi mengandung pro
vitamin A dan asam askorbat yang tinggi. Tumbuh baik di tempat yang berhawa
panas maupun berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah
sampai dataran tinggi, tapi lebih baik di dataran tinggi. Biasanya dibudidayakan
di daerah ketinggian 100 - 500 m dpl, dengan kondisi tanah gembur, banyak
mengandung humus, subur dan drainase baik. Tanaman sawi terdiri dari dua jenis
yaitu sawi putih dan sawi hijau (BPTP-Jambi, 2009).
Sawi dapat ditanam di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Akan
tetapi umumnya sawi diusahakan orang didataran rendah yaitu di pekarangan, di
lading atau di sawah, jarang diusahakan di daerah pengunungan. Sawi termasuk
tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan. Sehingga dapat ditanam di sepanjang
tahun asalkan pada saat musim kemarau disediakan air yang cukup untuk
penyiraman. Keadaan tanah yang dikehendaki adalah tanah gembur, banyak
mengandung humus, dan drainase baik dengan derajat keasaman (pH) 6-7
(IPTEK, 2008).
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 m-1.200 m
dpl (di atas permukaan laut). Namun biasanya tanaman ini dibudidayakan di
daerah yang ketinggian 100-500 m dpl. Sebagian daerah-daerah di Indonesia
memenuhi syarat ketinggian tersebut (Haryanto, dkk, 2003).
Menurut Rukmana (2007) sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah,
tanah-tanah yang mengandung liat perlu pengolahan tanah secara sempurna,
antara lain pengolahan tanah yang cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk
organik dalam jumlah (dosis) tinggi.
Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi adalah
tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan bermacam-macam
unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta pada tanah terdapat
jasad renik tanah atau organisme tanah pengurai bahan organik sehingga dengan
demikian sifat biologis tanah yang baik akan meningkatkan pertumbuhan tanaman