• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Anti Hiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifolia) Pada Mencit (Mus Musculus) Yang Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Anti Hiperglikemia Ekstrak Etanol Daun Kembang Bulan (Tithonia Diversifolia) Pada Mencit (Mus Musculus) Yang Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) 2.1.1 Habitat

Tumbuhan kembang bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray) umumnya tumbuhan liar di tempat-tempat curam, misalnya di tebing-tebing, tepi sungai dan selokan. Sekarang banyak ditanam sebagai tanaman hias karena warna bunganya yang kuning indah dan sebagai pagar untuk mencegah kelongsoran tanah. Kembang bulan merupakan tumbuhan tahunan yang kerap tumbuh di tempat terang dan banyak sinar matahari langsung dan tumbuh dengan mudah di tempat atau di daerah berketinggian 5-1500 m di atas permukaan laut (Hutapea, 1994).

2.1.2 Morfologi

(2)

Gambar 1. Tithonia diversifolia (Dokumentasi pribadi)

Tumbuhan kembang bulan memiliki sistematik (Hutapea, 1994) sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Asterales Suku : Asteraceae Marga : Tithonia

Jenis : Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray

Tumbuhan kembang bulan memiliki nama lain yaitu sinonim : Mirasolia

diversifolia Hemsley (Hutapea, 1994), dan nama daerah: Rondose-moyo, Harsaga

(Jawa), Kirinyu (Sunda), Kayu Paik (Minang) (Didik dan Sulistijowati, 2006) serta nama asing: Mary Gold, Shrub Sunflower, Mexican Sunflower (Inggris), Mirasol (Guatemala), Yellow Flower (Portugis). Tumbuhan kembang bulan pada umumnya digunakan sebagai obat luka atau luka lebam, dan sebagai obat sakit perut kembung dan juga digunakan sebagai obat lepra, penyakit lever, obat diabetes dan dapat digunakan sebagai penggugur kandungan (Hutapea, 1994).

2.2 Diabetes Melitus

(3)

fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan

atau defisiensi produksi insulin oleh sel beta pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin. (Maureen, 2004).

Diabetes melitus atau yang lebih dikenal dengan penyakit gula atau kencing manis diakibatkan oleh kekurangan hormon insulin. Hal ini disebabkan oleh pankreas sebagai produsen insulin tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga pembakaran dan penggunaan karbohidrat tidak sempurna (Perkeni, 2006). Penyakit gula atau diabetes melitus merupakan penyakit menahun dengan komplikasi yang baru terlihat lima belas atau dua puluh tahun kemudian. Kata diabetes sendiri berarti kencing dan melitus dalam bahasa Latin berarti madu (mell). Jadi, penyakit ini diartikan sebagai penyakit kencing manis (Waspandji, 2006).

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat (Depkes RI, 2005). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka penderita dan

prevalensi DM tipe-2 (DMT2) dari tahun ke tahun. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Perkeni, 2006). Berdasarkan data Departemen

Kesehatan RI tahun 2008, prevalensi penyakit DM di Indonesia adalah sebesar 5,7 persen, dengan demikian lebih dari 12 juta penduduk Indonesia saat ini adalah penderita penyakit DM yang termasuk kedalam 10 (sepuluh) besar penyakit di Indonesia.

2.2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Mycek et al., (2001), diabetes melitus dibagi menjadi tiga kelompok: Diabetes Tipe 1, Diabetes Tipe 2, Diabetes Gestasional.

(4)

ini merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis

apabila tidak diobati, lazimnya terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa. Gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapatnya insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel beta pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik (Katzung, 2002).

Diabetes Tipe II (Diabetes melitus tak tergantung insulin, NIDDM) merupakan suatu kelompok heterogen yang terdiri dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut dalam kadar kurang normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan. Obesitas umumnya menyebabkan gangguan kerja insulin, sehingga merupakan faktor resiko pada diabetes tipe ini, sebagian besar pasien dengan diabetes tipe II bertubuh gemuk (Katzung, 2002). Pada NIDDM pankreas masih mempunyai beberapa sel beta yang berfungsi untuk menghasilkan insulin untuk memelihara homeostasis glukosa. Diabetes tipe II sering dihubungkan dengan resistensi organ target yang

membatasi respon insulin endogen dan eksogen. Pada beberapa kasus disebabkan oleh penurunan jumlah atau mutasi reseptor insulin.

Diabetes gestasioanal adalah diabetes terjadi pada saat kehamilan, ada

kemungkinan akan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu juga biasa terjadi setelah kehamilan tersebut. DM tipe I atau DM tipe II terjadi pada wanita yang tidak menjalani penanganan pada saat diabetes gestasional ini terjadi. Perlu dilakukan pemeriksaan sebelum 24 minggu kehamilan. Data statistik menunjukan bahwa pengontrolan gula darah saat kehamilan bagi penderita diabetes gestasional akan menghindari ibu dan bayi yang dilahirkan dari kematian atau cacat (Gutrhrie and Guthrie, 2003).

2.2.2 Gejala Klinis Diabetes Melitus

(5)

mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

(Perkeni, 2006), impotensi, infeksi stafilokokus pada kulit dan keluhan claudicatio ditungkai yang berciri kejang-kejang sangat nyeri di betis setelah berjalan beberapa meter (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.3 Metabolisme Glukosa

Glukosa merupakan zat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi dalam tubuh. Karbohidrat yang dikonsumsi baik itu monosakarida, disakarida maupun polisakarida akan dikonversi menjadi glukosa dalam hati. Di dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen didalam otot dan hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah. Glukosa selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses metabolisme, juga sebagai sumber energi utama bagi kerja otak (Price dan Wilson, 1998).

Glukosa diabsorbsi dalam tubuh, kadar glukosa dalam darah akan meningkat untuk sementara waktu, dan akhirnya akan kembali ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagaian besar tergantung dari ekstraksi glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenolisis dalam hati. Selain itu jaringan perifer otot dan adipose juga mempergunakan glukosa sebagai sumber energi. Jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah, meskipun secara kuantitatif tidak sebesar hati (Price dan Wilson, 1998).

Glikogen dalam hati dan otot dimetabolisme menjadi glukosa kembali melalui proses glikolisis dan trigliserida dimetabolisme menjadi asam lemak dan gliserol (lipolisis) untuk diubah menjadi glukosa melalui proses glukoneogenesis. Hal ini terjadi ketika tingkat glukosa darah menurun, atau ketika jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel tidak mencukupi dan cadangan glikogen terpakai habis

(Price dan Wilson, 1998).

(6)

insulin yang merupakan hormon yang dilepaskan oleh sel-sel β pankreas.

Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar glukosa darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar glukosa darah menurun secara perlahan (Coles, 1980).

Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel terutama otot serta mengkonversi glukosa menjadi glikogen (Glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat pelepasan glukosa dari glikogen hepar (Glikogenolisis) dan memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak bebas, dan keton. Selain itu insulin juga menghambat pemecahan protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (Glukoneogenesis) di hepar dan ginjal (Coles, 1980).

Hormon yang diklasifikasikan sebagai hormon yang mampu meningkatkan glukosa darah adalah glukagon, epinefrin, glikokortikoid, dan

growth hormone. Keempat hormon ini membentuk suatu mekanisme

counter-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

Glukagon adalah hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel α pankreas. Glukagon penting karena ikut melibatkan diri dalam mobilisasi glukosa dari hati dan asam lemak dari jaringan adipose. Glukagon disekresikan jika tubuh hewan

dalam keadaan hipoglikemia dan strees. Ephineprin disekresikan oleh medula adrenal dan jaringan kromatin (Muraay et al., 2004).

(7)

2.4 Pankreas

Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri atas kelenjar endokrin dan eksokrin. Kelenjar eksokrin menghasilkan sejumlah enzim pencernaan antara lain amilase, lipase, dan tripsin. Kelenjar endokrin merupakan kumpulan sel yang tersebar diseluruh pankreas. Di dalam pulau langerhans terdapat beberapa jenis sel berdasarkan sifat pewarnaan dan morfologinya terdapat kurang lebih 4 jenis sel yaitu sel α, β, δ, dan f (Scobie, 2007).

Sel α mensekresikan glukagon yang dapat menaikkan konsentrasi glukosa dan asam lemak bebas dalam darah. Sel α akan memicu glikogenolisis, lipolisis, dan glukoneogenesis dalam hati. Sebaliknya sel β mensekresikan hormon insulin yang dapat menurunkan konsentrasi glukosa darah dan memacu sintesis glikogen, lemak, dan protein dalam banyak sel. Sel β jumlahnya terbanyak di dalam pulau langerhans yaitu sekitar 60-75%. Sel δ mensekresikan somatostatin yang menghambat sekresi insulin dan glukagon, sedangkan sel f fungsinya belum diketahui. Sel ini mungkin adalah sel cadangan atau sel yang sedang istirahat (Perkeni, 1998).

Pulau langerhans dilalui oleh kapiler-kapiler darah. Pada pewarnaan hematoksilin, akan terlihat pulau langerhans lebih pucat dibandingkan dengan sel-sel kelenjar acinar disekelilingnya sehingga pulau langerhans mudah dibedakan. Penderita diabetes melitus akan mengalami perubahan morfologi pada pulau langerhans, baik dalam jumlah maupun ukurannya. Jumlah dan ukuran pulau langerhans berkaitan dengan jumlah sel β penghasil insulin pada jaringan pankreas. Semakin besar jumlah dan ukuran pulau langerhans, diindikasikan semakin besar pula jumlah sel β karena 60-75% pengisi pulau langerhans adalah sel β (Almatsier, 2004).

2.5 Limpa

(8)

Gambar 2. Limpa (Shier et al., 2002).

Tubuh makhluk hidup memiliki kemampuan melawan berbagai jenis organisme atau toksin yang dapat merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan ini disebut kekebalan yang merupakan hasil produksi dari jaringan limfoid di dalam tubuh (Guyton, 1997). Sistem jaringan limfoid dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu organ limfoid primer dan sekunder (Tizard, 1988). Organ limfoid primer merupakan organ yang berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit dan tempat pengaturan perkembangan limfosit. Sedangkan organ limfoid sekunder merupakan organ limfoid yang responsif terhadap stimulasi antigenik atau tempat interaksi limfosit-antigen dan pengontrolannya. Tizard (1988) & Guyton (1997) mengelompokkan limpa sebagai salah satu organ limfoid sekunder. Limpa adalah jaringan limfoid yang membentuk organ paling besar dalam tubuh hewan. Limpa memiliki kapsula dan trabekula yang mengandung otot polos yang berperan memobilisasikan darah bila aktivitas fisiologik

meningkat (Hartono, 1989).

2.5.1 Anatomi Limpa

Limpa adalah organ limfatik lunak yang terletak di sebelah kiri atas abdomen, di bawah tulang iga ke-9, 10 dan 11. Sumbu panjangnya paralel dengan iga ke-10. Limpa memiliki permukaan diafragmatik dan visceral, ujung superior dan inferior, serta batas anterior, posterior dan inferior. Bagian convex permukaan diafragmatik

(9)

pembuluh darah dan saraf. Ujung inferior rata dan berakhir pada flexura kiri colic.

Ujung superior (apex) berhubungan langsung dengan tulang Thoracal 11. Batas anterior memisahkan diafragma dari permukaan gastric, batas posterior yang bulat memisahkan diafragma dengan permukaan renal dan batas inferior memisahkan diafragma dari permukaan colic. Ujung pankreas dapat menyentuh limpa diantara permukaan colic dan hilus (Leeson CR & Leeson TJ 1989).

2.5.2 Fungsi Limpa

Fungsi utama limpa ialah menyimpan darah yang tidak ikut dalam peredaran darah. Pengeluaran darah dari limpa disebabkan oleh kontraksi alat tubuh yang dapat ditimbulkan oleh emosi, kekurangan zat asam (kenaikan kadar CO2 darah, gerak badan ataupun kehilangan darah) dan pada perangsangan nervus simpatikus pada umumnya (Ressang 1984). Menurut Tizard (2004) dan Boyd (1962), limpa berfungsi menyaring darah dan sebagai tempat penyimpanan eritrosit dan trombosit dan melaksanakan eritropoiesis pada fetus. Karena itu, limpa terbagi atas dua bagian : satu bagian untuk menyimpan eritrosit, untuk penjeratan antigen dan untuk eritropoiesis, yang disebut pulpa merah; dan bagian yang lain yang di dalamnya terjadi tanggap kebal yang disebut pulpa putih. Fungsi lain limpa menurut Ressang (1984) adalah: membentuk sel-sel darah putih yaitu limfosit, yang ada hubungannya dengan pembentukan globulin (antibodi), pada hewan muda limpa ikut membentuk eritrosit bersama sumsum tulang, serta dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam kemih.

2.5.3 Patologi Limpa

(10)

pulpa putih, terutama pada kandungan darah, gambaran fibrosa, jumlah sel dan

deposit lain. Perubahan ukuran dan warna limpa dapat terlihat dengan pemeriksaan mikroskopis (histologis) pada sejumlah sel-sel darah yang banyak mengisis ruang limpa di sinus-sinus dan pulpa, serta pembuluh darah limpa yang membendung (hiperemi). Konsistensi limpa dapat menjadi keras dan ukurannya membesar oleh karena pertumbuhan jaringan retikulum dan hiperplasia sel serta pertumbuhan jaringan Reticulo Endothelial system (RES) sehingga menghasilkan sel-sel besar dan pucat yang mengisi sinusoid-sinusoid limpa maupun pada folikel limpa (Thomas 1979). Pada kondisi septisemia, terjadi pembesaran limpa dengan kongesti akut dan degenerasi dari folikel limfoid serta hiperseluler dari area sinus (Jubb et al., 1993).

Menurut Kodama et al., (2005), menyatakan bahwa tikus memiliki suatu bagian populasi stem sel yang ada di limpa apabila dimasukkan ke dalam inang yang sakit dapat bermigrasi ke pankreas dan menjadi pulau-pulau langerhans yang fungsional yang dapat memperbaiki kadar gula darah menjadi normal. Donor sel limpa setelah ditransfer secara intravena akan ditempatkan ke dalam pankreas

inang dan akan berdiferensiasi tanpa pemasukan sel inang ke dalam sel beta pankreas.

Menurut Cindy et al., (1991), limpa dengan fungsi imunitas responnya pada

tikus yang diinduksi dengan aloksan, menunjukkan perbaikan pada struktur sel beta pankreasnya. Perbaikan struktur pankreas akan menyebabkan normalisasi sel beta dalam mensekresikan insulin untuk menanggulangi DM tipe I karena tipe DM ini spesifik disebabkan karena kurangnya jumlah insulin yang diproduksi pankreas.

2.6 Glibenklamid

(11)

tunggal akan menurunkan kadar glukosa darah dalam 3 jam dan kadar ini dapat

bertahan selama 15 jam. Glibenklamid diekskresikan bersama feses dan sebagai metabolit bersama urin (Ganiswarna et al., 1995).

Glibenklamid menstimulir sel-sel beta dari pulau langerhans pankreas sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transport glukosa. Ada indikasi bahwa obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati (Tjay & Rahardja, 2002).

Glibenklamid secara relatif mempunyai efek samping yang rendah, hal ini umum terjadi pada golongan Sulfonylurea. Efek samping bersifat ringan dan hilang sendiri setelah obat dihentikan. Efek samping pemberian glibenklamid adalah hipoglikemia, mual, rasa tidak enak di perut, dan anoreksia. Glibenklamid merupakan kontraindikasi pada pasien, kerusakan hati dan insufisiensi ginjal (Hardjasaputra et al., 2002).

Obat antidiabetika selain glibenklamid yang dijual di pasaran, diantaranya Metformin Hidroklorida yang bekerja tidak melalui perangsangan insulin tetapi

langsung terhadap organ sasaran (Ganiswarna et al., 1995), akarbosa yang bekerja

menghambat α glukosidase sehingga memperlambat dan menghambat penyerapan

karbohidrat (Santoso & Zaini, 2002).

2.7 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau sebagian pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Ekstrak cair adalah sediaan simplisia nabati yang mengandung

(12)

2.8 Aloksan

Aloksan adalah substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana. Pemberian aloksan akan menghasilkan kondisi diabetik eksperimental atau hiperglikemia. Aloksan dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas, sehingga menghasilkan keadaan hiperglikemia (Szkudelski 2001).

Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) bersifat hidrofilik dan tidak stabil. Waktu paruh pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada suhu yang lebih rendah sebagai diabetogenik, aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski, 2001).

Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, reaksinya diawali dengan absorpsi oleh sel β Langerhans sehingga membentuk oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif dimulai dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Aloksan mempunyai aktivitas tinggi terhadap senyawa seluler yang mengandung gugus SH, glutasi

tereduksi (GSH), sistein dan senyawa sulfhidril terikat protein (misalnya

SH-containing enzyme). Hasil dari proses reduksi aloksan adalah asam dialurat, yang

kemudian mengalami reoksidasi menjadi aloksan, menentukan siklus redoks

untuk membangkitkan radikal superoksida. Radikal superoksida dapat membebaskan ion ferri dari ferinitin, dan mereduksi menjadi ion ferro. Selain itu, ion ferri juga dapat direduksi oleh radikal aloksan. Radikal superoksida mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida, berjalan spontan dan kemungkinan dikatalisis oleh superoksida dismutase. Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas. Kerusakan DNA tersebut menstimulasi poly ADP-ribosylation, proses yang terlibat pada DNA repair. Adanya ion ferro dan hidrogen peroksida membentuk radikal hidroksi yang sangat reaktif melalui reaksi fenton (Szkudelski, 2001).

(13)

dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari

sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengkaibatkan depolarisasi sel β Langerhans, lebih lanjut membuka kanal kalsium tergantung voltase dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain kedua faktor tersebut di atas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Szkudelski, 2001).

Gambar 3. Struktur kimia aloksan (Nugroho, 2006).

2.8.1 Pengaruh Aloksan terhadap Kerusakan Sel Beta Pankreas

Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel β pankreas yang memproduksi insulin karena terakumulasinya aloksan secara khusus melalui transporter glukosa yaitu GLUT2. Tingginya konsentrasi aloksan tidak mempunyai pengaruh pada jaringan percobaan lainnya. Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan selektif sel β pankreas belum diketahui dengan jelas. Efek diabetogeniknya bersifat antagonis terhadap glutathion yang bereaksi dengan gugus SH. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel β pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya granula–granula pembawa insulin di dalam sel beta pankreas. Aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel β pankreas tetapi tidak berpengaruh pada sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk sel β pankreas sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh terhadap jaringan lain. Aloksan mungkin mendesak efek diabetogenik oleh kerusakan membran sel β dengan meningkatkan permeabilitas (Adam, 2000).

(14)

peroksida. Radikal hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi

fenton. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yg menyebabkan destruksi cepat sel beta (Adam, 2000).

Gambar

Gambar 1. Tithonia diversifolia (Dokumentasi pribadi)
Gambar 2. Limpa (Shier et al., 2002).
Gambar 3. Struktur kimia aloksan (Nugroho, 2006).

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh temperatur karbonisasi terhadap nilai kalor ( calorifc value ) camouran cangkang biji karet dan kulit kacang tanah Pada gambar 5. dapat dilihat semakin tinggi

Pada jenjang Magister (S2), seorang mahasiswa harus menyelesaikan beban studi sekurang-kurangnya 36 (tiga puluh enam) SKS dan sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) SKS yang

Dengan hormat, bersama ini diberitahukan bahwa sesuai dengan program kerja dan rencana strategis tahun 2016, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan

[r]

• Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) atau Diploma Supplement adalah surat pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Perguruan Tinggi, berisi informasi tentang pencapaian

[r]

Monitor merupakan salah satu perangkat keras (Hardware) yang digunakan sebagai penampilan output video dari pada sebuah CPU, dan kegunaannya tersebut tidak

Sehubungan dengan uraian tersebut mengenai komunikasi yang efektif dalam kaitannya dengan efisien kerja maka kerjasama diantara seluruh karyawan perusahaan dari