BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah serangkaian asumsi, konsep dan konstruksi, defenisi
dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep (Singarimbun, 1995:37). Sebagai titik tolak
atau landasan berfikir untuk memecahkan masalah, perlu adanya pedoman teoritis yang membantu. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori yang membuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut
disoroti. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1.1 Manajemen Kinerja
2.1.1.1. Pengertian Manajemen Kinerja
Kata Manajemen Kinerja merupakan penggabungan dari kata manajemen dan kinerja. Manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur.
Menurut George R Terry dalam bukunya Principles of Management, Manajemen merupakan suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan seniuntuk
menerapkan fungsi-fungsiperencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok manusia yang dilengkapi dengan sumber daya/faktor produksiuntuk mencapai tujuanyang sudah ditetapkan
Jr dalam bukunya Management, manajemen adalah proses yang mencakup
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian terhadap penggunaan sumber daya yang dimiliki, baik manusia dan material untuk
mencapai tujuan. Dari beberapa definisi manajemen yang diberikan oleh para ahli, dapat disimpulkan manajemen mencakup tiga aspek, yaitu: Pertama: manajemen sebagai proses, Kedua: adanya tujuan yang telah ditetapkan, Ketiga: mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.
Kata kinerja dalam bahasa indonesia adalah terjemahan dari kata bahasa
inggris “performance” yang berarti: (1) pekerjaan perbuatan (2) penampilan atau pertunjukan, sedangkan kinerja dalam ilmu administrasi/manajemen memiliki pengertian sebagai tingkat pencapaian hasil / penyelesaian terhadap tujuan
organisasi (the degree of accomplishment) (Nurlaila, 2010). Menurut Sulistiyani, (2003) kinerja merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan
yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Hasil kombinasi tersebut terlihat dalam bentuk catatan outcome dalam periode waktu tertentu. Sedangkan menurut Rivai dan Basri, (2005) kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk
melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Dengan demikian, kinerja adalah
kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan.
(1994) dalam Wibowo (2007), Manejemen kinerja merupakan proses komunikasi
yang dilakukan secara terus menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan
yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Manajemen kinerja merupakan sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja
dalam suatu kerangka tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati (Armstrong, 2004).
Dari beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya manajemen kinerja merupakan gaya manajemen dalam mengelola sumberdaya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses komunikasi
secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai
tujuan organisasi.
Adapun ukuran kinerja menurut T.R Michell dalam Bacal (2001) dapat dilihat dari empat hal, yaitu :
1. Quality of work - kualitas hasil kerja
2. Promptness – ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan 3. Initiative – prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan
4. Capability - kemampuan menyelesaikan pekerjaan
2.1.1.2 Proses Manajemen Kinerja
Proses manajemen kinerja dilihat sebagai suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan secara berurutan agar dapat mencapai hasil yang diharapkan. Proses
manajemen kinerja oleh Armstrong dan Baron adalah sebagai berikut:
1. Misi Organisasi dan Tujuan Strategis; merupakan titik awal proses manajemen kinerja. Misi dan tujuan strategis dijadikan acuan bagi
tingkatan manajemen di bawahnya. Perumusan misi dan tujuan strategis organisasi ditujukan untuk memastikan bahwa setiap kegiatan selanjutnya
harus sejalan dengan tujuan tersebut dan diharapkan dapat memberikan kontribusi pada prestasi.
2. Rencana dan Tujuan Bisnis dan Departemen; merupakan penjabaran dari
misi organisasi dan tujuan strategis. Pada kasus tertentu rencana dan tujuan bisnis ditetapkan lebih dahualu, kemudian dijabarkan dan
dibebankan pada departemen yang mendukungnya. Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa kemampuan departemen menjadi faktor pembatas dalam menentapkan rencana dan tujuan bisnis. Bila hal ini terjadi, tujuan
departemen ditentukan lebih dahulu.
3. Kesepakatan Kinerja (Performance Contract/Kontrak Kinerja) dan
Pengembangan; merupakan kesepakatan yang dicapai antara individu dengan manajernya tentang sasaran dan akuntabilitasnya, biasanya dicapai pada rapat formal. Proses kesepakatan kinerja menjadi mudah jika kedua
mempertimbangkan rencana yang harus dibuat untuk memperbaiki kinerja.
Kontrak kinerja juga menjadi dasar dalam melakukan penilaian terhadap kinerja bawahan.
4. Rencana Kinerja dan Pengembangan; merupakan eksplorasi bersama tentang apa yang perlu dilakukan dan diketahui individu untuk memperbaiki kinerja dan mengembangkan ketrampilan dan
kompetensinya dan bagaimana manajer dapat memberikan dukungan dan bimbingan yang diperlukan.
5. Tindakan Kerja dan Pengembangan; manajemen kinerja membantu orang untuk siap bertindak sehingga mereka dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan.
6. Monitoring dan Umpan Balik berkelanjutan; konsep terpenting dan sering berulang adalah proses mengelola dan mengembangkan standar kinerja. Dalama hal ini dibutuhkan sikap keterbukaan, kejujuran, bersifat positif
dan terjadinya komunikasi dua arah antara supervisor dan pekerja sepanjang tahun.
7. Review Formal dan Umpan Balik; dalam melakukan review, pimpinan memberi kesempatan kepada bawahan untuk memberi komentar tentang kepemimpinan. Review mencakup tentang: pencapaian sasaran, tingkat
kompetensi yang dicapai, kontribusi terhadap nilai-nilai utama, pencapaian pelaksanaan rencana, pengembangan pribadi, pertimbangan tentang masa
8. Penilaian Kinerja Menyeluruh; penilaian dilakukan dengan melihat hasil
atau prestasi kerja. Tingkatan penilaian dapat bervariasi tergantung pada jenis organisasi dan pekerjaan yang dilakukan.
2.1.1.3 Kaidah-kaidah Manajemen Kinerja
Manajemen Kinerja yang baik untuk menuju organisasi berkinerja tinggi, harus mengikuti kaidah-kaidah berikut ini.
1. Terdapat suatu indikator kinerja (key performance indicator) yang terukur secara kuantitatif, serta jelas batas waktu untuk mencapainya. Tentu saja
ukuran ini harus menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh organisasi tersebut. Jika pada organisasi bisnis atau komersial, maka indikator kinerjanya adalah berbagai aspek finansial seperti laba,
pertumbuhan penjualan, lalu indikator pemasaran seperti jumlah pelanggan, dan sebagainya. Pada organisasi pemerintahan maka ukuran kinerja tentu berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat (akuntabilitas
eksternal atau publik). Semuanya harus terukur secara kuantitatif dan dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga nanti pada saat
evaluasi kita bisa mengetahui, apakah kinerja sudah mencapai target atau belum. Michael Porter, seorang profesor dari Harvard Business School mengungkapkan bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak
dapat kita ukur. Jadi, ukuran kuantitatif itu penting. Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja , biasanya tidak bisa diharapkan mampu
2. Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan ke dalam suatu bentuk
kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut sebagai kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya kontrak kinerja,
maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang ingin dicapai,
baik sasaran pancapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya. Ada 2 (dua) hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja yaitu sasaran
akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja untuk mencapainya (lead). Mengapa keduanya dicantumkan ? Supaya pada saat evaluasi nanti berbagai pihak bisa bersikap fair, tidak melihat hasil akhir semata,
melainkan juga proses kerjanya. Adakalanya seorang bawahan belum mencapai semua hasil akhir yang ditargetkan, tetapi dia sudah melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja
atasan tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir belum tercapai. Ini juga bisa menjadi basis untuk perbaikan
di masa yang akan datang (continuous improvements).
3. Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu (1) perencanaan kinerja berupa penetapan
indikator kinerja, lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, lalu (2)
menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah
ditetapkan dulu ? Semuanya harus serba kuantitatif.
4. Adanya suatu sistem reward dan punishment yang bersifat konstruktif dan
konsisten dijalankan. Konsep reward ini tidak melulu bersifat finansial, melainkan juga dalam bentuk lain, seperti promosi, kesempatan pendidikan, dan sebagainya. Reward dan punishment diberikan setelah
melihat hasil realisasi kinerja, apakah sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu saja ada suatu performance
appraisal atau penilaian kinerja terlebih dahulu sebelum reward dan
punishment diberikan. Hati-hati dengan pemberian punishment, karena dalam banyak hal, pembinaan jauh lebih bermanfaat.
5. Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau penilaian kinerja yang relatif obyektif, yaitu dengan melibatkan berbagai pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian
kinerja dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi
berpikir bersama mampu mengubah sikap subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang
ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang
6. Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style) yang mengarah
kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching, counseling, dan
empowerment kepada para bawahan atau sumber daya manusia di dalam organisasi. Satu aspek lain yang sangat penting dalam gaya kepemimpinan adalah, sikap followership, atau menjadi pengikut. Bayangkan jika semua
orang menjadi komandan di dalam organisasi, lantas siapakah yang menjadi pelaksana ? Bukannya kinerja tinggi yang muncul, melainkan
kekacauan di dalam organsiasi (chaos). Sejatinya, pada kondisi tertentu seseorang harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi pada situasi yang lain, dia juga harus memahami bahwa dia juga merupakan bagian dari
sebuah sistem organisasi yang lebih besar, yang harus dia ikuti.
7. Menerapkan konsep manajemen Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi. Umumnya organisasi berkinerja tinggi memiliki kamus
kompetensi dan menerapkan kompetensi tersebut kepada hal-hal penting, seperti manajemen kinerja , rekruitmen dan seleksi, pendidikan dan
pengembangan, dan promosi. Seperti yang diuraikan pada awal makalah ini, kompetensi tersebut setidaknya mencakup 3 (tiga) hal, yaitu kompetensi inti organsiasi, kompetensi perilaku, serta kompetensi teknikal
yang spesifik terhadap pekerjaan. Jika kompetensi ini sudah dibakukan di dalam organisasi, maka kegiatan manajemen SDM akan menjadi lebih
2.1.2. Kinerja Organisasi Publik
Keban dalam H.A Nasir (2009:26) menjelaskan bahwa kinerja (performance) dapat didefenisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “ the
degree of occomplishmnet “ atau dengan kata lain kinerja adalah tingkat pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya dikemukakan behwa dalam instansi pemerintah khususnya penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas,
kualitas dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, memonitor para kontraktor, menyesuaikan budget, mendorong pemerintah agar lebih
memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.
Untuk dapat melakukan penilaian kinerja organisasi publik yang bersifat
multidimensional (Dwiyanto : 1995), menyatakan diperlukan penilaian kinerja dengan memperhatikan seluruh dimensi kinerja yang ada. Untuk itu Dwiyanto merekomendasikan bahwa untuk mengukur kinerja sebuah organisasi dapat
digunakan beberapa indikator sebagai berikut:
a. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud adalah konsep produktivitas yang tidak hanya mengukur efisiensi, namun juga diperluas sehingga mencakup efektivitas
pelayanan yaitu seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan. Penilaian produktivitas organisasi dilakukan pada tingkat organisasi dengan menggunakan dokumen-dokumen seperti catatan dan laporan-laporan
organisasi dan hasil-hasil yang diperoleh organisasi. Dalam hal ini, produktivitas
pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.
b. Kualitas Layanan
Kualitas layanan sering sekali membentuk image masyarakat terhadap organisasi pelayanan publik. Banyak image negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kulaitas
layanan yang diterima dari organisasi publik. Oleh karena itu kepuasan masyarakat terhadap layanan publik dapat dijadikan sebagai indikator atau
parameter kinerja organisasi publik.
Sumber utama dari kualitas layanan adalah penilaian pengguna jasa atau masyarakat. Namun, uji silang juga dapat dilakukan dengan memeriksa laporan
dan dokumen organisasi mengenai pelayanan yang diberikan. Survei adalah salah satu cara yang dapat digunakan untui mencari data mengenai kualitas layanan
dengan mengukur tingkat kepuasan mereka terhadap kualitas layanan organisasi.
c. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat,menyusun agenda dan proiritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan keselarasan antara
program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Data untuk menilai responsivitas bisa bersumber dari masyarakat dan organisasi. Data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program
d. Responsibilitas
Responsibilitas akan menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau
yang sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun yang eksplisit. Karena itu bisa saja responsibilitas akan bertentangan dengan responsivitas, yaitu ketika prinsip-prinsip harus dijalankan maka respon terhadap
kebutuhan masyarakat akan diabaikan, atau sebaliknya. Responsibiltas sebuah organisasi dapat dinilai dengan menganalisa dokumen-dokumen dan laporan
kegiatan organisasi. Dalam hal ini dicoba untuk mencocokkan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan
ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik mangacu pada seberapa besar kebijakan dan kegiaan
organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat dengan sendirinya haru mampu mewujudkan apa yang menjadi kepentingan masyarakat.
Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang bisa dikembangkan oleh organisasi atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja
juga seharusnya diukur dari eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi akan memiliki akuntabilitas yang tinggi bila kegiatan tersebut dianggap benar dan sesuia dengan nilai-nilai
2.1.3. Pelayanan Publik
2.1.3.1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang
menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan publik.
Agus Dwiyanto (2006: 136) mendefenisikan pelayanan publik sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi
kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga negara yang membutuhkan pelayanan publik, seperti pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP), akta kelahiran, akta nikah, akta kematian, sertifikat tanah, izin usaha, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), izin gangguan (HO), izin mengambil air tanah, berlangganan air minum, listrik dan sebagainya. Sedangkan, Menurut
Litjan Poltak Sinambela, dkk (2011: 5) pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi tertentu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara
yang telah ditetapkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan
publik, didefenisikan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab pelaksana layanan.
2.1.3.2. Karakteristik Pelayanan Publik
Menurut Nurmandi (2010) Pelayanan publik mempunyai beberapa ciri yaitu :
a. Tidak dapat memilih konsumen, artinya setiap masyarakat yang datang
dan membutuhkan pelayanan harus diperlakukan secara baik
b. Peranannya dibatasi oleh undang-undang, artinya dalam menjalankan
tugas melayani kepentingan masyarakat, tetap ada norma, aturan dan ketentuan yang menjadi batas dan dasar.
c. Politik menginstitusionalkan konflik, artinya berbagai konflik dan
permasalahan yang terjadi sering merupakan dampak dari politik.
d. Pertanggungjawaban yang kompleks, karena mengatasnamakan negara maka dalam pelayanan publik ada berbagai prosedur yang tetap harus
dijalankan.
e. Sangat sering diteliti.
f. Semua tindakan harus mendapat justifikasi.
g. Tujuan atau output sulit diukur atau ditentukan.
2.1.3.3. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan
a. Sederhana. Standar Pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti,
mudah dilaksanakan,mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.
b. Partisipatif. Penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatkan masyarakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan.
c. Akuntabel. Hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang
berkepentingan.
d. Berkelanjutan. Standar Pelayanan harus terus-menerus dilakukan perbaikan sebagai upaya peningkatankualitas dan inovasi pelayanan.
e. Transparansi. Standar Pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
f. Keadilan. Standar Pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang
diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan
mental.
2.1.3.4. Asas Pelayanan Publik
Pelayanan publik harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat, karena masyarakat itu bersifat dinamis. Pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat,
lengkap, wajar, dan terjangkau. Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi
Lijan Poltak Sinambela, dkk (2011: 6) mengemukakan asas-asas dalam pelayanan
publik tercermin dari: a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamanan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, ras, golongan,
gender dan status ekonomi.
f. Keseimbangan Hak dan kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing- masing pihak.
Asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik juga diatur dalam Pasal
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang yang terdiri dari 12 asas yakni:
b. Asas kepastian hukum,
c. Asas kesamaan hak,
d. Keseimbangan hak dan kewajiban,
e. Asas keprofesionalan, f. Asas partisipasif,
g. Asas persamaan perlakuan/tidak deskriminatif,
h. Asas keterbukaan, i. Asas akuntabilitas,
j. Asas fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, k. Asas ketepatan waktu,
l. Asas kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
2.1.3.5. Unsur-unsur Pelayanan Publik
Dalam proses kegiatan pelayanan publik terdapat beberapa faktor atau unsur
yang mendukung jalannya kegiatan. Menurut A.S. Moenir , unsur-unsur tersebut antara lain :
a. Sistem, Prosedur dan Metode. Di dalam pelayanan publik perlu adanya
sistem informasi, prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan.
b. Personil, terutama ditekankan pada perilaku aparatur; dalam pelayanan publik aparatur pemerintah selaku personil pelayanan harus profesional, disiplin dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat.
c. Sarana dan Prasarana. Dalam pelayanan publik diperlukan peralatan dan ruang kerja serta fasilitas pelayanan publik. Misalnya ruang tunggu,
d. Masyarakat sebagai pelanggan. Dalam pelayanan publik masyarakat
sebagai pelanggan sangatlah heterogen baik tingkat pendidikan maupun perilakunya.
2.1.3.6. Hak dan kewajiban penyelenggara pelayanan publik
Dalam pasal 14 UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyatakan
penyelenggara memiliki hak :
a. Memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lainnyang bukan tugasnya b. Melakukan kerja sama
c. Mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik d. Melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik
e. Menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pasal 15 UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik menyatakan penyelenggara berkewajiban :
a. Menyusun dan menetapkan standar pelayanan
b. Menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan maklumat pelayanan c. Menempatkan pelaksana yang kompeten
d. Menyediakan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai
e. Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
f. Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan Berpartisipasi
aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik
g. Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan
h. Membantu masyarakat dalam memaharni hak dan\tanggung jawabnya
i. Bertanggung jawab dalarn pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik
j. Memberikan pertanggungjawaban sesuai denganhukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan
k. Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang
berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.1.4. Pelayanan Administrasi Kependudukan 2.1.4.1 Pengertian administrasi kependudukan
Menurut UU No. 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan
Kependudukan harus sejalan dengan tuntutan pelayanan Administrasi
Kependudukan yang profesional, memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib, dan tidak diskriminatif dalam pencapaian standar pelayanan minimal
menuju pelayanan prima yang menyeluruh untuk mengatasi permasalahan kependudukan.
2.2 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun, 1995:37). Defenisi konsep memberikan batasan terhadap pembahasan dari permasalahan
yang ditentukan oleh peneliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini, yaitu:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang telah
ditetapkan, yang merupakan kualitas dan kuantitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi.
2. Pelayanan publik adalah segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pen erima pelayanan, dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan efektif akan mendukung tercapainya efisiensi dan efektif akan mendukung tercapainya
dengan kondisi yang sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak
berbelit-belit, akan mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan dan juga penerima pelayanan.
3. Administrasi kependudukan adalah adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi
administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
4. Kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dilihat dari indikator berikut:
a. Produktivitas
Produktivitas yang dimaksud adalah konsep produktivitas yang tidak hanya mengukur efisiensi, namun juga diperluas sehingga mencakup efektivitas pelayanan yaitu seberapa besar pelayanan publik itu memiliki
hasil yang diharapkan. Dalam hal ini, produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.
b. Kualitas Layanan
Kualitas layanan sering sekali membentuk image masyarakat terhadap organisasi pelayanan publik. Sumber utama dari kualitas layanan adalah
penilaian pengguna jasa atau masyarakat. c. Responsivitas
dan keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat.. d. Responsibilitas
Responsibilitas akan menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau yang sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit
maupun yang eksplisit. Responsibiltas sebuah organisasi dapat dinilai dengan menganalisa dokumen-dokumen dan laporan kegiatan organisasi.
e. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik mangacu pada seberapa besar kebijakan dan kegiaan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.
Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang bisa dikembangkan oleh organisasi atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja juga seharusnya diukur dari eksternal, seperti nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi akan memiliki akuntabilitas yang tinggi bila kegiatan tersebut dianggap