BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang
dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25
juta matrik ton minyak kelapa sawit pada tahun 2011/2012 [1]. Konsumsi minyak
sawit di dunia dikendalikan oleh Indonesia dan Malaysia. Produksi global minyak
sawit adalah 62,34 juta ton pada tahun 2014 dimana 85% produksi berasal dari dua
negara yaitu Indonesia (30,5 juta ton) dan Malaysia (19,9 juta ton) [2]. Indonesia
merupakan produsen Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Dalam hal ini
Indonesia memasok 47% kebutuhan CPO di dunia [3].
Pabrik minyak kelapa sawit dalam mengolah setiap ton tandan buah segar
(TBS) akan menghasilkan rata-rata 120-200 kg minyak kelapa sawit mentah,
230-250 kg tandan kosong kelapa sawit, 130-150 kg serat/fiber, 60-65 kg cangkang,
55-60 kg kernel, dan 0,7 m3 air limbah [4]. Sekitar 43-45% limbah pabrik dalam bentuk
tandan kosong sawit, shell, serat dan Palm Oil Mill Effluent (POME) atau Limbah
Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS). Residu ini diperkirakan akan terus menumpuk
dengan peningkatan produksi [5]. Selama produksi kelapa sawit, besar volume air
yang digunakan dalam kuantitas besar berakhir sebagai LCPKS. Dalam pengolahan
satu ton TBS sekitar 5-7 ton air yang digunakan [6]. Dari jumlah air ini, sekitar
50-79% berakhir sebagai LCPKS [7]. Limbah cair pabrik kelapa sawit terdiri dari materi
senyawa organik kompleks yang tebal, berwarna kecoklatan, berbentuk bubur koloid
dari air, minyak dan padatan termasuk sekitar 2% padatan tersuspensi yang berasal
terutama dari sisa-sisa komponen selulosa kelapa sawit [5].
Limbah cair kelapa sawit diolah dengan bantuan mikroorganisme dalam
digestasi anaerobik dalam tahap proses hidrolisis, asetogenisis, asidogenisis dan
metanogesis. Dimana mikroorganisme dapat menurunkan polimer kompleks limbah
cair kelapa sawit untuk menghasilkan produk antara pada proses asigogenesis dan
Konsentrasi dan jumlah produk yang dihasilkan tergantung pada sifat dari limbah
cair kelapa sawit termasuk pH, ada tidaknya pengadukan, suhu operasi, nutrisi dan
tingkat beban organik dan aktivitas mikroba [7].
Biogas adalah bahan bakar terbarukan, sehingga memenuhi syarat untuk energi
alternatif di beberapa negara. Biogas mengandung sekitar 55-65% metana, 30-35%
karbon dioksida, dan beberapa hidrogen, nitrogen dan senyawa lainnya [8].
Diperkirakan bahwa sekitar 28 m3 biogas dihasilkan untuk setiap 1 m3 limbah kelapa
sawit dari pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit [1].
Pada kondisi anaerobik akan dihasilkan gas metana dan karbon dioksida
sedangkan pada kondisi aerobik akan dihasilkan karbon dioksida dan air. Biogas
dihasilkan dari LCPKS menggunakan dua cara yaitu : aerobik (sistem kolam terbuka)
dan digester anaerobik (tertutup kolam/digester). Kondisi anaerobik menghasilkan
biogas dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi aerobik. Proses
digestasi anaerobik telah banyak dikembangkan untuk menghasilkan gas metana dari
limbah cair kelapa sawit [7].
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses adalah pengadukan, pengadukan
berfungsi agar tidak terbentuk kerak pada permukaan, agar tidak terjadi pengendapan
dibawah permukaan, memastikan suhu yang homogen dalam digester dan distribusi
merata pada penyebaran nutrisi [9]. Laju pertumbuhan dari bakteri selalu 10 hari atau
lebih. Waktu tinggal yang rendah memberikan laju substrat yang baik, tetapi nilai
(yield) gas yang rendah [29]. Oleh karena itu, perlu untuk menyesuaikan HRT untuk
laju dekomposisi spesifik dari penggunaan substrat. Perlu diketahui target waktu
tinggal dari umpan yang masuk setiap hari, laju dekomposisi substrat, itu mungkin
Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menghasilkan Volatile
Fatty Acid (VFA) dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Berbagai Penelitian yang telah dilakukan untuk menghasilkan Volatile Fatty Acid
(VFA) dari proses Asidogenesis
Nama Peneliti (Tahun) Judul Hasil Penelitian
Bambang Trisakti, et. al liter dengan variasi HRT menggunakan laju pengadukan 50 rpm dan variasi pH menggukanan laju pengadukan 100-110 rpm. Hasil terbaik pada HRT 4 dengan konsentrasi VFA maksimum 5.662,72 mg/l dengan pH 6
Johan Lindmark, et. al (2014) [11]
The Effect of Different Mixng Intensities During Anaerobic Digestion of The Organic Fraction of Municipal Solid Waste.
Proses digestasi anaerobik dengan CSTR Dengan variasi laju pengadukan minimally mixed, 25 dan 150 rpm.
Effect ot Temperature on VFA’s and Biogas Production in Anaerobic Solubilization on Food Waste
Sistem digestasi anaerobik dengan laju pengadukan 50 rpm, Variasi temperatur 15, 25, 35, 45, 55 dan 65oC. Asam yang dihasilkan asam
asetat, asam laktat, asam propionat dan asam n-butirak. VFA yang terbesar pada semua variasi temperatur diperoleh oleh asam laktak dan asam n-butirat. Produksi tertinggi pada 45oC.
Yee-Shiang Wong, et. al (2013) [36]
Anaerobic Acidogenesis Biodegradation of Palm Oil Mill Effluent Using Suspended Close Anaerobic Bioreactor (SCABR) et Mesophilic Temperature
Proses Asidogenesis pada suspended closed anaerobic bioreaktor dengan volume 4,5 L pada suhu mesofilik dengan pH 5,2 dan 5,26 dengan variasi HRT (12, 10, 8, 4, 2) hari. Diperoleh peningkatan VFA sesuai dengan penurunan HRT dan COD menurun sesuai dengan penurunan HRT. VFA terendah pada HRT 12 hari adalah 11.569,71 mg CH3COOH/L dan VFA tertinggi
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa proses konversi LCPKS
menjadi VFA dipengaruhi oleh laju pengadukan, HRT dan temperatur. Dimana laju
pengadukan yang digunakan yaitu 150 rpm [11] dengan HRT 4 [37] pada temperatur 45oC
[13].
Oleh karena itu perlu dikaji pengaruh variasi HRT terhadap konversi LCPKS menjadi
VFA pada termperatur 45oC dan pengaruh variasi laju pengadukan terhadap konversi
LCPKS menjadi VFA pada termperatur 45oC.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1). Mendapatkan HRT terbaik pada proses konversi LCPKS menjadi VFA pada
temperatur 45oC.
2). Mendapatkan laju pengadukan terbaik pada proses konversi LCPKS menjadi VFA
pada temperatur 45oC.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan antara lain yaitu :
1). Mendapatkan HRT terbaik pada proses konversi LCPKS menjadi VFA pada
temperatur 45oC.
2). Mendapatkan laju pengaruh terbaik pada proses konversi LCPKS menjadi VFA pada
temperatur 45oC.
3). Memberikan informasi bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis atau
yang berhubungan.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ekologi Departemen Teknik Kimia,
1). Variabel tetap :
a. Starter yang digunakan berasal dari hasil olahan penelitian sebelumnya.
b. Jenis bahan baku atau umpan yang digunakan adalah LCPKS dari PTPN IV
Pabrik Kelapa Sawit Adolina.
c. Temperatur fermentor 45 oC
d. pH 6
e. HRT pada variasi laju pengadukan : HRT 4 hari
f. Laju pengadukan pada variasi HRT : laju pengadukan 150 rpm
2). Variabel divariasikan :
a. HRT 20, 15, 10 dan 4 hari
b. Laju pengadukan 50, 100, 150 dan 200 rpm
3). Parameter analisa :
Analisis yang akan dilakukan didalam penelitian ini meliputi analisis pada bahan baku
yang digunakan yaitu LCPKS dengan influent limbah dan effluent limbah. Adapun analisis cairan ini terdiri dari:
1 Pengukuran pH
2 Analisis M-Alkalinity (Metode Titrasi)
3 Analisis Total Solids (TS) (Metode Analisa Proksimat)
4 Analisis Volatile Solids (VS) (Metode Analisa Proksimat)
5 Analisis Total Suspended Solids (TSS) (Metode Analisa Proksimat)
6 Analisis Volatile Suspended Solids (VSS) (Metode Analisa Proksimat)
7 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) (Metode Reflux Terbuka)
8 Analisis Volatile Fatty Acid (VFA) (Metode Kromatografi)
Adapun analisis gas dilakukan jika pada penelitian ada terbentuk gas yaitu analisa gas
CO2 dan H2S.