• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jogja Istimewa: Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Keistimewaan Jogjakarta Pada Lirik lagu “Jogja Istimewa” T1 362009024 BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN TEORITIS

Teori adalah generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik (Sugiyono 2005: 41). Karena itu dalam bab ini penulis akan menjelaskan secara sistematis fenomena yang menjadi persoalan penelitian dengan merujuk kepada teori yang pernah dikemukakan oleh berbagai sarjana. Berdasarkan penjelasan itu maka pada bagian akhir akan dipaparkan kerangka pikir dari penelitian ini serta pengertian dari konsep-konsep yang digunakan.

2.1 Pengertian Komunikasi

Penelitian menggunakan semiotika merupakan bagian dari ilmu komunikasi secara luas. Komunikasi sendiri adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, baik secara langsung atau melalui perantara (media). Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan untuk menyusun makna dan kemudian menyampaikan keadaan dunia mereka. Simbol merupakan media yang membawa makna dan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan (Sobur , 2002 : 6).

Perbuatan manusia yang dianggap sebaga proses komunikasi itu adalah kreatif. Karena melalui pergaulan sosial, orang melakukan proses komunikasi makna yang membuat mereka mampu menciptakan berbagai makna melalui proses komunikasi sesuai subjektifitas mereka.

Dean Barnlund memperhatikan hal ini ketika ia mengatakan bahwa:

“komunikasi melukiskan evolusi maka. Makna adalah sesuatu yang diciptakan, ditentukan, diberikan dan bukan sesuatu yang diterima. Jadi komunikasi bukanlah suatu reaksi terhadap sesuatu, juga bukan interaksi dengan sesuatu, melainkan suatu transaksi yang didalamnya orang menciptakan dan memberikan makna untuk menyadari tujuan – tujuan orang itu”

(2)

12 tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan, dan pengolahan pesan.

Setiap pelaku komunikasi dengan demikian akan melakukan empat tindakan yaitu: membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan. Keempat tindakan tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan. Hal ini terjadi dalam benak seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung atau secara tidak langsung. Seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain, pesan yang diterimanya ini kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan, pesan tersebut dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut. Apabila ini terjadi, maka orang tersebut kembali akan membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah keempat tindakan ini akan terus-menerus terjadi secara berulang-ulang.

Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambang-lambang yang menjalankan ide atau gagasan, sikap, perasaan , praktik, atau tindakan. Bisa berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda, gerak-gerik, atau tingkah laku dan berbagai bentuk tanda-tanda lainnya. Komunikasi dapat terjadi dalam diri seseorang, antara dua orang, diantara beberapa orang atau banyak orang. Komunikasi mempunyai tujuan tertentu, artinya komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya (Sobur , 2002 : 7).

2.2 Konsep Makna

(3)

13 Secara umum konsep makna itu dibedakan menjadi dua, yaitu konsep makna denotatif dan makna konotatif (Sobur, 2006 :26). Makna denotatif adalah makna suatu makna yang tidak mengandung makna lain atau tidak punya makna tambahan. Sedangkan makna konotatif adalah makna yang mempunyai makna tambahan, perasaan tertrntu, atau nilai rasa tertentu selain makna dasar. Dalam proses pemakanaan tanda terdapat pula proses penyampaian dan penerimaan pesan anatara komunikator dan komunikan. Seorang komunikan melakukan proses penerimaan pesan terhadap pesan yang disampaikan oleh komunikator, oleh karena itu komunikan melakukan proses pemakanaan suatu pesan. Makna yang diterima oleh komunikan terjadi dalam ruang yang berbeda dan pada individual yang berbeda sesuai dengan kognitif dan afektif mereka dalam hal ini adalah komunikan (Sobur, 2006 :28). Mengutip pernyataan Burhan Bungin (2001:199-200) bahwa:

“Makna yang diterima oleh seseorang tergantung pada bagaimana individu melakukan pemaknaan terhadap pesan. Karena setiap individu memiliki kebebasan menentukan metode interpretasi apa yang harus digunakan, termasuki kepentingan – kepentinganya dalam melakukan pemaknaan.

Hal ini juga akan berlaku dalam melakukan pemaknaan terhadap tanda. Pemakanaan ini sifatnya subyektif, sehingga proses pemaknaan akan dipengaruhi juga oleh budaya individual tersebut, karena pemaknaan juga pembetuk utama dalam kebudayaan.

2.3 Musik

(4)

14 REPRESENTASI MAKNA PESAN NILAI-NILAI MOTIVASI DALAM ALBUM “FOR ALL”. (20111:22). UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “Veteran”. Arsidipta.1. Musik merupakan salah satu media dalam mengkomunikasikan ekspresi dalam berseni, namun musik juga media yang bisa mengkomunikasikan kebudayaan masyarakat pendukungnya. Didalam musik terdapat nilai dan norma yang dibaur dan terbentuk sehingga terjadi proses enkulturasi dan akulturasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara diutarakan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan terutama yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu.

Musisi atau seniman musik dalam mengkomunikasikan pesanya kepada masyarakat adalah dengan musik sebagai media yang merekai pakai. Mereka mempunyai pesan yang bervariasi dalam menggunakan musik untuk berbicara kepada komunikator. Dengan adanya unsur-unsur musik seperti bunyi, irama, nada, musik menjadi sebuah media yang tidak hanya membawa sebuah pesan dari musisi kepada komunikator, namun musik menjadi sebuah media yang juga bisa menjadi media yang menghibur dan menjelaskan pengalaman kepada pendengar.

2.3.1 Musik Hiphop 2

Hiphop merupakan sebuah aliran musik, Hiphop awalnya merupakan sebuah gerakan kebudayaan yang berasal dan dikembangkan oleh kaum afro-amerika dan latin-amerika sekitar tahun 1970’an. The Bronx, New York merupakan awal dari musik hiphop berkembang. Hal ini berdasarkan tari, puisi, seni visual, warisan sosial dan politik dari Afrika, Amerika Afrika, Karibia dan komunitas imigran Latino di Amerika Serikat. Hip-hop mulai sebagai bentuk independen, non-komersial musik dan budaya ekspresi.

Rap" adalah istilah yang sering digunakan bergantian dengan "hip-hop." Namun, istilah "rap" memiliki nada yang lebih komersial dan lebih sering digunakan untuk menggambarkan musik hip-hop dirilis dan dipromosikan oleh label rekaman besar dan

1

Arsidipta,2011:22. REPRESENTASI MAKNA PESAN NILAI-NILAI MOTIVASI

DALAM ALBUM ”FOR ALL”. 16 September 2013.

2

(5)

15 ditayangkan di komersial stasiun radio dan situs internet. Hiphop digunakan untuk menggambarkan genre musiknya, sedangkan rap digunakan dalam teknik bernyanyi yaitu berkata-kata sajak atau teks lagu dengan cepat dan ketukan musik.

“Grandmaster Flash” dan “The Furious Flash” merupakan kelompok yang pertama kali mengenalkan musik hiphop. Pada kala itu musik hiphop merupakan media mereka untuk menyuarakan tentang kekerasan dan peperangan antar geng yang terjadi. namun ditangan seorang Afrika bernama Bambaataa musik hiphop digunakan untuk perdamaian dunia yang mengurangi kekerasan antar geng di New York. Sampai hari ini energi dari Bambaataa merupakan energi dari hiphop yang positif sampai hari ini.

Musik hiphop sendiri merupakan perpaduan dari MCing3, (lebih dikenal rapping), DJing4, Breakdance, dan Grafiti. Belakangan ini elemen Hiphop juga diwarnai oleh

Beatboxing, Fashion, bahasa salng, dan gaya hidup lainnya. Untuk mengisi vokal dalam

musik hiphop digunakan teknik rap, yaitu berkata – kata cepat. Rap adalah merupakan unsur dari musik hiphop sendiri.

Pada musik Hiphop dapat ditemukan unsur-unsur dimensi yang membangun sebuah karya utuh. Dimensi dan unsur-unsur tersebut adalah:

1. Permainan kata secara Verbal (flow).

Permainan kata secara verbal dapat berupa pengulangan ritme dan intonasi panduan irama dan memiliki jeda yang tetap (sung flow), pengulangan juga dapat terjadi pada kata dan suku kata dari kalimat paad lirik lagu (speech saturared flow).

2. Pola musikal (musical pattern).

Dalam musik hiphop pola musikal terbangun atas instrumen suara yang menjadi pondasi dari aransemen, instrumen tersebut bisa dibedakan berdasarkan atas penggunaan instrumenya. Instrumen tersebut dapat menjadi suara utama (rhtmic) dapat digunakan sebagai suara latar (memory). Dapat juga dimunculkan dalam jeda waktu tertentu pada lagu (interlocutor). Musik Hiphop bisa menggunakan satu pola ritmik dominan

3

Mcing atau lebih dikenal rapping adalah teknik bekata-kata cepat.

4

(6)

16 (unitary rhthm syle) maupun menggunakan beberapa pola ritmik secara beraturan (multiple rhtym syle). (Pramudya, 2011:21-22)

2.4 Semiotika

Semiotika atau semiotik berasal dari kata Yunani, semeion yang berati “tanda”. Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda (Van Zoest,1996:1). Semiotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.

Para ahli semiotik modern mengatakan bahwa analisis semiotik modern telah diwarnai dengan dua nama yaitu seorang linguis dari Eropa Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan seorang filsuf Amerika yang bernama Charles Sanders Pierce (1839-1914). Dalam perkembangan terakhir kajian mengenai tanda dalam masyarakat didominasi karya filsuf dari Amerika, Charles Sanders Pierce. Kajian Pierce jauh lebih terperinci daripada tulisan Saussure yang lebih programatis. Pierce menyebut model sistem analisisnya dengan semiotik dan istilah tersebut telah menjadi istilah yang dominan digunakan untuk ilmu tentang tanda.

Dalam teorinya Pierce mengungkapkan segitiga makna atau triangle meaning. Elemen dari segitiga makna tersebut adalah tanda, obyek, dan interpretant. Tanda itu sendiri berbentuk fisik dan dapat ditangkap panca indra, serta merujuk dan merepresentasikan hal lain diluar tanda itu sendiri. Menurut Pierce tanda sendiri masih diklasifikasikan kedalam tiga bagian yaitu, Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (merupakan perwakilan fisik dari obyek), Indeks (tanda yang muncul karna adanya sebab-akibat). Obyek adalah sesuatu yang dirujuk oleh tanda. Sedangkan interpretant adalah orang yang membaca dan memahami tanda (Sobur, 2003:156-158).

(7)

17 dari semiotika Saussure ini adalah konvensi dari penanda dan petanda yang ada, atau yang biasa disebut Signifikasi.

Semiotika secara epistimologis menurut Roland Barthes adalah : Istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda disini didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensial sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Dimana aliran konotasi pada waktu menelaah sistem tanda tidak berpegang pada makna primer, tetapi melalui makna konotasi (Van Zoest, 1996:5).

Lagu merupakan salah satu bidang terapan semiotika, dimana didalam sebuah lagu mempunyai unsur-unsur yang dari sebuah film, dan terdapat banyak tanda-tanda yang tersusun. Tanda-tanda yang tersusun tadi akan berkerjasama untuk mencapai tujuan yang diharapkan. adanya unsure yang sama dengan film membuat konstruksi sebuah lagu dan isinya, terdiri atas aspek-aspek “realitas” seperti individu, objek, peristiwa, identitas kultural dan konsep abstrak lainnya.

Representasi ini bisa diliat dalam isi lirik dalam lagu dari tanda-tanda yang divisualisasikan, oleh gambar atau adegan-adegan yang ada dalam sebuah video klip itu sendiri. Hal yang penting dalam sebuah video klip adalah gambar dan lagu atau audio, (lirik, dan suara dari lagu yang mengiringi gambar-gambar). (Zoest, 1996).

Musik menjadi hal utama dalam sebuah lagu dan saling berkaitan dengan lirik. Musik atau lagu dan lirik dari lagu tersebut merupakan tanda-tanda yang memperkuat dari isi sebuah lagu sendiri. Kesatuan ini yang membangun tanda yang mempunyai makna yang didalamnya terkandung sebuah pesan. Suara atau musik secara semiotika berfungsi tidak terlalu berbeda dengan isi dari lagu dan dapat disebutkan, dikategorisasikan dan dianalisis dengan cara yang juga sebanding” (Zoest, 1996, :110).

(8)

18 (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes mengembangkan pola pemikiran Saussure ini dengan mengungkapkan adanya tahap konotasi yang dari tahapan ini munculah mitos.

2.4.1 Semiotika Roland Barthes

(Philip Tody, 1999:190). Roland Barthes adalah salah satu filsuf yang berasal dari Prancis. Ia lahir di kota Cherbourg pada 1915 dan dibesarkan di kota Bayonne serta Paris. Barthes menempuh pendidikan di French Literature Classics Universitas Paris. Dia pernah mengajar sastra di Rumania dan Mesir, selanjutnya

ia begabung dengan The centre nation de recherche scientifique. Barthes memusatkan penelitianya pada sosiologi dan leksikologi

Roland barthes ini dikenal sebagai penerus pemikiran Saussure, namun Barthes tidak berhenti pada tahap bahasa dan makna yang terkandung saja. Pemikiran Barthes melampaui Saussure terutama ketika ia menggambarkan makna Ideologis yang disebutnya sebagai mitos. Namun pemikran Barthes juga dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lainya seperti Karl Max dan Sigmund Freud.

Karl Max menjadi salah satu filsuf yang juga mempengaruhi pemikiran Barthes tentang masyarkat Proletar dan Borjuis (yang tertindas dan menindas). Hal ini yang dilihat Barthes dengan memimjam pemikiran Karl Max dalam menganalisa masalah Borjuis dan Proletar. Jika Max melihat masalah sosial yang terjadi, Barthes mencoba melihat ideologi yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang ada di Prancis pada masa itu. Ideologi Borjuis sangat dominan pada saat itu, Max berpusat pada ekomi sosial yang terjadi saat itu, sedangkan Barthes mengungkapkan ideologi yang dijumpai dalam kesharian masyarakat.

(9)

19 kedua ini mempunyai makna yang tersembunyi (kandungan) dari mimpi. Disinilah makna yang sebenarnya muncul, yang mempunyai situasi yang lengkap dan lebih dalam. Hal inilah yang terlihat dari semiologi Barthes tentang ”Mitos”, dimana satu petanda memiliki berbagai penanda. Penulis akan memaparkan teori Roland Barthes yang mempunyai tiga bagian yaitu Denotasi, Konotasi, dan Mitos.

2.4.1.1 Denotasi

”MITOS GERWANI”. 2009. FIB UI. Raras Cristian Martha.5. Tahap denotasi ini adalah tahapan yang dipaparkan oleh Saussure, dimana tahapan ini mengenal dua bagian dikotonomi. Penanda dan petanda merupakan bagian dari dikotonomi ini, dimana penanda dilihat sebagai bentuk fisik, atau apa yang tertangkap oleh indera. Sedangkan petanda adalah makna yang terungkkap melalui konsep. Dalam tahapan ini penanda dan petanda merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dan nilai dari tahapan ini adalah adanya konvensi makna dari lingkungan sosial.

Sebagai pengikut Saussure, Barthes mencoba untuk mengembangkan teori Semiotika Saussure. Tetapi, dia tidak berhenti pada tanda dan petanda saja, karena Barthes berpendapat bahwa dalam masyarakat tanda diproduksi dan dipahami serta berkembang dalam dua sistem. Pertama sistem primer (sistem semiologi tingkat pertama) yang merupakan konvensi masyarakat. Signifikasi pada tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal dan didalamnya ada konvensi sosial. Ia menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dalam tanda (makna sebenarnya). Denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu obyek.

Denotasi adalah makna yang dikenal umum dan dominan. Denotasi adalah makna apa yang bukan pasti benar, namun sifat yang diharapkan dari denotasi adalah sfat yang diharapkan kebenaranya. Karena sifatnya ini denotasi mempunyai hubungan kesepakatan yang tinggi antara penanda dan petandanya. Menurut Barthes, pada tingkat denotasi, bahasa menghadirkan konvensi atau

5

(10)

20 kode-kode sosial yang bersifat eksplisit, yakni kode-kode yang makna tandanya segera naik kepermukaan berdasarkan relasi penanda dan petandanya (Budiman, Yogyakarta, 2011:6).

2.4.1.2 Konotasi

Roland Barthes meneruskan pemikiran Saussure tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan cultural penggunanya, interaksi anatara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunaya. Gagasan barthes ini dikenal dengan “order of signification”, disinilah tahapan konotasi mulai bekerja (Sobur, 2006).

Konotasi adalah istilah yang digunakan oleh Barthes untuk menjelaskan signifikasi tahap kedua atau tahapan sekunder. Penanda dan petanda pada tahap pertama tadi sekaligus juga menjadi penanda dan petanda pada tahap kedua, dimana pada tahap kedua ini akan menimbulkan makna ganda atau makna konotasi sekaligus mengandung kedua tanda denotatif tadi pada signifikasi kedua ini.

Hal ini menggambarkan proses bertemunya tanda dengan emosi si pembaca tanda serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi melibatkan simbol-simbol, historis dan hal-hal yang berhubungan dengan emosi. Dalam tahap konotasi inilah penulis akan menemukan makana ganda yang lahir yang tidak bisa didapat pada medan atau area denotasi, karna tanda-tanda yang terlibat tadi akan membentuk penanda-penanda konotasi atau konotator pada signifikasi kedua ini yang akan memunculkan mitos (Kusumarini, 2006).

(11)

21 Bagan 2.1. Order of signification Roland Barthes

(Sumber: McQuaill,2000)

Dari sistem signifikasi kedua inilah terbentuk mitos mitos yakni suatu sistem komunikasi yang merupakan sebuah pesan. Mitos tidak dapat menjadi sebuah obyek, sebuah konsep, dan sebuah ide karena mitos adalah sebuah metode penandaan yakni adalah sebuah bentuk. Ketika suatu analisis semiotik sudah sampai tahapan mitos maka makna dari pesan yang terungkap dari obyek sudah memasuki tahapan tertinggi dalam kajian yang dilakukan (Sobur, 2003:69).

2.4.1.3 Mitos

(Barthes, 2004). Pemikiran Barthes tentang mitos melampaui apa yang telah dipikirkan Saussure, dimana Barthes mengungkapkan Mitos terbentuk pada tahap sekunder atau tahap konotasi, dimana Pemikiran Saussure bahwa makna adalah apa yang didenotasikan oleh tanda. Sedangkan pemikiran Barthes melahirkan tahapan sekunder atau mengungkapkan signifikasi kedua, pada tahapan konotasi ini akan mendenotasikan sesuatu hal yang ia sebut sebagai mitos. Mitos inilah yang akan membawa kita kedalam sebuah Ideologi yang tersembunyi atau sebuah pesan yang tertutup oleh tanda-tanda yang ada.

Ideologi bersembunyi di balik mitos, hal ini dikarenakan karena ketidaksadaran kita terhadap ideologi tersebut yang tertutupi oleh tanda-tanda yang ada. Ketidaksadaran adalah sebentuk kerja ideologis yang memainkan peran dalam tiap representasi. Barthes menegaskan bahwa cara kerja pokok mitos adalah naturalisasi sejarah, karna sebuah mitos akan menggambarkan keadaan dunia yang seolah-olah terberi begitu saja secara alami.

konotasi

denotasi

signifier signified

(12)

22 (Fiske, 2010:123). Barthes juga memberikan penekanan bahwa mitos dipahami sebagai sesuatu yang bisa berubah dan beberapa diantaranya dapat berubah dengan cepat guna memenuhi kebutuhan perubahan dan nilai-nilai kultural dimana mitos itu sendiri menjadi bagian dari kebudayaan tersebut. Satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh berbagai mitos lainnya. Tidak ada mitos yang universal pada suatu kebudayaan saja. Yang ada adalah mitos yang dominan namun di situ ada juga kontramitos (counter-myths), dimana ada individu-individu yang menenentang atau mempunyai pemukiran lain dari mitos yang ada.

Dalam bukunya yang berjudul “MITOLOGI”, Barthes menyatakan bahwa mitos merupakan sebuah tipe wicara (a type of speech), segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos bukanlah sembarangan tipe, bahasa membutuhkan syarat khusus agar bisa menjadi mitos. Yang perlu dipahami di sini adalah bahwa mitos merupakan sebuah sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal ini akan memungkinkan munculnya pandangan bahwa mitos tidak bisa menjadi sebuah objek, konsep atau ide, karena mitos adalah konsep penandaan (signification) sebuah bentuk.

2.4.1.4 Peta Roland Barthes

Untuk memudahkan tentang bagaimana proses pemaknaan dua tahap tersebut berlaku, Barthes menciptakan peta bagaimana tanda-tanda itu bekerja

Bagan 2.2 Peta tanda Roland Barthes Sumber: (Sobur, 2006:70) 1. signifier 2. signified

3. denotative sign

(13)

23 Dari peta tanda Barthes di atas, terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri dari atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi pada saat yang bersamaan, tanda denotatif adalah juga konotatif (4). Jadi dalam konsep Barthes tanda konotatif tidak hanya sekedar memiliki makna tambahan tetapi juga mengandung kedua tanda denotatif yang melandasi keduanya. Dalam hal ini, denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Konotasi menurut Barthes identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos dan befungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu dalam tahapan analisis data (Sobur, 2006:70).

Dengan menggunakan teori Barthes ini penulis akan meneliti lagu ”Jogja Istimewa”. Hal ini dikarenakan penulis mencari makna Denotasi, yang dimana tahap pada tanda pertama ini menjelaskan tentang hubungan antara penanda dan petanda pada relaitas, yang menghasilkan makna langsung, pasti, atau makna sebenarnya (Fiske, 1990:88). Ini adalah tahap pertama atau tahap primer dari analisa Barthes, dengan tahapan ini penulis akan menjelaskan tanda-tanda yang ada dalam lagu ”Jogja Istimewa” ini secara denotatif.

Tanda dari tahapan pertama ini juga sekaligus menjadi pijakan penulis untuk masuk ketahapan kedua, atau tahapan sekunder. Dimana tanda yang ada ditahap pertama tadi menjadi penanda pada tanda kedua ini, tahapan inilah yang disebut tahap konotasi, adalah makna ganda yang lahir dalam tanda kedua ini (Kusumarini, 2006). Darsinilah

penulis akan mencari makna ganda yang ada pada tanda-tanda dalam lagu ”Jogja Istimewa”, yang kemudian penulis akan mencari pesan dari video klip ini. Karena pada tahapan kedua ini ”mitos” mulai bekerja pada tahapan ini.

(14)

24 paling mendalam dari teori roland Bathes ini yaitu pesan atau ideologi yang tersembunyi yang ada dalam lagu”Jogja Istimewa” ini.

2.5 Teknik pengambilan Gambar

Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil, serta teknik-teknik kamera yang dipakai dalam mengambil gambar (Pratista,2008:2). Pengambilan gambar terhadap obyek bisa dilakukan dengan teknik-teknik kamera yang akan penulsi paparkan dibawah ini, terknik pengambilan gambar akan memperlihatkan sudut pandang yang berbeda yang dapat menimbulkan suatu kesan yang bisa memperkuat gambar tersebut dalam menyampaikan suatu komunikasi.

Tabel 2.1 Pengambilan gambar pada objeknya

LOW ANGLE

Teknik pengambilan dari bawah obyek sehingga obyek terlihat jadi besar dan mempunyai kesan agung , berwibawa, kuat, dan dominan.

EYE LEVEL

Sudut pengambilan gambar sejajar dengan obyek, sehingga hasilnya member tangkapan mata dari seseorang. Kesan yang timbul dari teknik ini adalah kesan wajar.

FROG EYE

Sudut pengambilan gambar dengan ketinggian kamera sejajar dengan alas atau dasar, juga lebih rendah dari obyek. Hasilnya tampak seolah-olah mata penonoton mewakili mata katak.

(15)

25

HIGH ANGLE

Sudut pengambilan gambar dari atas obyek, sehingga akan menimbulkan kesan bahwa obyek terlihat kerdil.

2.5.1 Bahasa Visual

Ukuran gambar biasanya dikaitkan dengan tujuan pengambilan gambar, tingkat emosi, situasi dan kodisi objek. Terdapat bermacam-macam istilah antara lain:

Extreme Close Up (ECU/XCU): Pengambilan gambar yang terlihat sangat detail dari bagian sebuah obyek atau bagian tubuh manusia seperti hidung, mata, dan sebagainya.

Big Close Up (BCU): Pengambilan gambar dari bagian atas kepala hingga dagu.

Close Up (CU): Gambar diambil dari jarak dekat, sehingga yang terlihat hanya sebagian dari obyek seperti kepalanya saja atau bagian yang lainya. Medium Shot (MS): Pengambilan gambar dari jarak sedang, jika obyeknya orang maka yang terlihat separuh badanya saja.

Full Shot (FS) : Pengambilan gambar objek secara penuh dari kepala sampai kaki.

Shot (LS) : Pengambilan secara keseluruhan. Gambar diambil dari jarak jauh, seluruh objek terkena hingga latar belakang objek.

Medium Long Shot (MLS) : Gambar diambil dari jarak yang wajar, sehingga jika misalnya terdapat 3 objek maka seluruhnya akan terlihat. Bila objeknya satu orang maka tampak dari kepala sampai lutut.

2.5.2 Gerakan Kamera

Gerakan kamera akan menghasilkan gambar yang berbeda, beberapa diantaranya adalah:

(16)

26 Framing : Objek berada dalam framing Shot. Frame In jika memasuki bingkai dan frame out jika keluar bingkai.

(17)

27 2.6 Kerangka Pikir.

Rotra Budaya Jawa

Jogja HipHop Foundation KI Jarot (Jahanam, kill the DJ, Rotra)

HipHop Jawa

Mengeluarkan video klip “Jogja Istimewa”

(Analisis Semiotika Roland Barthes) 1.Denotosi makna 2.Konotasi makna 3. Mitos

Musik Hiphop

Makna Pessan

“Keistimewaan

Gambar

Tabel 2.1 Pengambilan gambar pada objeknya

Referensi

Dokumen terkait

kepada faktor permintaan pasaran pekerjaan dan keuntungan ekonomi, matlamat utama pendidikan untuk membina nilai-nilai murni kemanusiaan tidak dapat dicapai (Rosnani, 2007).

Oleh karena itu dengan kondisi pelemahan ekonomi global yang berdampak pada kondisi ekonomi domestik Indonesia, sehingga mengakibatkan Pemerintah Republik

Kabupaten Muaro Jambi masih merupakan daerah endemis filariasis karena masih ditemukan desa dengan Mf rate >1% setelah pengotan massal selama lima tahun. UCAPAN

Di bawah ini yang tidak termasuk usaha-usaha Jepang dalam melakukan pemerasan terhadap sumber daya alam Indonesia, yaitu ….. melakukan penebangan hutan secara

berupa sawah yang tidak diolah yang telah ditum- buhi beberapa jenis rumput seperti Rumput pisau ( P.. lindoensis di Dusun Owo, Puroo; A. Sebaran habitat fokus aktif O. lindoensis

Wallahi (Demi Allah), saya menyatakan bai’at saya, sebagai Imam Negara Islam Indonesia, dihadapan sidang majelis Syuro ini, dengan ikhlas dan suci hati dan tidak

Analisis pola pita isozim peroksidase menunjukkan kultivar Beta 1, Beta 2 dan Papua Solossa memiliki pola pita yang berbeda (baik secara kualitatif maupun

Dalam tahap pelaksanaan program bimbingan dan konseling di SMP Negeri 2 Kota Gorontalo: 1) Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling belum sesuai dengan apa yang