• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Molekuler pada Serangga Elaedobius kamerunicus Faust.(Coleoptera : Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Molekuler pada Serangga Elaedobius kamerunicus Faust.(Coleoptera : Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia Komoditas perkebunan kelapa sawit telah berkembang dari

Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu,

Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku,

dan Papua. Produksi kelapa sawit di Indonesia telah meningkat selama sepuluh

tahun terakhir ini, sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang mendukung tanaman ini

mencapai produktivitas yang tinggi, diantaranya adalah tanah, iklim, dan faktor

pendukung lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk (Yanti, 2011).

Laju perkembangan areal tanam kelapa sawit di Indonesia semakin pesat,

sehingga memerlukan jumlah pupuk dan input produksi lain yang juga semakin

pesat. Faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit antara lain curah hujan,

jenis tanah, pemupukan, umur tanaman, dan populasi tanaman. Faktor lain yang

mempengaruhi produktivitas adalah penyerbukan. Keberhasilan penyerbukan akan

meningkatkan fruit set buah tandan sehingga produksi juga meningkat (Arif, 2009).

Penyerbukan kelapa sawit paling efektif menggunakan E. kamerunicus,

karena bersifat spesifik, yaitu dapat beradaptasi dengan baik. Bentuk bunga kelapa

sawit sesuai dengan ukuran kumbang yang kecil sehingga kumbang tersebut mudah

masuk di sela-sela bunga hingga paling dalam. Kondisi populasi kumbang sawit

dalam suatu lingkungan perkebunan kelapa sawit sangat menentukan tingkat

keberhasilan dari produksi buah (Erniwati dan Kahono, 2012).

Serangga merupakan pollinator yang paling efektif dan efisien pada tanaman

kelapa sawit. Serangga yang sering berperan sebagai pollinator bunga kepala sawit

di dunia adalah Elaeidobius kamerunicus, Elaeidobius plagiatus, Elaeidobius

(2)

singularis, Elaeidobius bilineattusm, Prosoestus sculplitis, P. minor, Thrips

hawaiiensis, Pyroderces sp. dan beberapa dari ordo coleopteran, dipteral,

hymenoptera serta heteroptera (Simatupang dan Widyaiswara, 2011).

Salah satu jenis serangga penyerbuk kelapa sawit yang dibahas pada

penelitian ini adalah Kumbang (E. kamerunicus) yang lebih dikenal dengan sebutan

serangga penyerbuk kelapa sawit dimana memiliki peran yang sangat

menguntungkan dalam proses penyerbukan kelapa sawit. Namun dewasa ini terjadi

penurunan produksi kelapa sawit yang di akibatkan karena adanya penurunan

populasi E. kamerunicus di kebun.

Dalam bidang pemuliaan tanaman, pemanfaatan E. kamerunicus hingga saat

ini masih terbatas pada seleksi dan uji lapangan dengan menggunakan karakter

morfologi dalam mendeskripsikan serangga. Karakter morfologi telah banyak

dipergunakan, namun karakter morfologi memiliki kendala yaitu adanya faktor

lingkungan sehingga perbedaan antar spesies berkerabat dekat sering kali sulit

diamati. Kebanyakan karakter sulit dianalisis karena tidak memiliki sistem

pengendalian genetik yang sederhana. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis

molekuler. Teknik molekuler memberikan peluang untuk mengembangkan dan

mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar. Pendekatan genetika molekuler

dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler

yang mampu mendeteksi gen dan sifat sifat tertentu dan mengevaluasi keragaman

dan evolusi pada tingkat genetik. Beberapa teknik penanda DNA tersebut adalah

Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Restriction Fragment Length

Polymorphism (RFLP), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP), Simple

Sequence Repeat (SSR), Mikrosatelit (Hoon-Lim et al., 1999).

(3)

Variasi genetik E. Kamerunicus dilihat dari polimorfisme yang digambarkan

dengan perbedaan pola pita yang dipisahkan berdasarkan ukuran berat molekul.

Polimorfisme adalah variasi alel pada lokus DNA tertentu dari suatu populasi. Data

polimorfisme dapat digunakan untuk melihat variasi genetik pada populasi E.

kamerunicus. Variasi tersebut diharapkan terekspresi sampai tingkat fenotip E.

kamerunicus. Salah satu teknik untuk mendeteksi adanya variasi genetik adalah

AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism).

Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai karakterisasi

molekuler dari serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus asal Indonesia

dengan menggunakan metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP).

Tujuan Penelitian

Memanfaatkan teknik AFLP untuk mengetahui keragaman genetik

E. kamerunicus di beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara.

KegunaanPenelitian

- Sebagai dasar pertimbangan untuk mengimpor serangga penyerbuk jenis

baru dari Afrika yang akan mempengaruhi jumlah fruit set.

- Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara, Medan.Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Referensi

Dokumen terkait

Diperoleh 14 kom- binasi padi hibrida yang menunjukkan keragaan yang lebih baik dan memiliki standar heterosis lebih tinggi dari varietas kontrol Ciherang dan

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area

Alat Pasteurisasi susu, “Eco Mini PasteurizerFJ 15”, https://www.farmandranchdepot.com/farm-equipment/FJ15-Eco-Mini-. pasteurizer.html , (diakses pada tanggal 20

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

2( Untuk mengetahui besar efektifitas pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar matematika materi garis dan sudut siswa kelas VII MTs Al- Ma’arif

Berdasarkan fenomena dan problema yang telah dipaparkan di atas, pertanyaan atau masalah yang kemudian muncul dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah

Bedasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai D-dimer sebelum dan setelah mendapatkan terapi heparin

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, maka Biaya