• Tidak ada hasil yang ditemukan

sistem pembentukan harga dalam ekonomi i

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sistem pembentukan harga dalam ekonomi i"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBENTUKKAN HARGA DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisa proses pembentukan harga dalam Islam. Seperti yang kita ketahui, banyak sekali teori yang menjelaskan bagaimana harga dapat terbentuk, baik itu teori yang berasal dari kalangan filusuf ekonomi Barat maupun filusuf ekonomi Islam. Dalam makalah ini tidak akan membahas dengan panjang lebar bagaimana teori-teori filusuf Barat tentang pembentukan harga. Tetapi penulis hanya akan menyajikan sepintas saja supaya bisa dijadikan sumber pengetahuan dan perbandingan dengan teori-teori pembentukan harga yang dikemukakan oleh filusuf-filusuf ekonomi Islam.

Saat ini banyak sekali teori yang menjelaskan tentang bagaimana terbentuknya harga dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tetapi. Perlu kita ketahui bahwa sampai pertengahan abad kedelapan belas, hanya sedikit sekali catatan-catatan mengenai proses pembentukan harga di kalangan filusuf-filusuf ekonomi barat. Namun yang menarik adalah pada abad ketiga belas, Ibnu Taimiyyah telah memiliki konsep tentang proses penentuan harga dan mekanisme pasar yang komprehensif, melebihi pemikiran-pemikiran ekonomi barat pada zamannya1[1].

PROSES PEMBENTUKAN HARGA MENURUT FILUSUF BARAT

Menurut Schumpeter, proses pembentukan harga ditentukan oleh kelangkaan atau kelimpahan relatif barang dan uang. Kemudian harga juga sangat dipengaruhi oleh biaya produksi2[2]. Sedangkan pandangan mazhab Klasik menyatakan bahwa harga sangat ditentukan oleh tenaga kerja, seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith dan David Richardo. Tetapi dalam hubungan yang lain Adam Smith dan David Richardo juga mengungkapkan bahwa sebenarnya harga suatu barang itu ditentukan oleh semua biaya/faktor produksi, bukan hanya oleh tenaga kerja saja3[3]. Disini kita melihat adanya inkonsistensi teori yang dikemukakan oleh para pemikir barat tersebut.

1

(2)

David Richardo juga menyatakan bahwa suatu barang dapat diperjualbelikan jika barang tersebut memiliki nilai guna (utilitas). Sebab jika barang tersebut tidak memiliki nilai guna maka barang tersebut tidak bisa ditukar dengan barang lain yang memiliki nilai guna. Kemudian dia juga berpendapat bahwa banyaknya atau langkanya suatu barang juga dapat mempengaruhi harga barang tersebut. Pemikiran David Richardo yang paling menonjol adalah pendapatnya mengenai harga barang yang berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang diperlukan untuk menghasilkan atau memperoleh barang yang bersangkutan. Inti pokok dari pemikirannya adalah nilai dan harga barang bersumber pada pekerjaan tenaga manusia, yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi upah tenaga kerja4[4]. Upah harus selalu berada pada tingkat equilibrium. Jika upah berada diluar titik equilibrium maka itu hanya bersifat sementara saja. Oleh karena itu teorinya tentang upah disebut sebagai hukum besi (iron law of wages). Tingkat upah yang tinggi akan menaikan harga barang yang kemudian barang tersebut juga dibutuhkan oleh pekerja, dan sebaliknya tingkat upah yang rendah akan menurunkan tingkat harga.

Pemikir ekonomi barat yang lain adalah Thomas Aquinas yang menyatakan bahwa semua keuntungan yang dibuat dalam perdagangan harus berhubungan dengan tenaga kerja5[5]. Aquinas juga menitikberatkan pembentukan harga ini pada salah satu faktor produksi, yaitu tenaga kerja. Pendapat ini sama dengan apa yang telah dikemukakan oleh Adam Smith dan David Richardo yang menyatakan bahwa tenaga kerja menjadi factor yang sangat penting dalam proses pembentukan harga. Inti dari teori ini adalah jika pengusaha bisa memproduksi suatu barang dengan upah kerja yang murah maka dia dapat menjaul barang dengan biaya yang murah sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal. Dengan demikian ini akan merugikan buruh karena buruh akan dibayar dengan uah yang rendah sehingga akan terjadi eksploitasi terhadap kaum buruh. Disini kita dapat melihat bahwa David Richardo menitikberatkan faktor penentu naik turunya harga barang hanya pada tingkat upah. Padahal seperti yang kita ketahui dewasa ini bahwa tingkat upah tidak hanya dipengaruhi oleh factor tenaga kerja saja tetapi oleh semua biaya produksi seperti bahan baku dan lain sebagainya.

Kemudian Aquinas juga menyatakan bahwa harga terbentuk oleh adanya kekuatan permintaan dan penawaran. Ketika di suatu tempat terdapat banyak penawaran/pasokan barang

(3)

maka hal itu akan menurunkan harga barang tersebut, dan sebaliknya jika penawaran/pasokan barang sedikit maka ini akan cenderung menaikan harga barang tersebut. Dia membenarkan perilaku pedagang yang membeli barang di suatu tempat yang harganya murah dan barangnya melimpah untuk dijual kembali pada tempat yang memiliki pasokan barang yang sedikit agar bisa dijual dengan harga yang mahal. Menurutnya hal ini boleh dilakukan karena transaksi atau kegiatan tersebut saling menguntungkan setiap orang. Alasan lain adalah bahwa untuk membawa barang tersebut dari tempat yang melimpah pada tempat yang langka adalah karena adanya risiko transportasi yang besar. Hal itu tentunya diimbangi dengan keuntungan yang besar pula untuk pedagang. Kemudian pedagang juga telah beerjasa dalam penyebaran barang dari tempat yang melimpah ke tempat yang langka, dimana barang tersebut sangat dibutuhkan.

Thomas Aquinas juga mengadopsi teori tentang utilitas dari Aristoteles dan teori biaya produksi (tenaga kerja ditambah biaya)6[6]. Disini kita juga dapat melihat bahwa Aquinas sama dengan Adam Smith dan David Richardo yang tidak konsisten terhadap pemikirannya mengenai proses pembentukan harga barang. Di satu sisi dia menyatakan bahwa hanya tenaga kerja saja yang mempengaruhi naik turunnya harga, di sisi lain dia juga menyatakan bahwa harga dipengaruhi oleh semua biaya produksi.

PROSES PEMBENTUKAN HARGA MENURUT FILUSUF ISLAM

1. Imam Al-Ghazali

Imam Al-Ghazali dilahirkan di kota Ghazlah, Kurasam yang sekarang dikenal dengan negara Iran pada tahun 450 H/1058 M. Oleh karena itu ia dikenal sebagai Imam Al-Ghazali. Nama aslinya yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali. Imam Al-Ghazali hidaup pada masa dinasti Abasiyyah yang saat itu dipimpin oleh Bani Saljuk. Pada masa pemerintahan tersebut Islam berada pada puncak keemasannya. Kemajuan di bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan umat Islam pada saat itu melebihi kemajuan bangsa manapun di dunia pada masanya7[7].

Menurut Al-Ghazali pasar adalah suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli. Pasar sendiri terbentuk dari kesulitan yang dirasakan dari sistem barter, yang sangat sulit untuk mempertemukan kedua pihak yang saling berkepentingan, yaitu penjual dan pembeli. Al-Ghazali

6

(4)

juga menekankan pentingnya uang sebagai alat hitung dan alat tukar, sebagai solusi dalam sistem barter yang sangat sulit sekali mempertemukan antara orang yang memiliki kebutuhan yang sama-sama dibutuhkannya. Lebih lanjut Al-Ghazali mengatakan uang yang dimaksud zatnya tidak dapat memberikan manfaat bagi manusia. Dengan demikian fungsi uang menurut Al-Ghazali hanya sebagai alat tukar dan alat hitung saja, bukan sebagai alat penyimpan kekayaan.

Jauh sebelum para pemikir barat yang berkembang pada abad ke delapan belas, pada abad ke sebelas Imam Al-Ghazali telah memberikan pemikirannya tentang konsep permintaan dan penawaran8[8]. Jika penawaran meningkat atau permintaan menurun maka itu akan menurunkan harga barang. Begitupula sebaliknya, ketika penawaran menurun atan permintaan bertambah maka itu akan menaikkan harga barang. Berbeda dengan Aquinas yang membolehkan seorang pedagang menjual barang yang langka dengan harga tinggi dengan alasan adanya risiko transportasi, maka Al-Ghazali membatasi barang tersebut hanya barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok saja. Adapun bagi barang kebutuhan pokok, pedagang tidak boleh menjual dengan harga yang sangat tinggi meskipun barangnya itu langka. Itu karena barang kebutuhan pokok bersifat inelastis, artinya perubahan perubahan kuantitas barang yang diperjual belikan akan lebih kecil daripada perubahan harga yang terjadi. Hal itu sangat wajar, karena meskipun harganya sangat mahal orang akan tetap sangat membutuhkannya. Tetapi jika harganya terlalu mahal maka ini akan membuat kesengsaraan rakyat dan akan menambah kemiskinan serta menurunkan perekonomian.

Al-Ghazali belum mengaitkan antara hubungan keuntungan dari harga barang dengan biaya dan pendapatan. Bagi Al-Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan perjalanan, resiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri si pedagang. Dan keuntungan inilah yang menjadi motivasi bagi pedagang. Tetapi Al-Ghazali menekankan bahwa para pedagang hendaknya mengambil keuntungan yang wajar dan melarang para pedagang untuk mengambil keuntungan secara berlebihan.

2. Ibnu Taimiyyah

(5)

Taimiyah9[9]. Pada usia yang relatif muda, Ibnu Taimiyyah telah menguasai berbagai macam disiplin ilmu seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat. Bahkan ketika usianya baru menginjak 17 tahun, ia telah diberi kewenangan oleh salah seorang gurunya yaitu Syamsudin Al-Maqdisi untuk mengeluarkan fatwa. Banyak sekali karya yang dihasilkan oleh Ibnu Taimiyyah mulai dari masalah yang berkaitan dengan hukum, ekonomi, filsafat dan lain sebagainya. Bahkan dalam bidang ekonomi, karya Ibnu Taimiyyah yang terkenal yaitu kitab Majmu’ fatawa Syaikh al-Islam, Al-Hisbah fi al Islam (Lembaga Hisbah dalam Islam), dan Al-Siyasah al Syar’iyyah fi Ishlah al Ra’I wa al Ra’iyah (Hukum Publik dan privat dalam Islam).

Ibnu Taimiyyah sudah memiliki pandangan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Jika permintaan naik atau penawaran turun sehingga barang menjadi langka maka itu akan menaikkan harga barang. Begitupun sebaliknya, jika permintaan turun atau penawaran naik sehingga barang menjadi melimpah maka hal ini akan menurunkan harga barang. Pada masa Ibnu Taimiyyah terdapat indikasi bahwa terjadinya kenaikkan harga barang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar atau terjadi kecurangan/kedzaliman yang dilakukan oleh penjual. Dengan tegas Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa kenaikan harga tidak selalu terjadi akibat terjadinya kecurangan penjual saja, tetapi bisa saja alasan naik turunnya harga itu disebabkan oleh kekuatan pasar. Yang menentukan besar kecilnya perubahan harga adalah besarnya perubahan dari permintaan dan atau penawaran. Jika transaksi sudah sesuai dengan aturan, tetapi harga tetap saja naik maka itu merupakan kehendak Illahiyyah (hukum alam/sunatullah). Pemikiran seperti ini dalam mazhab klasik dikenal dengan invisible hand (tangan yang tidak nampak) seperti apa yang diutarakan Adam Smith dalam The Wealth of Nation-nya. Invisible Hand sendiri adalah suatu istilah yang berarti bahwa kekuatan pasar sebagai penentu harga. Adam Smith lebih memilih istilah invisible hand daripada kehendak Illahiyyah. Hal itu wajar mengingat sebagian besar orang-orang Eropa menganut ideologi sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan duniawi.

(6)

Gambar 1. Keseimbangan Pasar

Pada gambar diatas bisa kita lihat bahwa jika permintaan sebesar D dan penawaran sebesar S maka titik equilibrium atau harga dan kuantitas keseimbangannya adalah pada titik E. Harga keseimbangannya adalah pada P1 dan kuantitan keseimbangnnya pada Q1.

(7)

Gambar 2. Perubahan Harga Akibat Inefisiensi Produksi

Pada kurva diatas kita dapat lihat bahwa kurva penawaran mengalami pergeseran yang diakibatkan oleh inefisiensi produksi sehingga biaya produksi menjadi naik. Dengan demikian maka akan tercipta titik equilibrium baru yang awalnya E bergeser ke El. Dengan bergesernya titik equilibrium ini maka harga keseimbangan akan mengalami kenaikan dari P1 ke P2 dan kuantitas keseimbangan akan menurun dari Q1 ke Q2.

Menurut Ibnu Taimiyah penawaran bisa datang dari penawaran domestik dan penawaran impor. Impor dilakukan untuk menambah penawaran domestik atau sebagai suatu kebijakan untuk menurunkan harga barang domestik. Kemudian faktor yang dapat mempengaruhi permintaan menurut Ibnu Taimiyah yaitu selera konsumen dan pendapatan. Jika selera dan pendapatan meningkat maka hal ini akan meningkatkan permintaan. Hal ini tentu saja akan merubah harga keseimbangan pasar karena penawaran diasumsikan tetap dan belum bisa mengimbangi peningkatan permintaan yang diakibatkan oleh peningkatan selera dan pendapatan. Tetapi dengan meningkatnya harga ini, dalam jangka panjang akan mendorong pedagang untuk memproduksi barang lebih banyak agar bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak pula atau akan dilakukan impor barang untuk memenuhi peningkatan peningkatan domestic tersebut. Dengan demikian dalam harga akan kembali turun. Begitupula sebaliknya, ketika selera dan pendapatan konsumen menurun ini akan mengurangi permintaan. Pada awalnya penawaran adalah tetap sehingga barang akan melimpah dan kondisi seperti ini akan mendorong penurunan harga. Hal ini tentu saja akan mengurangi gairah pedagang sehingga dalam jangka panjang pedagang akan mengurangi penawarannya. Dengan demikian harga akan kembali naik dan kembali kepada keseimbangan awal.

(8)

Gambar 3. Perubahan Harga Akibat Naiknya Selera dan Pendapatan

Pada gambar diatas dapat kita lihat bahwa kurva permintaan awal adalah D dan kurva penawaran S maka akan menghasilkan equilibrium di E. harga keseimbangan ada di P1 dan kuantitas keseimbangan ada di Q1. Karena adanya peningkatan selera dan pendapatan maka kurva permintaan bergeser ke Dl sehingga merubah equilibrium ke El. Dengan demikian kondisi ini akan menaikan harga keseimbangan dari P1 ke P2 dan meningkatkan kuantitas keseimbangan dari Q1 ke Q2. Dalam jangka panjang ini akan menambah gairah pedagang yang kemudian akan menambah produksinya atau melakukan impor sehingga akan menggeser pula kurva penawaran dari S ke Sl. Dengan demikian akan ada equilibrium baru yaitu di Ell. Kondisi ini akan menurunkan kembali harga keseimbangan dari P2 ke P1 kembali dan akan menambah kuantitas keseimbangan dari Q2 ke Q3.

(9)

Ibnu Taimiyah juga menganalisis bahwa untuk transaksi secara kredit, para pedagang akan mempertimbangkan risiko ketidakpastian pembayaran pada masa yang akan dating. Kemudian Ibnu Taimiyah juga telah mampu untuk menganalisis kemungkinan pedagang akan memberikan diskon untuk transaksi yang terjadi secara tunai. Pada masanya Ibnu Taimiyah telah mampu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga bukan hanya faktor permintaan dan penawaran saja, tetai lebih jauh Ibnu Taimiya juga mengindikasikan faktor lainnya yang juga dapat mempengaruhi harga yaitu insentif, disinsentif, ketidakpastian di masa yang akan datang, dan risiko yang terlibat di transaksi pasar12[12].

Harga juga dipengaruhi oleh jenis mata uang yang dibayarkan dalam melakukan transaksi. Jika transaksi itu dilakukan menggunakan mata uang yang umum digunakan di suatu daerah maka harga yang ditetapkan akan lebih rendah dibandingkan dengan jika pembayaran tersebut menggunakan mata uang yang kurang umum digunakan di daerah tersebut.

Faktor lain yang juga mempengaruhi harga menurut Ibnu Taimiyah adalah biaya yang dikeluarkan oleh produsen untuk memproduksi suatu barang. Apabila biaya yang dikeluarkan kecil atau pedagang dapat mengefisienkan produksinya maka hal ini akan membuat pedagang bisa menjual dengan harga yang murah dan produsen juga dapat memproduksi barang lebih banyak. Tentunya harga yang murah akan lebih disukai konsumen sehingga kemampuan daya beli konsumen menjadi meningkat yang pada akhirnya ini akan meningkatkan transaksi dan menambah keuntungan bagi pedagang pula.

Ibnu Taimiyah membedakan antara peningkatan harga yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan pasar dan yang disebabkan oleh ketidakadilan seperti penimbunan dan monopoli. pemerintah. Misalkan saja ketika produksi menurun atau ketika terjadi peningkatan populasi penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan sehingga harga akan naik. Maka untuk kasus seperti ini pemerintah tidak perlu melakukan pengendalian harga dan campur tangan dalam mekanisme pasar.

(10)

Mengenai ketidaksempurnaan pasar akibat adanya kecurangan dari pedagang seperti penimbunan dan monopoli yang terjadi di pasar maka Ibnu Taimiyah berpendapat pemerintah harus turun tangan melarang kegiatan tersebut. Ia juga melarang para pedagang menjual barang pada harga yang tinggi diatas harga pasar pada barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang dzolim dan akan menyengsarakan masyarakat. Konsep Ibnu Taimiyah ini sama dengan apa yang disebut dengan konsep harga yang adil.

Ibnu Taimiyah menggunakan dua istilah dalam membahas persoalan mengenai harga yang adil ini, yaitu13[13]:

1. Kompensasi yang setara/adil (’Iwad al-Mitsl) yakni penggantian yang sama yang merupakan nilai harga sepadan dari sebuah benda menurut adat kebiasaan.

2. Harga yang setara/adil (tsaman al-Mitsl) yakni nilai harga dimana orang-orang menjual barangnya dan diterima secara umum sebagai hal yang sepadan dengan barang yang dijual ataupun barang-barang yang sejenis lainnya di tempat dan waktu tertentu.

Beliau membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang tidak adil dan dilarang serta harga yang adil dan disukai. Ibnu Taimiyah menganggap harga yang setara sebagai harga yang adil. Konsep Ibnu Taimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl). Persoalan tentang kompensasi yang adil atau setara (‘iwadh al-mitsl) muncul ketika mengupas persoalan kewajiban moral dan hukum. Beliau menggunakan istilah kompensasi yang setara ketika menelaah dari sisi legal etik dan harga yang

setara ketika meninjau dari aspek ekonomi.

(11)

3. Ibnu Khaldun

Ibnu Khaldun dikenal sebagai salah satu bapak ilmu ekonomi. bahkan ahli sejarah ekonomi terkemuka, Joseph Schumpeter, mencatat nama Ibnu Khaldun di dua tempat dalam bukunya History of Economic Analysis. buku Ibnu Khaldun yang paling terkenal adalah Al-Muqaddimah yang menjadi sumber dari berbagai ilmul sosial seperti sejarah, psikologi, geografi, ekonomi, dan sebagainya. Beliau lahir di Tunisia (1332) dan wafat di Kairo (1406). Beliau juga diakui oleh penasihat ekonomi Presiden Reagen sebagai inspirator teori pajak yang dikenal dengan nama "Kurva Laffer"14[14].

Ibnu Khaldun membagi barang menjadi dua jenis yaitu barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap. barang kebutuhan pokok akan selalu menjadi prioritas dibandingkan dengan barang pelengkap.beliau berpendapat bahwa harga barang di kota besar akan lebih murah dibandingkan dengan di kota kecil. Hal itu dikarenakan di kota besar terdapat penawaran atau supply barang kebutuhan pokok yang besar dikarenakan setiap orang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sehingga mereka memiliki surplus yang besar. Dengan demikian penduduk di kota besar memiliki makanan yang melebihi kebutuhannya. Akibatnya harga menjadi turun. Sedangkan di kota kecil, mereka memiliki supply makanan yang lebih sedikit akibat sedikitnya penduduk dan supply kerja yang kecil. Sehingga hal ini menyebabkan kekhawatiran para penduduk akan kehabisan makanan. oleh karena itu mereka akan menyimpan cadangan makanan untuk dirinya sendiri dan supply makanan di pasar menjadi sedikit. hal ini tentunya akan menaikkan harga.

(12)

Gambar 4. Harga Kebutuhan Pokok di Kota Besar dan di Kota Kecil

Pada gambar diatas kita bisa lihat bahwa di kota kecil memiliki penawaran (S) yang kecil dan permintaan (D) yang kecil pula. Maka titik equilibrium terletak di E dan harga keseimbangannya di P1 serta kuantitas keseimbangannya beradi di Q1. Sementara di kota besar memiliki permintaan di Dl dan penawaran di Sl, lebih besar dibandingkan dengan permintaan dan penawaran di kota kecil. Maka titik equilibriumnya berada di El serta harga dan kuantitas keseimbangannya masing-masing berada di P2 dan Q2. Jika kita lihat pada kurva diatas maka di kota besar memiliki kuantitas keseimbangan yang lebih besar dan harga keseimbangan yang lebih murah dibandingkan dengan di kota kecil.

Sejalan dengan peningkatan kesejahteraan penduduk di kota besar maka hal ini akan menyebabkan bergesernya gaya hidup penduduk di kota besar sehingga permintaan untuk barang-barang mewah akan meningkat pula. tetapi berbeda dengan barang kebutuhan pokok, penambahan permintaan terhadap barang mewah tidak diimbangi dengan besarnya penawaran. Akibatnya harga barang-barang mewah akan naik.

(13)

Gambar 5. Naiknya Permintaan dan Harga Barang Mewah

Pada gambar diatas bisa kita lihat bahwa pada awalnya kurva penawaran dan permintaan masing-masing adalah S dan D. Pada keadaan ini akan menghasilkan equilibrium di E. Harga keseimbangan ada di P1 dan kuantitas keseimbangan ada di Q1.Dikarenakan adanya peningkatan disposable income yang akan meningkatkan pula marginal propensity to consume masyarakat maka hal ini akan menambah permintaan sehingga kurva permintaan bergeser dari D ke Dl. Sehingga keadaan ini akan menyebabkan berpindahnya equilibrium dari E ke El dan harga dan kuantitas keseimbangan naik dari P1 ke P2 dan dari Q1 ke Q2.

Dari uraian-uraian diatas, dapat kita lihat bahwa Ibnu Khaldun memiliki pandangan yang sama dengan Ibnu Taimiyah bahwa terdapat pengaruh yang besar dari permintaan dan penawaran terhadap harga. Apabila permintaan tinggi dan penawaran rendah maka ini akan membuat harga menjali mahal. Sebaliknya apabila penawaran tinggi dan permintaan rendah maka ini akan membuat harga menjadi murah.

(14)

PENUTUP

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pemikiran ekonomi Islam jauh lebih dahulu jika dibandingkan dengan pemikiran ekonomi Barat yang baru berkembang pada abad kedelapan belas. Perkembangan ekonomi Islam telah berkembang pada abad ketiga belas. Bahkan hal ini diperkuat dengan ungkapan seorang ahli sejarah ekonomi Barat terkemuka, Joseph Schumpeter yang menyatakan bahwa sampai pertengahan abad kedelapan belas, hanya sedikit sekali catatan-catatan mengenai proses pembentukan harga di kalangan filusuf-filusuf ekonomi barat.

Kalau kita lihat dalam sejarah pemikiran ekonomi dunia terjadi ‘penghilangan’ fakta-fakta sejarah, dimana andil pemikir-pemikir muslim tertutupi. Joseph Schumpeter dalam Magnum Opus nya menyatakan adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun (dark ages), rentang antara Aristoteles (367-322 SM) sampai dengan St. Thomas Aquinas (1225-1274 M) suatau masa yang panjang. Periode inilah sebenarnya masa kejayaan Islam terjadi, dan para Mahasiswa eropa berbondong-bondong belajar kenegeri muslim. Mereka menjadi inspirator dan pelopor pencerahan eropa setelah mencuri ide-ide dari negeri muslim, St. Thomas Aquinas misalnya pemikiran ekonominya banyak bertentangan dengan dogma gereja sehingga para sejarawan menduga dia telah mencuri ide-ide itu dari ekonom muslim.

Jika kita melihat tentang pemikiran ekonomi Barat seperti Thomas Aquinas maka pemikiran ekonominya tidak sekomprehensif pemikir-pemikir Islam seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun. Analisis ekonomi Barat pada saat itu hanya mampu menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan perubahan harga hanya dari sisi penawaran saja, misalkan biaya produksi dan utilitas dari barang yang diperjaualbelikan. Sedangkan para pemikir Islam telah mampu menganalisis sebab-sebab perubahan harga baik dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan. Dari sisi penawaran misalnya Al-Ghazali menyatakan bahwa yang jumlah penawaran dan biaya dapat mempengaruhi harga. Sedangkan dari segi permintaan beliau mengatakan bahwa pendapatan masyarakat bisa mempengaruhi harga.

(15)

tersebut adalah barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Bahkan Ibnu Taimiyah merumuskan kebijakan yang harus dilakukan pemerintah agar melakukan kontrol harga dengan cara menambah penawaran baik dengan menambah produksi domestik atau melalui impor. Jika kelangkaan tersebut disebabkan dari kecurangan/ketidaksempurnaan pasar seperti terjadi penimbunan sehingga barang menjadi langka maka pemerintah harus campur tangan dalam penentuan harga atau menindak pelaku penimbunan tersebut. Lebih jauh Ibnu Khaldun menganjurkan agar para pedagang mengambil keuntungan yang wajar karena hal itulah yang akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Keuntungan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan membuat lesu perdagangan.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim. Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), cet.ke-3, h. 141-151.

Sumitro Djodjohadikusumo. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991), cet.ke-1, h. 33-34.

. (2012). Harga Tidak Adil: Semacam Penipuan. [online]. Tersedia: http://translate.google.co.uk/translate?hl=id&langpair=en|

id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Just_price (24 Oktober 2012).

. (2012). Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Taimiyyah. [online]. Tersedia: http://ekisonline.com/mikro/item/36-mekanisme-pasar-menurut-ibnu-taimiyah (24 Oktober 2012).

Gambar

Gambar 1. Keseimbangan Pasar
Gambar 2. Perubahan Harga Akibat Inefisiensi Produksi
Gambar 4. Harga Kebutuhan Pokok di Kota Besar dan di Kota Kecil

Referensi

Dokumen terkait

Khomsan (2002) menyebutkan bahwa jajanan bagi anak SD merupakan fenomena yang menarik untuk ditelaah karena berbagai hal (a) merupakan upaya untuk memenuhi

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas program kerja dan pelayanan ketatakotaan di lingkungan Dinas Tata Kota Provinsi DKI Jakarta dengan diperolehnya

Mungkin anda pernah mendengar orang berkata, "Parasnya tidak cantik, tetapi kepribadiannya menarik", atau, "Dia memang cantik, tetapi saya tidak suka

[r]

bahwa dalam rangka menindak lanjuti evaluasi terhadap kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Dinas yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Semarang, maka Peraturan

PROBOLINGGO GKMI SEKAR KEDATON 457 LIHAYANATUL FAJRIYAH 15052002820156 MIS Miftahul Ulum Kuripan KAB.. PROBOLINGGO GKMI SEKAR KEDATON

Apakah Filsafat Informasi sendiri memenuhi syarat-syarat di atas? Langkah per- tama untuk memberi jawaban positif membutuhkan identifikasi lebih lanjut tentang pentingnya memahami

yang signifikan antara intensitas mengikuti kegiatan menghafal Al Qur’an dengan kemampuan kognitif anak didik dalam pembelajaran PAI di SD Islam. Cahaya