• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petani Kini Studi tentang bagaimana stra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Petani Kini Studi tentang bagaimana stra"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian di Dusun Kweden, Trirenggo, Bantul, Yogyakarta

“Petani Kini”

(Studi tentang bagaimana strategi petani pinggiran di dusun Kweden

Trirenggo Bantul untuk bertahan hidup dalam pemenuhan kebutuhan

hidupnya)

Oleh:

(2)

“Petani Kini”

(Studi tentang bagaimana strategi petani pinggiran di dusun Kweden Trirenggo Bantul untuk bertahan hidup dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya)

Oleh : Wahyu Kustiningsih

I. Latar Belakang

Kawasan kabupaten Bantul memang identik dengan sektor pertanian. Bahkan pada tahun 2007, sektor pertanian1 memberikan kontribusinya sebesar 24,33% terhadap PDRB Bantul. Hanya saja di tahun 2008 mengalami penurunan 0,015 % dibandingkan tahun 2007. Ditambah dengan penurunan pemanfaatan lahan sawah. Hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke sektor non pertanian misalnya pemukiman, tempat usaha, dan perindustrian. Padahal, 25,56% dari total penduduk di Bantul bermata pencaharian sebagai petani. Tentunya ini tidak sebanding.

Lahan yang sempit, kemudian tekanan kebutuhan ekonomi yang tinggi, ditambah dengan pendapatan yang tidak mencukupi, tentunya membawa problematika tersendiri dalam kehidupan petani. Hal ini belum ditambah dengan arus perkotaan yang semakin menggeser mereka. Dalam penelitian ini mengambil kasus di dusun Kweden, kecamatan Trirenggo, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Secara administratif, kecamatan Trirenggo, dimana Kweden menjadi bagian di dalamnya, termasuk wilayah perkotaan (kota kabupaten). Namun secara kultural, masih termasuk sebagai masyarakat desa. Padahal pembangunan fisik bangunan (pemukiman atau rumah toko) dan arus pendatang cukup cepat dan banyak.

Dalam pengembangan potensi wilayahnya, kecamatan Trirenggo direncanakan untuk pengembangan jasa dan perdagangan. Ini berarti bahwa Kweden pun tidak luput dari perencanaan pengembangan potensi wilayah tersebut. Hal ini semakin meminggirkan para petani yang ada dan hingga sekarang masih bertahan sebagai petani.

II. Rumusan Masalah

Berbagai problema yang dialami oleh petani, khususnya di dusun Kweden, nampak sekali terlihat. Mulai dari menyempitnya lahan pertanian, penurunan kualitas hasil pertanian, dan lain sebagainya. Dibalik berbagai himpitan tersebut, mereka tetap mempertahankan mata pencaharian mereka sebagai petani. Pertanyaan mendasar adalah bagaimana cara mereka bertahan hidup di tengah himpitan permasalahan yang ada terutama dalam hal ekonomi atau pemenuhan kebutuhan sehari-hari? Dalam hitungan yang realistis, hasil dari pengolahan lahan pertanian mereka tidaklah mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Terlebih, semakin bertambahnya tahun, produksi hasil pertanian mengalami penurunan jumlah. Startegi-strategi macam apa yang mereka lakukan untuk tetap bertahan dan bagaimana prosesnya?

(3)

III. Tujuan & Manfaat Tujuan :

 Untuk mengetahui bagaimana strategi petani pinggiran kota khususnya di dusun Kweden Bantul bertahan hidup.

 Untuk kelengkapan tugas akhir semester mata kuliah Metoe Penelitian I di Pasca Sarjana Sosiologi UGM

Manfaat :

 Dapat digunakan untuk berbagi pengetahuan tentang bagaimana kehidupan petani pinggiran di dusun Kweden dalam bertahan hidup di tengah pengaruh arus

kehidupan kota.

 Dapat digunakan sebagai rujukan penelitian berikutnya.

IV. Kerangka Berpikir

Batas secara geografis antara desa dan kota sekarang ini menjadi semakin kabur. Faktor transportasi dan komunikasi semakin membuat batas itu menjadi kabur. Banyak sekali pengertian dari desa dan kota ini. Menurut Ergon E. Bergel (1955:121), definisi desa sebagai “pemukiman para petani”. Dari definisi tersebut jelas sekali merujuk bahwa desa identik dengan pertanian. Namun faktor pertanian buaklah ciri yang harus melekat pada sebuah desa. Ciri utama yang melekat pada suatu desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil. Kelompok masyarakat ini dinamakan komunitas. Akan tetapi pengertian komunitas pun masih terlalu luas, sehingga dapat dibesakan menjadi komunitas desa dan komunitas kota. Namun Koentjaraningrat (1997) memilah pengertian komunitas menjadi komunitas besar dan kecil. Dalam pengertian ini tidak ada penegasan khusus yang berkaitan dengan pertanian.

Desa dan kota mempunyai kaitan yang erat2. Misalnya dalam struktur kekuasaan, di mana kota lebih mendominasi dan mengekploitasi desa baik langsung maupun tiak langsung. Pengaruh kehidupan kota yang begitu kuat, membuat desa-desa yang ada kesulitan untuk menghindarinya. Di era globalisasi seperti ini, kota dapat dikatakan sebagai agen perubahan. Perkembangan kehidupan kota baik dari segi fisik maupun non-fisik telah bergerak mendekati kota. Bahkan terkadah sudah tidak nampak lagi perbedaan di antara keduanya. Desa mengalami penyempitan wilayah. Penyempitan wilayah pedesaan ini berimbas pula pada penyempitan lahan pertanian. Wilayah perkotaan identik dengan pengembangan pemukiman, tempat usaha dan industri.

Dengan menyempitnya lahan pertanian, tentunya akan berimbas pada kehidupan petani. Satu sisi sumber penghidupan mereka berkurang, di sisi lain, pengaruh kota yaitu gaya hidup atau dalam hal ini pola konsumsi yang tinggi menjadi tidak seimbang. Lugasnya, lebih besar pengeluaran dibanding pendapatannya. Hal inilah yang terjadi di Kweden, khususnya yang menimpa masyarakat petani di sana. Di mana lahan pertanian terbatas, sedangkan kehidupan masyarakatnya sudah menyerupai kota.

(4)

V. Metode Penelitian 1. Metode koleksi data

Ada dua cara yang digunakan untuk mengkoleksi data pada penelitian kali ini, antara lain observasi dan interview. Observasi yang dilakukan hanya sekilas karena faktor keterbatasan waktu di lapangan. Kemudian, interview juga hanya dilakukan pada satu informan, karena faktor waktu yang terbatas.

2. Lokasi, Populasi dan Informan Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di dusun Kweden, Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian kali ini mengambil populasi yaitu masyarakat dusun Kweden yang berprofesi sebagai petani. Pemilihan informan sudah ditentukan sebelumnya oleh dosen pembimbing lapangan. Hal ini mengingat adanya keterbatasan waktu di lapangan. Setiap kelompok yang terdiri dari dua orang, mewawancarai satu orang responden.

3. Jenis Data (a) Data primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam dengan informan.

(b) Data sekunder

Data sekunder diambil dari kepustakaan. 4. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

VI. Hasil Penelitian

(a) Sekilas tentang dusun Kweden

Kejadian gempa pada tahun 2006 membawa banyak perubahan terhadap masyarakat di dusun Kweden. Salah satunya di bidang pertanian ialah munculnya pertanian organik. Selain itu pola pikir masyarakatnya pun mengalami perubahan. Pasca gempa, banyak sekali lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah yang memberikan pembekalan dalam pertanian yang berdampak pada perubahan pola tanam dalam pertanian. Misalnya saja pemikiran untuk menerima kemajemukan. Contoh nyatanya ialah kegiatan syukuran hasil panen yang majemuk. Di situ melambangkan kemajemukan. Kegiatan syukuran ini mendapat dukungan dari dinas pariwisata kabupaten Bantul.

(b) Temuan-temuan Lapangan

Keterbatasan waktu yang ada dan keterbatasan informan membuat perolehan data pada penelitian ini tidak maksimal. Namun setidaknya ada beberapa hal yang dapat diungkapkan sebagai gambaran kecil dari bagaimana petani di dusun Kweden bertahan hidup.

(5)

snediri, maka dia dapat membangunnya sendiri. Sebuah pemikiran yang sederhana. Akan tetapi, secara sekilas saja sudah menunjukkan bahwa bapak Surip ini tidak mau tergantung.

Kehidupan bapak Surip sebagai petani, tidak luput dari segala problematika yang dialami petani kebanyakan khususnya di dusun Kweden ini. Memang tidak secara langsung bapak Surip ini mengalami dampak penyempitan lahan pertanian, karena sejak dulu bapak Surip memiliki luas sawah dengan luas yang sama. Penyempitan lahan hanya terasa dampaknya apabila dihubungkan dengan sistem pengairan, dimana banyak lahan persawahan yang sudah dibangun perumahan.

Gempa tahun 2006, sedikit banyak telah memberikan pengaruh dan menyebabkan terjadinya beberapa perubahan baik itu sifatnya fisik maupun non-fisik. Secara fisik, seperti kebanyakan warga di Kweden, bapak Surip juga menadapat bantuan karena rumahnya yang roboh akibat gempa. Sehingga dari bantuan tersebut bapak Surip mendirikan rumah yang dikenal dengan tipe 15 atau tipe rumah bantuan Rp 15 juta. Terasa ganjal ketika membandingkan bentuk rumah yang dimiliki oleh bapak Surip dengan mata pencahariannya sebagai petani sederhana. Jelas rumah itu nampak bagus dengan lantai keramik dan tembok bercat. Dari rumah tersebut akan nampak bahwa bapak Surip bukan merupakan petani miskin. Padahal apabila ditelusuri lebih jauh, sesungguhnya apa yang ada di rumah dinding indah milik bapak Surip itu tidak mencerminkan kehidupan ekonomi yang nyata dari keluarga Bapak Surip. Rumah bapak Surip terbagi menjadi dua, yang satu rumah induk yaitu yang berdinding dan berlantai keramik, dan yang satunya rumah kayu yang letaknya tepat dibagian belakang dari rumah induk. Di rumah kayu yang ukuran luasnya hampir sama dengan rumah induk tersebut, justru akan nampak terlihat bagaimana kehidupan bapak Surip sekeluarga. Antara sederhana atau kekurangan.

Rumah kayu itu digunakan untuk menyimpan kendaraan, perkakas rumah tangga, bahan pangan dan terdapat dapur dan kamar mandi di bagian belakang. Kondisi yang ada di rumah kayu ini jauh berbeda dari rumah induk. Nampak sekali ada pencitraan yang berbeda pada rumah induk. Apabila dibandingkan dengan kondisi beberapa rumah yang lain di sekitarnya, hampir memiliki kemiripan. Seakan bentuk rumah sudah merupakan sebuah pencitraan diri atau dalam hal ini pencitraan sebuah keluarga yang mapan. Biasanya sifat seperti ini muncul pada masyarakat perkotaan, dimana pencitraan itu merupakan sesuatu yang penting. Hal mendasar saja, di ruang tamu di rumah induk bapak Surip ada sofa busa yang kerangkanya dari kayu. Untuk ukuran petani biasa, jarang sekali yang akan membeli jenis sofa semacam itu karena harganya lumayan mahal. Apalagi jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata bapak Surip yang dalam satu bulan tidak sampai Rp 1 juta.

(6)

Surip sudah menemukan strategi untuk tetap dapat bertahan sebagai petani.

Lahan bapak Surip memang hanya 1000 meter, kalau dengan istilah 'lubang' yang biasa disebut oleh masyarakat Kweden, maka bapak Surip sawahnya hanya seluas 100 lubang. Dari hasil panen 100 lubang ini, diasumsikan satu lubang hanya menghasilkan Rp 10.000,- maka untuk sekali panen dihasilkan Rp 1 juta. Jika rata-rata masa panen itu setiap 4 bulan sekali, maka hanya didapat Rp 250.000,- per bulan. Ini belum dipotong biaya pupuk, upah buruh dan upah 'ngluku' atau mengolah tanah. Tentu dengan penghasilan sebesar itu sangat tidak mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Misalnya untuk membeli bahan bakar kayu yang harganya Rp 13.500,- per ikat besar yang biasa digunakan hanya untuk beberapa hari saja. Untungnya bapak Surip juga mengerjakan sawah kas desa seluas 50 lubang dan mengerjakan sawah milik kakaknya seluas 100 lubang. Untuk sawah desa, bapak Surip hanya perlu untuk membayar uang kas desa. Sedangkan untuk sawah kakaknya, digunakan sistem bagi hasil. Tentu saja ini dirasa belum cukup. Bapak surip mengambil alternatif lain yaitu dengan memelihara ternak yaitu kambing. Di rumahnya ada lima kambing. Bagi bapak Surip, kambing-kambingnya tersebut merupakan aset atau tabungan dia. Jadi, apabila sewaktu-waktu membutuhkan dana, maka dia bisa menjual kambingnya. Konsep 'saving' berupa aset kambing ini memang banyak ditemui di kalangan masyarakat desa di mana belum menjangkau bank secara total dalam kehidupan mereka.

Untuk lebih menyiasati pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, bapak Surip tidak menjual hasil panenan dari sawahnya sendiri secara keseluruhan. Dia menyimpannya dalam bentuk gabah dan akan menjadikannya beras apabila akan dikonsumsi. Setidaknya dengan begini, bapak Surip tidak perlu untuk memikirkan membeli beras untuk makan kesehariannya. Ditambah dengan hasil kebun dari pekarangannya, misalnya pisang, mangga, kelapa. Hasil kebun tersebut setidaknya memberikan nilai lebih dalam rangka penghematan biaya konsumsi.

Bapak Surip merupakan sosok yang dituakan. Pada tahun saat gempa 2006 melanda Bantul, bapak Surip saat itu menjabat menjadi ketua RT. Dari situlah masyarakat sering mempercayakan kepadanya untuk menangani berbagai program bantuan. Tentunya posisi ini membawa konsekuensi tersendiri dimana bapak Surip menjadi penentu kebijakan di level bawah terkait dengan penerimaan bantuan program. Satu sisi, ternyata ini juga menguntungkannya. Dirinya bisa turut dalam program tersebut.

VII. Kesimpulan

Berbagai problema yang dialami masyarakat pentani pinggiran, mulai dari keterbatasan lahan, penurunan hasil penelitian dan peningkatan konsumsi sehari-hari, mau tidak mau harus diakali dengan berbagai strategi. Dalam penelitian ini dapat dilihat bagaimana seorang bapak Surip yang merupakan petani di wilayah pinggiran menyiasati persoalan hidupnya terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari yang pada dasarnya sudah susah untuk ditopang dari hasil mata pencahariannya sebagai petani. Strategi-strategi yang dilakukan oleh bapak Surip antara lain:

(7)

sendiri apabila dia bisa melakukannya. Karena jika menyuruh orang lain, maka saat panen nanti sama sekali tidak ada untung.

2. Memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari secara subsisten, yaitu misalnya dengan menyimpan gabah dan menjadikannya beras apabila akan dikonsumsi.

3. Mencari alternatif mata pencaharian tambahan, yaitu sebagai peternak. Misalnya saja dengan dia memelihara kambing, yang menurutnya adalah sebagai aset tabungan yang bisa diuangkan apabila butuh.

4. Sikap menerima dan tidak mau putus asa untuk berusaha, sehingga dalam dirinya tersugesti bahwa dia mampu.

(8)

VIII. Lampiran :

1. Laporan Perjalanan

Sekitar pukul 07.30 wib hingga pukul 08.00 wib, saya dan teman-teman Pasca Sarjana Sosiologi UGM berkumpul di Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan untuk memulai agenda penelitian kami ke wilayah Bantul. Setelah semuanya sudah berkumpul, maka kami langsung berangkat beriringan dengan sepeda motor. Rute yang kami lewati adalah jalan Parangtritis ke selatan hingga perempatan Manding (Bantul) lalu ke barat.

Kweden, Trirenggo. Itu lah nama lokasi penelitian yang pertama. Tepatnya di sebelah selatan rumah dinas Bupati Bantul. Daerah Kweden ini, untuk ukuran daerah kabupaten Bantul, maka termasuk kawasan pinggir kota. Kira-kira dengan perjalanan 10 menit saja sudah sampai pusat kota Bantul.

Ketika saya dan teman-teman datang ke Kweden, kondisi sekitar tidak begitu ramai. Kebetulan kami datang di saat jam kerja dan jam sekolah. Di tepian jalan utama, ada beberapa warung makan dan juga warung kelontong. Selain itu juga dijumpai ruko (rumah toko) yang menjual baju atau pakaian beserta aksesorisnya.

Dusun yang kami datangi ini, termasuk memiliki tata perumahan yang padat di bagian dalam. Apabila hanya melihat dari tepian jalan utama, nampak rumah warga memilik halaman yang cukup luas. Namun setelah masuk ke dalam dusun atau tiap RT (Rukun Warga), nampak rumah dibangun berdekatan, bahkan tidak jarang dari rumah-rumah tersebut tanpa memiliki halaman. Selain itu, rumah-rumah yang ada mayoritas memiliki kesamaan ukuran dan bentuk. Hal ini sebagai akibat dari gempa pada tahun 2006 yang merusak hampir sebagian besar rumah warga. Warga mendapat bantuan untuk mendirikan rumah sebesar Rp 15 juta dari pemerintah. Oleh karenanya, rumah warga tersebut sering disebut sebagai rumah tipe 15.

Rombongan kami langsung menuju ke rumah bapak Mardiutomo. Dari jalan utama, kami berbelok ke jalan aspal yang tidak terlalu lebar, kemudian berbelok ke sebuah gang kira-kira 100-an meter. Pagi itu memang rumah bapak Mardiutomo kami jadikan sebagai

basecamp. Rumah bapak Mardiutomo juga merupakan rumah tipe 15. Tanpa halaman di bagian depan rumah. Dari tepi jalan langsung ada teras dengan posisi lebih tinggi dari permukaan jalan dan pintu masuk yang dibuat lurus untuk keluar masuk kendaraan. Begitu masuk ke bagian ruang tamu, saat itu sudah terbentang tikar dan tersaji hidangan gorengan dan makanan ringan sederhana serta minuman teh panas. Ada sebuah almari yang ditengahnya terdapat televisi kecil. Di dinding terpajang semacam sajadah dengan gambar Mekah yang menadakan pemiliknya adalah muslim. Kemudian ada kalender juga terpajang di dinding ruang tamu. Atap rumah tanpa eternit, sehingga dapat langsung melihat genting rumah. Selain itu bentuk segitiga atap terbuat dari beton. Inilah mayoritas bentuk rumah tipe 15.

(9)

'pemutihan'.

Ada pengantar sebentar dari bapak Suharman selaku dosen pembimbing lapangan kami tentang sekilas dusun Kweden sebelum kami terjun ke lapangan.

Secara teknis, kami dibagi menjadi 7 kelompok dengan tiap kelompok terdiri atas 2 orang. Pembaigan kelompok ini didasarkan kemampuan tiap individu dalam penguasaan bahasa Jawa. Tujuannya untuk membantu teman-teman yang tidak dapat berbahasa Jawa. Tiap kelompok diberikan 1 narasumber untuk diwawancarai secara mendalam terkait dengan topik penelitian yaitu Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Petani Pinggiran di Dusun Kweden Bantul.

Berikut daftar narasumber: 1. Bapak Sarjiwan

2. Bapak Surip / Bapak Cipto 3. Bapak Mardiutomo

4. Bapak Ismaryanto 5. Bapak Suradiman 6. Bapak Suparman 7. Ibu Arab

Saya satu kelompok dengan Denny Paulus. Kami mendapat tugas untuk mewawancarai bapak Surip atau bapak Cipto. Segera setelah pembagian kelompok selesai, kami langsung beranjak menuju rumah bapak Surip.

Dalam perjalanan, kondisi sekitar tidak begitu ramai. Tidak jauh dari rumah bapak Mardiutomo ada bapak-bapak yang sedang bekerja menggeraji kayu. Kemudian tidak jauh dari situ, ada tiga bocah yang sedang bermain di teras rumah. Kebetulan rumah itu tidak ada halamannya, namun terasnya berpagar. Bocah-bocah itu berusia antara 3-4 tahun. Selanjutnya, di pojok tepat di ujung gang, ada ibu-ibu yang sedang berkumpul. Ternyata di situ menjual makanan. Kami bertanya rumah bapak Surip pada ibu-ibu itu. Tak jauh dari ibu-ibu itu atau tak jauh dari warung, ada seorang bapak dan seorang ibu yang keduanya sudah lanjut usia berdiri di tepi jalan. Si bapak dengan mengenakan celana pendek asyik menelpon menggunakan telepon genggamnya. Kemudian si ibu yang hanya mengenakan daster lalu jongkok di samping bapaknya. Kedua bapak ibu itu melihat ke arah kami. Sekilas sepertinya mereka penasaran dengan keberadaan kami. Kami hanya menyapa sekedar ramah tamah saja.

Perjalanan kami lanjutkan, kali ini kami menemui seorang nenek yang sedang sibuk menjemur lembaran batang pohon pisang. Dalam bahasa jawa disebut debog. Kami penasaran, sehingga kami berhenti sebentar. Kami sedikit bertanya-tanya kepada nenek itu dalam bahasa Jawa. Dari keterangan yang kami dapat, bahwa nenek itu menjual debog hasil jemurannya tersebut sebagai bahan kerajinan. Nenek itu menjual debog per kilogram dengan harga Rp 6000,-. Nenek itu biasanya menjual di daerah Pajangan. Kami awalnya berpikir, jangan-jangan masyarakat di sini juga melakukan hal yang sama. Namun, dari keterangan si nenek, hanya dia saja yang melakukannya.

(10)

tertanam di depan rumah. Karena takut salah rumah, kami menghampiri seorang perempuan muda yang sedang sibuk memotong daun kelapa di samping rumah pan Surip. Kami bertanya padanya apa benar rumah bapak Surip. Ternyata perempuan itu adalah putri bapak Surip. Perempuan itu langsung memanggil ibunya atau istri bapak Surip. Kami lalu bersalaman dengan istri bapak Surip dan sedikit ramah tamah ala kadarnya. Kami melihat di atas lantai keramik tanpa bangunan yang letaknya persis di sebelah rumah bapak Surip, ada lebih dari 10 butir kelapa tua. Kemudian berjejer pula kayu bakar yang dijemur. Selain itu ada lebih dari 3 tangkep pisang berjejer tidak jauh dari kelapa.

Bapak Surip lalu muncul dengan mengenakan pakaian batik. Kami bersalaman dan menjelaskan secara singkat maksud dan tujuan kami, kemudian kami dipersilahkan masuk ke dalam rumah bapak Surip. Ruang tamu di rumah bapak Surip hanya terisi satu set sofa beserta mejanya. Sofa yang ada termasuk modern. Wawancara pun kami mulai.

Selama proses wawancara, tidak ada halangan yang terjadi. Bapak Surip menjawab berbagai pertanyaan yang kami ajukan diselingi canda tawa. Selama proses wawancara, tidak ada suguhan apapun yang nampak dan dihidangkan di meja. Sesekali istri pak Surip keluar untuk menyalami kami dan berbincang sebentar, lalau dia kembali ke rumah belakang. Rumah pak Surip memang terbagi menjadi dua. Satunya rumah induk yang biasa digunakan untuk tidur. Dimana rumah induk ini terbuat dari dinding dan lantai keramik. Sedangkan rumah satunya lagi terbuat dari kayu dan ukurannya lebih kecil. Rumah kecil itu, saat gempa digunakan sebagai hunian sementara. Saat ini, rumah kecil tersebut digunakan sebagai dapur, ruang makan dan ruang penyimpanan kendaraan, sepeda serta perkakas rumah tangga. Tak ketinggalan di dalam rumah itu juga tersimpan beberapa hasil kebun, seperti pisang dan kelapa. Ada juga kayu bakar di dalamnya. Kebetulan bapak Surip sekeluarga masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Keluarga ini memang mendapatkan bantuan gas dan tabungnya, namun karena faktor pemberitaan media massa yang santer diberitakan tentang ledakan LPG, maka keluarga bapak Surip memutuskan untuk tidak menggunakan LPG.

(11)

2. Transkrip hasil wawancara dengan narasumber

Lokasi : Dusun Kweden Trirenggo Bantul Yogyakarta Narasumber : Bapak Surip

Waktu : 09.00 – 11.30 wib

*Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa campuran antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Namun didominasi dengan bahasa Jawa karena informan lebih meras anyaman dan terbiasa dengan menggunakan bahasa Jawa.

Pewawancara (P) : Mekaten bapak. Kulo saking UGM. Wau saking nggene bapak Mardi. Menika kula ajeng ngrepoti bapak ajeng tangklet-tangklet.

Bapak Surip (S) : O nggo data niku. P : Nggih pak. Kangge tugas kuliah. S : Saking UGM?

P : Inggih pak.

(Menunjuk ke halaman luar yang berkeramik, namun tidak ada bangunannya)

P : Menika bekas menopo bapak kok wonten keramik ipun? S : Bangunan.

P : Lah ngriyane niki?

S : Bantuan. Bantuan enggal mekaten mawon.

P : Lho berarti sakderengipun bangunanipun niku luas nggih pak? S : Sakderenge nggih lha menawi riyin niku kulo niku lucu. P : Lha pripun bapak?

S : Riyin, griyo kulo niku jembar, neng kulo tinggal lungo. P : Kesah teng pundi pak?

S : Trans. Lha wong kulo niku nggolek pengalaman je. Terus kulo mantuk tahun 1990. Kulo bangun malih omah mriki. Lha omah gedhe ora tau dinggoni trus tak tinggal 9 tahun. Kulo trans teng Lahat sak keluarga. Kulo mantuk sak keluarga mboten kerasan wonten mriko mekaten kemawon. Tahun 2000 kulo mbangun maling ingkang tegel pethak meniku. Trus gempa wingi, lha kan mboten wonten bangunan utuh.

P : Kayu menopo bapak bangunan e riyin?

S : Ha nggih kayu, lha niku jati ne kulo nggo bangun malih. P : Dinding e niku ngge saking kayu nggih pak rumiyin e?

S : Nggih riyin dinding. Tapi kan niku mboten ngangge semen. Namun ngangge siti. Lha jaman gempa kan nek saking siti mboten kiat kengeng gempa. Lha sek niki niku kulo bangun maleh wingi niko angsal bantuan 15 juta. Lha kulo nggih tasih golek utangan ngge nambah-nambah mbangun niki.

P : Kathah pak nambah ipun? S : Hanggeh tambah okeh.

P : Menika kapan niku rampung ipun bapak nggriyane?

S : nek niki niku termasuk cepet. Mudhun bantuan konstruksi, langsung kulo ndamel.

P : Pinten niku bapak telas e ngge ndamel nggriyo niki?

S : Wah nek niku nggih...kinten-kinten 40-an. Mbok bilih lho niki.

(12)

niki dadi, niku kulo ngge dapur utawi pawon kali ngge ubo rampe nopo ngoten kemawon.

P : Putrane bapak pinten?

S : Gangsal (5). Jaler kalih, estri ni pun tigo. Neng nggih empun wonten sing nyambut gawe, tur nggih wonten seng dereng.

P : Trus wonten sing tasih sekolah pak?

S : Pun mboten seng sekolah. Mpun rampung kabeh le sekolah. P : Tamatan menopo pak?

S : SMP konyol je niku.

P : Lho maksud e pripun niku pak?

S : Lha nggih tho, SD trus SMP trus metu niku rak nggih konyol. Wis pun le penting pengalaman kemawon.

P : Caket mriki sekolahan e niku pak?

S : Lha mung mriku. Gabusan. Trus teng Jebugan, deso mriku niku. Kulo niku kan mung wong tuwo. Seng penting kulo syukuri nek kulo sehat. Mung niku. Bocah kulo seng setunggal teng Blitar. Trus setunggal malih teng Batam. Teng pabrik Batam mriko, lajeng pikantuk tiyang mriko. Lha sakniki kulo sampun gadhah wayah tigo. Seng nomor loro, anak kulo niku kerjo teng PEMKAB. Nggih syukur. Intinipun niku nek kulo niki mung piye carane saged momong bocah. Nek mboten woh pripun dadosipun kulo.

P : Bapak asli tiyang mriki: S : Asli.

P : Ibu nggih asli mriki pak? S : Karangmojo.

P : Mriki niku ramai ket tahun pinten nggih pak?

S : Wah nek ramai niku ket kulo mathuk nggih pun ramai. Tahun 1990 niku mpun ramai. Kulo kan kesah tahun 1981 lha tahun 1990 kulo manthuk. Lha niku kan ngge sejarah lan riwayat hidup kulo. Pun cukup. Semarang, Blitar, Suroboyo, Jakarta.

P : Jawa berarti sampun sedanten pak?

S : Yo ra ketang sewulan utawi setengah wulan. P : Nyambut damel niku pak?

S : Nggih karepe nggolek gawean tur ndilalah nasib e ora cocok. P : Kalih sinten niku pak?

S : Kulo piyambak. Jaman isih bujang. Nek pun keluarga nggih mboten iso. P : Bapak gadha sabin tho?

S : Ha nggih. Sakmenika ngelola sabin namung sekedhik. P : Lha sakderengan. Pas bapak tasih enem mbok menawi.

S : Sakderengen riyen niku tukang andong nggih pun tau. Sing ngandong mboten enten, trus kulo diken nggenteni. Wong royen niku nek andong niku bapak kulo gadhah tigo. Riyen niku bayaran e pegawai niku kalah kalih tukang andong. P : Lho bapak sederek kandung e pinten tho pak?

S : Kalih seng sebapak lan seibu. Trus kalih malih seng seje ibu. Tur wonten kalih sing pun mboten wonten. Kantun ingkang nomor tigo lan sekawan. Kulo nomor tigo. Adik kulo wonten Blitar.

P : Berarti pas teng transmigrasi kala riyen niku berarti mengelola lahan nggih pak?

S : Nggih. Kerja keras. P : Ageng pak?

(13)

P : Ditanami nopo niku riyen pak?

S : Niku riyen kulo tanami bonggol telo, terus kacang. Tapi nek teng daerah mriko niku kalah kalih babi utawi celeng. Dadi nek pun thukul niku kedah ditunggu. Padahal omah kalain sawah niku tebih. Mriki Bantul. Teng alas niko. Dadi nek kulo menika niku nek urusan perih mpun kulo lakoni.

P : Lha niku bapak ndereka transmigrasi jaman rumiyin niku kersane bapak piyambak utawi enten program pemerintah seng ngengken transmigrasi pak? S : Wo niku program pemrintah. Wau ne enten program niku, trus kulo diajak

kalih rencang kulo nyobi niku. Ananging mpun 9 tahun mboten wonten perkembangan malah rekoso. Opo meleh griyo niku disewa kangge sekolahan. Pas kulo mantuk, nggone patengblengkah kae. Jenenge bar ditinggal ki nggone trocoh-trocoh kae ra karuan niko. Trus kulo resiki. Trus tahun 2000, kulo damel niku. Ngeramik putih sisih mriku. Nek jaman riyin niku rekoso. Lha nek saiki saben omah nduwe keramik yo toh. Niku riwayat hidup kulo. Nek kulo ngroso nggih pun cukup semanten.

P : Berarti gempa wingi niko kathah le rusak nggih pak?

S : Kathah. Hancur cur. Mriki niku pun mboten kengeng dinggo. Tur nggih isih wonten kayu-kayu lawas seng iso dinggo.

P : Namung gempa wingi niku sedanten selamat tho pak?

S : Selamat. Mung niki kengeng ketiban mawon. Kulo teng rumah sakit we nggih tasih sadar. Kulo niku ternyata pasien sing ringan dhewe. Kulo niku ngeri teng mriko.

P : Pinten bapak ingkang sedo teng mriki?

S :Nek mriki nek mboten salah tigo mbok menawi. Kulo niku tobat pas niko. Ndilalah teng mriki kulo didadekke wong tuo. Pas niko kulo ken dadi RT. Tur sakniki kulo mundur. Ben kajeng eseng enom.

P : Tahun pinten niku bapak mundur?

S : Pas gempa niko kan kulo dadi RT. Rumangsa kulo niku kok koyo DPR saben dino rapat. Kulo le wegah niku soal e mboten wonten imbal balik e niku. Sakjane kulo niku kan mboten gelem. Wong kulo niku teng Sumatra nggih ken dadi ketua malih.

P : Lha berarti enten bakat niku pak.

S : Kulo niku sakjane mboten gelem neng yo dho didorong-dorong.

P : Berati bapak saking transmigrasi trus balik mriki niku langsung nglola sabin maleh?

S : Ha nggih. Sabin kulo kan tak tinggal, trus kan dikelola morosepuh kulo. Lha kulo mantuk, dibalekke kulo trus kulo tanem i.

P : Pinten niku pak luas sabin e jaman semanten pas mantuk saking transmigrasi? S : Kulo niku mung 1000 meter. Dados e 100 lubang. Maksud e niku nggih 10 kali 100 meter. Nek teng mriki niku lobangan. Tur nek teng daerah Delanggu nopo pundi mriko seje malih.

P : Oo mekaten pak. Nambah ilmu kulo pak.

S : Lho kulo niku, pripun-pripun nggih pas teng Delanggu kulo nyambat tukang. Kulo niku mboten nyambut damel pripun-pripun, supados sampeyan retos riwayat hidup kulo. Pripun-pripun sak wonten e kulo syukuri. Teng pembangunan utawi proyek nggih kulo pun tau. Kulo nggolek pengalaman nek sesuk gegawen neng omah ki iso pasang dhewe. Alhamdulillah kulo nggih iso pasang dhewe.

P : Lho nggriyane mriki dipun pasang bapak piyambak?

(14)

P : Setidaknya ngirit sekedik nggih pak.

S : Lha jengenge pengalaman. Neng kulo mboten nduwe pengarepan ajeng dadi tukang.Meh kulo diajak jadi tulang. Tur ora.

P : Niki mbangun ipun langsung nopo pripun pak?

S : Lha nikan kan riyen enten kelas I dan kelas 2. Sing penerimaan pertama konstruksi niku, misal sasi niki kudu rampung, lha niku mengejar supaya dapat selesai gambaran yang kedua. Lha iki kan nek kulo garap dhewe kan mboten iso dadi. Kulo golekke tukang. Pondasi ne kulo dhewe. Jaman gempa ndilalah awal dho sehat kabeh.

P :Nek sabin e bapak ditanam nopo pak sakniki? S : Padi.

P : Biasane diganti-ganti mboten nanam e pak?

S : Lha niku musim e sakniki niku angel. Biasane nek musim hujan, ditanami krowot niku mboten saged. Memang seharusnya niku dua kali padi satu kali krowot. Karena musimnya tidak bisa sekarang, maka padi terus.

P : Namun hasil ipun sae bapak?

S : Yo nek hasil e pas entuk le apik yo lumayan. P : Sak tandur niku telas rabuk pinten niku pak?

S : 50 kilogram urea ditambah 25 kilogram TS niku ngge 1000 meter. P :Padahal hargane pinten niku pak.

S : 1 sak Rp 90.000 isine niku 50 kilogram.

P :Niki sabin e garap piyambak bapak? Anak-anak?

S :Wah jaman sakniki niku nggih, anak-anak mboten nduwe bakat tani. Bocah sakniki niku arang-arang le gelem nek ora kepepet. Pokok men can enom ki dho gemang neng sawah. Niku umum, ora mung anak kulo. Kaben niku ngoten niku.

P :Sak panenan niku biasane ngasilke pinten tho pak?

S :Nek itungan e niku. Apes e, per lubang niku minim Rp 10.000,-. Lha nek 100 lubang nggih Rp 1.000.000,-

P : Niku disade sedanten nopo pripun?

S :Tergantung. Dongdong kulo ngge dhewe, dongdong nek butuh duit ngge kulo sade. Wong nganu niku mbak, sakniki niku wong nandur mboten cocok kaliyan pengeluaran. Wong tani niku nek mboten obah dhewe niku mboten wonten hasil e.

P :Pripun niku pak?

S : Lha koyo tho garap nggih kulo garap dhewe. Kulo niku mung mburuh ke pas tanem kalih ngluku.

P :Buruh ke niku telas pinten bapak?

S :Sakniki niku tiyang sbain sedinten upah ipun Rp 20.000,-. Lha niku dereng maem ipun, nggih selangkung ngoten mawon. Seng murah niku ngluku, 1 lubang niku Rp 1.000,- Ngluku ne niku mesin traktor. Nek jaman teng Sumatra, nopo-nopo kulo anu dhewe.

P :Berarti niku pak, ket transmigrasi dugi sakniki, sabin ipun tetep smeonten nggih pak?

S :Tetep. Mbotennambah. Tur kulo nanduri nggone sedulur kulo. Nggone kakang kulo. Mangkeh bagi hasil ngoten.

P : Angsal pinten biasane bapak?

S : Lha yo mung pinten. Parbasane yo mung Rp 250.000,- P : Padahal panenan pinten wulan bapak?

(15)

rodo mending. Wos regane pinten mbak? Lha nek riyen regane Rp 4.000,- . Tak rewangi ngarit wae sakniki. Ngingu wedhus.

P : Lho pinten pak? S : Mung limo.

P : Niku panggenanipun bapak piyambak? Anak an nopo pripun?

S : Kulo niku waune nduwe loro. Terus sing gedhe kulo dol siji. Trus kulo tuku meneh. Trus meteng. Dadine kulo nduwe limo. Cempe ne telu.

P : Pinten niku pak sak niki pasaran e?

S : Lha nek sakniki ki mung murang je. Paling yo mung Rp 500.000,- Kulo riyin tuku niku Rp 600.000,- tur pinten wulan terus bayen.

P :Dados niku ngge bapak niku tabungan nggih wedhus ipun? S : Nggih.

P :Sapi gadah mboten pak?

S :Kulo mboten kuat tuku sapi. Wingi niku kulo bar ngedol wdhus enem. Ndilalah wingi niku bar enthok duit Rp 3.000.000,- pinten niko.

P : Berarti pas musim kurban niko bapak ngih sade kambing ngoten?

S : Yo nek wonten wedhus lanang e. Lha nek mboten wonten niku, kulo niku kan ibarat e wong nganggur ora nduwe hasil. Ngandalke yo seko bahune dhewe. Sakniki niku kulo santai. Mboten koyo riyen pas ngragati sekolah anak. Nek pas ngragati sekolah anak kulo, buruh utawi nopo kulo lakoni.

P :Buruh wonten pundi mawon pak?

S :Weh wis neng ngendi-ngendi. Nate nggih riyen kulo kudu mendet ijazah anak kulo. Jaman semanten Rp 30.000,-. Lha kulo ora nduwe duit, yo buruh tak lakon ni. Tekan Bumijo kono ngepit.

P :Kapan niku pak?

S :Yo kiro-kiro tahun 1993.

P :Mburuh jaman semonten pinten niku pak? S : Yo Rp 5.000,-

P :Bapak wonten pekarangan sing ditanduri mboten pak?

S :Lha pekarangan nggih namung mriki. Mriku niku nggen e adhi kulo. P :Menawi masa panen trus nanam malih niku jarak wekdal ipun pripun pak? S : Lha bar panen niku kan nek tanah e uwis sepuh, terus nunggu 20 hari untuk

dikelola. Sekalian nunggu winih ipun sing pun dados. P :Winih e niku bapak tumbas nopo pripun?

S :Nggih tumbas. Tapinek kulo gadah seng winih apik, yo kulo nganggo dhewe. P :Caranipun nyemai winih niku pripun pak?

S :Winih niku dikom riyin ngangge toyo. Trus dientas. Tutupi opo lah, trus dinengke tiga hari. Mengko rak thukul.

P :Nek tumbas winih ipun niku mahal mboten pak? S :Mboten. Riyenniku pinten nggih, Rp 5.500/kg. P : Biasane per kilo ipun dados pinten uwit pak? S : Nek 1000 meter niku 6 kilo.

P : Wau kan ngendikane nek nandur mburuh ke, lha teng mriki mboten wonten nandur bareng sing gotong royong niko nopo?

S :Mboten. Nek pas teng Sumatra ngoten niku. Tapi nek teng mriki mbayar. Kawit riyin ket kulo cilik nggih mbayar. Cah enom-enom we kon nandur mboten gelem.

P : Lha wonten mboten usaha ngge ngajari seng tiyang enem supados purun nandur?

(16)

keluarga, gari ndelok ekonomine. Nek ekonomi ne ora nganu yo sok melu tandur. Tur nek ijik bujangan, tetep mboten purun.

P :Berarti nek sak panenan niku rata-rata pinten pak hasil e?

S :Lha nek umpami 1000 meter menika nggih antawisipun sekawan kuintal an gabah. Nek beras nggih dados, pokok e saben 1 kg gabah niku 6 ons beras. P :Lha gabah e niku di sade nopo pripun?

S :Ah mboten. Namung digilingke mawon. Nek kulo gabah kulo simpen. Mangkeh nek mbutuhke beras, trus kulo nggilingke.

P :Lha bapak niku sade ne gabar nopo beras?

S :Tergantung kahanan. Biasane sak dereng ipun panen niku kadang nggih wonten tiyang ingkang nebas.

P :Lha biasane seng didade niku pinten bagian saking sedoyo ipun?

S :Wah nek kulo niku nek mboten butuh sanget mboten kulo dol. Lha ngge saben dina ipun kemawon. Lagi nek butuh duit temenan, lagi dilongi nggo didol. Kulo arang-arang adol gabah sakniki.

P :Nek nyelep ke niku sakniki pinten pak?

S :Rp 2.000 opo yo. Wong le sering nyelep ke ki simbok e niko. Sering e niku le nyelep ke seng ider nika.

P :Luwih murah nopo pak seng ider nika?

S :Wa lha nggih. Sak niki malah seng model manggrok niku mboten payu. Penak banget seng keliling niku. Umpane nggilingke misal gabah e teng mburi, mengko dipendhet trus digiling. Tiap hari juga lewat.

P :Bapak dulu ketua RT ya di sini? S : Iya dulu ketua RT.

P : Pas jaman gempa ya?

S : Iya. Tahun 2006 saya masih menjabat. Tahun 2007 saya mundur. P : Berarti banyak mengurus masyarakat ya pak pas itu?

S : Wah lha nggeh bantuan-bantuan niku.

P : Kalau pas jaman jadi RT itu pernah urus Raskin atau BLT pak?

S : BLT? O seng Rp 300.000,-. Tiga bulan sekali. Saya diminta dari pihak kelurahan untuk mendata warga yang akan menjadi penerima BLT.

P : Jadi yang memilih itu bapak?

S : Lha kan yang dari bawah pada daftar. P : Ada yang ditolak pak?

S : Ya ada. Saya dulu mengajukan lima dan yang diterima tiga. P : Lha niku kriteriane nopo pak seng mboten lolos.

S : Misal e yo yang satu itu rumahnya sudah baik, trus luas sawahnya.

P : Lha berarti kan bapak juga turut memutuskan untuk diterim atau tidak kan ya pak?

S :Kalau saya itu, pertama, yang penting orangnya memang benar-benar tidak mampu. Trus dia membutuhkan biaya sekolah untuk anaknya. Menurut saya itu biaya sekolah paling berat. Kebetulan misal sawah tidak ada, lha trus cari uang gimana.

P :Kalau dulu bantuan beras itu juga dapet pak?

S : O kalau beras itu yang raskin dan daskin. Kalau daskin itu tidak punya apa-apa. Kalau raskin itu masih punyalah walau sedikit. Orang miskin itu yang pokok bantuan harus melalui daskin raskin.

P :Mriki niku le pinantuk daskin raskin niku kathah nopo pak?

(17)

P : Beras bantuan niku kan kabare wonten seng mboten sae tho pak, lha niku dho disade pak?

S :Kemungkinan yo dijual. P :Berapa itu pak per kilo nya?

S : Yo pokoknya dari beras yang biasa itu harganya lebih rendah. Misal umpama beras biasa seharga Rp 4.000,- yo dijualnya Rp 3.000,-.

P : Tapi banyak yang langsung dijual ya pak bantuan itu?

S : Sekarang itu, misalnya ya waktu Mertibumi itu RT-RT ditanya. Tapi saya sudah tidak mau mengurus itu. Terserah pak dukuhnya mau apa.

P : Kalua sekarang kan program pemerintah baru itu kan banyak sekali ya pak, misal askeskin dan lain-lain. Pas dulu bapak jadi RT, banyak ya yang mengurus itu? Misalnya PNPM.

S : Oo PNPM ada, tapi sekarang sudah tidak ada.

P : Waktu gempa dulu, selain rumah, misalnya motor ada yang rusak pak? S : Wah banyak.

P : Nggak pak, yang punya bapak. Motornya rusak tidak?

S : Wah kalau punya saya, ya rumah itu kan retak-retak. Pokoknya televisi saya hancur. Terus tempat tidur itu tiga yang hancur. Almari dua yang hancur. P : Berarti sepeda montornya aman ya pak?

S : Aman.

P : Kalau dulu bapak belinya itu kredit atau gimana? S : Saya tidak kredit. Hanya beli setengah pakai. P : Bapak saged ngagem motor?

S : Saya niku ngaten nggih. Kalau saya tidak punya ya saya tidak iri. Tapi kalau saya punya, ya saya harus bisa.

P : Lha sak niki menawi teng pundi-pundi nitih sepeda onthel utawi sepeda motor?

S : Sepeda saya bisa, sepeda motor juga bisa. Ya kalau ke sawah naik sepeda, nek tebih yo pakai motor.

P : Mboten diagem putane bapak sepeda motor ipun? S :Ya kalau pas nggak dipakai.

P : Lha berapa bapak sepeda motornya? S : Sat.

P : Berarti gantian mekaten nggih pak?

S : Saya punya dua. Tapi yang satu rusak. Sudah lama. Kalau diperbaiki niku kathah artho ne. Jadi ya tidak usah lah. Kalau dijual juga tidak seberapa. P :Nek pas gempa niku, listrik niku tasih ken mbayar pajak ipun pak? S : Setelah gempa, selama tiga bulan itu tidak disuruh bayar.

P : Lha miriki niku rata-rat mben sasi ipun telas pinten pak listrik ipun? S : Sekarang, ya sekitar Rp 30.000 ke bawah dan Rp 20.000 ke atas. P :Watt e pinten tho pak?

S :450

P :Termasuk kathah mboten pak nek mekaten?

S :Lha saya itu ya mung lampu, tiapmalam itu berapa watt itu. P : Air niku sumur utawi ngagem pompa pak?

S : Pompa.

P : Dalem nopo pak sumur ipun?

S :Ah mboten. Wong tasih onten timbane barang. P :Lha kalau untuk ternak, pakai air apa?

(18)

tahun 1990 sesudah transmigrasi. P :Teng mriki ngagem gas mboten pak?

S : Gas? Kulo nduwe gas. Sing bantuan. Neng repot. Repot e mekaten lho, neng tv ki dho kobongan niku. Trus kulo nggih ngagem kayu bakar. Dadi gas bantuan niko nggih nganggur.

P :Namung pak, nek teng mriki niku le sade tabung gas alit-alit niku kathah nggih pak?

S : Yo kathah. Teng mriku nggih wonten. P : Rata-rata pinten pak regine teng mriki. S : Gangsal welas nopo pinten kulo mboten reti. P : Tapi pernah dipakai gasnya pak?

S : Pernah, tapi waktu itu baru beberapa hari langsung saya lepas dan tidak dipakai lagi.

P : Lho pak nek ngagem kayu bakar, niku tumbas nggih? Kagem pinten dinten pak?

S : Wah yo ra sasen. Mung seminggunan paling.

P : Diajari mboten pak pas mbagi kompor gas niku pak?

S : Nek diajari ki nggih diajari. Tapi repot, trus kathah le njebluk wonten tv. Kulo nggih saged. Tur repot. Wong le mbagi riyen niku kulo.

P : lha nggene tetangga niku nggih gas e sami mboten diagem pak?

S : Wo mboten. Namung mriki paling. Tapi nggih wonten seng dianggurke. P : Kalu kayu bakar itu kan beli pak, berapa itu satu ikatnya?

S : Yang kecil itu Rp 3.500,- kalau yang bersar Rp 12.500,- P : Biasane tumbas teng pundi?

S : Mung mriku.

P : Telas pinten niku mben sasi ne? S : Simbok e le ngerti.

P : Lha pak, menawi hasil sabin niku diagem piyambak, trus nek badhe tumbas liyane ngangge pundi?

S : Say itu nggak buruh sekarang. Anak juga sudah keluarga. Kalau mau kasih ke saya, saya bilang tidak.

P : Berati bapak niku sakniki namung garap sabin e bapak kalih garan nggene liyane nggih pak?

S : Nggih. Nggene kulo dhewe 100. Nggene kelurahan 50. Nggene kakang kulo 100.

P : Lha nek ibu ipun pak, saben dinten e aktivitas e nopo? S : Wah kalau sini itu nyantai.

P : rewang-rewang nopo pripun nek enten seng gadah damel. S : Wo nggeh nek rewang niku nggih.

P : Teng mriki niku enten model rewang le dipun bayar niko pak?

S : Mboten nek mriki. Mboten gelem dho an nek ngoten niku. Yo nek dipikir kurang, niku yo kurang. Arep nggolek penghasilan liyan iku yo piye carane ngecakke nggone dhewe. Sakcukup-cukup e ngoten.

P : Lha pak teng wingking wau enten kelapa kathah ajeng diagem nopo pak? S : Lha niku rencana ne ajeng dingge anak kulo le arep nduwe gawe niku. P :Sabin sak niki pripun pak? Sae tho?

S : nggih sae. Pengairan lancar.

P : Pengaturan perairan teng mriki niku pripun pak?

(19)

gempa. Setelah gempa air lancar. P : Kalau hasilnya pak?

S : Ya kalau kayak gini sekarang ini termasuk penghasilan sedang. P : Pernah gagal mungkin pak? Misal banjir.

S : Nggak pernah.

P : Nek misal e pas kekeringan niku jenis tanaman ingkan ditanam niku diganti mboten pak?

S : Lha nek musim kemarau iku, yo ganti kedelai. Nek musim hujan yo padi. P : Gantian mboten pak ingkang mengairi sawah?

S : Nek musim hujan ki bebas. P : Bayar mboten?

S : Nggak.

P : Sing mbangun pengairan niku sinten pak?

S : Waktu dulu, jaman saya pulang itu sudah ada. Kemungkinan yang besar itu yang mbangun pemerintah. Tapi yang kecil untuk saluran ya itu warga.

P : Nyun sewu nggih pak, bapak niki kan tiyang Jawi nggih pak. Wonten mboten ritual sing dilakokke menawi badhe tandur malih?

S : Nek kabeh iku kari kepercayaan. Nek kepercayaan saya itu yang pokok kalau tanam pas nas-nya orang tua atau hari meninggalnya orang tua. Niku nek kelingan.

P : Kok mekaten niku pripun pak?

S : Kan mekaten. Wong niku kan nek dong kedongan yang pas apik. Kadang eneng le ngomong kok wani kae nandur pas dino nas wong tua ne. Lha kabeh niku rak kepercayaan tho niku.

P : Lha pak niku teng ngajengan wonten pisang niku pisang nopo? S : Pisang kepok.

P : Kalau panen dijual pak?

S : Ya kalau baik ya dijual, tapi kalau jelak ya tidak. P : Buah-buahan selain pisang apa pak?

S : Itu ada mangga. Tapi waktu dulu itu ada rambutan di sini. P : Bisa dijual pak?

S : Bisa.

P : Pinten uwit mangga ne pak? S : Yo mung setunggal niku.

P : Ditebaske nopo disade piyambak? S : Ah mung sithik awoh e.

P : Lho kan niku sing tukang nebas kan biasane dugi. Sring mboten teng mriki? S : Yo sering, tapi sekarang nggak buah kok.

P : Nek ritual-ritual pas panen niku enten mboten pak?

S : Nek panen niku enten kepercayaan tertentu ngangge dikirim doa, sajen. Teng sabin. Istilah jawi ne niku wiritan.

P : Biasanya untuk sajen dibikin apa pak?

S : Itu lho kedelai ditumbuk. Dikasih ikan asin goreng. Jadi makannya nasi putih sama itu dan dibawa ke sawah. Sampai di sana ada pak kaum nya yang mendo'akan dan biasanya ada banyak anak-anak yang minta-minta.

P : Niku artine nopo pak kok sajen e ngagem niku?

S : Pendongengnya orang yang anu itu katanya lho lebih gurih berasnya. P :Pak ngajeng niku dalan e ramai nggi pak.

S : Wah nggih ramai.

(20)

S : Lha wong teng mriki ad askeolah banyak kok.

P : Angkutan umum wonten ingkang lewat teng ngajeng pak?

S : Nek sakniki mboten wonten. Enten e teng perempatan mriko. Dulu nya ada. Dulu pas pulang dari Sumatra itu masih ada.

P : Kebanyakan mriki niku motor nggih pak? S : Yo motor yo banyak.

P : Bapak, enten bedane nopo mboten ngelola sabin sakderenge gempa kalian sakwis e gempa?

S : Nek pengairan niku tambah lancar. Tapi nek penghasilan niku tetep.

P : Pak sak menika kan kathah griyanipun ingkang sae-sae. Lha niku ngefek teng BLT mboten pak?

S : Nek griya niku pun kathah seng sae teng mriki.

P : Lha berarti le nampi BLT berkurang nggih pak. Lha syarat e kan bangunan fisik rumah.

S : Ha niku. Nate kedadena juga teng mriki.

P : Nyun sewu pak, teng mriki niku wonten kegiatan bersama mboten. Misal kerja bakti nopo, nopo lah.

S : Nek kegiatan bersama nggih wonten. Kegiatan RT. Rutin niku. Misal membersihkan kuburan.

P : lha nek wonten ingkan mboten sage tumut niku wonten sangsi ne mboten pak?

S : Lha niku. Tapi nek teng mriki niku kesadaran mawon. P : Nek ronda tasih pak?

S : tasih. Lha mulakno kegiatan niku ronda, trus pengajian Jum'at kliwon ibu-ibu, arisan-arisan RT.

P : kalau sekali arisan itu iurannya berapa?

S : Hanya Rp 2.000,- untuk penganti makan minum. P : Biasane niku nek arisan bapak-bapak le dibahas nopo? S : Yo bab kemasyarakatan.

P : Nek wonten keluh kesah warga saget dibahas teng mriku nggih pak?

S : Nggih misal e nek enten seng sakit, yo dibahas bareng arep tilik e piye. Pokoknya ada kebersamaan.

P : Kalau di sini itu ada koperasi simpan pinjam mboten pak?

S : Nek ibu-ibu mungkin ada di arisan, tapi nek bapak-bapak itu tidak ada. Paling wonten bantuan kelompok-kelompok sapi, utawa lele. Nek kulo nderek kelompok bantuan kambing. Malah kambing niki rodo maju.

P : Saking pemerintah nggih pak? Pripun niku sistem e?

S : Dadi enten bantuan niku 5-5 kambing. Tur niku namung teori. Praktekke, misal sing dibantu niku tiyang pinten, eh enten seng mlenet tumut. Nah ngoten niku lho. Misal jatah untuk orang lima, yang minta itu ada sepuluh. Padahal kambingnya hanya sekian. Lha dibagi rata.

P : Kapan niku bantuanipun bapak?

S : Nek sek anyar niki nembe mawon dereng dangu. Wong niki niku ngaten, kulo nggih melu rapat .

P : Bapak angsal pinten kambing e?

S : Sakjane kan 5-5, tapi ya ada yang 3 ada yang 2. Lha niku kan artho angsal Rp 7,5 juta untuk satu kelompok. Sak kelompok kulo gawe anggota tiyang 12. Syarat e kan 80% warga yang daskin-raskin dan 20% bebas. Istilah e dadi pengurus lah.

(21)

S : Yo didom 12. Bentuk e artho. Sak uwong iso tumbas kambing siji-siji. Tapi ini ada yang mendampingi saking pemerintah.

P : Pertemuan rutin e pak?

S : Satu bulan satu kali sekalian kalih pendamping e dugi.

P : Enten mboten pak sanesipun pemerintah ingkang maringi bantuan? S : Mboten.

P : Pak berarti niku bantuan ipun kan sebatas pembelian kambing nggih, lha nek perawatan ipun wonten bantuan artho malih mboten?

S : Nggak.

P : Tumbah nopo ngarit pak niku pakan e? S : Ngarit mawon.

P : Kambing e niku pun hak milik nggih pak? Menawi manak, cempe nipun ngge gadah e bapak tho?

S : Ha inggih. Neng ampun didol. Mangkeh nek pun mampu nggeh monggo. Niku mangkeh kangge kekayaan.

P : Misal e kambing niku kena serangan penyakit trus mati. Lha niku pripun? S : Kalau itu kebijaksanaan kelompok.

P : Tapi pernah ada kasus semacam itu?

S : Pernah. Misal kambing saya masuk angin. Nah nanti dari kelompok itu ada bantuan biaya pengobatan.

P : Enten iuran e nggih pak teng kelompok niku?

S : Ya ada uang kas gitu. Setiap pertemuan itu Rp 1.000,- trus arisannya Rp 10.000,-

P : Kalau anak muda sekarang yang sudah nikah itu aktif juga ke pertemuan semacam itu pak?

S : Nek anak muda yo tidak.

P : Pak niki niku kathah perumahan nggih pak?

S : Woh pun kathah. Jalur perempatan ke utara itu udah.

P : Menurut bapak, susahnya dados petani jaman sak niki niku nopok pak? S : Nak kulo, wong tani niku sakniki rekoso. Ibarat e sering tekor.

P : Nggih sampun pak. Matur nuwun. Nyun sewu ganggu wekdal ipun bapak. Niki sampun dientos i rencang-rencang soal e.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan histopathologi agensia penyebab vibriosis yang dilakukan terhadap keenam isolat kerapu macan yang terinfeksi vibriosis dari organ limpa, insang dan

gov't is not allowed to maintain the building 7 2 Operation and maintenance cost are budgeted annually 10 Rent price/tariff 1 According to regulation, there are 3 types of rent

Selain itu hambatan dan dukungan yang dihadapi oleh Telkom University dalam membangun citra adalah masih ada ego yang tinggi antara 4 institusi yang telah

Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nahlia (2014) dan Listiorini (2012) dalam Wia Rizqi Amalia (2015) menyimpulkan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak

Pengujian dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon sistem pengendalian suhu pada proses distilasi vakum bioetanol bisa bekerja dengan baik sesuai setpoint yang

Dan dari penyembunyian data ke dalam media digital inilah dapat dilihat perbandingan kualitas media digital sebelum dan sesudah penyisipan dan mencari metode manakah

2. Jumlah pemain bola voli untuk pemain inti dan pemain cadangan adalah.... Jumlah pemain bola voli untuk pemain inti dan pemain cadangan adalah.... Berikut ini adalah unsur-unsur

Heidän mielestään on kuitenkin tärkeää säilyttää asukasfoorumitoiminta asukkaiden keksinäisenä yhteistoimintana, jotta sen alkuperäinen toimintakonsepti säilyisi,