• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI VASEKTOMI. Analysis Of Factors Related To The Use Of Contraception Vasectomy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI VASEKTOMI. Analysis Of Factors Related To The Use Of Contraception Vasectomy"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 1

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI VASEKTOMI

Analysis Of Factors Related To The Use Of Contraception Vasectomy

Bejo Danang Saputra 1*

1

STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap Jl.Cerme No.24 Sidanegara Cilacap 53223

ABSTRAK

Tingkat partisipasi laki-laki dalam Keluarga Berencana (KB) sangat kecil hanya 1,69%.

Tujuan untuk mengetahui apakah faktor aksesibilitas, dominasi pria Pasangan Usia Subur

(PUS), kepercayaan atau religious, tingkatan ekonomi, pengetahuan dan sosial budaya

berhubungan dengan penggunaan kontrasespi vasektomi. Jenis penelitian survey analitik

dengan rancangan case control terhadap 80 pria Pasangan Usia Subur (PUS) dengan metode cluster random sampling dengan menggunakan kuesioner tertutup. Analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 faktor yang diduga berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi didapatkan hasil bahwa ada 4 faktor yang tidak berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi yaitu aksesibilitas, dominasi pria PUS, kepercayaan atau religius dan tingkat ekonomi. Terdapat 2 faktor yang berhubungan secara bermakna dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi yaitu faktor pengetahuan pria PUS tentang kontrasepsi vasektomi (χ2 = 5,833, pv = 0,016, OR = 3,690 CI: 1,372 – 9,927) dan faktor sosial budaya (χ2 = 11,243, pv = 0,001, OR = 6,368 CI: 2,196 – 18,467). Faktor sosial budaya merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi (OR = 5,238, pv = 0,003, α = 0,05).

Kata kunci: KB, kontrasepsi, vasektomi.

ABSTRACT

The level of male participation in family planning (KB) is very small, only 1.69%. Aim to determine whether the factor of accessibility, EFA male dominance, or religious beliefs, levels of economic, social and cultural knowledge related to the use kontrasespi vasectomy. Type analytic survey research with case control study of 80 men pair fertile age (EFA) with random cluster sampling method using the enclosed questionnaire. Multivariate analysis using logistic regression. The results showed that of the six factors that were related to the use of contraception vasectomy showed that there are four factors that are not related to the use of contraception vasectomy as accessibility, EFA male dominance, or religious beliefs and economic levels. There are two factors were significantly associated with the use of contraception vasectomy is a factor of knowledge about contraception vasectomy man PUS ( 2 = 5,833, pv = 0.016, OR = 3.690 CI: 1.372 to 9.927) and socio-cultural factors ( 2 = 11.243, pv = 0.001, OR = 6.368 CI: 2.196 to 18.467). Socio-cultural factors are the most dominant factor related to the use of contraception vasectomy (OR = 5.238, pv = 0.003, α = 0.05)

(2)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 2

PENDAHULUAN

Sejak diberlakukannya Undang-Undang No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, gerakan Keluarga Berencana (KB) melangkah lebih maju lagi. KB dirumuskan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Undang-undang No. 10 Tahun 1992).

Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan tingkat partisipasi laki-laki sebagai peserta KB sangat kecil. Dari 100 pasangan usia subur, terdapat 71,93 persen peserta KB. Dari angka itu peran serta pria selaku peserta hanya 1,69 persen dengan perincian 1,33 persen pria yang melakukan MOP (Medis Operasi Pria) dan 0,36 persen menggunakan kondom (Suci, 2006). Sementara itu dari 4,86 juta peserta KB aktif di Jawa Tengah pada tahun 2007, jumlah peserta KB dengan vasektomi tahun 2007 sebanyak 67.572 orang (Profil KB Propinsi Jawa Tengah, 2007).

Terdapat dua pilihan metode kontrasepsi pria di Indonesia yaitu vasektomi dan kondom. Walaupun vasektomi bukan merupakan hal baru di bidang kedokteran,

namun belum semua orang mengenal vasektomi. Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur taransportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan dengan ovum tidak terjadi (Arum & Sujiatini 2009, h. 170).

Menurut data statistik dari Badan Pemberdayaan Perempuan (PP), Perlindungan Anak (PA) dan Keluarga Berencana (KB) Kabupaten Cilacap tahun 2009, menyebutkan dari seluruh peserta KB aktif di Kabupaten Cilacap, kaum pria yang menjadi peserta KB aktif (vasektomi dan kondom) hanya 3,92 % atau sebanyak 9.549 orang dari seluruh peserta KB aktif yang tercatat sebanyak 243.531 orang. Sebanyak 6.863 pria di Cilacap yang memilih kondom, dan sisanya sekitar 2.686 orang mengikuti MOP yaitu operasi vasektomi.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan masih rendahnya peserta KB vasektomi menurut BKKBN (2003) antara lain: faktor sosial budaya, faktor rendahnya pengetahuan pria terhadap informasi KB vasektomi karena terbatasnya informasi peranan pria dalam KB dan kesehatan reproduksi, faktor aksesibilitas pria terhadap sarana pelayanan kontrasepsi rendah dan faktor suami dominan dalam mengambil keputusan pemakaian kontrasepsi. Faktor kepercayaan atau religius serta faktor

(3)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 3 ekonomi juga berperan dalam pemilihan

kontrasepsi vasektomi.

Kecamatan Kesugihan merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Cilacap. Berdasarkan data statistik dari Badan PP, PA dan KB Kecamatan Kesugihan sampai bulan Desember 2009, jumlah peserta KB pria sebanyak 700 orang yang terdiri dari 265 orang menggunakan kontrasepsi vasektomi dan 435 orang menggunakan kondom. Kemudian berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) badan PP, PA dan KB Kecamatan Kesugihan jumlah peserta kontrasepsi pria di wilayah kerja Puskesmas Kesugihan II sampai dengan bulan Desember 2009 adalah sebanyak 376 orang dengan rincian 152 orang menggunakan metode MOP dan 224 orang menggunakan kondom.

Penelitian ini secara umum ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi wilayah kerja Puskesmas Kesugihan II Kabupaten Cilacap Tahun 2010.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan penelitian case control melalui pendekatan retrospektif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pria yang menggunakan kontrasepsi vasektomi dan

kondom pada tahun 2009 adalah sebanyak 376 orang.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri dari 3 buah yaitu kuesioner A berisi data demografi, kuesioner B berisi variabel faktor pengetahuan dan kuesioner C berisi variabel sosial budaya. Kuesioner yang diberikan berupa pertanyaan tertutup dan dijawab oleh responden tanpa diwakilkan kepada orang lain.

Teknik analisis dalam penelitian ini, untuk analisis univariat menggunakan statistik deskriptif guna mengetahui distribusi frekuensi faktor yang berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi. Analisis bivariat menggunakan uji Regressi Logistik Sederhana yang diuji dengan menggunakan uji chi square. dan analisis multivariat di uji dengan menggunakan Regresi Logistik Ganda.

HASIL

Hasil analisis univariat menunjukan faktor pengetahuan sebagian besar pria PUS mempunyai pengetahuan tentang kontrasepsi vasektomi baik sebanyak 52 orang (65,0%). Faktor sosial budaya yang mendukung penggunaan vasektomi yaitu sebanyak 52 orang (65,0%). Faktor aksesibilitas sebagian besar pria PUS mengatakan ada aksesibilitas terhadap sarana pelayanan kontrasepsi sebanyak 67 orang (83,8%). Faktor dominasi

(4)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 4 suami menunjukkan sebagian besar pria PUS

dominan dalam mengambil keputusan pemakaian kontrasepsi sebanyak 51 orang (63,8%). Faktor kepercayaan menunjukkan sebagian besar pria PUS mempunyai kepercayaan penggunaan vasektomi tidak melanggar kepercayaan/agama sebanyak 75 orang (93,8%). Faktor ekonomi menunjukkan sebagian besar pria PUS mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi, yaitu sebanyak 50 orang (62,5%). Penggunaan vasektomi menunjukkan bahwa pria PUS yang menggunakan vasektomi sebanyak 39 orang (48,8%), sedikit lebih banyak dibandingkan yang tidak menggunakan vasektomi, yaitu sebanyak 41 orang (51,3%).

Hasil pengujian bivariat terhadap terdapat 2 faktor yang berhubungan bermakna yaitu faktor pengetahuan dan faktor sosial budaya. Faktor pengetahuan dengan hasil uji chi square didapatkan nilai X2 = 5,833, dengan pv = 0,016. Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan nilai OR = 3,690 pada CI (1,372 – 9,927) artinya pria PUS yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi vasektomi mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi vasektomi 3,690 kali dibandingkan pria PUS yang mempunyai pengetahuan yang kurang baik. Sedangkan faktor sosial budaya hasil uji chi square didapatkan nilai X2 = 11,243, dengan pv =

0,001. Berdasarkan nilai pv < 0,05, maka dapat disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi. Analisis keeratan hubungan dua variabel didapatkan nilai OR = 6,368 pada CI (2,196 – 18,467) artinya pria PUS yang mempunyai sosial budaya mendukung mempunyai peluang menggunakan kontrasepsi vasektomi 6,368 kali dibandingkan pria PUS yang mempunyai sosial budaya tidak mendukung.

Tabel 1. Hubungan Pengetahuan Pria PUS dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi di Wilayah Kerja Puskesmas Kesugihan II Kabupaten Cilacap

Tabel 2. Hubungan Sosial Budaya Pria PUS Dengan Kontrasepsi Vasektomi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kesugihan II Kabupaten Cilacap

Hasil uji multivariat dengan regressi logistik dapat disimpulkan bahwa variabel yang secara signifikan berhubungan dengan Pengetahuan tentang Vasektomi Penggunaan Vasektomi Jumlah Tidak Menggunaka n Menggunakan F % f % f % Kurang Baik 20 21 71,4 40,4 8 31 28,6 59,6 28 52 100,0 100,0 41 51,3 39 48,8 80 100,0 pv = 0,016 OR = 3,690 CI (1,372 – 9,927) No Sosial Budaya Penggunaan Vasektomi Jumlah Tidak Menggunakan Menggunaka n f % f % f % 1 2 Tidak Mendukung Mendukung 22 19 78,6 36,5 6 33 21,4 63,5 28 52 100,0 100,0 41 51,3 39 48,8 80 100,0 X2 = 11,243 pv = 0,001 OR = 6,368 CI (2,196 – 18,467)

(5)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 5 penggunaan vasektomi, yaitu faktor sosial

budaya dengan nilai OR yang terbesar dan pv yang terkecil (OR = 5,238, pv = 0,003, α = 0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat bahwa pria PUS yang mempunyai sosial budaya yang mendukung berpeluang menggunakan kontrasepsi vasektomi sebesar 5,238 kali dibandingkan yang mempunyai sosial budaya tidak mendukung.

Tabel 3. Hasil Pengujian Regresi Logistik Antara Pengetahuan dan Sosial Budaya Dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi

PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan dengan penggunaan vasektomi dimungkinkan karena dengan pengetahuan yang baik tentang vasektomi maka pria PUS relatif lebih menyadari bahwa vasektomi merupakan KB pria yang efektif, sehingga akan berpengaruh terhadap perilakunya untuk menggunakan kontrasepsi vasektomi. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007, h. 143-144), yang menyatakan bahwa pengetahuan (knowledge), merupakan hasil dari tahu, dan

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Hasil penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara sosial budaya dengan penggunaan vasektomi dapat disebabkan karena pria PUS telah menyadari bahwa KB bukan hanya urusan perempuan saja tetapi juga menjadi tanggung jawab suami atau pria, sehingga dengan adanya kesadaran ini maka pria bersedia menggunakan kontrasepsi vasektomi. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat dari penelitian Parwieningrum (2006) yang menyatakan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam KB salah satu faktor yang menyebabkan adalah adanya anggapan dari para pria bahwa KB adalah urusan perempuan sehingga pria tidak perlu berperan.

Hasil penelitian yang menunjukkan tidak terdapat hubungan antara aksesibilitas pria PUS terhadap sarana pelayanan kontrasepsi dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi, dapat disebabkan pria PUS merasa enggan untuk mendatangi pelayanan kontrasepsi di Puskesmas karena merasa di Puskesmas terdapat pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) sehingga merasa malu. Selain itu bagi pria PUS yang bekerja relatif tidak memiliki waktu untuk mendatangi pelayanan kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat BKKBN (2003) yang menyatakan bahwa di puskesmas terdapat pelayanan

Parameter B Wald p OR

Pengetahuan 0,995 3,370 0,066 2,706 Sosial budaya 1,656 8,798 0,003 5,238 Constant -1,832 10,206 0,001 0,160 -2 Log Likelihood = 93,925 G = 16,929 pv = 0,000

(6)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 6 Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang

umumnya melayani ibu dan anak saja, sehingga pria merasa enggan untuk konsultasi dan mendapat pelayanan.

Hasil penelitian yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dominan pria PUS dalam mengambil keputusan pemakaian kontrasepsi dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi dapat disebabkan karena adanya kesadaran dari sebagian pria PUS bahwa dalam menentukan jumlah dan jarak kelahiran merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri, sehingga hal ini menyebabkan dominasi pria dalam KB tidak berhubungan dengan penggunaan vasektomi. Hal ini sesuai dengan pendapat Parwieningrum (2006), yang menyatakan bahwa kesetaraan dan keadilan gender merupakan suatu kondisi yang menunjukkan hubungan harmonis antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.

Hasil penelitian yang menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan atau religius dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi dapat disebabkan karena pria PUS mempunyai kepercayaan bahwa penggunaan kontrasepsi diperbolehkan oleh agama asal tidak memutus total kemungkinan memperoleh keturunan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Pramushinto (2006) dan Heru

(2008), yang menyatakan bahwa para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa KB yang dibolehkan syariat adalah usaha pengaturan dan penjarangan kelahiran, atau usaha pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi disebabkan bahwa saat ini biaya pemakaian atau penggunaan vasektomi yang relatif murah bahkan pemerintah melalui BKKBN memberikan pelayanan gratis bagi pria PUS. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarjati (2005) yang menyatakan bahwa partisipasi kaum pria dalam menyukseskan program KB masih sangat rendah, memberikan kondom secara cuma-cuma dan memberikan pelayanan vasektomi gratis kepada keluarga miskin yang hendak menjadi akseptor KB tidak mampu meningkatkan secara signifikan partisipasi pria dalam KB.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel sosial budaya merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan penggunaan vasektomi dapat disebabkan karena dengan sosial budaya yang mendukung dimana pria tidak menganggap bahwa melakukan vasektomi

(7)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 7 sama dengan di kebiri dan tidak dapat

memiliki keturunan tentunya hal ini akan berdampak pada peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB khusunya vasektomi. Hal ini sejalan dengan pendapat Asri (2005), yang menyatakan bahwa hambatan utama dalam peningkatan partisipasi pria dalam penggunaan vasektomi adalah masih banyaknya budaya masyarakat yang menganggap bahwa jika seorang pria melakukan vasektomi berarti ia sudah di kebiri untuk tidak lagi memiliki keturunan. Padahal vasektomi masih memungkinkan pria memiliki keturunan, sementara bila pria di kebiri tidak ada lagi kemungkinan memiliki keturunan karena saluran sel telurnya sudah ditutup.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan pria PUS tentang kontrasepsi vasektomi dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi (χ2 = 5,833, pv = 0,016, OR = 3,690 CI: 1,372 – 9,927).

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara sosial budaya dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi (χ2 = 11,243, pv = 0,001, OR = 6,368 CI: 2,196 – 18,467).

3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aksesibilitas pria PUS terhadap sarana pelayanan kontrasepsi dengan

penggunaan kontrasepsi vasektomi (χ2 = 2,960, pv = 0,085).

4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara dominasi pria PUS dalam mengambil keputusan pemakaian kontrasepsi dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi (χ2 = 0,028, pv = 0,886).

5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan atau religius dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi (χ2 = 0,750, pv = 0,386).

6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ekonomi dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi di wilayah kerja Puskesmas Kesugihan II Kabupaten Cilacap Tahun 2010 (χ2 = 0,163, pv = 0,686).

7. Terdapat faktor yang paling dominan berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi vasektomi yaitu faktor sosial budaya (OR = 5,238, pv = 0,003, α = 0,05).

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak Puskesmas Kesugihan II yang telah memberikan izin penelitian ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap dan Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA) yang telah bersedia memuat hasil penelitian ini.

(8)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 8

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi dan Narbuko 2007, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta. Arum dan Sujiyatini 2009, Panduan Lengkap

Pelayanan KB Terkini, Nuha Medika, Yogyakarta.

Arikunto, S. 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi revisi IV, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Asri 2005, Vasektomi dan Dua Anak Enak, dilihat tanggal 18 Agustus 2010 <http://www.kompas.com>.

Azwar, S. 2000, Reliabilitas dan Validitas, edisi ketiga. cetakan kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

_______. 2002. Pengukuran Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

BKKBN 2002, Panduan Pelaksanaan Jaminan Mutu Pelayanan Keluarga Berencana, Jakarta.

_______, 2003, Buku Saku Kesehatan Reproduksi Pria, Jakarta.

_______, 2004, Kontrasepsi Pria : Seri Booklet Peningkatan Partisipasi Pria, Jakarta.

Cunningham, F. Gary. 1995, Obstetri Williams (Williams Obstetric), Alih Bahasa Suyono dan Hartono, Edisi 18, EGC, Jakarta.

Everett 2007, Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduksi, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Glassier dan Gebbie 2005, Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Hadi. S, 2000, Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan BASICA. Andi Offset, Yogyakarta.

Hartanto 2004, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, cetakan kelima, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Hastono. 2001, Modul Analisa Data, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Heru, 2008, KB itu Mengatur Keturunan, dilihat tanggal 17 Agustus 2010 http://www.bkkbn.go.id

Notoatmodjo, S. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan. cetakan ketiga, Rineka Cipta, Jakarta.

_______. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta

Parwieningrum, 2006, Isu Gender, Klien dan Pemberi Pelayanan dalam KB-KR, dilihat tanggal 5 Februari 2010 <http://www.bkkbn.go.id/article>. Pramusintho 2006, MUI Nyatakan Vasektomi

dan Aborsi Korban Perkosaan Boleh Dilakukan, dilihat tanggal 17 Agustus 2010 <http://www.mui.or.id>.

Profil KB Propinsi Jawa Tengah Tahun 2007.

Saifuddin 2004, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, cetakan keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Santoso S, 2002, Mengolah Data Secara Profesional, Elex Media Computido, Jakarta.

Saryono 2008, Metodologi Penelitian Kesehatan, Mitra Cendikia, Yogyakarta.

Siti Aminah 2008, Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Kontrasepsi Pria Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria Di Puskesmas Sentolo II Kabupaten Kulon Progo Tahun 2007, Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surya Global, Skripsi, Tidak dipublikasikan.

Sriudiyani 2003, Studi Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan didalam Keluarga untuk Bidang KB-KR, dilihat tanggal 17 Agustus 2010 http://www.bkkbn.go.id

Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. cetakan kesembilan, Alfabeta Bandung Sumarjati 2005, Partisipasi Pria dalam

Program KB masih Rendah, dilihat tanggal 17 Agustus 2010 http://www.depkes.co.id

Suratun 2008, Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi, cetakan petama,Trans Info Media, Jakarta.

(9)

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. IX, No. 1, Maret 2016 9 Suyatno 2008, Pangan dan Gizi Sebagai

Indikator Kemiskinan, Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang

Undang-undang No. 10 Tahun 1992, Tentang Perkembangan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Wahid 2008, Vasektomi (“Membikin Anak” Tanpa Harus Menghasilkan Anak), dilihat tanggal 18 Agustus 2010 http://www.ibnuwahid.com.

WHO 2006, Ragam Metode Kontrasepsi, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Wiji Sayekti, E 2006, Deskripsi Tingkat Motivasi Pria untuk Mengikuti Kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) , Cilacap, STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH, Karya Tulis Ilmiah.

Winarni 2005, Partisipasi Pria dalam ber-KB (Sumber data:SDKI 2002-2003), dilihat tanggal 17 Agustus 2010 http://www.bkkbn.go.id.

Yasril & Kasjono 2009, Analisis Multivariat Untuk Penelitian Kesehatan, Mitra Cendekia Press, Yogyakarta.

Gambar

Tabel  2.  Hubungan  Sosial  Budaya  Pria  PUS  Dengan  Kontrasepsi  Vasektomi  Di  Wilayah  Kerja  Puskesmas  Kesugihan  II  Kabupaten  Cilacap
Tabel  3.  Hasil  Pengujian  Regresi  Logistik  Antara  Pengetahuan  dan  Sosial  Budaya  Dengan Penggunaan Kontrasepsi Vasektomi

Referensi

Dokumen terkait

skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan tafsiran Suyanto dan Sartinem (2009: 227). Pengkonversian skor menjadi pernyataan penilaian ini da- pat dilihat

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

“ Masyarakat Salatiga belum mengetahui sejarah atau lahirnya Batik Plumpungan

pengguna menganggap melakukan pembelian melalui sosial media lebih beresiko karena tidak adanya garansi mengenai suatu produk yang ditawarkan, kasus kasus penipuan

Persentil ke 25 berada pada posiis nilai antara pertama dan kedua dengan selisih 0,75. Nilai pada posisi pertama adalah 43 dan nilai pada posisi kedua

(Ekspresi Petualangan Kami dari Masa Ke Masa dalan

Lloyd sangat bersimpati pada kebutuhan pekerja untuk beristirahat “kita semua telah bekerja pembongkaran di sini,” katanya, tapi cepat menjepit pada orang-orang yang tidak sah..

Literasi informasi merupakan kemampuan yang sangat penting dimiliki seseorang terutama dalam dunia perguruan tinggi karena pada saat ini semua orang dihadapkan