• Tidak ada hasil yang ditemukan

(TOPOGRAPHY EFFECT O N THE SIMULATION O F SEASONAL PRECIPITATION IN MARITIM E CONTINENT ( ) USING HadRM3P MODEL AND DATA APHRODITE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(TOPOGRAPHY EFFECT O N THE SIMULATION O F SEASONAL PRECIPITATION IN MARITIM E CONTINENT ( ) USING HadRM3P MODEL AND DATA APHRODITE)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TOPOGRAFI PADA SIMULASI PRESIPITASI MUSIMAN DI BENUA MARITIM (1970-2000) MENGGUNAKAN

MODEL HadRM3P DAN DATA APHRODITE

(TOPOGRAPHY EFFECT O N THE SIMULATION O F SEASONAL PRECIPITATION IN MARITIM E CONTINENT (1970-2000) USING

HadRM3P MODEL AND DATA APHRODITE)

Kadarsah

Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

kadarsah@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan UK Met Office Hadley Center Regional Climate Model (HadRM3P) dalam menampilkan seasonal presipitasi klimatologi di Benua Maritim (BM) saat simulasi jangka panjang (1970-2000). Model HadRM3P merupakan bagian dari sistem model iklim regional Providing Regional Climates for Impact Studies (PRECIS). Model regional dijalankan dengan menggunakan kondisi lateral boundary ERA-40 pada resolusi horizontal 0.50, 19 lapisan atmosfer dan empat lapisan tanah. Analisis dilakukan pada rata-rata observasi APHRODITE dan curah hujan simulasi. Hasilnya menunjukkan ERA-40 dapat mensimulasikan curah hujan dengan baik ketika dibandingkan dengan observasi khususnya saat JJA. Simulasi mengalami overestimate pada topografi tinggi saat dibandingkan dengan data APHRODITE, hal tersebut akibat penanganan yang tidak tepat skema sigma gradient permukaan pada topografi yang curam dan kasarnya resolusi model dalam merepresentasikan kompleknya topografi di BM. Informasi makalah diterima 27 Oktober 2014, diperiksa 19 Desember 2014, disetujui 29 Mei 2015, diterbitkan Juli 2015 Kata kunci: APHRODITE, ERA-40, HadRM3P, PRECIS, Seasonal presipitasi

34

(2)

Abstract

The purpose of this study was to evaluate the skill of the UK Met Office Hadley Center Regional Climate Model (HadRM3P) in describing the seasonal variability of the main climatological features over maritime continent long-term simulations (1970-2000). This model is part of the regional climate modeling system Providing Regional Climates for Impact Studies (PRECIS). The HadRM3P regional model forced with the lateral boundary condition from ERA-40 at 0.500 horizontal resolution with 19 levels i n the atmosphere and four levels i n the soil. The analysis

was performed using seasonal averages from observed from

APHRODITE and simulated precipitation. The results show that the ERA- 40 simulates well the spatial distribution of seasonal precipitation when compared with observations particularly in JJA. The simulation is to overestimate precipitation amounts over high topography in comparison to the APHRODITE data, presumably because of incorrect handling of the gradients along steep sigma surfaces and too coarse of the grid resolution to represent the co'mp!ex topography over the

maritime continent. '

Keyword: APHRODITE, ERA-40, HadRM3P, PRECIS, seasonal

precipitation '

X. PENDAHULUAN

Benua Maritim atau maritime continent (istilah yang diciptakan oleh Ramage tahun 1968 [8], terdiri dari berbagai macam pulau-pulau kecil dan besar serta perairan lepas pantai di Asia Tenggara. Kawasan ini merupakan objek penelitian yang sangat menarik khususnya tentang curah hujan. Variabilitas curah hujan yang terjadi merupakan hasil proses komplek dari berbagai siklus, salah satunya siklus diurnal. Siklus diurnal konveksi di atas BM dengan sistem kepulauan dan laut yang sangat kompleks akan menaikkan sirkulasi angin darat/laut, lebih luas lagi pengaruhnya dapat mempengaruhi neraca energi dan siklus hidrologi sehingga mempengaruhi iklim wilayah tersebut. Interaksi multiskala di antara siklus diurnal pada BM dan proses skala luas juga mempunyai implikasi yang penting untuk pemodelan sirkulasi umum atmosfer global, karena Indonesia berada pada inti daerah monsoon yang paling kuat diantara sirkulasi Hadley dan Walker. Sirkulasi angin

(3)

membawa kelembaban yang tinggi, yang dikumpulkan dari evaporasi permukaan yang terjadi di Samudra Pasifik yang luas, menuju ke BM. Angin baratan di Samudera Hindia juga membawa kelembaban menuju BM, terutama pada musim semi dan gugur [1]. Akibatnya, daerah di sekitar BM membentuk daerah hujan yang sangat luas di bumi, dan panas laten kondensasi dilepaskan dari proses presipitasi menggerakkan sirkulasi atmosfer dalam skala luas sebagai "kotak pendidih" bagi atmosfer bumi [9]. Secara umum, model sirkulasi atmosfer global yang beresolusi besar secara substansial mengalami

underestimate ketika mensimulasikan curah hujan di BM [5]. Hal ini

disebabkan karena resolusi grid dari model global tersebut terlalu besar untuk mewakili topografi yang kompleks di daerah BM. Oleh karena itu, proses dinamis dalam skala kecil di BM tidak dapat ditampilkan pada model sirkulasi atmosfer global. Sehingga salah satu solusinya adalah penggunaan model regional dengan ukuran domain model yang kecil, resolusi yang cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk mempelajari proses-proses atmosfer regional BM tanpa memerlukan sumber daya komputasi yang tinggi. Simulasi curah hujan model regional HadRM3P dengan lateral boundary ERA-40 dilakukan untuk mengetahui presipitasi musiman BM (1970-2000) dan sekaligus bias errornya ketika dibandingkan dengan data observasi APHRPDITE. 2. METODE PENELITIAN

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah the Hadley

Centre regional climate model (HadRM3P). Model ini merupakan

bagian dari sistem model regional Providing Regional Climates jfpr

Impact Studies (PRECIS) yang secara lengkap dijelaskan oleh Jones [2].

Model HadRM3P dijalankan dengan menggunakan kondisi lateral boundary ECMWF Re-Analysis 40 (ERA-40) pada resolusi horizontal

0. 5°, 19 lapisan atmosfer dan empat lapisan tanah. Simulasi dilakukan selama tahun 1970-2000 dengan domain 95-132 BT dan 12 US-lpLM seperti ditunjukkan Gambar 2-1. Simulasi presipitasi dilakukan dalam tiga bulanan atau seasonal untuk Desemter-Januari-Februari (pJir), Maret-April-Mei (MAM), Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September- Oktober-November (SON) . Untuk mengetahui bias error digunakan! data APHRODITE pada rentang tahun yang sama (1970-2000).

(4)

Pengolahan data model dan APHRODITE [11] menggunakan Climate

Data Operator (CDO) dan GrADS sebagal Software untuk menampilkan

hasil akhirnya.

Gambar 2-1: Domain penelitian 95-132 BT dan 12LS-10LU 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi rata-rata presipitasi musiman DJF, MAM, JJA dan SON ditunjukkan Gambar 3-1. Secara umum, terlihat pada saat DJF memiliki presipitasi tertinggi'dan JJA merupakan presipitasi terendah. Kondisi tersebut bertepatan dengah puncak musim hujan di Indonesia pada saat DJF dan musim kemarau pada saat JJA. Presipitasi juga terlihat terkonsentrasi di tengah pulau. Hasil yang sama juga dihasilkan oleh simulasi menggunakan model RegCM3 oleh Qian [6]. Konsentrasi presipitasi yang tinggi umumnya terletak pada topografi yang tinggi. Sehingga pengaruh topografi sangat penting dalam pembentukan presipitasi di BM melalui mekanisme presipitasi orografi. Pengaruh topografi di BM dibahas oleh Kadarsah [3] menggunakan model RegCM4 sedangkan pengaruhnya di Pulau Jawa dibahas oleh Qian dkk

(5)

Gambar 3-1 : Rata-rata presipitasi musiman (DJF, MAM, JJA dan SON) hasil simulasi model HadRM3P selama 1970-2000

Gambar 3-2 : Rata-rata presipitasi musiman (DJF, MAM, JJA dan SON) menggunakan data APHTODITE selama 1970-2000

(6)

Analisis kinerja model HadRM3P di lakukan dengan membandingkan keluaran model dengan data observasi dari APHRODITE yang hasilnya ditunjukkan oleh Gambar 3-3. Gambar 3-3 menunjukkan bias model dan merupakan hasil dari keluaran model di kurangi data observasi APHRODITE. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa bias terbesar terjadi saat DJF dan terkecil saat JJA. Bias terbesar pada masing-masing musim terjadi pada topografi yang tinggi misalnya Pegunungan Iban dan Muller di Kalimantan, Bukit Barisan di Sumatera dan pegunungan di sekitar Sulawesi Tengah. Kondisi tersebut sesuai dengan keluaran model HadRM3P yang ditunjukkan Gambar 3-4. Pada Gambar 3-4, umumnya topografi terletak di tengah-tengah pulau yang merupakan lokasi presipitasi yang mengalami bias maksimum.

Gambar 3-3 : Bias rata-rata presipitasi musiman (DJF,MAM,JJA dan SON) model HadRM3P dengan data observasi APHRODITE selama

(7)

Gambar 3-4 : Topografi keluaran model HadRM3P

Ketidakmampuan model dalam merepresentasikan topografi yang komplek khususnya pada topografi yang tinggi merupakan masalah utama pada beberapa model ketika diterapkan di BM. Hal yang sama terjadi saat Mc Gregor [4] melakukan simulasi pada daerah dengan topografi yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena penanganan atau skema gradient yang salah dari permukaan sigma topografi yang curam.

4. KESIMPULAN

Model HadRM3P saat dijalankan dalam simulasi jangka panjang (1970-2000), resolusi 0.5°, lateral boundary ERA-40 dan dibandingkan dengan data observasi APHRODITE, hasilnya menunjukkan, simulasi terbaik (terburuk) dicapai saat J J A (DJF). Bias maksimum terjadi pada topografi yang tinggi hal ini disebabkan resolusi model yang terlalu kasar dalam merepresentasikan topografi yang komplek dan penggunaan Skema sigma gradient permukaan yang gagal dalam merepresentasikan topografi yang curam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didukung atas bantuan data dari Workshop SEACAM (Phnom Penh, Kamboja, 26-30 August 2013 ) dan Workshop C0RDEX (27-30 Agustus 2013 , Kathmandu, Nepal)

(8)

PERNYATAAN PENULIS

Isi makalah ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis. DAFTAR PUSTAKA

1. Hastenrath, S., and P. J. Lamb, 2004, Climate dynamics of atmosphere and ocean in the equatorial zone: A synthesis. Int. J.CIimatoC24,1601-1612

2. Jones RG, Noguer M, Hassell DC, Hudson D, Wilson SS, Jenkins GJ,Mitchell JFB (2004) Generating high resolution climate change change scenarios using PRECIS. Met Office Hadley Centre,Exeter, UK

3. Kadarsah, Jose Rizal, 2012, Analisis Pengaruh Topografi Terhadap Curah Hujan Indonesia Menggunakan RegCM4 . Prosiding Jurnal Scientific BMG 2012.Edisi 7.ISBN:978-979-1241-46-5

4. McGregor, J. L., 1997, Regional climate modeling. Meteorology and Atmospheric Physics, 63,105-117 \

5. Neale, R., and J. Slingo,

2003, ThevMaritime Continent and its role

in the global climate: A GCM study. 1. Climate^ 16,834-848

5. Qian, J.-H., 2008, ~Why precipitatiorv is mostly concentrated over islands in theMaritime Continent. J.Atmos. Sci., 65,1428-1441

6. Qian JH, Robertson AW, Moron V. ,2010, Interactions among ENSO, the monsoons, and diurnal cycle in rainfall variability over Java, Indonesia. J Atmos Sci 67: 3509-3524

7. Ramage, C. S., 1968: Role of a tropical maritime continent in the atmospheric circulation. Mon. Wea. Rev., 96, 365-370

8. Simpson,J.E.,T. D. Keenan,v B. Ferrier, R. H. Simpson, and G. J.

Holland,1993: Cumulus merger in the Maritime Continent region.Meteor. Atmos. Phys., 51, 73-99

9. Wyrtki, K., 1973: An equatorial jet in the Indian Ocean. Science,181, 262-264

10. Yatagai, A., K. Kamiguchi, O. Arakawa, A. Hamada, N. Yasutomi, and A. Kitoh, 2012, APHRODITE: Constructing a Long-Term Daily Gridded Precipitation Dataset for Asia Based on a Dense NetWork of Rain Gauges. Bull. Amer. Meteor. Soc., 93, 1401-1415. doi:

Gambar

Gambar 2-1: Domain penelitian 95-132 BT dan 12LS-10LU
Gambar 3-2 : Rata-rata presipitasi musiman (DJF, MAM, JJA dan SON)  menggunakan data APHTODITE selama 1970-2000
Gambar 3-3 : Bias rata-rata presipitasi musiman (DJF,MAM,JJA dan  SON) model HadRM3P dengan data observasi APHRODITE selama
Gambar 3-4 : Topografi keluaran model HadRM3P

Referensi

Dokumen terkait

Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk

[r]

PERBANDINGAN TINGKAT KEBUGARAN JASMANI SISWA EKSTRAKURIKULER PASKIBRA DAN SISWA YANG TIDAK MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER APAPUN DI SMA NEGERI 3 PURWAKARTA Universitas

Untuk dapat menjawab soal ini Anda dapat mempelajari Modul 2 KB 1 tentang Landasan Pengembangan Kurikulum7. Salah satu ciri pengembangan kurikulum yang menerapkan pendekatan

mempunyai komitmen yang tinggi pada organisasi atau perusahaan..

ebagaimana tertuang dalam formulir isian buktian kualifikasi dapat

Corporate governance, which indicated by board size, gender diversity and managerial ownership showed a positive significant impact on firm value 13, 16, 17, 22.. Thus the

a) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang relevan dan bahan kajian ke arah konsep-konsep pengembangan peserta didik maupun linngkungan