• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Artis Cilik Dalam Perjanjian Kerja Dengan Rumah Produksi Sinetron Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak JUNCTO Undang-Undang Nomor 13 Tahuan 2003 Tentang Ketenagakerjaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Artis Cilik Dalam Perjanjian Kerja Dengan Rumah Produksi Sinetron Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak JUNCTO Undang-Undang Nomor 13 Tahuan 2003 Tentang Ketenagakerjaan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

69 A. BUKU-BUKU

Abdul Khakim, Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Emeliana Krisnawati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV. Utomo, Bandung, 2005.

H. R. Otje Salman, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali), Refika Aditama, Bandung 2004.

Hetty Hassanah, Up-Grading Refreshing Cours-Legal Research

Methodology, makalah disampaikan dalam Seminar Fakultas Hukum Unikom

pada tanggal 12 Februari 2011, Bandung, hlm.6

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama, Hubungan kerja, Djambatan, Jakarta, 1987.

Mariam Darus Badrudzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet. III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010

R. Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007.

(2)

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2007.

Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1972.

White Ben dan Indrasari Chandraningsih, Child Worker in Indonesia, AKATIGA, Bandung, 1998.

Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

B. UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (SPPN)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP

100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu

(3)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor KEP 100/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan Bagi Anak yang

Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.

C. ARTIKEL

UNICEF-ILO, Children at Work, a report based on the ILO and

UNICEF regional Training workshop on programmatic and replication issues

related to child labour and street children, 1995

D. LAIN-LAIN

Wawancara Terhadap Orang Tua Artis, Pada Hari Sabtu Tanggal 03

(4)

Veri Suherman 31607007

Abstract

Nowaday, show businesses intensively involve many children in their performance, especially in a cinema electronic (Sinetron). most commercial televisions show many sinetron involving children roles. Children artist as children workers have been a potential human resources to developed their talent. It is regulated by KEPMEN Number 115/2004. However, children workers also have become a problem that have not been overcome. Therefor, researcher is interested to analyze how is low protection on children artists in a work contract with cinema’s home production? and how is a responsibility of the represented in a work contract? And what are the sanctions if the represented violating the law by exploiting the children?

The type of research that conducted is a descriptive analysis by describing the facts of the primary data and secondary data which applying normative juridicial method. The resulting data were analyzed by juridical qualitative, so that the hierarchy of legislation can be considered as well as to guarantee legal certainty.

(5)

vii

UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh:

VERI SUHERMAN 31607007

Abstrak

Industri hiburan Indonesia dewasa ini banyak di meriahkan oleh artis-artis cilik, khususnya dalam produksi sinetron. Kita dapat menyaksikan hampir setiap hari diberbagai sinetron diperankan oleh artis-artis cilik. Pekerja anak sebagai artis cilik juga berpotensi untuk mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 115 Tahun 2004 yang selanjutnya disebut Kepmen No.115/2004 dan dengan maraknya anak yang menjadi artis cilik diharapkan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berrkualitas. Namun pekerja anak pada dasarnya merupakan salah satu permasalahan sosial yang belum pernah tuntas ditanggulangi. Oleh karena itu, penulis berusaha menganalisis perlindungan terhadap artis cilik dalam pelaksanaan perjanjian kerja dalam pembuatan sinetron serta bagaimana tanggung jawab seorang wali atas perjanjian kerja dan sanksi apa yang dapat diberikan apabila terbukti melakukan eksploitasi terhadap anak.

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, dengan menggunakan metode ini dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai kasus yang sedang diteliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,kemudian dianalisis dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri hiburan Indonesia dewasa ini banyak dimeriahkan oleh artis-artis

cilik, khususnya dalam produksi sinetron. Hampir setiap hari diberbagai sinetron

diperankan oleh artis-artis cilik. Menyaksikan kemampuan para artis cilik tersebut di

layar kaca memang menarik dan menyenangkan, bahkan banyak dari mereka yang

menjadi sosok idola bagi para penikmat televisi.

Pekerja anak sebagai artis cilik juga berpotensi untuk mengembangkan minat

dan bakatnya sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 115

Tahun 2004 yang selanjutnya disebut Kepmen Nomor 115/2004 dan dengan

maraknya anak yang menjadi artis cilik diharapkan dapat menghasilkan Sumber

Daya Manusia (SDM) yang berrkualitas.

Pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan

bahwa anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.

Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang ketenagakerjaan ditegaskan bahwa

pengusaha dilarang memperkerjakan anak, tetapi ketentuan dalam pasal tersebut

dapat dikecualikan seperti yang diatur dalam Pasal 96 ayat (1) bahwa bagi anak

yang berumur 13 (tiga belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun dapat melakukan

pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dan kesehatan fisik,

(7)

juga bahwa pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan

sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :

a. Izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali ;

c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam ;

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah ;

e. Keselamatan dan kesehatan kerja ;

f. Adanya hubungan kerja yang jelas ; dan

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perjanjian kerja yang dibuat harus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa :

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi

kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”

Perjanjian kerja antara pekerja atau artis cilik yang diwakili oleh wali/orangtua

dengan pihak rumah produksi sinetron harus memenuhi syarat-syarat yang telah

diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu :

a. Kesepakatan kedua belah pihak ;

b. Kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum ; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan

(8)

Semua peraturan di atas pada kenyataannya sangat berlawanan dengan

kondisi yang ada saat ini, karena banyak juga dari anak-anak yang masih berumur

dibawah 13 (tiga belas) tahun melakukan pekerjaan sebagai artis cilik dan dengan

waktu kerja yang sangat padat yaitu lebih dari 3 (tiga) jam sehari, untuk artis cilik

yang bekerja sebagai pemain sinetron sehingga mengganggu waktu sekolah, fisik,

mental, dan sosial artis cilik tersebut.

Akibat perjanjian kerja antara rumah produksi film sinetron dengan artis cilik

banyak menimbulkan dampak negatif seperti yang dialami oleh artis cilik bernama

Kemal Fathurrahman, karena terlalu padatnya jadwal pemutaran film maka

berdampak langsung dengan terganggunya waktu sekolah.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang

selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Perlindungan Anak memiliki asas dan

tujuan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Undang-Undang

Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi hak-hak Anak yang meliputi :

a. Non diskriminasi ;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak ;

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan ; dan

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari

(9)

berakhlak mulia, dan sejahtera. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak

menegaskan

“bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi”

Beradasarkan Undang-undang Perlindungan Anak juga dicantumkan bahwa

Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Berdasarkan keadaan beserta masalah yang telah disebutkan di atas, maka

penulis memiliki keinginan melakukan penulisan hukum berupa skripsi yang berjudul

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS CILIK DALAM PERJANJIAN

KERJA DENGAN RUMAH PRODUKSI SINETRON DIHUBUNGKAN DENGAN

DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN

ANAK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perlindungan terhadap artis cilik dalam pelaksanaan perjanjian

kerja pembuatan sinetron ditinjau dari dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam perjanjian kerja dan sanksi

apa yang dapat diberikan apabila terbukti melakukan eksploitasi anak

(10)

Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan hukum ini adalah:

1. Mengetahui dan memahami perlindungan terhadap artis cilik dalam

pembuatan sinetron sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan dan

Undang-undang Perlindungan Anak.

2. Mengetahui dan memahami tanggung jawab para pihak dalam perjanjian dan

sanksi apa yang dapat diberikan kepada para pihak apabila terbukti

melakukan eksploitasi anak

D. Kegunaan Penelitian

Penulisan hukum ini diharapkan dapat diperoleh kegunaan, baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Kegunaan teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam berbagai upaya

pengembangan ilmu hukum dan pembaharuan hukum nasional dalam

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Aasai Manusia.

2. Kegunaan praktis

Memberikan masukan bagi rumah produksi film/sinetron dan artis cilik yang

diwakilkan oleh walinya (orang tua) sebagai para pihak yang melakukan

(11)

E. Kerangka Pemikiran

Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 khususnya Alinea kedua

menyatakan bahwa: “Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada

saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia

kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,

adil dan makmur”. Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945

yang merupakan tujauan bangsa Indonesia dinyatakan bahwa tujuan bangsa

Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 tersebut di atas, jelas bahwa keadilan

dan kemakmuran serta kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia

merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia. Agar dapat

mewujudkan tujuan tersebut, tentunya harus dilaksanakan melalui suatu proses

mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan bakat dan minat, karena

mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan bakat dan minat itu

sendiri merupakan suatu perubahan kearah yang lebih baik sebagaimana yang

dicita-citakan dan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.

Berpijak pada konsep pemikiran yang melekat dalam Alinea II Pembukaan

UUD 1945 (terutama makna “adil dan makmur”), menurut Otje Salman tujuan hukum

pada dasarnya adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Makna adil dan

(12)

bersifat ruhani maupun jasmani.1 Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur

ditandai oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta

terpenuhinya kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan,

pendidikan dan lapangan kerja.

Filsafat yang mendasari alinea kedua pembukaan Undang-Undang Dasar

tahun 1945 ini adalah aliran utility, yang dipelopori oleh John Locke dengan konsepnya hukum memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada orang

sebanyak-banyaknya (the greatest happing for the greatest numbers).

Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan telah mengamanatkan bahwa salah satu

tujuan nasiaonal adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa. Tujuan tersebut terwujud apabila kehidupan masyarakat

Indonesia mencapai tingkat kesejahateraan yang wajar, tidak kekurangan dalam

pemenuhan kebutuhan pokok baik sandang, pangan, rumah dan khususnya adalah

pendidikan.

Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan :

“bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada

kecualinya.

Pasal 27 ayat (2) menyebutkan :

“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”

1

(13)

Berdasarkan isi UUD 1945 di atas maka seorang warga Negara berhak

bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak. Sedangkan UUD 1945 pasal 28

B ayat (2) menyebutkan bahwa :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 juga menegaskan :

“Bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan

dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu

pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya

dan demi kesejahteraan umat manusia”

Berdasarkan Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 maka

seorang anak berhak untuk mengembangkan diri dan mendapat pendidikan dan

memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni serta budaya. Anak

juga berhak atas kelangsungan hidup serta berhak atas pelindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.

Seorang anak yang mengembangkan minat dan bakatnya sebagai artis cilik

akan membuat perjanjian kerja yang diwakili oleh seorang wali/orangtua dengan

pihak perusahaan (rumah produksi) yang akan memperkerjakannya. Oleh karena

itu, perjanjian para pihak dapat menentukan segala macam bentuk perikatan selama

tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, atau peraturan

perundang-undangan, hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung

dalam pasal 1338 ayat (1) Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang

(14)

Maksud kebebasan berkontrak adalah bebas untuk menentukan atau

menetapkan isi dan bentuk perjanjian selama tidak bertentangan dengan kesusilaan,

ketertiban umum, atau peraturan perundang-undangan, dengan kata lain para pihak

pembuat perjanjian tersebut dalam keadaan bebas dalam arti tetap selalu berada

dalam ruang lingkup yang dibenarkan atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.2

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau

lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu

berhak atas prestasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi.3

Pengertian perjanjian bisa ditemukan pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang

menyebutkan :

“Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”

Pasal 1313 KUHPerdata ini mengatakan bahwa perjanjian tidak dapat

dilaksanakan oleh satu pihak saja, namun harus ada minimal dua pihak sehingga

terjadi apa yang disebut “perjanjian”.

Setiap perjanjian harus memenuhi syarat sah agar perjanjian tersebut dapat

dilaksanakan dan tidak menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Syarat sahnya

perjanjian ini diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dimana di dalam pasal ini diatur

bahwa untuk suatu perjanjian agar dapat dianggap sah maka harus memenuhi

empat syarat, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;

2

Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum perdata, Alumni, Bandung, 2002, hlm 213

3

(15)

c. Suatu hal tertentu ;

d. Suatu sebab yang halal.

Apabila seseorang yang belum cakap untuk melakukan suatu perikatan atau

dengan kata lain seseorang itu belum cakap hukum, maka apabila ingin melakukan

perikatan dengan pihak lain harus diwakilkan oleh walinya, misalnya seorang artis

cilik akan melakukan kesepakatan dan menandatangani suatu perjanjian kerja

dengan suatu rumah produksi sinetron maka umumnya yang mewakilkan artis cilik

tersebut adalah orang tuannya.

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian

kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau

pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak khususnya dalam Bab III diatur tentang hak dan kewajiban anak, hak-hak dan

kewajiban anak meliputi :

a. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”

b. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status

kewarganegaraan”

(16)

“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

bimbingan orang tua”

d. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan

sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”

e. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai

dengan minat dan bakatnya”

f. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan

dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatutan”

g. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk berisirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai

dengan minat, bakat dan tingkat keceradasannya demi pengembangan

diri”

h. Pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain

manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat

(17)

maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,

ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya”

i. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika

ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa

pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan

merupakan pertimbangan terakhir”

j. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa

bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa

yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan”

k. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan berhak

atas untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”

l. Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan

perlakuan secara manusiawi dan penempatan dari orang dewasa,

memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela dir dan

memperoleh keadilan didepan Pengadilan anak yang objeknya dan tidak

memihak dalam siding tertutup untuk umum”

(18)

“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”

Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak juga ditegaskan dalam bahwa

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab terhadap penyelanggaraan perlindungan anak.

F. Metode Penelitian

Metode Penelitian dalam penulisan hukum ini mengenai :

1. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis

yaitu metode penelitian yang digunakan dengan cara menggambarkan

a. Data dan fakta baik berupa : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan.

b. Data sekunder bahan hukum sekunder berupa doktrin atau pendapat

para ahli hukum terkemuka.

c. Data sekunder bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang didapat

dari majalah, brosur, artikel-artikel, surat kabar dan internet.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu secara

yuridis normatif, yaitu dimana hukum dikonsepsikan sebagai norma, asas

atau dogma-dogma.4 Pada penulisan hukum ini, penulis mencoba melakukan

penafsiran hukum gramatikal, yaitu penafsiran dilakukan dengan cara melihat

4

(19)

arti kata pasal dalam undang-undang yang digunakan dalam penulisan

hukum.

3. Tahap penelitian

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan hukum

primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan perlindungan

terhadap anak dan perjanjian kerja menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk menunjang dan melengkapi studi

kepustakaan dengan cara wawancara terstruktur dengan pihak-pihak

terkait.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :

a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data berupa data

primer, sekunder dan tersier yang berhubungan dengan

permasalahan yang penulis teliti.

b. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab dengan

pihak-pihak yang terkait dengan cara mempersiapkan pertanyaan

terlebih dahulu untuk memperlancar proses wawancara.

5. Metode Analisis Data

Analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan secara

yuridis kualitatif, yuridis kualitatif meliputi :

Memperhatikan hirarkis peraturan perundang-undangan, dimana peraturan

(20)

dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi.

Kepastian hukum, dalam arti perundang-undangan yang diteliti betul-betul

dilaksanakan dan didukung oleh penegak hukum.

6. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam

penyusunan skiripsi ini, yaitu :

1. Perpustakaan, diantaranya :

a) Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.112

Bandung.

b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Jl. Dipati Ukur

No.35 Bandung.

2. Instansi / Lembaga terkait :

PT. Lunar Jaya Film di Graha Arteri Mas Jl. Panjang 68, Kav. 38-39

Jakarta Barat.

3. Website :

a) http://wordpress.com

b) www.hukum-online.com

(21)

16

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

A. Perjanjian pada Umumnya

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata

(Burgerlijke Wetboek) menyatakan :

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena

undang-undang”

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian yaitu suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan

hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada

pihak lain untuk menunaikan prestrasi.1

Isitilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata Overeenkomst. Achmad Ichsan menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian atau Overeenkomst dengan persetujuan. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai

istilah Verbintenis dengan perutangan dan Overeenkomst dengan perjanjian. Menurut buku III BW mengatur mengenai Overeenkomst yang dikenal dua istilah terjemahan, yaitu :

a. Perjanjian

b. Persetujuan

Undang-undang memberikan definisi dari perjanjian yaitu pada Pasal 1313

BW yang menyatakan :

(22)

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Sehubungan dengan adanya perjanjian, maka konsekuensi logis yang timbul

adalah adanya ikatan-ikatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian atau

umumnya disebut perikatan. Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua

orang atau lebih yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang

satu terletak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi. Akibat hukum

dari adanya perikatan adalah hukum melekatkan hak pada satu pihak dan

meletakan kewajiban pada pihak lainnya.

Peristiwa yang terjadi dimana seseorang saling berjanji kepada orang lain

menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan,

dalam bentuk perikatan merupakan suatu rangkaian perikatan yang mengandung

janji dan kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Menurut perikatan terdapat 2 (dua) macam pihak, dimana pihak yang satu

bertindak sebagai debitur yaitu sebagai orang yang harus menunaikan prestasi dan

pihak lain bertindak sebagai kreditur sebagai orang yang berhak atas prestasi.

Prestasi adalah sesuatu yang dapat ditagih yang menjadi objek perikatan, adapaun

prestasi harus memenuhi syarat-syarat yaitu tidak boleh bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, harus terang dan jelas.

Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa perjanjian itu merupakan

perbuatan hukum antara dua belah pihak atau lebih, dimana terjadinya perjanjian ini

harus didasari oleh adanya kesepakatan antara para pihak tanpa ada paksaan dan

(23)

2. Asas-asas Dalam Perjanjian

Adapun asas-asas yang terkandung dalam perjanjian adalah :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri adalah asas yang sangat

penting dari hukum perjanjian.

b. Asas konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan pada Pasal 1320 BW dan Pasal 1338 BW,

dimana Pasal 1320 telah menjadi dasar diakuinya asas

konsensualisme pada hukum perjanjian Indonesia. Asas ini

merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya

tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya

kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian

antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

c. Asas Kekuatan Mengikat

Dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat

yang mana terikatnya para pihak tidak hanya sebatas pada apa yang

diatur dalam perjanjian namun juga pada kebiasaan dan kepatutan

serta norma-norma yang hidup dan berlaku di masyarakat.

Dengan adanya suatu keadaan yang saling mempercayai maka

pihak-pihak mempunyai keberanian untuk membuat suatu perjanjian

dengan harapan bahwa semua pihak akan melaksanakan hak-hak

dan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diatur dalam

perjanjian tersebut. Maka dengan kata lain perjanjian tidak akan lahir

jika tidak ada suatu sikap saling mempercayai antar pihak.

(24)

Asas ini merupakan kelanjutan dari asas yang mengharuskan setiap

pihak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di dalam perjanjian.

e. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuat

harus mengandung kepastian hukum. Hal ini terlihat dari kekuatan

mengikat dari perjanjian itu sendiri.

f. Asas Moral

Dalam suatu perikatan bias saja terjadi dimana seseorang melakukan

sesuatu bukan karena adanya kewajiban namun oleh dorongan

moral, peristiwa ini terjadi pada zaakwaarneming dimana seseorang melakukan perbuatan dengan suka rela (moral) dan yang

bersangkutan kemudian mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan

perbuatan tanpa menuntut kontraprestasi.

g. Asas Kepatutan

Asas ini berkenaan dengan isi perjanjian yang mengarahkan bawha

perjanjian itu juga harus dilaksanakan bersesuaian dengan kepatutan

dan rasa keadilan dalam masyarakat.

3. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Pasal 1320 BW menyatakan bahwa :

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

a. Sepakat merka yang mengikatkan dirinya ; b. Kecapakan untuk membuat suatu perjanjian ; c. Suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal”.

Dua syarat pertama, dinamakan subyektif, karena mengenai para pihak atau

(25)

dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek

dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Adanya kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari

perjanjian yang dibuat itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, juga dikehendaki

oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik,

misalnya si penjual menginginkan sejumlah uang, sedang si pembeli menginginkan

sesuatu barang dari si penjual.2

Kesepakatan menyiratkan bahwa di dalam perjanjian tidak boleh ada

paksaan, penipuan ataupun kekhilafan yang dilakukan oleh para pihak dalam

perjanjian seperti yang diatur pada Pasal 1321 BW. Pihak-pihak yang membuat

perjanjian harus cakap menurut hukum, pada dasarnya setiap orang dewasa atau

akil baliq dan sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Pada Pasal 1330 BW

menyebutkan mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu

perjanjian adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa ;

b. Mereka yang dibawah pengampuan.

4. Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Salah satu aspek yang sangat penting dalam perjanjian adalah perlaksanaan

perjanjian itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perjanjian inilah yang

menjadi tujuan orang-orang yang mengadakan perjanjian, karena dengan

(26)

pelaksanaan perjanjian itu para pihak yang membuatnya akan dapat memenuhi

kebutuhannya, kepentingannya serta mengembangkan minatnya.

Apabila dilihat dari wujudnya, perjanjian adalah rangkaian kata-kata yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang ducapkan atau

dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, dalam

perjanjian tercantum hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang

membuatnya.

Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan sebagaimana mestinya apa

yang merupakan kewajiban terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Oleh karena itu,

melaksanakan perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat sesuatu atau tidak

berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain yakni pihak yang berhak atas

pelaksanaan perjanjian tersebut.

Sebelum suatu perjanjian dilaksanakan, sudah tentu pihak-pihak yang akan

melaksanakan telah mengetahui dan menyadari sepenuhnya apa yang menjadi

kewajibannya di samping apa yang menjadi haknya.

5. Cara-cara Hapusnya Suatu Perjanjian

Hal-hal yang mengakibatkan hapusnya suatu perjanjian dalam BW

disebutkan pada Pasal 1381 adalah :

a. Karena pembayaran ;

b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan ;

c. Karena pembaharuan utang

d. Karena perjumpaan utang atau konpensasi ;

(27)

f. Karena pembebasan utangnya ;

g. Karena musnahnya barang uang terutang ;

h. Karena kebatalan dan pembatalan ;

i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam BAB kesatu

buku ini ;

j. Karena lewatnya waktu.

6. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja merupakan sebuah pernyataan yang sangat penting, yaitu

diantaranya berisi tentang setujunya seseorang untuk bergabung dalam perusahaan

sebagai pekerja. Sedangkan bagi pegawai, perjanjian kerja lebih berfungsi sebagai

pemberi rasa aman. Hal ini dikarenakan dalam perjanjian kerja tersebut termuat

pernyataan berupa hak-haknya sebagai pekerja yang akan dijamin.

Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pertama seperti yang disebutkan oleh

Pasal 1601 (a) BW, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa :

“perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh,

mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk

suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”

Selain itu mengenai perjanjian kerja juga diketengahkan oleh seorang pakar

Hukum Ketenagakerjaan Indonesia yaitu Imam Soepomo yang memberika definisi

tentang Perjanjian Kerja. Menurut Imam Soepomo perjanjian kerja adalah suatu

(28)

menrima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk

mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.3

Definisi perjanjian kerja juga diberikan oleh Subekti yang mengatakan bahwa

perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan,

perjanjian ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yaitu hubungan berdasarkan

pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati

oleh pihak lain.

Perjanjian kerja dapat dibedakan, diantaranya:4

a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

Adalah suatu perjanjian dimana 1 (satu) pihak menghendaki dari pihak

lain agar dilakukan suatu perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk

itu salah satu pihak bersedia membayar honorarium atau upah.

b. Perjanjian kerja

Adalah perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan, perjanjian

ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas, dimana pihak

majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh

pihak lain atau pekerja/buruh.

c. Perjanjian pemborongan kerja

3

Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama, Hubungan Kerja, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1987. Hlm. 57

4

(29)

Adalah suatu perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain

(yang memborong pekerjaan) menghendaki suatu hasil pekerjaan yang

disanggupi oleh pihak lain, atas suatu pembayaran uang tertentu sebagai

harga pemborongan.

Selanjutnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan memberikan definisi perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat

antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi

syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1

angka 14 menyebutkan bahwa :

“perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha

atau pemberi kerja atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak

dan kewajiban para pihak.”

Perjanjian kerja merupakan hal terpenting bagi seseorang yang bekerja

dalam suatu instansi/lembaga/perusahaan, karena dengan perjanjian kerja

memberikan legalitas bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan khusus yang

berupa hubungan kerja dengan instansi/lembaga/perusahaan tempatnya bekerja.

Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, sebagaimana

disebutkan pada Pasal 51 Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa :

“(1) perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan

(2) perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai

(30)

Hubungan kerja merupakan salah satu hubungan hukum yang timbul atau

lahir karena perjanjian yakni perjanjian kerja, dengan adanya perjanjian tersebut

maka lahir perikatan yaitu perikatan dalam hubungan kerja, yang mewajibkan

kepada para pihak untuk menunaikan kewajiban dan menuntut hak masing-masing

(prestasi dan kontra prestasi).

Pasal 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

menyatakan bahwa :

“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan

perintah.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha

dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur

pekerjaan, upah dan perintah.

Unsur-unsur perjanjian kerja menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan

ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah:5

1. Adanya pekerjaan (arbeid) ;

2. Di bawah perintah/gezag ver houding (maksudnya buruh melakukan pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi) ;

3. Adanya upah tertentu/loan ;

5

(31)

4. Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pension atau berdasarkan waktu tertentu).

Unsur yang pertama adalah adanya pekerjaan (arbeid), yaitu pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban

umum.

Unsur kedua, yaitu di bawah perintah (gezag ver houding), di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan

sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan

pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai pihak yang menerima perintah untuk

melaksanakan pekerjaan. Hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan

yang dilakukan antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinasi

(hubungan kerja yang berisfat vertikal, yaitu atas dan bawah).

Unsur ketiga adalah upah (loan) tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan

Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan

dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan

perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

(32)

Syarat sahnya perjanjian kerja mengacu pada syarat sahnya perjanjian

(perdata) pada umumnya, yakni :

a. Adanya kesepakatan antara para pihak

b. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau

kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak

dibawah perwalian/pengampuan)

c. Ada (obyek) pekerjaan yang diperjanjikan ; dan

d. (causa) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku atau halal (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang

Ketenagakerjaan).

Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak-pihak tidak memenuhi 2 (dua)

syarat awal sahnya perjanjian kerja maka perjanjian kerja dapat dibatalkan.

Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat tidak memenuhi 2 syarat terakhir sahnya

perjanjian kerja yakni obyek pekerjaan dan causanya tidak memenuhi ketentuan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void).

Dalam hal ini, artis cilik yang sudah tentunya belum cukup umur untuk

melakukan suatu perjanjian, maka dalam menyepakati dan memberi perjanjian kerja

dengan rumah produksi sinetron harus diwakili oleh orang tua atau walinya yang

diberi kuasa.

Sebagaimana jenis perjanjian lainnya maka pengakhiran perjanjian kerja

dapat disepakati oleh para pihak karena sifatnya yang konsensuil, selain itu

(33)

a. Pekerja/buruh meninggal

b. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian (apabila

perjanjian kerja berbentuk PKWT/Perjanjian Kerja waktu Tertentu)

c. Adanya putusan pengadilan yang inkracht, atau

d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu (telah) tercantum dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama

yang mengakibatkan berakhirnya hubungan kerja.

Perjanjian kerja tidak berakhir (hubungan kerja tetap berlanjut) karena :

a. Meninggalnya pengusaha ; atau

b. Beralihnya hak atas perusahaan, menurut Pasal 163 menyebutkan :

”pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja

terhadap pekerja/buruh dalam hal ini terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh berhak tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam

pasal 156 ayat (4)”

Terdapat 2 (dua) macam hubungan kerja yakni :

a. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,

(PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini dapat didasarkan atas

jangka waktu tertentu atau selesainya suatu (paket) pekerjaan

tertentu.

b. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu

(34)

a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur dalam Pasal 56 sampai

dengan Pasal 60 Undang-undang Ketenagakerjaan, jika mengacu pada Pasal 59

ayat (1) yang menyebutkan bahwa :

“perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan

tertentu yang menurut jenis dan sifatnya atau kegiatan pekerjaannya akan

selesai dalam waktu tertentu.”

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha

yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau

kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Pasal 59 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menentukan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak

dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya

terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari

suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan bersifat

musiman, tetapi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk

pekerjaan tertentu menurut jenis atau sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai

dalam waktu tertentu, yaitu :

a. Pekerjaan (paket) yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat

(35)

b. Pekerjaan yang waktu penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang

tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun khususnya untuk PKWT

berdasarkan selesainnya (paket) pekerjaan tertentu ;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau

produk tambahan (yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan).

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan pada paket

pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara serta

pekerjaan yang waktu penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu

lama adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang didasarkan atas selesainya

pekerjaan tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan atas selesainya

pekerjaan tertentu dibuat hanya untuk paling lama 3 (tiga) tahun dan lama

perjanjiannya harus dicantumkan batasan paket pekerjaan dimaksud sampai

sejauhmana dinyatakan selesai. Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan

tersebut dapat diselesaikan lebih awal dari yang diperjanjikan maka Perjanjian Kerja

Waktu Tertentu (PKWT) berakhir demi hukum. Dengan kata lain, perjanjian berakhir

dengan sendirinya pada saat selesainya pekerjaan.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk pekerjaan-pekerjaan yang

berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih

dalam masa percobaan atau penjajakan dijelaskan lebih lanjut dalam Kepmen

No.100/2004 bahwa PKWT hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2

(36)

kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan atau

penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang melakukan

pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.

Berdasarkan beberapa jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di atas,

dalam praktek sehari-hari dikenal juga Perjanjian Kerja Harian Lepas.

Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume Pekerjaan-pekerjaan serta

pembayaran upah yang didasarkan pada kehadiran, pelaksanaan Perjanjian Kerja

Harian Lepas dilakukan apabila pekerja/buruh berkeja kurang dari 21 (dua puluh

satu) hari kerja dalam satu bulan, namun apabila pekerja/buruh bekerja terus

menerus melebihi 21 hari kerja selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka status

Perjanjian Kerja Harian Lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak

Tertentu (PKWTT), Perjanjian Kerja Harian Lepas merupakan pengecualian (lex specialis) dari ketentuan khususnya mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian kerja jenis ini terdapat dalam Pasal 1603 q ayat (1) BW, yang

menyatakan bahwa lamanya hubungan kerja tidak ditentukan baik dalam perjanjian

atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perundang-undangan atau pula

menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tidak

tertentu.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yaitu perjanjian kerja antara

pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Dapat

(37)

perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan

hubungan kerja yang bersifat tetap. Pada PKWTT ini dapat disyaratkan adanya

masa percobaan maksimal 3 bulan, pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam masa

percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum yang

berlaku.

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) terjadi dengan

ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dibuat untuk pekerjaan yang

menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam

waktu tertentu ;

b. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk pekerjaan yang

bersifat tetap ;

c. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu

tertentu diadakan untuk lebih dari 2 (dua) tahun dan dperpanjang lebih

dari satu kali untuk lebih dari satu kali dan untuk jangka waktu lebih dari

satu tahun ;

d. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu

tertentu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu

berakhir tidak memberikan maksudnya secara tertulis kepeda

pekerja/buruh yang bersangkutan.

e. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu diadakan tidak melalui

masa tenggang waktu selama 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian

(38)

B. Perjanjian Kerja Dengan Anak Yang diwakili Orang tua/Wali

1. Pengertian Anak

Berdasarkan Undang-undang Perlindungan anak, yang disebut anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Begitu pula yang

ditegaskan di dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan pengertian anak adalah setiap orang yang berumur

dibawah 18 (delapan belas) tahun.

Dalam hal ini, Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak

tetapi ada pengecualian yaitu yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) yang menegaskan

bahwa bagi anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima

belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu

perkembangan anak dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya.

2. Syarat Pekerja Anak

Seperti yang telah tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa

anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun, dan juga

telah ditegaskan dalam Pasal 68 Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa setiap

pengusaha dilarang memperkerjakan anak. Tetapi ketentuan dalam Pasal 68 dapat

dikecualikan bagi anak berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas)

tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu

perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya sesuai dengan yang diatur

(39)

Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan harus

memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 69 ayat (2) yaitu :

a. Izin tertulis dari orang tua atau wali ;

b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali ; c. Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam ;

d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah ; e. Keselamatan dan kesehatan kerja ;

f. Adanya hubungan kerja yang jelas ; dan

g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut Pasal 71 (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa

anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya,

pengusaha memperkerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)

wajib memenuhi syarat :

a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali ; b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari ; dan

c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, social dan waktu sekolah.

3. Hak dan Kewajiban Anak Menurut Undang-undang

Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak khususnya dalam Bab III

diatur tentang hak dan kewajiban anak, hak-hak dan kewajiban anak meliputi :

a. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan

berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”

b. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status

(40)

c. Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan

berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

bimbingan orang tua”

d. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan

sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”

e. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai

dengan minat dan bakatnya”

f. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan

dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatutan”

g. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk berisirahat dan memanfaatkan waktu luang,

bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai

dengan minat, bakat dan tingkat keceradasannya demi pengembangan

diri”

h. Pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain

(41)

perlindungan diri dari diskriminasi, eksploitasi (baik dalam ekonomi

maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,

ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya”

i. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika

ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa

pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan

merupakan pertimbangan terakhir”

j. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari

penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa

bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa

yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan”

k. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan berhak

atas untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”

l. Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Anak :

“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan

perlakuan secara manusiawi dan penempatan dari orang dewasa,

memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela dir dan

memperoleh keadilan didepan Pengadilan anak yang objeknya dan tidak

memihak dalam siding tertutup untuk umum”

(42)

“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”

Menurut Undang-undang Perlindungan Anak juga ditegaskan dalam Pasal 20

bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab terhadap penyelanggaraan perlindungan anak. Oleh karena itu,

untuk melakukan perjanjian kerja yang dalam hal ini melibatkan seorang anak

seperti perjanjian artis cilik (diwakili orang tua/wali) dengan rumah produksi sinetron

tidak diperkenankan ada unsur pemaksaan karena dapat mengganggu

(43)

38

TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN ARTIS

CILIK/ANAKATAS PERJANJIAN KERJA

DENGAN RUMAH PRODUKSI FILM

A. Perlindungan Anak

Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan

bangsa, memiliki peran strategis mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin

kelangsungan eksistenti suatu bangsa dan Negara pada masa depan. Setiap anak

diharapkan mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkan

kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik

fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia. Perlu dilakukan upaya

perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan

jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa

diskriminasi dan bebas dari pekerjaan yang memberatkan suatu anak.

Pekerja anak pada dasarnya merupakan salah satu permasalahan sosial

yang belum pernah tuntas ditanggulangi hingga kini. Persoalan pekerja anak di

Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak jaman kolonial Belanda dulu.1

1. Hak dan Kewajiban Anak

Keppres Nomor 36 Tahun 1990 dan mengimplementasikan hak-hak anak

tersebut, ada 4 macam hak-hak anak yaitu:

1

(44)

a. Hak atas Kelangsungan Hidup (Survival Rights)

Hak terhadap kelangsungan hidup yang meliputi hak untuk melestarikan

hidup dan mempertahankan hidup serta kesehatan dan perawatan yang

baik.

b. Hak atas Perlindungan (Protection Rights)

Hak terhadap perlindungan yang meliputi perlindungan diskriminasi,

tindak kekerasan dan keterlantaran.

c. Hak atas Perkembangan (Development Rights)

Hak untuk tumbuh dan berkembang meliputi pendidikan baik formal

amupun non formal serta mencapai perkembangan fisik, mental, spiritual,

moral dan social.

d. Hak untuk Berpartisipasi (Participation Rights)

Hak berpartisipasi untuk menyatakan pendapat dalam segala hal..2

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

(selanjutnya disebut UU HAM) juga mengatur tentang hak anak, antara lain:

a. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang

menyatakan :

“Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,

masyarakat dan Negara Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk

kepentingannya anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak

dalam kandungan”

b. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM

yang menyatakan :

2

(45)

“Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik,

diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya

sampai dewasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”

c. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang

menyatakan :

“..Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari

segala bentuk kekersaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan

buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau

walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas

pengasuhan anak tersebut..”

d. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang

menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan kepribadian sesuai dengan minat, bakat

dan kecerdasannya. Setiap anak berhak mencari, menerima dan

memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya

demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatutan”

e. Pasal 61 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang

menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul, dengan anak sebaya,

bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan

tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya”

f. Pasal 62 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang

(46)

“Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan

jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental

spiritualnya”

g. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang

menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya,

sehingga dapat menggangu pendidikan, kesehatan fisik, moral,

kehidupan sosial, dan mental spiritualnya”

h. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang

menyatakan :

“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan

eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta

dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zak

adiktif lainnya”

2. Perlindungan Anak

Kewajiban orang tua adalah memberikan perlindungan dan bertanggung

jawab terhadap perkembangan anak. Tidak hanya orang tua saja yang harus

mempersiapkan generasi muda, tetapi masyarakat dan pemerintah juga wajib ikut

mempersiapkan.3 Perlindungan anak diatur secara khusus oleh Negara dalam

beberapa undang-undang mengenai hal itu, dengan diberikannya perlindungan

(47)

maka anak akan terhindar dari segala bentuk keterlantaran, kekerasan dan

eksploitasi.

Berdasarkan Convention on The Rights of The Child dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Perlindungan Anak Tahun 1990 Pasal 32

menyebutkan :

a. Setiap negara anggota mengakui hak anak untuk mendapat perlindungan

dari eksploitasi ekonomi, dan dari melakukan pekerjaan yang berbahaya atau

menggangu pendidikan anak tersebut, atau berbahaya terhadap kesehatan

atau fisik, mental spiritual, moral atau pergaulan sosial ;

b. Setiap negara anggota harus mengambil tindakan legislative, administratif,

sosial dan pendidikan untuk memastikan pelaksanaan dari pasal ini.

Perlindungan terhadap hak-hak anak harus dilakukan secara penuh oleh

Negara-negara tanpa diskriminasi dalam bentuk ras, warna kulit, jenis kelamin,

bahasa, agama, keyakinan, kebangsaan, asal etnik, kekayaan, ketidakmampuan,

kelahiran atau kedudukan lain dari anak atau orang tua anak atau pengasuh anak

yang sah.

Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur tentang

perlindungan anak yang tertuang dalam menyebutkan :

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juga

(48)

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar tetap hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pekerja anak dilindungi oleh Pasal 68-75 tentang Anak Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada BAB X tentang perlindungan,

pengupahan dan kesejahteraan. Pada undang-undang ini disebutkan bahwa

pengusaha dilarang memperkerjakan anak, tetapi ada pengecualian bagi anak yang

berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun dapat

melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan

kesehatan fisik, mental, dan sosial. Agar dapat melakukan pekerjaan ringan

tersebut, pengusaha yang memperkerjakan anak harus memenuhi persyaratan yang

dimaksud dalam undang-undang tersebut. Selain itu, anak juga dapat melakukan

pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya, pengusaha yang

memperkerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya juga harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari;

c. Kondisi dan lingkungan kerja tindak mengganggu perkembangan fisik,

mental, sosial, dan waktu sekolah.

B. Permasalahan Pada Pekerja Anak

Permasalahan anak yang timbul pada saat bekerja persoalannya bukan

(49)

dalam usia kanak-kanak terhadap perkembangan emosi, sosial dan fisik mereka.

Hal yang timbul adalah adanya eksploitasi terhadap anak.

Secara umum, bentuk-bentuk yang dapat dilihat sebagai indikator dari

eksploitasi, misalnya :4

1. Bekerja terlalu muda (misal mulai usia 5 tahun), yang dapat menghambat

kesempatan mendapat pendidikan dan menghambat perkembangan sosial

dan psikologis mereka;

2. Bekerja dengan waktu yang panjang;

3. Bekerja terlalu lama di satu tempat tertentu tanpa waktu untuk bermain dan

rekreasi;

4. Bekerja dalam situasi yang menghambat kepercayaan diri;

Kondisi di atas merupakan sebagian indikator-indikator bentuk eksploitasi

terhadap anak, dalam realitasnya juga banyak dijumpai situasi-situasi yang memiliki

pengaruh buruk terhadap pekerja anak seperti tindakan kekerasan, penculikan,

penyekapan, dan sebagainya.

Disamping itu, dari bentuk dan jenis pekerjaan yang telah disebutkan di atas

beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia. Berikut ini

merupakan beberapa masalah yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia :

a. Upah rendah;

b. Jam kerja panjang;

Mengenai waktu kerja, jika melihat rentang waktu pekerja anak dalam

berkerja berdasarkan bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan mereka

4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu..

Laba adalah pendapatan dan keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian. Laba merupakan pengukuran aktivitas operasi dan ditentukan menggunakan dasar akuntansi akrual. Dalam hal

Berdasarkan uraian pembahasan dan permasalahan serta tujuan penelitian “Penerapan SAK EMKM sebagai dasar penyusunan Laporan Keuangan UMKM (studi kasus pada UMKM UD

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Pengadaan Jasa Outsourching Pengemudi, Teknisi dan Tenaga Fungsional Lainnya TA 2015 dari Pokja Pengadaan Jasa Outsourching

Berdasarkan uraian yang telah diungkapan dalam pelaksanaan Tata Kelola Terintegrasi Grup Victroria, terdiri dari:  Penilaian sendiri atas pelaksanaan tata kelola terintegrasi

Tujuan penelitian ini adalah : mempelajari pengaruh penambahan volume enzim alfa-amilase dan gluko-amilase pada proses hidrolisa terhadap kadar glukosa yang dihasilkan,

Tim Asesor menemui pimpinan unit pengelola program studi, yang didampingi oleh pimpinan program studi dan tim penyusun borang akreditasi, untuk memperkenalkan diri,