69 A. BUKU-BUKU
Abdul Khakim, Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2009.
Emeliana Krisnawati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV. Utomo, Bandung, 2005.
H. R. Otje Salman, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali), Refika Aditama, Bandung 2004.
Hetty Hassanah, Up-Grading Refreshing Cours-Legal Research
Methodology, makalah disampaikan dalam Seminar Fakultas Hukum Unikom
pada tanggal 12 Februari 2011, Bandung, hlm.6
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama, Hubungan kerja, Djambatan, Jakarta, 1987.
Mariam Darus Badrudzaman, Komplikasi Hukum Perikatan, Cet. III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010
R. Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007.
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2007.
Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1972.
White Ben dan Indrasari Chandraningsih, Child Worker in Indonesia, AKATIGA, Bandung, 1998.
Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.
B. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN)
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP
100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor KEP 100/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan Bagi Anak yang
Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.
C. ARTIKEL
UNICEF-ILO, Children at Work, a report based on the ILO and
UNICEF regional Training workshop on programmatic and replication issues
related to child labour and street children, 1995
D. LAIN-LAIN
Wawancara Terhadap Orang Tua Artis, Pada Hari Sabtu Tanggal 03
Veri Suherman 31607007
Abstract
Nowaday, show businesses intensively involve many children in their performance, especially in a cinema electronic (Sinetron). most commercial televisions show many sinetron involving children roles. Children artist as children workers have been a potential human resources to developed their talent. It is regulated by KEPMEN Number 115/2004. However, children workers also have become a problem that have not been overcome. Therefor, researcher is interested to analyze how is low protection on children artists in a work contract with cinema’s home production? and how is a responsibility of the represented in a work contract? And what are the sanctions if the represented violating the law by exploiting the children?
The type of research that conducted is a descriptive analysis by describing the facts of the primary data and secondary data which applying normative juridicial method. The resulting data were analyzed by juridical qualitative, so that the hierarchy of legislation can be considered as well as to guarantee legal certainty.
vii
UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh:
VERI SUHERMAN 31607007
Abstrak
Industri hiburan Indonesia dewasa ini banyak di meriahkan oleh artis-artis cilik, khususnya dalam produksi sinetron. Kita dapat menyaksikan hampir setiap hari diberbagai sinetron diperankan oleh artis-artis cilik. Pekerja anak sebagai artis cilik juga berpotensi untuk mengembangkan minat dan bakatnya sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 115 Tahun 2004 yang selanjutnya disebut Kepmen No.115/2004 dan dengan maraknya anak yang menjadi artis cilik diharapkan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berrkualitas. Namun pekerja anak pada dasarnya merupakan salah satu permasalahan sosial yang belum pernah tuntas ditanggulangi. Oleh karena itu, penulis berusaha menganalisis perlindungan terhadap artis cilik dalam pelaksanaan perjanjian kerja dalam pembuatan sinetron serta bagaimana tanggung jawab seorang wali atas perjanjian kerja dan sanksi apa yang dapat diberikan apabila terbukti melakukan eksploitasi terhadap anak.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penulisan yuridis normatif yang bersifat deskriptif analisis, dengan menggunakan metode ini dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh dan sistematis mengenai kasus yang sedang diteliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,kemudian dianalisis dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri hiburan Indonesia dewasa ini banyak dimeriahkan oleh artis-artis
cilik, khususnya dalam produksi sinetron. Hampir setiap hari diberbagai sinetron
diperankan oleh artis-artis cilik. Menyaksikan kemampuan para artis cilik tersebut di
layar kaca memang menarik dan menyenangkan, bahkan banyak dari mereka yang
menjadi sosok idola bagi para penikmat televisi.
Pekerja anak sebagai artis cilik juga berpotensi untuk mengembangkan minat
dan bakatnya sesuai dengan yang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 115
Tahun 2004 yang selanjutnya disebut Kepmen Nomor 115/2004 dan dengan
maraknya anak yang menjadi artis cilik diharapkan dapat menghasilkan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berrkualitas.
Pasal 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan
bahwa anak adalah semua orang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Berdasarkan Pasal 68 Undang-Undang ketenagakerjaan ditegaskan bahwa
pengusaha dilarang memperkerjakan anak, tetapi ketentuan dalam pasal tersebut
dapat dikecualikan seperti yang diatur dalam Pasal 96 ayat (1) bahwa bagi anak
yang berumur 13 (tiga belas) tahun sampai 15 (lima belas) tahun dapat melakukan
pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu perkembangan dan kesehatan fisik,
juga bahwa pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan
sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a. Izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali ;
c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam ;
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah ;
e. Keselamatan dan kesehatan kerja ;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas ; dan
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa :
“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha/pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”
Perjanjian kerja antara pekerja atau artis cilik yang diwakili oleh wali/orangtua
dengan pihak rumah produksi sinetron harus memenuhi syarat-syarat yang telah
diatur dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu :
a. Kesepakatan kedua belah pihak ;
b. Kemampuan atau kecapakan melakukan perbuatan hukum ; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan ; dan
Semua peraturan di atas pada kenyataannya sangat berlawanan dengan
kondisi yang ada saat ini, karena banyak juga dari anak-anak yang masih berumur
dibawah 13 (tiga belas) tahun melakukan pekerjaan sebagai artis cilik dan dengan
waktu kerja yang sangat padat yaitu lebih dari 3 (tiga) jam sehari, untuk artis cilik
yang bekerja sebagai pemain sinetron sehingga mengganggu waktu sekolah, fisik,
mental, dan sosial artis cilik tersebut.
Akibat perjanjian kerja antara rumah produksi film sinetron dengan artis cilik
banyak menimbulkan dampak negatif seperti yang dialami oleh artis cilik bernama
Kemal Fathurrahman, karena terlalu padatnya jadwal pemutaran film maka
berdampak langsung dengan terganggunya waktu sekolah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang
selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Perlindungan Anak memiliki asas dan
tujuan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Undang-Undang
Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi hak-hak Anak yang meliputi :
a. Non diskriminasi ;
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak ;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan ; dan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak.
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
berakhlak mulia, dan sejahtera. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak
menegaskan
“bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”
Beradasarkan Undang-undang Perlindungan Anak juga dicantumkan bahwa
Negara, Pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
Berdasarkan keadaan beserta masalah yang telah disebutkan di atas, maka
penulis memiliki keinginan melakukan penulisan hukum berupa skripsi yang berjudul
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ARTIS CILIK DALAM PERJANJIAN
KERJA DENGAN RUMAH PRODUKSI SINETRON DIHUBUNGKAN DENGAN
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN
ANAK JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN”
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana perlindungan terhadap artis cilik dalam pelaksanaan perjanjian
kerja pembuatan sinetron ditinjau dari dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?
2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam perjanjian kerja dan sanksi
apa yang dapat diberikan apabila terbukti melakukan eksploitasi anak
Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari penulisan hukum ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami perlindungan terhadap artis cilik dalam
pembuatan sinetron sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan dan
Undang-undang Perlindungan Anak.
2. Mengetahui dan memahami tanggung jawab para pihak dalam perjanjian dan
sanksi apa yang dapat diberikan kepada para pihak apabila terbukti
melakukan eksploitasi anak
D. Kegunaan Penelitian
Penulisan hukum ini diharapkan dapat diperoleh kegunaan, baik secara
teoritis maupun praktis.
1. Kegunaan teoritis
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam berbagai upaya
pengembangan ilmu hukum dan pembaharuan hukum nasional dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Aasai Manusia.
2. Kegunaan praktis
Memberikan masukan bagi rumah produksi film/sinetron dan artis cilik yang
diwakilkan oleh walinya (orang tua) sebagai para pihak yang melakukan
E. Kerangka Pemikiran
Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 khususnya Alinea kedua
menyatakan bahwa: “Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia
kedepan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur”. Alinea Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
yang merupakan tujauan bangsa Indonesia dinyatakan bahwa tujuan bangsa
Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 tersebut di atas, jelas bahwa keadilan
dan kemakmuran serta kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia
merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia. Agar dapat
mewujudkan tujuan tersebut, tentunya harus dilaksanakan melalui suatu proses
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan bakat dan minat, karena
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengembangan bakat dan minat itu
sendiri merupakan suatu perubahan kearah yang lebih baik sebagaimana yang
dicita-citakan dan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Berpijak pada konsep pemikiran yang melekat dalam Alinea II Pembukaan
UUD 1945 (terutama makna “adil dan makmur”), menurut Otje Salman tujuan hukum
pada dasarnya adalah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Makna adil dan
bersifat ruhani maupun jasmani.1 Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur
ditandai oleh meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta
terpenuhinya kebutuhan dasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan,
pendidikan dan lapangan kerja.
Filsafat yang mendasari alinea kedua pembukaan Undang-Undang Dasar
tahun 1945 ini adalah aliran utility, yang dipelopori oleh John Locke dengan konsepnya hukum memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada orang
sebanyak-banyaknya (the greatest happing for the greatest numbers).
Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan telah mengamanatkan bahwa salah satu
tujuan nasiaonal adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan tersebut terwujud apabila kehidupan masyarakat
Indonesia mencapai tingkat kesejahateraan yang wajar, tidak kekurangan dalam
pemenuhan kebutuhan pokok baik sandang, pangan, rumah dan khususnya adalah
pendidikan.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan :
“bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada
kecualinya.
Pasal 27 ayat (2) menyebutkan :
“Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”
1
Berdasarkan isi UUD 1945 di atas maka seorang warga Negara berhak
bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak. Sedangkan UUD 1945 pasal 28
B ayat (2) menyebutkan bahwa :
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 juga menegaskan :
“Bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dan ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia”
Berdasarkan Pasal 28 B ayat (2) dan Pasal 28 C ayat (1) UUD 1945 maka
seorang anak berhak untuk mengembangkan diri dan mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan, teknologi, seni serta budaya. Anak
juga berhak atas kelangsungan hidup serta berhak atas pelindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
Seorang anak yang mengembangkan minat dan bakatnya sebagai artis cilik
akan membuat perjanjian kerja yang diwakili oleh seorang wali/orangtua dengan
pihak perusahaan (rumah produksi) yang akan memperkerjakannya. Oleh karena
itu, perjanjian para pihak dapat menentukan segala macam bentuk perikatan selama
tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, atau peraturan
perundang-undangan, hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung
dalam pasal 1338 ayat (1) Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang
Maksud kebebasan berkontrak adalah bebas untuk menentukan atau
menetapkan isi dan bentuk perjanjian selama tidak bertentangan dengan kesusilaan,
ketertiban umum, atau peraturan perundang-undangan, dengan kata lain para pihak
pembuat perjanjian tersebut dalam keadaan bebas dalam arti tetap selalu berada
dalam ruang lingkup yang dibenarkan atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku.2
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau
lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu
berhak atas prestasi dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi prestasi.3
Pengertian perjanjian bisa ditemukan pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang
menyebutkan :
“Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”
Pasal 1313 KUHPerdata ini mengatakan bahwa perjanjian tidak dapat
dilaksanakan oleh satu pihak saja, namun harus ada minimal dua pihak sehingga
terjadi apa yang disebut “perjanjian”.
Setiap perjanjian harus memenuhi syarat sah agar perjanjian tersebut dapat
dilaksanakan dan tidak menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Syarat sahnya
perjanjian ini diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, dimana di dalam pasal ini diatur
bahwa untuk suatu perjanjian agar dapat dianggap sah maka harus memenuhi
empat syarat, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
2
Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum perdata, Alumni, Bandung, 2002, hlm 213
3
c. Suatu hal tertentu ;
d. Suatu sebab yang halal.
Apabila seseorang yang belum cakap untuk melakukan suatu perikatan atau
dengan kata lain seseorang itu belum cakap hukum, maka apabila ingin melakukan
perikatan dengan pihak lain harus diwakilkan oleh walinya, misalnya seorang artis
cilik akan melakukan kesepakatan dan menandatangani suatu perjanjian kerja
dengan suatu rumah produksi sinetron maka umumnya yang mewakilkan artis cilik
tersebut adalah orang tuannya.
Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian
kerja adalah perjanjian yang dibuat antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memenuhi syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak khususnya dalam Bab III diatur tentang hak dan kewajiban anak, hak-hak dan
kewajiban anak meliputi :
a. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”
b. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status
kewarganegaraan”
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua”
d. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”
e. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya”
f. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan”
g. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk berisirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai
dengan minat, bakat dan tingkat keceradasannya demi pengembangan
diri”
h. Pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain
manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat
maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya”
i. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir”
j. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari
penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa
bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan”
k. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan berhak
atas untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”
l. Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatan dari orang dewasa,
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela dir dan
memperoleh keadilan didepan Pengadilan anak yang objeknya dan tidak
memihak dalam siding tertutup untuk umum”
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”
Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Anak juga ditegaskan dalam bahwa
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelanggaraan perlindungan anak.
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian dalam penulisan hukum ini mengenai :
1. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis
yaitu metode penelitian yang digunakan dengan cara menggambarkan
a. Data dan fakta baik berupa : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan.
b. Data sekunder bahan hukum sekunder berupa doktrin atau pendapat
para ahli hukum terkemuka.
c. Data sekunder bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang didapat
dari majalah, brosur, artikel-artikel, surat kabar dan internet.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum ini yaitu secara
yuridis normatif, yaitu dimana hukum dikonsepsikan sebagai norma, asas
atau dogma-dogma.4 Pada penulisan hukum ini, penulis mencoba melakukan
penafsiran hukum gramatikal, yaitu penafsiran dilakukan dengan cara melihat
4
arti kata pasal dalam undang-undang yang digunakan dalam penulisan
hukum.
3. Tahap penelitian
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan hukum
primer, sekunder, dan tersier yang berhubungan dengan perlindungan
terhadap anak dan perjanjian kerja menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan dilakukan untuk menunjang dan melengkapi studi
kepustakaan dengan cara wawancara terstruktur dengan pihak-pihak
terkait.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut :
a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data berupa data
primer, sekunder dan tersier yang berhubungan dengan
permasalahan yang penulis teliti.
b. Wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab dengan
pihak-pihak yang terkait dengan cara mempersiapkan pertanyaan
terlebih dahulu untuk memperlancar proses wawancara.
5. Metode Analisis Data
Analisis data dan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian dilakukan secara
yuridis kualitatif, yuridis kualitatif meliputi :
Memperhatikan hirarkis peraturan perundang-undangan, dimana peraturan
dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi.
Kepastian hukum, dalam arti perundang-undangan yang diteliti betul-betul
dilaksanakan dan didukung oleh penegak hukum.
6. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian diambil untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam
penyusunan skiripsi ini, yaitu :
1. Perpustakaan, diantaranya :
a) Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipati Ukur No.112
Bandung.
b) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Jl. Dipati Ukur
No.35 Bandung.
2. Instansi / Lembaga terkait :
PT. Lunar Jaya Film di Graha Arteri Mas Jl. Panjang 68, Kav. 38-39
Jakarta Barat.
3. Website :
a) http://wordpress.com
b) www.hukum-online.com
16
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK
A. Perjanjian pada Umumnya
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata
(Burgerlijke Wetboek) menyatakan :
“Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
undang-undang”
Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian yaitu suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan
hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada
pihak lain untuk menunaikan prestrasi.1
Isitilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata Overeenkomst. Achmad Ichsan menerjemahkan verbintenis dengan perjanjian atau Overeenkomst dengan persetujuan. Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Indonesia memakai
istilah Verbintenis dengan perutangan dan Overeenkomst dengan perjanjian. Menurut buku III BW mengatur mengenai Overeenkomst yang dikenal dua istilah terjemahan, yaitu :
a. Perjanjian
b. Persetujuan
Undang-undang memberikan definisi dari perjanjian yaitu pada Pasal 1313
BW yang menyatakan :
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”
Sehubungan dengan adanya perjanjian, maka konsekuensi logis yang timbul
adalah adanya ikatan-ikatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian atau
umumnya disebut perikatan. Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua
orang atau lebih yang terletak didalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang
satu terletak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi. Akibat hukum
dari adanya perikatan adalah hukum melekatkan hak pada satu pihak dan
meletakan kewajiban pada pihak lainnya.
Peristiwa yang terjadi dimana seseorang saling berjanji kepada orang lain
menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan,
dalam bentuk perikatan merupakan suatu rangkaian perikatan yang mengandung
janji dan kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Menurut perikatan terdapat 2 (dua) macam pihak, dimana pihak yang satu
bertindak sebagai debitur yaitu sebagai orang yang harus menunaikan prestasi dan
pihak lain bertindak sebagai kreditur sebagai orang yang berhak atas prestasi.
Prestasi adalah sesuatu yang dapat ditagih yang menjadi objek perikatan, adapaun
prestasi harus memenuhi syarat-syarat yaitu tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan, harus terang dan jelas.
Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa perjanjian itu merupakan
perbuatan hukum antara dua belah pihak atau lebih, dimana terjadinya perjanjian ini
harus didasari oleh adanya kesepakatan antara para pihak tanpa ada paksaan dan
2. Asas-asas Dalam Perjanjian
Adapun asas-asas yang terkandung dalam perjanjian adalah :
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri adalah asas yang sangat
penting dari hukum perjanjian.
b. Asas konsensualisme
Asas ini dapat ditemukan pada Pasal 1320 BW dan Pasal 1338 BW,
dimana Pasal 1320 telah menjadi dasar diakuinya asas
konsensualisme pada hukum perjanjian Indonesia. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya
tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
c. Asas Kekuatan Mengikat
Dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat
yang mana terikatnya para pihak tidak hanya sebatas pada apa yang
diatur dalam perjanjian namun juga pada kebiasaan dan kepatutan
serta norma-norma yang hidup dan berlaku di masyarakat.
Dengan adanya suatu keadaan yang saling mempercayai maka
pihak-pihak mempunyai keberanian untuk membuat suatu perjanjian
dengan harapan bahwa semua pihak akan melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diatur dalam
perjanjian tersebut. Maka dengan kata lain perjanjian tidak akan lahir
jika tidak ada suatu sikap saling mempercayai antar pihak.
Asas ini merupakan kelanjutan dari asas yang mengharuskan setiap
pihak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya di dalam perjanjian.
e. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuat
harus mengandung kepastian hukum. Hal ini terlihat dari kekuatan
mengikat dari perjanjian itu sendiri.
f. Asas Moral
Dalam suatu perikatan bias saja terjadi dimana seseorang melakukan
sesuatu bukan karena adanya kewajiban namun oleh dorongan
moral, peristiwa ini terjadi pada zaakwaarneming dimana seseorang melakukan perbuatan dengan suka rela (moral) dan yang
bersangkutan kemudian mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan
perbuatan tanpa menuntut kontraprestasi.
g. Asas Kepatutan
Asas ini berkenaan dengan isi perjanjian yang mengarahkan bawha
perjanjian itu juga harus dilaksanakan bersesuaian dengan kepatutan
dan rasa keadilan dalam masyarakat.
3. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Pasal 1320 BW menyatakan bahwa :
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
a. Sepakat merka yang mengikatkan dirinya ; b. Kecapakan untuk membuat suatu perjanjian ; c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal”.
Dua syarat pertama, dinamakan subyektif, karena mengenai para pihak atau
dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek
dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Adanya kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan
perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai hal-hal yang pokok dari
perjanjian yang dibuat itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak satu, juga dikehendaki
oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik,
misalnya si penjual menginginkan sejumlah uang, sedang si pembeli menginginkan
sesuatu barang dari si penjual.2
Kesepakatan menyiratkan bahwa di dalam perjanjian tidak boleh ada
paksaan, penipuan ataupun kekhilafan yang dilakukan oleh para pihak dalam
perjanjian seperti yang diatur pada Pasal 1321 BW. Pihak-pihak yang membuat
perjanjian harus cakap menurut hukum, pada dasarnya setiap orang dewasa atau
akil baliq dan sehat pikiran adalah cakap menurut hukum. Pada Pasal 1330 BW
menyebutkan mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah :
a. Orang-orang yang belum dewasa ;
b. Mereka yang dibawah pengampuan.
4. Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Salah satu aspek yang sangat penting dalam perjanjian adalah perlaksanaan
perjanjian itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan perjanjian inilah yang
menjadi tujuan orang-orang yang mengadakan perjanjian, karena dengan
pelaksanaan perjanjian itu para pihak yang membuatnya akan dapat memenuhi
kebutuhannya, kepentingannya serta mengembangkan minatnya.
Apabila dilihat dari wujudnya, perjanjian adalah rangkaian kata-kata yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan-kesanggupan yang ducapkan atau
dituangkan dalam bentuk tulisan oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, dalam
perjanjian tercantum hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pihak yang
membuatnya.
Melaksanakan perjanjian berarti melaksanakan sebagaimana mestinya apa
yang merupakan kewajiban terhadap siapa perjanjian itu dibuat. Oleh karena itu,
melaksanakan perjanjian pada hakikatnya adalah berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain yakni pihak yang berhak atas
pelaksanaan perjanjian tersebut.
Sebelum suatu perjanjian dilaksanakan, sudah tentu pihak-pihak yang akan
melaksanakan telah mengetahui dan menyadari sepenuhnya apa yang menjadi
kewajibannya di samping apa yang menjadi haknya.
5. Cara-cara Hapusnya Suatu Perjanjian
Hal-hal yang mengakibatkan hapusnya suatu perjanjian dalam BW
disebutkan pada Pasal 1381 adalah :
a. Karena pembayaran ;
b. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan ;
c. Karena pembaharuan utang
d. Karena perjumpaan utang atau konpensasi ;
f. Karena pembebasan utangnya ;
g. Karena musnahnya barang uang terutang ;
h. Karena kebatalan dan pembatalan ;
i. Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam BAB kesatu
buku ini ;
j. Karena lewatnya waktu.
6. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja merupakan sebuah pernyataan yang sangat penting, yaitu
diantaranya berisi tentang setujunya seseorang untuk bergabung dalam perusahaan
sebagai pekerja. Sedangkan bagi pegawai, perjanjian kerja lebih berfungsi sebagai
pemberi rasa aman. Hal ini dikarenakan dalam perjanjian kerja tersebut termuat
pernyataan berupa hak-haknya sebagai pekerja yang akan dijamin.
Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pertama seperti yang disebutkan oleh
Pasal 1601 (a) BW, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa :
“perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu si buruh,
mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak lain, si majikan untuk
suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”
Selain itu mengenai perjanjian kerja juga diketengahkan oleh seorang pakar
Hukum Ketenagakerjaan Indonesia yaitu Imam Soepomo yang memberika definisi
tentang Perjanjian Kerja. Menurut Imam Soepomo perjanjian kerja adalah suatu
menrima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk
mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.3
Definisi perjanjian kerja juga diberikan oleh Subekti yang mengatakan bahwa
perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan,
perjanjian ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas yaitu hubungan berdasarkan
pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati
oleh pihak lain.
Perjanjian kerja dapat dibedakan, diantaranya:4
a. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu
Adalah suatu perjanjian dimana 1 (satu) pihak menghendaki dari pihak
lain agar dilakukan suatu perjanjian guna mencapai suatu tujuan, untuk
itu salah satu pihak bersedia membayar honorarium atau upah.
b. Perjanjian kerja
Adalah perjanjian antara seorang buruh dan seorang majikan, perjanjian
ditandai dengan ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang
diperjanjikan dan adanya suatu hubungan diperatas, dimana pihak
majikan berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh
pihak lain atau pekerja/buruh.
c. Perjanjian pemborongan kerja
3
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama, Hubungan Kerja, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1987. Hlm. 57
4
Adalah suatu perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lain
(yang memborong pekerjaan) menghendaki suatu hasil pekerjaan yang
disanggupi oleh pihak lain, atas suatu pembayaran uang tertentu sebagai
harga pemborongan.
Selanjutnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan memberikan definisi perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memenuhi
syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1
angka 14 menyebutkan bahwa :
“perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak
dan kewajiban para pihak.”
Perjanjian kerja merupakan hal terpenting bagi seseorang yang bekerja
dalam suatu instansi/lembaga/perusahaan, karena dengan perjanjian kerja
memberikan legalitas bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan khusus yang
berupa hubungan kerja dengan instansi/lembaga/perusahaan tempatnya bekerja.
Perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, sebagaimana
disebutkan pada Pasal 51 Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa :
“(1) perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan
(2) perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai
Hubungan kerja merupakan salah satu hubungan hukum yang timbul atau
lahir karena perjanjian yakni perjanjian kerja, dengan adanya perjanjian tersebut
maka lahir perikatan yaitu perikatan dalam hubungan kerja, yang mewajibkan
kepada para pihak untuk menunaikan kewajiban dan menuntut hak masing-masing
(prestasi dan kontra prestasi).
Pasal 15 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyatakan bahwa :
“Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur
pekerjaan, upah dan perintah.
Unsur-unsur perjanjian kerja menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan
ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah:5
1. Adanya pekerjaan (arbeid) ;
2. Di bawah perintah/gezag ver houding (maksudnya buruh melakukan pekerjaan atas perintah majikan, sehingga bersifat subordinasi) ;
3. Adanya upah tertentu/loan ;
5
4. Dalam waktu (tijd) yang ditentukan (dapat tanpa batas waktu/pension atau berdasarkan waktu tertentu).
Unsur yang pertama adalah adanya pekerjaan (arbeid), yaitu pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
Unsur kedua, yaitu di bawah perintah (gezag ver houding), di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan
sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai pihak yang menerima perintah untuk
melaksanakan pekerjaan. Hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan
yang dilakukan antara atasan dan bawahan, sehingga bersifat subordinasi
(hubungan kerja yang berisfat vertikal, yaitu atas dan bawah).
Unsur ketiga adalah upah (loan) tertentu yang menjadi imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh buruh. Pengertian upah berdasarkan ketentuan
Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Syarat sahnya perjanjian kerja mengacu pada syarat sahnya perjanjian
(perdata) pada umumnya, yakni :
a. Adanya kesepakatan antara para pihak
b. Pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai kemampuan atau
kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum (cakap usia dan tidak
dibawah perwalian/pengampuan)
c. Ada (obyek) pekerjaan yang diperjanjikan ; dan
d. (causa) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku atau halal (Pasal 52 ayat (1) Undang-undang
Ketenagakerjaan).
Apabila perjanjian kerja yang dibuat oleh pihak-pihak tidak memenuhi 2 (dua)
syarat awal sahnya perjanjian kerja maka perjanjian kerja dapat dibatalkan.
Sebaliknya apabila perjanjian kerja dibuat tidak memenuhi 2 syarat terakhir sahnya
perjanjian kerja yakni obyek pekerjaan dan causanya tidak memenuhi ketentuan, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (null and void).
Dalam hal ini, artis cilik yang sudah tentunya belum cukup umur untuk
melakukan suatu perjanjian, maka dalam menyepakati dan memberi perjanjian kerja
dengan rumah produksi sinetron harus diwakili oleh orang tua atau walinya yang
diberi kuasa.
Sebagaimana jenis perjanjian lainnya maka pengakhiran perjanjian kerja
dapat disepakati oleh para pihak karena sifatnya yang konsensuil, selain itu
a. Pekerja/buruh meninggal
b. Berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian (apabila
perjanjian kerja berbentuk PKWT/Perjanjian Kerja waktu Tertentu)
c. Adanya putusan pengadilan yang inkracht, atau
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu (telah) tercantum dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
yang mengakibatkan berakhirnya hubungan kerja.
Perjanjian kerja tidak berakhir (hubungan kerja tetap berlanjut) karena :
a. Meninggalnya pengusaha ; atau
b. Beralihnya hak atas perusahaan, menurut Pasal 163 menyebutkan :
”pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dalam hal ini terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh berhak tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 156 ayat (4)”
Terdapat 2 (dua) macam hubungan kerja yakni :
a. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
(PKWT), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ini dapat didasarkan atas
jangka waktu tertentu atau selesainya suatu (paket) pekerjaan
tertentu.
b. Hubungan kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu
a. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diatur dalam Pasal 56 sampai
dengan Pasal 60 Undang-undang Ketenagakerjaan, jika mengacu pada Pasal 59
ayat (1) yang menyebutkan bahwa :
“perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifatnya atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu.”
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha
yang hanya dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau
kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
Pasal 59 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menentukan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak
dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, yaitu pekerjaan yang sifatnya
terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari
suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau pekerjaan yang bukan bersifat
musiman, tetapi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu menurut jenis atau sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai
dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan (paket) yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat
b. Pekerjaan yang waktu penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun khususnya untuk PKWT
berdasarkan selesainnya (paket) pekerjaan tertentu ;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman, atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan (yang masih dalam masa percobaan atau penjajakan).
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan pada paket
pekerjaan yang sekali selesai atau pekerjaan yang bersifat sementara serta
pekerjaan yang waktu penyelesaiannya diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu
lama adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang didasarkan atas selesainya
pekerjaan tertentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang didasarkan atas selesainya
pekerjaan tertentu dibuat hanya untuk paling lama 3 (tiga) tahun dan lama
perjanjiannya harus dicantumkan batasan paket pekerjaan dimaksud sampai
sejauhmana dinyatakan selesai. Apabila pekerjaan tertentu yang diperjanjikan
tersebut dapat diselesaikan lebih awal dari yang diperjanjikan maka Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT) berakhir demi hukum. Dengan kata lain, perjanjian berakhir
dengan sendirinya pada saat selesainya pekerjaan.
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) untuk pekerjaan-pekerjaan yang
berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih
dalam masa percobaan atau penjajakan dijelaskan lebih lanjut dalam Kepmen
No.100/2004 bahwa PKWT hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2
kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam masa percobaan atau
penjajakan tersebut hanya boleh dilakukan oleh pekerja/buruh yang melakukan
pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.
Berdasarkan beberapa jenis Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) di atas,
dalam praktek sehari-hari dikenal juga Perjanjian Kerja Harian Lepas.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume Pekerjaan-pekerjaan serta
pembayaran upah yang didasarkan pada kehadiran, pelaksanaan Perjanjian Kerja
Harian Lepas dilakukan apabila pekerja/buruh berkeja kurang dari 21 (dua puluh
satu) hari kerja dalam satu bulan, namun apabila pekerja/buruh bekerja terus
menerus melebihi 21 hari kerja selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka status
Perjanjian Kerja Harian Lepas berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT), Perjanjian Kerja Harian Lepas merupakan pengecualian (lex specialis) dari ketentuan khususnya mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud di atas.
b. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Perjanjian kerja jenis ini terdapat dalam Pasal 1603 q ayat (1) BW, yang
menyatakan bahwa lamanya hubungan kerja tidak ditentukan baik dalam perjanjian
atau peraturan majikan maupun dalam peraturan perundang-undangan atau pula
menurut kebiasaan, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk waktu tidak
tertentu.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) yaitu perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Dapat
perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan
hubungan kerja yang bersifat tetap. Pada PKWTT ini dapat disyaratkan adanya
masa percobaan maksimal 3 bulan, pekerja/buruh yang dipekerjakan dalam masa
percobaan upahnya harus tetap sesuai dengan standar upah minimum yang
berlaku.
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) terjadi dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dibuat untuk pekerjaan yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu ;
b. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap ;
c. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu diadakan untuk lebih dari 2 (dua) tahun dan dperpanjang lebih
dari satu kali untuk lebih dari satu kali dan untuk jangka waktu lebih dari
satu tahun ;
d. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu
tertentu paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu
berakhir tidak memberikan maksudnya secara tertulis kepeda
pekerja/buruh yang bersangkutan.
e. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu diadakan tidak melalui
masa tenggang waktu selama 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian
B. Perjanjian Kerja Dengan Anak Yang diwakili Orang tua/Wali
1. Pengertian Anak
Berdasarkan Undang-undang Perlindungan anak, yang disebut anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Begitu pula yang
ditegaskan di dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan pengertian anak adalah setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun.
Dalam hal ini, Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha dilarang memperkerjakan anak
tetapi ada pengecualian yaitu yang diatur dalam Pasal 69 ayat (1) yang menegaskan
bahwa bagi anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima
belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu
perkembangan anak dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya.
2. Syarat Pekerja Anak
Seperti yang telah tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan bahwa
anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun, dan juga
telah ditegaskan dalam Pasal 68 Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa setiap
pengusaha dilarang memperkerjakan anak. Tetapi ketentuan dalam Pasal 68 dapat
dikecualikan bagi anak berumur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas)
tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak menggangu
perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosialnya sesuai dengan yang diatur
Pengusaha yang memperkerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan harus
memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 69 ayat (2) yaitu :
a. Izin tertulis dari orang tua atau wali ;
b. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali ; c. Waktu kerja maksimal 3 (tiga) jam ;
d. Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah ; e. Keselamatan dan kesehatan kerja ;
f. Adanya hubungan kerja yang jelas ; dan
g. Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Pasal 71 (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan ditegaskan bahwa
anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya,
pengusaha memperkerjakan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)
wajib memenuhi syarat :
a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali ; b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari ; dan
c. Kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, social dan waktu sekolah.
3. Hak dan Kewajiban Anak Menurut Undang-undang
Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Anak khususnya dalam Bab III
diatur tentang hak dan kewajiban anak, hak-hak dan kewajiban anak meliputi :
a. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”
b. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas dan status
c. Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua”
d. Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan
sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial”
e. Pasal 9 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya”
f. Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan
dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan”
g. Pasal 11 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk berisirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berekreasi sesuai
dengan minat, bakat dan tingkat keceradasannya demi pengembangan
diri”
h. Pasal 13 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain
perlindungan diri dari diskriminasi, eksploitasi (baik dalam ekonomi
maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan,
ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya”
i. Pasal 14 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan
merupakan pertimbangan terakhir”
j. Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari
penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa
bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa
yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan”
k. Pasal 16 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi dan berhak
atas untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”
l. Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Anak :
“Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatan dari orang dewasa,
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam
setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan membela dir dan
memperoleh keadilan didepan Pengadilan anak yang objeknya dan tidak
memihak dalam siding tertutup untuk umum”
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya”
Menurut Undang-undang Perlindungan Anak juga ditegaskan dalam Pasal 20
bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelanggaraan perlindungan anak. Oleh karena itu,
untuk melakukan perjanjian kerja yang dalam hal ini melibatkan seorang anak
seperti perjanjian artis cilik (diwakili orang tua/wali) dengan rumah produksi sinetron
tidak diperkenankan ada unsur pemaksaan karena dapat mengganggu
38
TINJAUAN TERHADAP PERLINDUNGAN ARTIS
CILIK/ANAKATAS PERJANJIAN KERJA
DENGAN RUMAH PRODUKSI FILM
A. Perlindungan Anak
Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan
bangsa, memiliki peran strategis mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistenti suatu bangsa dan Negara pada masa depan. Setiap anak
diharapkan mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkan
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik
fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia. Perlu dilakukan upaya
perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan
jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa
diskriminasi dan bebas dari pekerjaan yang memberatkan suatu anak.
Pekerja anak pada dasarnya merupakan salah satu permasalahan sosial
yang belum pernah tuntas ditanggulangi hingga kini. Persoalan pekerja anak di
Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak jaman kolonial Belanda dulu.1
1. Hak dan Kewajiban Anak
Keppres Nomor 36 Tahun 1990 dan mengimplementasikan hak-hak anak
tersebut, ada 4 macam hak-hak anak yaitu:
1
a. Hak atas Kelangsungan Hidup (Survival Rights)
Hak terhadap kelangsungan hidup yang meliputi hak untuk melestarikan
hidup dan mempertahankan hidup serta kesehatan dan perawatan yang
baik.
b. Hak atas Perlindungan (Protection Rights)
Hak terhadap perlindungan yang meliputi perlindungan diskriminasi,
tindak kekerasan dan keterlantaran.
c. Hak atas Perkembangan (Development Rights)
Hak untuk tumbuh dan berkembang meliputi pendidikan baik formal
amupun non formal serta mencapai perkembangan fisik, mental, spiritual,
moral dan social.
d. Hak untuk Berpartisipasi (Participation Rights)
Hak berpartisipasi untuk menyatakan pendapat dalam segala hal..2
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
(selanjutnya disebut UU HAM) juga mengatur tentang hak anak, antara lain:
a. Pasal 52 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM yang
menyatakan :
“Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat dan Negara Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk
kepentingannya anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak
dalam kandungan”
b. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
yang menyatakan :
2
“Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik,
diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya
sampai dewasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”
c. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
menyatakan :
“..Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari
segala bentuk kekersaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan
buruk, dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau
walinya, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas
pengasuhan anak tersebut..”
d. Pasal 60 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
menyatakan :
“Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan kepribadian sesuai dengan minat, bakat
dan kecerdasannya. Setiap anak berhak mencari, menerima dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya
demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan”
e. Pasal 61 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
menyatakan :
“Setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul, dengan anak sebaya,
bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan
tingkat kecerdasannya demi pengembangan dirinya”
f. Pasal 62 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
“Setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental
spiritualnya”
g. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
menyatakan :
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan
eksploitasi ekonomi dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya,
sehingga dapat menggangu pendidikan, kesehatan fisik, moral,
kehidupan sosial, dan mental spiritualnya”
h. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang
menyatakan :
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan
eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta
dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zak
adiktif lainnya”
2. Perlindungan Anak
Kewajiban orang tua adalah memberikan perlindungan dan bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak. Tidak hanya orang tua saja yang harus
mempersiapkan generasi muda, tetapi masyarakat dan pemerintah juga wajib ikut
mempersiapkan.3 Perlindungan anak diatur secara khusus oleh Negara dalam
beberapa undang-undang mengenai hal itu, dengan diberikannya perlindungan
maka anak akan terhindar dari segala bentuk keterlantaran, kekerasan dan
eksploitasi.
Berdasarkan Convention on The Rights of The Child dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Perlindungan Anak Tahun 1990 Pasal 32
menyebutkan :
a. Setiap negara anggota mengakui hak anak untuk mendapat perlindungan
dari eksploitasi ekonomi, dan dari melakukan pekerjaan yang berbahaya atau
menggangu pendidikan anak tersebut, atau berbahaya terhadap kesehatan
atau fisik, mental spiritual, moral atau pergaulan sosial ;
b. Setiap negara anggota harus mengambil tindakan legislative, administratif,
sosial dan pendidikan untuk memastikan pelaksanaan dari pasal ini.
Perlindungan terhadap hak-hak anak harus dilakukan secara penuh oleh
Negara-negara tanpa diskriminasi dalam bentuk ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, keyakinan, kebangsaan, asal etnik, kekayaan, ketidakmampuan,
kelahiran atau kedudukan lain dari anak atau orang tua anak atau pengasuh anak
yang sah.
Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur tentang
perlindungan anak yang tertuang dalam menyebutkan :
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak juga
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar tetap hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pekerja anak dilindungi oleh Pasal 68-75 tentang Anak Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada BAB X tentang perlindungan,
pengupahan dan kesejahteraan. Pada undang-undang ini disebutkan bahwa
pengusaha dilarang memperkerjakan anak, tetapi ada pengecualian bagi anak yang
berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun dapat
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan
kesehatan fisik, mental, dan sosial. Agar dapat melakukan pekerjaan ringan
tersebut, pengusaha yang memperkerjakan anak harus memenuhi persyaratan yang
dimaksud dalam undang-undang tersebut. Selain itu, anak juga dapat melakukan
pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya, pengusaha yang
memperkerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya juga harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. Waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari;
c. Kondisi dan lingkungan kerja tindak mengganggu perkembangan fisik,
mental, sosial, dan waktu sekolah.
B. Permasalahan Pada Pekerja Anak
Permasalahan anak yang timbul pada saat bekerja persoalannya bukan
dalam usia kanak-kanak terhadap perkembangan emosi, sosial dan fisik mereka.
Hal yang timbul adalah adanya eksploitasi terhadap anak.
Secara umum, bentuk-bentuk yang dapat dilihat sebagai indikator dari
eksploitasi, misalnya :4
1. Bekerja terlalu muda (misal mulai usia 5 tahun), yang dapat menghambat
kesempatan mendapat pendidikan dan menghambat perkembangan sosial
dan psikologis mereka;
2. Bekerja dengan waktu yang panjang;
3. Bekerja terlalu lama di satu tempat tertentu tanpa waktu untuk bermain dan
rekreasi;
4. Bekerja dalam situasi yang menghambat kepercayaan diri;
Kondisi di atas merupakan sebagian indikator-indikator bentuk eksploitasi
terhadap anak, dalam realitasnya juga banyak dijumpai situasi-situasi yang memiliki
pengaruh buruk terhadap pekerja anak seperti tindakan kekerasan, penculikan,
penyekapan, dan sebagainya.
Disamping itu, dari bentuk dan jenis pekerjaan yang telah disebutkan di atas
beberapa permasalahan yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia. Berikut ini
merupakan beberapa masalah yang dihadapi oleh pekerja anak di Indonesia :
a. Upah rendah;
b. Jam kerja panjang;
Mengenai waktu kerja, jika melihat rentang waktu pekerja anak dalam
berkerja berdasarkan bentuk dan jenis pekerjaan yang dilakukan mereka
4