iv
” Semoga Hati Kudus Yesus diKasihi dimana-mana”
”Segala kesulitan, pergumulan dan tantangan dalam hidupmu, akan menjadi peluang,
sarana dan kesempatan yang baik yang Tuhan berikan untuk selalu berproses secara
terus-menerus menjadi pribadi yang lebih baik”
” Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
v
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Maret 2011
Penulis
vi
STUDI KASUS TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL PARA REMAJA PEREMPUAN PENGHUNI PANTI ASUHAN PANTI RINI
PURWOREJO TAHUN 2009 – 2010
Olifa Faustina Rita Kirwelakubun Universitas Sanata Dharma
2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009 – 2010. Subjek penelitian ini berjumlah tiga (3) orang remaja perempuan.
Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi tingkah laku non verbal. Instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan pedoman wawancara. Setiap subjek penelitian mendapat pedoman pertanyaan wawancara yang sama. Informasi yang dikumpulkan berasal dari wawancara mendalam dari setiap subjek penelitian yang
direkam dengan menggunakan tape-recorder, kemudian hasil dari wawancara
disusun dalam bentuk transkrip verbatim.
vii
A CASE STUDY OF THE EMOTIONAL INTELIGENCE OF THE ADOLESCENT GIRLS AT THE CHARITABLE INSTITUTION
OF PANTI RINI PURWOREJO
Olifa Faustina Rita Kirwelakubun Sanata Dharma University
2011
This research is aimed to comprehend the emotional intelligence of adolescent girl at the Charitable Institution of Panti Rini Purworejo in 2009-2010. The subject consisted of three (3) adolescent girls.
The type of research which is used to solve the problem is the qualitative research. The data collection method is interviewing and observing about the nonverbal behavior. The research instrument is the questioners guiding. The information is collected from each of the respondents by using a tape-recorder, and the result is arranged in a transcript verbatim form.
The result pointed that in each of the emotional intelligence aspect at the three subjects of research there were good and bad aspects in managing and controlling their emotions both to themselves or to others. There are some good aspects at each of the emotional intelligence namely: they are able to confess their flaws which they have done and are more open to others; having the initiative to ask pardon from others; caring and having solidarity to others and communicating well with others. While the lack of every aspect of emotional intelligence such as compeling to others, being, impatient complaining, being rebel our being practiceng introvert, being indiscipline-ary, having always forgeting thoughts to do a task which is given to them,being emotional, being angery, being disappointed, having negative troughts to others who disturb them, being-unconfident having difficultnes, in and avoiding cooperatining to meet with those who are unpleasant toward them. It is caused by the less or lack of love from their parents. The first person in the research was an orphan, the second subject was a motherless and her father married again, while the third subject came from a broken home (after divorced her father and mother married again with other persons). The background of the three subjects of research has influenced their daily lives in the Charitable Institution of Panti Rini Purworejo, therefore it has risen the incorrectly and badly emotional reactions.
viii
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
NAMA : Olifa Faustina Rita Kirwelakubun
NIM : 051114031
Demi mengembangkan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma skripsi saya yang berjudul ”STUDI KASUS TENTANG
KECERDASAN EMOSIONAL PARA REMAJA PEREMPUAN PENGHUNI PANTI ASUHAN PANTI RINI PURWOREJO TAHUN 2009 – 2011” beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media
lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau kepada media lain untuk kepentingan akademis
selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 10 Maret 2011
Yang menyatakan :
ix
Puji syukur dan limpah terimakasih atas cinta dan kasih Tuhan yang melimpah
dalam menyelesaikan proses studi di Universitas Sanata Dharma. Terimakasih
kepada Hati Kudus Yesus dan Bunda Hati Kudus atas perlindungan dan berkatnya
melalui Dosen pembimbing dan semua orang yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dengan Judul ”Deskripsi Kecerdasan Emosional Para
Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo Tahun 2009 – 2010
Sebagai Suatu Studi Kasus. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan, dukungan dan doa dari banyak pihak. Oleh karena itu,
dengan rasa syukur penulis menghaturkan limpah terimakasih kepada:
1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.
2. Dr. M. M. Sri Hastuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Drs. T. A. Prapancha Hary, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh
kesabaran dan kesetiaan.
4. Sr. M. Madeleine Y. PBHK, selaku Provinsial PBHK Indonesia dan para
dewannya, yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam
x
mendukung dan setia mendoakan penulis dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
6. Para remaja perempuan RAT, ATM dan SNW (nama samaran) penghuni
Panti Asuhan Panti Rini Purworejo, yang telah berkenan membagikan
pengalaman hidupnya demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
7. Sr. M. Christien PBHK, selaku Superior daerah Jawa dan para dewannya
yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
8. Sr. M. Gaudensia E. PBHK dan para suster PBHK komunitas Deresan
Yogyakarta yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
9. Komunitas Postulat dan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo yang telah
mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Pastor Allo Setitit. OSC, Pastor Arcadius. MSC dan Pastor Budi Santoso
yang telah mendukung, mendoakan, memberi semangat, menemani ketika
penulis mengalami pergumulan dalam proses penulisan skripsi ini.
11.Para sahabatku, teman-teman seperjuangan dalam panggilan yang selalu
memotivasi dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
12.Bapak, mama, kak Edi yang telah berbahagia di surga, kakak dan adik-adik
yang selama ini telah dengan setia mendukung, mencintai dengan tulus
dalam perjalanan hidup panggilanku, secara khusus menemaniku dalam
xi proses penulisan skripsi ini.
14.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut terlibat dalam
mendukung penulis dalam menyelesaikan proses penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap
semoga skripsi ini berguna bagi mereka yang memerlukan terutama dalam
mendampingi para remaja.
Penulis
xii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian……….. 6
E. Batasan Istilah ... 7
BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 9
1. Sejarah Singkat Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 9
2. Visi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo... 13
3. Misi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 13
4. Tujuan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 13
B. Kehidupan Para Renaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 14
xiii
2. Kehidupan Para Remaja Perempuan di Panti Asuhan Panti Rini
Purworejo ... 16
C. Remaja ... 19
1. Pengertian Remaja ... 19
2. Batasan Umur Remaja ... 20
3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja... 20
4. Pengertian Para Remaja perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 21
5. Batasan Umur Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo... 21
D. Hakekat Kecerdasan... 21
1. Pengertian Kecerdasan... 21
2. Macam-Macam Kecerdasan Menurut Gardner... 22
E. Hakekat Kecerdasan Emosional... 26
F. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional... 28
1. Mengenali Emosi Diri... 28
2. Mengelola Emosi... 32
3. Memotivasi Diri Sendiri... 34
4. Mengenali Emosi Orang Lain... 36
5. Membina Hubungan... 37
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional... 38
1. Faktor Internal... 38
2. Faktor Eksternal... 39
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43
B. Subjek Penelitian ... 43
C. Metode Pengumpulan Data ... 44
D. Tahap-Tahap Penelitian ... 45
E. Koding dan Analisis Data ... 46
xiv
A. Hasil Penelitian ... 50
1. Subjek 1………. 50
2. Subjek 2………. 53
3. Subjek 3………. 55
B. Pembahasan ... 57
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakekatnya, setiap manusia itu mempunyai emosi. Dari bangun tidur
pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam
pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Emosi adalah salah satu
berkat Tuhan bagi manusia, maka kita perlu bersyukur pada-Nya karena kita
tahu betapa tinggi nilai emosi itu bagi kita.
Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Kata emosi
berasal dari bahasa latin yang berarti movere yang diartikan bergerak atau
menggerakan dan menjauh. Banyak defenisi mengenai emosi yang
dikemukakan oleh para ahli. Merujuk pada makna yang harafiah yang
diambil dari Oxford English Dictionary yang memaknai emosi sebagai
kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental
yang hebat dan meluap-luap (Ali, 2008: 62). Lebih lanjut, kamus psikologi
mendefinisikan emosi adalah tergugahnya perasaan yang disertai dengan
perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot-otot yang menegang,
debaran jantung yang cepat dan sebagainya (Kartono, 2003: 146). Menurut
The Dictionary of Psychology (Maurus, 2007: 17) emosi adalah:
Intelligensi Quotient (IQ) adalah istilah populer yang dikenal oleh banyak
orang. Intelligensi Quotien bukanlah satu-satunya jalan seseorang untuk dapat
menuju keberhasilan. Kepandaian secara IQ tidak menjamin individu akan
dapat dengan mudah mencapai impian atau cita-citanya. Kecerdasan
emosional atau Emotional Intelligence pertama kali dilontarkan oleh Salovey
dan Mayer pada tahun 1990 (dalam Martin, 2008: 41). Mereka beranggapan
bahwa remaja dengan kecerdasan intelektual mempunyai peluang besar
untuk meraih sukses. Sekarang ini kita tidak hanya mengenal IQ saja, tetapi
juga dikenal istilah Emotional Itelligence (EI) dan Kecerdasan Spiritual (SQ)
serta kecerdasan-kecerdasan yang lain. Emotional Itelligence dalam bahasa
Indonesia adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan tidak dipandang hanya
mencakup kecepatan berpikir, ketepatan menghitung, melainkan juga
pengendalian emosi dan kemampuan mengendalikan diri dalam hubungannya
dengan sesama.
Goleman (2005: 161-165), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati
adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai
menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat
berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan
akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan pergaulan
sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang
Kecerdasan emosional merupakan bagian penting dalam diri setiap
manusia. Jika manusia hanya mementingkan kecerdasan intelektual saja maka
sulit dibayangkan bagaimana jadinya kehidupan di dunia ini tanpa adanya
emosi. Tanpa kecerdasan emosi, psikis seseorang cenderung rentan dengan
berbagai konflik, mudah depresi dan banyak mengalami hambatan dalam
bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Sebagai seorang individu ia
tumbuh menjadi individu yang cenderung tertutup, reaktif dan mudah putus
asa. Oleh karena itu menurut Goleman (2000) menyatakan bahwa tanpa
emosi, kehidupan manusia hanyalah lorong panjang yang menjenuhkan,
hampa dan tak bermakna.
Masa remaja dikenal dengan masa stress and strain (masa kegoncangan
dan kebimbangan) dimana terjadi perkembangan fisik dan psikis yang
mempengaruhi pergolakan emosi. Pergolakan emosi yang terjadi pada
remaja tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan
tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya dan
aktivitas-aktivitas yang dilakukannya sehari-hari.
Tingginya tingkat penggunaan emosi yang tidak terkontrol dengan baik,
meledak-ledak akan berdampak buruk bagi perkembangan psikis maupun
fisik. Ciri yang terdapat pada remaja yang mengalami gangguan emosi
biasanya remaja cenderung merasa kesulitan dalam mengekspresikan
perasaanya, baik ketika merasa sedih, gembira ataupun merasa tidak
berinteraksi. Semua ini dipicu oleh perasaan tidak diterima, takut,
ketidakpedulian orang tua, ingin lari dari tekanan hidup, serta alasan klasik
seperti kurangnya kasih sayang, cinta dan perhatian. Para remaja yang
mengalami tekanan dalam hidupnya, tidak mampu untuk mengolah emosinya
secara lebih cerdas, hal ini ditandai dengan ketidakmampuan
mengekspresikan emosi secara wajar.
Panti Asuhan Panti Rini merupakan salah satu karya sosial yang dikelola
oleh para suster Kongregasi Putri Bunda Hati Kudus dengan tujuan untuk
menampung, membantu dan memberikan perlindungan bagi anak-anak
terlantar. Ada beberapa faktor penyebab anak-anak masuk ke Panti Asuhan
Panti Rini Purworejo antara lain: keadaan ekonomi yang kurang dalam arti
pas-pasan, anak-anak yang kedua orang tuanya sudah meninggal (yatim
piatu), anak yang salah satu orang tuanya meninggal, misalnya ayah (piatu)
dan ibu (yatim) dan broken home.
Latar belakang yang berbeda-beda dari masing-masing anak yang
tinggal di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo, seperti telah dipaparkan di atas
cukup mewarnai kehidupan bersama di dalam Panti Asuhan. Para penghuni
Panti Asuhan Panti Rini berjumlah 39 orang, terdiri dari anak yang duduk di
bangku SD, SMP dan SMA/SMEA. Para remaja perempuan penghuni Panti
Asuhan Panti Rini Purworejo berjumlah 11 orang.
Sementara menurut pengamatan penulis dan informasi dari para suster
dalam menjalani tugas perkembangannya dimana salah satunya berhubungan
dengan kemampuan dalam memantau, mengolah, mengendalikan dan
menerapkan emosi terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Hal ini
disebabkan para remaja perempuan ini berasal dari berbagai macam keluarga
yang memiliki berbagai macam karakteristik, latar belakang dan pendidikan
keluarga yang berbeda-beda. Dalam kehidupan bersama terkadang para
remaja perempuan ini tidak mampu untuk mengolah emosinya dengan baik
sehingga mereka tidak mengalami kematangan emosi dalam hidupnya. Para
remaja perempuan ini dalam hidup bersama di Panti Asuhan Panti Rini,
menunjukan reaksi-reaksi atau mengungkapkan emosi mereka secara tidak
tepat. Reaksi-reaksi atau ungkapan emosi itu adalah: marah, benci, jengkel,
tersinggung, sedih, takut, malu, hina, mengucapkan kata-kata yang kasar atau
tidak sopan, dan lain sebagainya. Reaksi-reaksi emosi ini tampak dalam sikap
cuek, mendiamkan, kurang mensyukuri hidup, mengeluh, tidak peka, malas.
Kebutuhan terbesar dalam hidup mereka adalah kebutuhan untuk dicintai,
diperhatikan, dihargai, kasih sayang. Kebutuhan ini tidak mereka dapatkan
dari kedua orang tua, sehingga membuat mereka dalam hidup bersama tidak
mampu untuk mengolah emosinya secara baik dan tepat.
Berdasarkan kenyataan yang sudah diutarakan itu, maka penulis tertarik
meneliti ”Kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni Panti
Asuhan Panti Rini Purworejo”. Penulis ingin mengetahui kecerdasan
emosional para remaja perempuan Panti Asuhan Panti Rini. Semoga setelah
penulis semakin berempati dan membantu mereka untuk semakin mampu
dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain dan membina hubungan. Dengan demikian para
remaja perempuan semakin berkembang menjadi pribadi yang baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni
Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009-2010?”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mendeskripsikan kecerdasan emosional para remaja perempuan
penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009-2010.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:
1.Bagi Para Suster Pendamping di Panti Asuhan Panti Rini
Penelitian ini sebagai sumbangan untuk mendampingi para remaja
Peneliti secara langsung memperoleh pengalaman menyusun penelitian
dalam mengungkapkan kecerdasan emosional para remaja perempuan
penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.
2. Bagi Peneliti
Peneliti secara langsung memperoleh pengalaman menyusun penelitian
dalam mengungkapkan kecerdasan emosional para remaja perempuan
penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.
E. Batasan Istilah
Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, berikut ini
dijelaskan arti beberapa istilah yang digunan:
1. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk bisa memahami dan
mengelola emosi yang ada dalam diri, mampu memahami emosi orang
lain sehingga bisa mengambil tindakan yang baik untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari demi terciptanya hubungan yang baik dengan
orang lain. Kecerdasan emosional mencakup lima aspek yaitu: mengenali
emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang
lain dan membina hubungan.
2. Remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat
dewasa.
3. Panti Asuhan adalah rumah atau tempat memelihara dan merawat anak
Panti Rini merupakan salah satu karya sosial yang dikelola oleh para
9
KAJIAN TEORITIS
A. Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
1. Sejarah Singkat Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan suster pendamping panti
asuhan Panti Rini Purworejo. Penulis mencoba menyusun secara singkat
sejarah berdirinya Panti Asuhan Panti Rini Purworejo dan
perkembangannya sampai sekarang. Situasi pergolakan, peperangan yang
terjadi di banyak negara dari dulu sampai sekarang mengakibatkan
penderitaan bagi banyak orang. Perang mengakibatkan banyak orang
kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, kebebasan, bahkan kehilangan
keluarga serta saudara-saudarinya. Salah satu akibat dari perang tersebut
banyak anak menjadi terlantar karena terpisah dari orang tuanya.
Situasi serupa terjadi dan menimpa bangsa Indonesia pada jaman
penjajahan Jepang. Pada Jaman itu semua laki-laki dewasa termasuk juga
bapak-bapak keluarga dipaksa untuk bekerja membantu tentara Jepang,
sehingga mereka harus meninggalkan istri dan anak-anak mereka. Dalam
situasi yang demikian itu banyak isteri yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup keluarga dan anak-anaknya. Mereka berupaya membawa
anak-anaknya ke Pastoran maupun Susteran. Bahkan ada juga ibu yang
sampai hati membuang dan meletakan anaknya yang masih bayi di
dan menyedihkan, sekaligus juga menggerakan hati dan rasa belas kasih
Suster Maria Silvestra, PBHK sehingga beliau terdorong untuk
memberikan bantuan dan perlindungan kepada mereka.
Tahun 1928 para suster misionaris Puteri Bunda Hati Kudus datang
ke Purworejo untuk memulai karyanya di bidang pendidikan, kesehatan
dan karya sosial, dengan misi memberikan perawatan dan perlindungan
bagi anak-anak terlantar. Perawatan untuk anak-anak terlantar tersebut
mulai dirintis pada tahun 1942 oleh seorang suster Puteri Bunda hati
Kudus pribumi (Jawa), yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di
Belanda, yaitu Sr. Maria Silvestra PBHK dibantu oleh dua orang gadis
yaitu Bernadett dan Paulin. Adapun suster-suster misionaris Belanda pada
waktu itu diinternir (ditahan) oleh tentara Jepang selama kurang lebih satu
tahun. Karya perwartaan ini dimulai dengan kehadiran tiga gadis kecil
yang dikirim dari Dinas Kepolisian, karena ayahnya meninggal dunia
dalam peperangan, dan ibunya ditahan di lembaga pemasyarakatan karena
melakukan tindakan kejahatan. Tidak lama kemudian menyusul seorang
polisi datang ke susteran dengan membawa bayi yang berumur kira-kira
empat bulan yang ditemukan di pinggir jalan. Jumlah anak terlantar terus
bertambah dari empat anak, hingga mencapai lebih kurang 25 anak
pada tahun 1944. Kebanyakan anak-anak terlantar karena terpisah dari
Keadaan tarekat Suster Puteri Bunda Hati Kudus sekitar tahun 1942
sampai tahun 1944 masih cukup sulit dan hidup pas-pasan. Para suster
belum mempunyai gedung dan sarana untuk menampung dan merawat
anak- anak terlantar itu dengan semestinya. Dana tidak ada dan
penghasilan tidak menentu setelah ditutupnya sekolah yang dikelola oleh
para suster Puteri Bunda Hati Kudus, karena sekolah itu digunakan
sebagai markas oleh tentara Jepang. Suster Silvestra memulai karya ini
dengan bermodalkan kepercayaan, harapan dan rasa belaskasihan
terhadap penderitaan banyak orang yang membutuhkan bantuan. Usaha
mencari dana untuk menghidupi anak-anak ini diperoleh dengan berjualan
nasi, menerima jahitan, dan memberikan les privat secara
sembunyi-sembunyi kepada beberapa anak. Anak-anak yang sudah besar mulai
diajak untuk bekerja guna mencari tambahan penghasilan untuk
mencukupi keperluan hidup sehari-hari. Walaupun demikian anak-anak
tidak sampai kelaparan.
Sesudah Indonesia merdeka, kurang lebih tahun 1948 sekolah yang
dulu ditutup sudah mulai dibuka kembali untuk anak-anak katolik di
sekitar Paroki Purworejo Purworejo. Anak-anak Panti asuhan Panti Rini
pun bisa bersekolah lagi. Tahun 1950-an, Bruder Karitas mendirikan
sekolah SMP dan SPG, serta sekaligus juga membuka asrama untuk
anak-anak yang akan masuk SMP dan SPG. Pengelolahan asrama untuk
ank-anak putri dipercayakan kepada suster Puteri Bunda Hati Kudus. Dengan
asuhan Panti Rini. Tahun 1950-an, Panti Asuhan Panti Rini mendapatkan
bantuan dari Dinas Sosial berupa gedung dengan kapasitas 50 anak.
Gedung ini diperoleh dengan membayar sewa yang dibayarkan setiap
tahun sekali. Pada tahun 1960-an gedung bantuan dari Dinas Sosial telah
menjadi milik Panti Asuhan Panti Rini Purworejo. Kehidupan anak-anak
Panti Asuhan agak baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Penghuni Panti Asuhan panti Rini Purworejo saat ini menampung
tidak hanya anak-anak terlantar, tetapi juga anak-anak dari situasi
keluarga yang kurang harmonis dan keluarga-keluarga yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan pendidikan anak karena ekonomi lemah (miskin).
Sistem pengelolahan Panti Asuhan juga mengalami perkembangan.
Sumber dana untuk keperluan anak-anak Panti Asuhan Panti Rini
diperoleh dari subsidi Pemerintah yang diterima melalui Yayasan Panti
Asuhan Panti Rini, dan juga diperoleh dari para donator. Mengingat biaya
hidup dan biaya pendidikan semakin meningkat, maka anak-anak diajak
untuk membantu mencari dana dengan mengadakan ekonomi prokduktif
sekaligus bertujuan untuk melatih serta mengembangkan ketrampilan dan
kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak. Anak-anak yang tinggal di
Panti asuhan Panti Rini pada tahun 2009 ada 39 anak.
2. Visi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Visi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo adalah menjunjung
Allah dengan menjadi teman, sahabat dan saudara dengan semangat cinta
kasih.
3. Misi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Misi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo adalah menanamkan sikap
percaya diri, rasa tanggungjawab, jujur, disiplin dan mandiri. Membantu
yang miskin dan penyandang sosial dengan cara membimbing,
mendampingi dan mendidik mereka serta memberi kesempatan untuk
mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki.
4. Tujuan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Tujuan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo adalah menjadikan anak
sebagai pribadi yang utuh, beriman, mandiri, memiliki kreatifitas,
kerendahan hati, kejujuran, ketulusan, tanggungjawab dan disiplin.
Mendidik anak untuk memiliki rasa syukur yang mendalam atas karunia
Tuhan yang telah diterima, dialami dalam kehidupan keseharian, rela
mengampuni dan penuh kasih kepada sesama.
B. Kehidupan Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
1. Faktor- Faktor Yang Menyebebkan Para Remaja Perempuan Tinggal di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Panti Asuhan Panti Rini Purworejo didirikan dengan tujuan untuk
menampung anak-anak terlantar dan memberikan kesempatan belajar
dalam keluarganya. Ada beberapa faktor penyebab anak-anak masuk ke
Panti Asuhan Panti Rini Purworejo:
a. Masalah ekonomi
Kehidupan setiap keluarga yang tidak terlepas dari masalah
ekonomi. Ada keluarga yang keadaan ekonominya memenuhi atau
mencukupi kebutuhan keluarganya. Tetapi ada keluarga yang
ekonominya kurang, dalam arti mereka hidup pas-pasan. Mereka
hidup serba kekurangan tentu sangatlah sulit untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang lain. Misalnya kebutuhan akan biaya
pendidikan bagi anak-anaknya. Anak-anak tidak mendapat
kesempatan untuk sekolah dan akan mengalami nasib yang kurang
menguntungkan. Hal ini mengakibatkan anak terlantar dalam
hidupnya.
Keadaan ekonomi yang keluarga yang kurang, juga
mengakibatkan kurangnya perhatian dari orang tua terhadap anaknya,
karena orang tua sibuk mencara nafkah. Pekerjaan yang tidak tetap
mengakibatkan kebutuhan hidup dalam keluarga tidak terpenuhi.
Hidup dalam situasi yang demikin membuat masa depan anak kurang
terjamin karena anak tidak mendapat kesempatan untuk bersekolah.
Dengan demikian orang tuanya menitipkan anak-anaknya di Panti
Asuhan, sehingga anak-anak bisa bersekolah. Ini merupakan salah
b. Yatim Piatu
Anak-anak yang kedua orang tuanya meninggal (yatim piatu).
Pada umumnya mereka kurang atau tidak mendapat perhatian dan
cinta dari anggota keluarganya. Mereka menjadi terlantar hidupnya
dan tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah karena situasi
yang tidak memungkinkan. Anak-anak seperti ini perlu diberi
pertolongan dan mendapatkan perawatan sehingga memungkinkan
mereka untuk tumbuh dan berkembang secara wajar menjadi manusia
dewasa dan mandiri.
c. Yatim atau Piatu
Anak yang salah satu orang tuanya meninggal misalnya ayah
(piatu) dan ibu (yatim) akan mengalami persoalan dan hambatan
dalam hidupnya, baik dalam hal materi maupun psikis. Apalagi yang
meninggal adalah ayah yang merupakan sumber pencari nafkah, maka
keluarga yang ditinggalkan mengalami kesulitan dalam hidupnya
seperti tidak tercukupinya kebutuhan ekonomi. Hal ini menyebabkan
anak tidak dapat menikmati hidup seperti anak-anak lain seusianya
yang secara ekonomi hidupnya berkecukupan, akibatnya anak kurang
d. Broken Home
“Broken Home” adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita.
“Broken Home” berarti rumah tangga yang hancur atau berantakan.
Keluarga atau rumah tangga tanpa hadir salah seorang dari kedua
orang tua disebabkan karena penceraian, sehingga masing-masing
tidak mau bertanggungjawab terhadap keluarganya.
Kalau dalam keluarga terjadi hal-hal seperti ini pastilah
anak-anak menjadi korban, dan mengalami kebingungan untuk memilih
mengikuti ayah atau ibu. Anak akan merasa terganggu fisik dan
psikisnya. Perhatian dan kasih sayang yang diharapkan dari orang tua
tidak terpenuhi.
2. Kehidupan Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Latar belakang yang berbeda dari masing-masing remaja puteri yang
tinggal di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo, seperti yang telah
dipaparkan di atas cukup mewarnai kehidupan bersama di dalam Panti
Asuhan.
Setelah hidup bersama, mereka nampak seperti kakak dengan adik
dalam satu keluarga, walaupun terkadang terjadi perselisihan dan
pertengkaran. Hal ini terlihat dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan
mengurus segala kebutuhan hidupnya. Anak-anak yang sudah besar
mengurus segala kebutuhan hidupnya seperti mencuci, dan menyetrika
baju. Dengan demikian anak-anak cepat menjadi kerasan dan akrab satu
dengan yang lain, baik anak yang kecil maupun yang besar.
Sistem pengolahan atau pengaturan anak-anak di Panti asuhan Panti
Rini Purworejo, menggunakan sistem unit atau keluarga. Cara ini cukup
membantu anak untuk tetap bisa merasakan dan menciptakan suasana
hidup seperti dalam keluarga sendiri. Pengaturan unit terdiri dari anak
usia TK sampai dengan usia SMA/SMK dalam setiap unit.
Masing-masing unit bertanggungjawab atas kebersihan dan kerapihan unitnya
dengan selalu membersikan dan merapikan kamar sebelum meninggalkan
unitnya.
Mengenai pendidikan formal, semua anak di Panti Asuhan Panti Rini
Purworejo, tanpa terkecuali mendapat kesempatan untuk mengikuti
pendidikan di sekolah, dari TK sampai dengan tingkat SLTA/SMK.
Setelah menamatkan sekolah, anak-anak diberi kesempatan untuk
magang/kursus selama setahun di Jakarta.
Perkembangan intelektual saja belum cukup, maka perlu juga
mengembangkan ketrampilan yang dimiliki oleh masing-masing anak.
Cara yang ditempuh oleh Panti Asuhan Panti Rini Purworejo dalam
rangka membantu anak-anak untuk mengembangkan ketrampilannya
yaitu dengan mengadakan usaha ekonomi produktif. Kegiatan ini
pertama-tama untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan anak-anak
laksanakan setiap hari sesudah anak-anak pulang sekolah dan hari-hari
libur sekolah. Kegiatan dan ketrampilan yang mereka lakukan antara lain;
membuat kacang telur, telur asin, bumbu pecel, menerima pesanan
makanan, menjahit, kerajinan tangan (membuat gantungan kunci) dan
mengelola warung. Selain itu juga diadakan kegiatan pembinaan rohani
seperti rekoleksi, ret-ret, pendalam iman, pendalam kitab suci dan ziarah
sesuai dengan jadwal yang telah di buat.
Perkembangan intelektual, pembinaan mental/spritual dan
pembinaan ketrampilan para remaja putri yang ada dipanti asuhan ini
dirasa belum cukup. Hal ini disebabkan karena dalam kehidupan bersama,
para remaja putri ini cenderung tidak mampu untuk mengelola dan
mengendalikan emosinya secara baik dan tepat. Para remaja putri ini
dalam hidup bersama di Panti Asuhan Panti Rini, menunjukan
reaksi-reaksi atau mengungkapkan emosi mereka secara tidak tepat.
Reaksi-reaksi atau ungkapan emosi itu seperti: marah, benci, jengkel,
tersinggung, sedih, takut, malu, mengucapkan kata-kata yang kasar atau
tidak sopan, dan lain sebagainya. Reaksi-reaksi emosi ini tampak dalam
sikap dan perilaku dalam hidup bersama seperti: cuek, mendiamkan
teman atau pembimbing selama berhari-hari, kurang mensyukuri hidup,
mengeluh, tidak peka, malas. Kebutuhan terbesar dalam hidup mereka
adalah kebutuhan untuk di cintai, di perhatikan, di hargai, kasih sayang
Realitas dalam kehidupan anak-anak terutama kaum remaja
perempuan di Panti Asuhan Panti Rini, ada sebagian remaja perempuan
yang tampak kurang mampu mengelola dan mengendalikan emosinya
secara baik, tepat dan cerdas. Berdasarkan fenomena itu, penulis ingin
mengetahui bagaimanakah kecerdasan emosi para remaja perempuan
penghuni Panti Asuhan Panti Rini purworejo. Setelah mengetahui
kecerdasan emosi para remaja perempuan ini, penulis semakin berempati,
bisa menjadi teman bagi mereka dan turut ambil bagian membantu dan
mendampingi mereka dalam mengelola emosinya supaya mereka dapat
semakin mampu mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik dan
cerdas.
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut ”adolescence”,
berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh
untuk mencapai kematangan”. Remaja adalah usia dimana mereka
mampu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana mereka
tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan
berada dalam tingkatan sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak
(Hurlock, 2004: 206).
2. Batasan Umur Remaja
Remaja adalah seseorang yang berusia antara 13 tahun sampai 18
hingga remaja akhir (Hurlock, 2004: 206). Selanjutnya masa remaja
menurut Mappiare (1982: 22-23), berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia
21/22 tahun adalah remaja akhir (dalam Ali dan Asrori, 2008: 9).
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Menurut Mappiare (1982: 99) tugas-tugas perkembangan remaja
adalah:
a. Menerima keadaan fisiknya dan menerima perannya sebagai laki-laki
dan perempuan.
b. Menjalin hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik sesama
jenis maupun lain jenis.
c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan orang
dewasa lainnya.
d. Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomu.
e. Memilih dan mempersiapkan diri kearah suatu pekerjaan.
f. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dan konsep-konsep
intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warga negara yang
terpuji.
g. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.
h. Menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia,
Dari beberapa tugas perkembangan yang telah disebutkan diatas,
penulis hanya membahas tentang tugas perkembangan pada remaja yaitu
tugas perkembangan memperoleh kebebasan emosional dari orang tua
dan orang dewasa lainnya.
4. Pengertian Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Para remaja perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini
Purworejo adalah kumpulan para perempuan yang tinggal di Panti
Asuhan Panti Rini yang berasal dari latar belakang keluarga yang
berbeda-beda.
5. Batasan Umur Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo
Para remaja perempuan yang tinggal di Panti asuhan Panti Rini
berusia antara 12 tahun sampai 17 tahun. Empat orang bersekolah di
SMP berusia 12-14 tahun dan 7 orang bersekolah di SMA/SMK berusia
15-17 tahun.
D. Hakekat Kecerdasan 1. Pengertian Kecerdasan
Kecerdasan adalah seluruh kemampuan yang dimiliki oleh individu
dalam berbagai segi untuk mengolah lingkungan serta menyesuaikan diri
dengan keadaan yang baru melalui dirinya demi pemenuhan hidupnya.
Pengertian ini didukung dari berbagai pendapat yang dikemukan oleh
Wechsler kecerdasan adalah “kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif”
(dalam Tyas, 2008: 6). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
1989: 164) kecerdasan dapat diartikan sebagai “kesempurnaan
perkembangan akal budi seperti kepandaian, ketajaman pikiran”. Gardner
(dalam Suparno, 2004: 17) berpendapat bahwa kecerdasan adalah
“kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk
dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang
nyata”.
2. Macam-macam Kecerdasan menurut Gardner
Ilmu pengetahuan akhirnya dapat memandang kecerdasan bukan
hanya dari satu sisi saja. Dahulu ilmu pengetahuan hanya melihat
kecerdasan sebagai batasan dari kecerdasan otak yang sering disebut
dengan istilah IQ. Namun dengan berjalannya waktu perkembangan ilmu
pengetahuan akhirnya bisa menyatakan bahwa kecerdasan memiliki
cakupan yang amat luas. Berikut ini peneliti akan memaparkan
macam-macam kecerdasan menurut Gardner (dalam Suparno, 2004: 25-44), yang
berpendapat bahwa kecerdasan dapat dibagi menjadi sembilan golongan
yaitu:
a. Kecerdasan linguistik
Kecerdasan lingustik adalah “kemampuan untuk menggunakan
secara tertulis. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam berbahasa secara umum. Orang yang memiliki
kemampuan ini akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah
untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,
mudah mempelajari beberapa bahasa”.
b. Kecerdasan matematis-logis
Kecerdasan matematis-logis adalah “kemampuan yang
berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif.
Termasuk dalam intelegensi tersebut adalah kepekaan pada pola
logika, abtraksi, kategorisasi, dan perhitungan”.
c. Kecerdasan kinestetik-badani
Kecerdasan kinestik badani adalah “kemampuan
menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan
gagasan dan perasaan. Orang yang memiliki kecerdasan ini dengan
mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka”.
d. Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal adalah “kemampuan untuk
mengembangkan, mengespresikan, dan menikmati bentuk-bentuk
musik dan suara. Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat peka
terhadap suara dan musik. Mereka dengan mudah belajar dan main
e. Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal adalah “kemampuan untuk mengerti
dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak,
temperamen orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan
kemampuan menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai
orang. Orang yang kuat dalam intelegensi interpersonal biasanya
sangat mudah bekerja sama dengan orang lain, mudah
berkomunikasi dengan orang lain”.
f. Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan interpersonal adalah “kemampuan yang berkaitan
dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk
bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu. Termasuk
dalam intelegensi ini adalah kemampuan berefleksi dan
keseimbangan diri. Orang ini mempunyai kesadaran tinggi akan
gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk
mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia
dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan lebih
tenang”.
g. Kecerdasan lingkungan
Kecerdasan lingkungan adalah ”kemampuan untuk mengerti
flora dan fauna dengan baik. Orang yang mempunyai intelegensi
berkawan dan berhubungan dengan baik dengan alam, mudah
membuat identifikasi dan klasifikasi tanaman dan binatang”.
h. Kecerdasan eksistensial
Kecerdasan eksistensial lebih menyangkut “kepekaan dan
kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan
terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas
hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi
mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam”.
i. Kecerdasan ruang-visual
Kecerdasan ruang visual adalah “kemampuan untuk
menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Termasuk di dalamnya
adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat.
Termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengenal bentuk dan
benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam
pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu
hal/benda dalam pikirannya dan dan mengubahnya dalam bentuk
nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik”.
Sembilan kecerdasan di atas dapat mempengaruhi, menetukan
tingkat keberhasilan dan kebahagiaan hidup orang. Semua orang
memiliki kecerdasan ganda, tetapi ada orang yang menonjol pada
oleh setiap orang. Kecerdasan interpersonal dan intrapersonal
menurut Gardner sering digabung menjadi kecerdasan personal yang
bisa disebut juga dengan kecerdasan emosional.
E. Hakekat Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence pertama kali
dilontarkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990 (dalam Martin, 2008:
41) mereka mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai “kemampuan
untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan
orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam
peningkatan taraf hidup seseorang”. Kecerdasan emosional sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah
setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa
kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan
emosional.
Shapiro (2003: 9) mengatakan bahwa “ketrampilan EQ bukanlah
lawan ketrampilan IQ atau ketrampilan kognitif, namun keduanya
berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.”
Goleman menjelaskan:
Sependapat dengan yang dikatakan oleh Goleman, Mayer dan
Salovey menjelaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan:
“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dengan menggunakan informasi ini untuk membimbing tindakan dan pikiran” (Saphiro, 2003:8).
Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun
hubungan produktif dan meraih keberhasilan.
Cooper dan Sawaf (1998,www.ilmupsikologi.com) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai “kemampuan merasakan, memahami, dan
secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi”. Selanjutnya Howes dan
Herald (1999, www. ilmupsikologi) mengatakan kecerdasan emosional
“merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar
menggunakan emosi”. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi berada
diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi
emosi yang diakui dan dihormati. Kecerdasan emosional menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri maupun
orang lain. Harmoko (2005, e-psikologi.com) mengatakan bahwa kecerdasan
emosi adalah “kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan
mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain”.
hidup lebih bahagia dan sukses. Riyanto dan Handoko, FIC memberikan
definisi kecerdasan emosional lebih sederhana, menurut mereka:
“kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dapat dikembangkan serta disempurnakan kapan saja dan pada usia berapa saja. Dengan kemampuan ini akan didapat pemahaman yang tepat mengenai pengalaman emosi serta bagaimana cara mengelola emosi tersebut” (1980: 27).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah kecerdasan yang melibatkan kemampuan untuk memantau
perasaan atau emosi diri sendiri dan orang lain, membedakannya,
menggunakannya untuk menuntun pikiran dan tindakan sendiri. Maka
dibutuhkan kemampuan untuk menyadari dan mengenali emosi, dapat
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri dan membina hubungan dengan
orang lain.
F. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Goleman mengutip Salovey (2005: 58-59) menempatkan kecerdasan
pribadi Gardner dalam defenisi dasar tentang kecerdasan emosional yang
dicetuskannya dan memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah. Aspek
aspek yang terkandung dalam kecerdasan emosional adalah: (a) mengenali
emosi diri; (b) mengelola emosi; (c) memotivasi diri sendiri; (d) mengenali
emosi orang lain; (e) membina hubungan (Goleman, 2005: 58-59).
1. Mengenali Emosi Diri
Kemampuan mengenali emosi merupakan kecerdasan emosi yang
sangat mendasar. Cara yang paling penting dalam mengenali emosi diri
yang akan muncul atau dengan cara menyebutkan nama emosi yang
bersangkutan. Orang yang memiliki kepekaan yang tinggi atas emosinya
adalah orang yang dapat dikatakan berhasil dalam mengenali emosinya
sendiri. Tetapi orang yang tidak mampu untuk mengenali emosinya
sendiri adalah orang yang dapat dikatakan buta emosi. Hal ini sangat
disayangkan karena akan mempengaruhi kesuksesannya dalam
mengarungi kehidupan ini.
Kemampuan mengenali emosi diri adalah suatu kemampuan
dimana dapat mengenali emosi pada saat emosi itu muncul dan dapat
menyebutkan nama emosi tersebut. Setelah mampu mengenali emosinya
sendiri untuk itu diperlukan suatu kesadaran akan emosinya sehingga
tidak dikuasi oleh emosi tersebut. Orang yang dapat mengenali
emosinya, dapat berpikir jernih dan dapat mengambil keputusan yang
baik bagi dirinya. Menurut para ahli psikologi (Goleman 2005: 63)
“kesadaran diri akan emosinya disebut dengan istilah metamood
(kesadaran akan suasana hati)”. Kesadaran diri adalah perhatian yang
terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Perhatian terhadap
kesadaran diri akan memandang setiap kejadian melalui kesadaran yang
netral, bukanlah perhatian yang larut dalam emosi, bereaksi secara
berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang diserap. Orang yang dapat
menyadari emosinya dapat membantunya dalam menciptakan
unsur-unsur kesadaran emosi, penilaian diri, dan percaya diri. Untuk
lebih jelasnya masing-masing unsur akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Kesadaran emosi
Goleman (2000: 84) berpendapat bahwa orang yang memiliki
kesadaran emosi yang baik cenderung akan:
1) Mengetahui nama emosi yang sedang dirasakan dan
mempertanyakan mengapa emosi itu muncul.
2) Menyadari adanya hubungan antara perasaan yang sedang dialami
dengan yang dipikirkan, diperbuat dan dikatakan.
3) Mengetahui bahwa perasaan yang dirasakan dapat mempengaruhi
kinerjanya.
4) Memiliki kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan
sasaran-sasarannya.
Orang yang kesadaran emosinya kurang baik dapat membuatnya
rentan terhadap akibat ledakan emosi sehingga mudah tergelincir dalam
rel kemarahan yang tidak menentu. Orang yang memiliki kesadaran
emosi yang tinggi membantunya dan mengelola perasaan yang tidak
menentu, untuk mempertahankan motivasi, untuk menyesuaikan diri
dengan tepat terhadap perasaan orang lain, dan untuk mengembangkan
b. Penilaian diri
Goleman (2000: 96-97) berpendapat bahwa orang yang memiliki
kemampuan dalam menilai diri cenderung akan:
1) Memiliki kesadaran tentang kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahannya.
2) Memberikan waktu untuk berefleksi dan belajar dari pengalaman.
3) Membuka diri terhadap umpan balik yang tulus serta bersedia
menerima perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan
diri sendiri.
4) Mampu menunjukan rasa humor dan bersedia memandang diri
sendiri dengan perspektif yang luas.
c. Percaya diri
Orang yang memiliki rasa percaya diri yang baik pada
umumnya dapat memandang diri sebagai orang yang produktif dan
mampu menghadapi tantangan sekaligus mudah menguasai
ketrampilan baru.
Goleman (2000: 107) memiliki pendapat bahwa orang yang
memiliki kepercayaan diri akan:
1) Berani tampil di muka umum dengan penuh keyakinan diri serta
berani menyatakan “keberadaanya”.
2) Berani mengemukakan pandangan yang tidak popular dan
3) Tegas dan mampu membuat keputusan yang baik meskipun
dalam keadaan yang sulit dan tertekan.
2. Mengelola Emosi
Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan tepat. Kecakapan mengelola emosi merupakan
kecakapan yang sangat tergantung pada kesadaran diri, yang meliputi
kemampuan menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan atau ketersinggungan. Orang yang memiliki kecakapan ini
mampu bangkit kembali dari situasi yang membuat dia terpuruk.
Menurut Goleman (2005: 404-405) orang yang memiliki
kemampuan mengelola emosi memiliki ciri-ciri sebagi berikut:
a. Toreransi yang tinggi terhadap frustasi dan pengolahan amarah.
b. Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang
kelas.
c. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi.
d. Berkurangnya larangan masuk sementara dan skors.
e. Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.
f. Perasaan yang lebih positif tentang dirinya sendiri, sekolah dan
keluarga.
g. Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.
Menurut Wijokongko (1997: 15) bahwa ketidakmampuan
mengendalikan emosi bisa membuat orang melakukan banyak perbuatan
negatif. Pengendalian emosi merupakan kunci yang tidak menyenangkan
dengan selalu bahagia, namun tidak membiarkan perasaan menderita
berlangsung secara tidak terkendali sehingga menghapus semua suasana
hati yang menyenangkan.
Orang yang kemampuan mengelola emosinya rendah, menerima
kritik sebagai serangan pribadi, bukan sebagai keluhan yang harus diatasi,
kurang memiliki kendali diri, mudah mencemooh atau menghina,
bersikap menuntup diri atau sikap yang bertahan pasif, dan mudah patah
semangat (Goleman, 2005: 241-215).
Menurut Goleman (2000: 130-131) aspek kemampuan mengelola
emosi meliputi:
a. Mengendalikan emosinya sendiri
Orang yang dapat mengendalikan emosinya sendiri secara tepat
mampu:
1) Mengelola dengan baik emosi-emosi yang menekan.
2) Tetap teguh, bersikap positif, dan tidak goyah sekalipun dalam
situasi yang berat.
3) Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam keadaan
b. Dapat dipercaya (Goleman, 2000: 142-143)
Orang yang dapat dipercaya mampu:
1) Bertindak seturut etika dan tidak pernah mempermalukan orang
lain.
2) Membangun sikap apa adanya dan jujur.
3) Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan yang
tidak dapat diterimanya.
4) Berpegang pada prinsip secara teguh walaupun akibatnya adalah
tidak disukai.
3. Memotivasi Diri Sendiri
Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan memberikan
semangat pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan
bermanfaat. Orang yang mampu memotivasi dirinya kearah yang positif
akan lebih berhasil menjalani kehidupan dibandingkan dengan orang
yang menunggu orang lain untuk memperhatikan dirinya. Salah atu ciri
dari kemampuan untuk memotivasi diri adalah kepercayaan diri (self
confidence). Ciri utama dari self confidence adalah sikap optimis dalam
menghadapi berbagai tantangan. Orang yang memiliki kecakapan ini
mudah jatuh ke dalam suatau kegagalan dan tidak mudah puas terhadap
apa yang dihasilkan, melainkan mempunyai kemauan untuk terus
berusaha dalam memperbaiki diri. Kemampuan memotivasi diri sendiri
a. Dorongan untuk berprestasi (Goleman, 2000: 181-182)
Orang yang memiliki dorongan berprestasi mempunyai
kemampuan:
1) Berorientasi pada tujuan dengan semangat juang yang tinggi untuk
meraihnya.
2) Menetapkan tujuan yang menantang dan berani mengambil resiko.
3) Mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk mengurangi
ketidakpastian dan mencari cara yang tepat.
4) Terus belajar untuk meningkatkan prestasi.
b. Memiliki komitmen (Goleman, 2000: 190)
Orang yang memiliki komitmen tinggi mampu:
1) Berkorban demi tercapainya tujuan.
2) Merasakan dorongan semangat dalam mencapai tujuan yang
utama dalam hidupnya.
3) Mempertimbangkan nilai-nilai yang diterima dalam masyarakat
untuk mengambil keputusan.
4) Mencari peluang untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Memiliki inisiatif (Goleman, 2000:196)
Orang yang memiliki inisiatif mampu:
2) Mengejar sasaran labih dari pada yang dipersyaratkan atau
diharapkan.
3) Berani melanggar batas-batas dan aturan yang tidak prinsip
apabila perlu, agar tugas dapat dilaksanakan.
4) Berani mengajak orang lain bekerjasama untuk menghasilkan
sesuatu yang baik.
d. Optimis (Goleman, 2000: 196)
Orang yang memilki sifat optimis mampu:
1) Bersikap tekun dalam mengejar cita-citanya meskipun banyak
hambatan.
2) Bekerja atau belajar dengan harapan untuk sukses dan tidak
takut gagal.
3) Berani belajar dari kegagalan.
4. Mengenali Emosi Orang Lain
Mengenali emosi orang lain sering disebut empati. Empati adalah
kemampuan menempatkan diri dalam posisi orang lain (Saphiro 2001:
50). Remaja yang bersikap empatik lebih disukai oleh teman-temanya
dan lebih berhasil baik disekolah maupun di tempat kerja, dan ia
mampu menyadari perasaan orang lain termasuk perasaan yang
terungkap secara non verbal misalnya nada suara, intonasi bicara, gerak
sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan sesuatu yang dibutuhkan
orang lain.
Menurut Goleman (2005: 404) orang yang memiliki kemampuan
mengenali emosi orang lain cenderung atau memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain.
b. Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain.
c. Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.
5. Membina Hubungan
Membina hubungan merupakan ketrampilan berinteraksi dengan
orang lain, kemampuan untuk menjalin hubungan dan menempatkan diri
dalam suatu kelompok. Kecakapan ini merupakan ketrampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.
Orang yang memiliki kemampuan membina hubungan yang baik
menurut Goleman (2005: 404) cenderung memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami
hubungan.
b. Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam suatu
hubungan.
d. Lebih popular dan mudah bergaul; bersahabat dan terlibat dengan
teman sebaya.
e. Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa.
f. Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok.
g. Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong.
h. Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.
Dengan memahami kelima aspek kecerdasan emosinal maka dapat
dirumuskan dengan mudah ciri-ciri orang yang cerdas secara emosional.
Pertama-tama mereka pasti mengenal emosinya sendiri. Orang yang cerdas
secara emosional juga mampu memotivasi dirinya untuk menjadi lebih
maju dan berkembang, juga mampu mengendalikan dan mengatur
emosi-emosinya dan menyalurkannya secara lebih positif dan bermanfaat, lebih
sehat untuk dirinya sendiri maupun kelompok sosial di dekatnya. Tingginya
kecerdasan emosional juga ditunjukkan oleh kemampuannya yang optimal
dalam membangun relasi dan komunikasi dengan orang lain. Kemampuan
yang terakhir ini lebih tajam diperluas dalam kemampuan yang melibatkan
keterpautan satu dengan yang lain dalam hidup bersama.
G. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosional 1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu
pesan yang diterima melali indera, seperti penglihatan, pendengaran,
penciuman, dll. Pesan-pesan yang diterima melalui indera tersebut dicatat
oleh bagian struktur otak yang disebut amygdala. Bagian struktur otak yang
paling banyak berurusan dengan proses kegiatan rasional. Karena itu ketika
menghadapi sesuatu, orang terlebih dahulu bereaksi secara emosional,
sebelum disadari sepenuhnya oleh rasio. Kecerdasan emosional yang tinggi
akan membantu untuk menjaga hubungan komunikasi terbuka antara
amygdale dan neocortex. Hal tersebut membantu orang mampu menguasai
diri, memahami emosi orang lain secara empatik, dan menyesuaikan diri
dengan emosi orang lain atau lingkungan yang dihadapi (Goleman, 2005:
23-25).
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu itu
dan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap. Faktor eksternal yang
mempengaruhi kecerdasan emosional menurut Gottman dan DeClaire (2003)
adalah:
a. Keluarga
Keluarga merupakan sekolah kita yang pertama untuk mempelajari
emosi. Orang tua merupakan pelatih emosi, tidak hanya cukup bersikap
hangat dan positif saja, karena sikap demikian belum berarti menunjukan
kecerdasan emosional, mengingat biasanya orang tua kurang mampu
dan DeClaire (2003: 4-5) mengidentifikasikan 3 tipe orang tua yang gagal
mengajarkan kecerdasan emosional pada anak-anak mereka yaitu:
1) Orang tua yang mengabaikan, tidak menghiraukan, menganggap sepi,
atau meremehkan emosi-emosi negatif anak mereka.
2) Orang tua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis terhadap
ungkapan perasaan-perasaan negatif anak mereka, dan barangkali
memarahi atau menghukum mereka karena mengungkapkan
emosinya.
3) Orang tua Laisse-Faire, yang menerima emosi anak mereka dan
berempati dengan mereka, tetapi tidak memberikan bimbingan atau
menentukan batas-batas pada tingkah laku anak mereka.
Menurut Prasetya (2003: 27) pola pengasuh anak yang demokratis
diterapkan oleh orang tua yang menerima kehadiran anak dengan sepenuh
hati serta memiliki pandangan atau wawasan kehidupan masa depan yang
jelas. Mereka tidak hanya memikirkan masa kini, tetapi memahami bahwa
masa depan harus dilandasi oleh tindakan-tindakan masa kini. Menurut
Prasetya orang tua yang demokratis tidak ragu-ragu dalam mengendalikan
anak, berani menegur anak bila anak berperilaku buruk. Mereka
mengarahkan anak sesuai dengan kebutuhan anak agar anak memiliki
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan anak
b. Pengalaman
Albin (1986: 90). Pengalaman-pengalaman hidup juga dapat
mempengaruhi emosi kita. Pengalaman-pengalaman yang dimaksud
adalah pengalaman mengungkapkan emosi, misalnya anak perempuan
boleh mengungkapan rasa takut, tetapi anak laki-laki diharapkan tidak
menyatakan perasaan itu. Pengalaman dengan orang tua, teman-teman,
guru-guru mempengaruhi watak asali kita dan menjadikan kita orang
yang unik dalam mengalami emosi, dalam mengungkapkannya dan dalam
keterbukaan terhdap orang lain. Lebih lanjut menurut OSHO (2008:
68-71) sejak dari permulaan kita mulai melatih anak untuk dapat
mengekspresikan emosinya. Misalnya dengan membiarkan anak laki-laki
bermain dengan boneka, tidak mencegah bila anak laki-laki ingin
menangis dan anak perempuan memanjat pohon.
c. Lingkungan
Ali dan Asrori (2008: 67) mengungkapkan bahwa masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Pada masa ini, remaja mengalamai perkembangan mencapai kematangan
fisik, mental, sosial dan emosional. Masa remaja biasanya memiliki
energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian
diri belum sempurna. perkembangan emosi remaja tampak pada gairah
remaja yang meledak-ledak, munculnya reaksi apatis, keras kepala dan
perbuatan yang tidak sopan. Dengan adanya keadaan emosi remaja yang
remaja. Lingkungan yang harmonis akan mendukung remaja dalam
43
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini dibuat untuk mendapatkan deskripsi/gambaran kecerdasan
emosional para remaja perempuan Panti Asuhan Panti Rini. Jenis penelitian
ini adalah penelitian kualitatif. Maleong menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif adalah:
”Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah” (2006: 6).
Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
bagaimana seseorang memandang dan menilai dirinya sendiri dalam aspek
mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang
lain dan membina hubungan. Salah satu macam manfaat penelitian kualitatif
adalah untuk meneliti sesuatu secara mendalam (Moleong, 2006: 7).
Penelitian kualitatif ini digunakan karena peneliti ingin mengungkap secara
mendalam mengenai kecerdasan emosional dalam diri para remaja
perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.
B. Subjek Penelitian
Pemilihan subjek dalam penelitian ini dengan pengambilan sampel
bertujuan (purposive sample) untuk mengali data yang diperlukan dalam
penelitian ini (Moleong, 2006: 224). Subjek yang dipilih dalam penelitian ini
tiga orang. Alasan peneliti memilih 3 orang tersebut sebagai subjek penelitian
adalah menurut peneliti dapat memberikan informasi yang diperlukan secara
lengkap untuk keperluan penelitian ini (Arikunto, 2006: 16).
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawabannya (Moleong,
2006: 186). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara
terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman wawancara yang sama
bagi semua subjek (Moleong, 2006: 190-191). Peneliti ingin menanyakan
secara mendalam kepada semua subjek yang memungkinkan mereka lebih
terbuka dalam mengungkapkan diri. Selain itu, peneliti mengobservasi
perilaku non verbal subjek penelitian selama wawancara untuk melengkapi
data yang diperlukan.
Selama wawancara, peneliti menggunkan tape-recorder sebagai alat
perekam data. Selanjutnya, peneliti akan menyalin hasil wawancara yang
telah direkam ke dalam catatan lapangan dalam bentuk transkrip verbatim
untuk mempermudah dalam proses analisis data. Instrumen yang digunakan
adalah pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan penuntun
D. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pra lapangan
dan tahap pekerjaan lapangan (Moleong, 2006:127-148).
1.Tahap Pra-Lapangan
Tahap Pra-lapangan terdiri dari:
a. Menyusun rancangan penelitian, yaitu peneliti mengajukan proposal
penelitian.
b. Memilih lapangan penelitian
Tempat penelitian ini ditentukan oleh Suster Provinsial PBHK yaitu
Panti Asuhan Panti Rini Purworejo sebagai lapangan penelitian.
c. Mengurus perijinan
Peneliti mengurus surat ijin penelitian dari kampus untuk suster
pemimpin Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.
d. Memilih dan memanfaatkan informan
Informan adalah orang-orang yang memberikan berbagai informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Mereka itu adalah para
suster pendamping anak-anak di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.
e. Menyiapkan perlengkapan penelitian, maksudnya peneliti menyiapkan
berbagai perlengkapan yang akan digunakan dalam penelitian, antara
lain: tape recorder dan kaset kosong untuk merekam data, alat tulis
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini dilakukan pada saat peneliti melakukan pengumpulan data
penelitian. Peneliti mewawancarai tiga remaja perempuan penghuni Panti
Asuhan Panti Rini Purworejo. Penelitian dilaksanakan mulai hari Rabu
tanggal 15 November 2009 sampai 21 November 2009.
E. Koding dan Analisis Data
1. Koding
Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan
mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat
memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari dalam penelitian.
Kata-kata atau gambar-gambar yang dikasifikasikan dalam satu kategori
diasumsikan memiliki makna yang sama. Kategori-kategori isi ini
mencerminkan “hal” yang hendak diungkapkan oleh peneliti. Kuncinya
prosedur pengodean atau klasifikasi ini harus konsisten (reliable) dan
akurat (valid). Poerwandari (1998: 89-90) menjelaskan langkah-langkah
koding sebagi berikut:
a. Langkah pertama
Peneliti menyusun transkrip verbatim (kata demi kata) atau catatan
b. Langkah kedua
Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada tiap
pertanyaan dan jawaban wawancara dalam transkrip verbatim atau
catatan lapangan.
c. Langkah ketiga
Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode
tertentu. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan
dianggap paling tepat mewakili berkas itu.
2. Analisis Data
Miles dan Hubert menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif
datanya berupa kata-kata (1992: 15). Data itu dikumpulkan melalui
wawancara mendalam dan observasi, setelah itu data tersebut dianalisis
yang terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan lapangan.
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan penyajian sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data berupa teks naratif dari hasil