• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi kasus tentang kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009-2011 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi kasus tentang kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009-2011 - USD Repository"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

iv

” Semoga Hati Kudus Yesus diKasihi dimana-mana”

”Segala kesulitan, pergumulan dan tantangan dalam hidupmu, akan menjadi peluang,

sarana dan kesempatan yang baik yang Tuhan berikan untuk selalu berproses secara

terus-menerus menjadi pribadi yang lebih baik”

” Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu”

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

(6)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Maret 2011

Penulis

(7)

vi

STUDI KASUS TENTANG KECERDASAN EMOSIONAL PARA REMAJA PEREMPUAN PENGHUNI PANTI ASUHAN PANTI RINI

PURWOREJO TAHUN 2009 – 2010

Olifa Faustina Rita Kirwelakubun Universitas Sanata Dharma

2011      

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009 – 2010. Subjek penelitian ini berjumlah tiga (3) orang remaja perempuan.

Jenis penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi tingkah laku non verbal. Instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan pedoman wawancara. Setiap subjek penelitian mendapat pedoman pertanyaan wawancara yang sama. Informasi yang dikumpulkan berasal dari wawancara mendalam dari setiap subjek penelitian yang

direkam dengan menggunakan tape-recorder, kemudian hasil dari wawancara

disusun dalam bentuk transkrip verbatim.

(8)

vii

     

A CASE STUDY OF THE EMOTIONAL INTELIGENCE OF THE ADOLESCENT GIRLS AT THE CHARITABLE INSTITUTION

OF PANTI RINI PURWOREJO

Olifa Faustina Rita Kirwelakubun Sanata Dharma University

2011

This research is aimed to comprehend the emotional intelligence of adolescent girl at the Charitable Institution of Panti Rini Purworejo in 2009-2010. The subject consisted of three (3) adolescent girls.

The type of research which is used to solve the problem is the qualitative research. The data collection method is interviewing and observing about the nonverbal behavior. The research instrument is the questioners guiding. The information is collected from each of the respondents by using a tape-recorder, and the result is arranged in a transcript verbatim form.

The result pointed that in each of the emotional intelligence aspect at the three subjects of research there were good and bad aspects in managing and controlling their emotions both to themselves or to others. There are some good aspects at each of the emotional intelligence namely: they are able to confess their flaws which they have done and are more open to others; having the initiative to ask pardon from others; caring and having solidarity to others and communicating well with others. While the lack of every aspect of emotional intelligence such as compeling to others, being, impatient complaining, being rebel our being practiceng introvert, being indiscipline-ary, having always forgeting thoughts to do a task which is given to them,being emotional, being angery, being disappointed, having negative troughts to others who disturb them, being-unconfident having difficultnes, in and avoiding cooperatining to meet with those who are unpleasant toward them. It is caused by the less or lack of love from their parents. The first person in the research was an orphan, the second subject was a motherless and her father married again, while the third subject came from a broken home (after divorced her father and mother married again with other persons). The background of the three subjects of research has influenced their daily lives in the Charitable Institution of Panti Rini Purworejo, therefore it has risen the incorrectly and badly emotional reactions.

(9)

viii

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

NAMA : Olifa Faustina Rita Kirwelakubun

NIM : 051114031

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma skripsi saya yang berjudul ”STUDI KASUS TENTANG

KECERDASAN EMOSIONAL PARA REMAJA PEREMPUAN PENGHUNI PANTI ASUHAN PANTI RINI PURWOREJO TAHUN 2009 – 2011” beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media

lain, mengelola dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau kepada media lain untuk kepentingan akademis

selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 10 Maret 2011

Yang menyatakan :

(10)

ix

Puji syukur dan limpah terimakasih atas cinta dan kasih Tuhan yang melimpah

dalam menyelesaikan proses studi di Universitas Sanata Dharma. Terimakasih

kepada Hati Kudus Yesus dan Bunda Hati Kudus atas perlindungan dan berkatnya

melalui Dosen pembimbing dan semua orang yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dengan Judul ”Deskripsi Kecerdasan Emosional Para

Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo Tahun 2009 – 2010

Sebagai Suatu Studi Kasus. Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini

tidak lepas dari bantuan, dukungan dan doa dari banyak pihak. Oleh karena itu,

dengan rasa syukur penulis menghaturkan limpah terimakasih kepada:

1. Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta yang telah berkenan mengesahkan skripsi ini.

2. Dr. M. M. Sri Hastuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling yang telah memberi kesempatan, dukungan dan bantuan dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Drs. T. A. Prapancha Hary, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan penuh

kesabaran dan kesetiaan.

4. Sr. M. Madeleine Y. PBHK, selaku Provinsial PBHK Indonesia dan para

dewannya, yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam

(11)

x

mendukung dan setia mendoakan penulis dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini.

6. Para remaja perempuan RAT, ATM dan SNW (nama samaran) penghuni

Panti Asuhan Panti Rini Purworejo, yang telah berkenan membagikan

pengalaman hidupnya demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

7. Sr. M. Christien PBHK, selaku Superior daerah Jawa dan para dewannya

yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

8. Sr. M. Gaudensia E. PBHK dan para suster PBHK komunitas Deresan

Yogyakarta yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Komunitas Postulat dan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo yang telah

mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Pastor Allo Setitit. OSC, Pastor Arcadius. MSC dan Pastor Budi Santoso

yang telah mendukung, mendoakan, memberi semangat, menemani ketika

penulis mengalami pergumulan dalam proses penulisan skripsi ini.

11.Para sahabatku, teman-teman seperjuangan dalam panggilan yang selalu

memotivasi dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

12.Bapak, mama, kak Edi yang telah berbahagia di surga, kakak dan adik-adik

yang selama ini telah dengan setia mendukung, mencintai dengan tulus

dalam perjalanan hidup panggilanku, secara khusus menemaniku dalam

(12)

xi proses penulisan skripsi ini.

14.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang turut terlibat dalam

mendukung penulis dalam menyelesaikan proses penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap

semoga skripsi ini berguna bagi mereka yang memerlukan terutama dalam

mendampingi para remaja.

Penulis

(13)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian……….. 6

E. Batasan Istilah ... 7

BAB II: KAJIAN TEORITIS A. Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 9

1. Sejarah Singkat Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 9

2. Visi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo... 13

3. Misi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 13

4. Tujuan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 13

B. Kehidupan Para Renaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 14

(14)

xiii

2. Kehidupan Para Remaja Perempuan di Panti Asuhan Panti Rini

Purworejo ... 16

C. Remaja ... 19

1. Pengertian Remaja ... 19

2. Batasan Umur Remaja ... 20

3. Tugas-Tugas Perkembangan Remaja... 20

4. Pengertian Para Remaja perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo ... 21

5. Batasan Umur Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo... 21

D. Hakekat Kecerdasan... 21

1. Pengertian Kecerdasan... 21

2. Macam-Macam Kecerdasan Menurut Gardner... 22

E. Hakekat Kecerdasan Emosional... 26

F. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional... 28

1. Mengenali Emosi Diri... 28

2. Mengelola Emosi... 32

3. Memotivasi Diri Sendiri... 34

4. Mengenali Emosi Orang Lain... 36

5. Membina Hubungan... 37

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional... 38

1. Faktor Internal... 38

2. Faktor Eksternal... 39

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43

B. Subjek Penelitian ... 43

C. Metode Pengumpulan Data ... 44

D. Tahap-Tahap Penelitian ... 45

E. Koding dan Analisis Data ... 46

(15)

xiv

A. Hasil Penelitian ... 50

1. Subjek 1………. 50

2. Subjek 2………. 53

3. Subjek 3………. 55

B. Pembahasan ... 57

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya, setiap manusia itu mempunyai emosi. Dari bangun tidur

pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam

pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Emosi adalah salah satu

berkat Tuhan bagi manusia, maka kita perlu bersyukur pada-Nya karena kita

tahu betapa tinggi nilai emosi itu bagi kita.

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Kata emosi

berasal dari bahasa latin yang berarti movere yang diartikan bergerak atau

menggerakan dan menjauh. Banyak defenisi mengenai emosi yang

dikemukakan oleh para ahli. Merujuk pada makna yang harafiah yang

diambil dari Oxford English Dictionary yang memaknai emosi sebagai

kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental

yang hebat dan meluap-luap (Ali, 2008: 62). Lebih lanjut, kamus psikologi

mendefinisikan emosi adalah tergugahnya perasaan yang disertai dengan

perubahan-perubahan dalam tubuh, misalnya otot-otot yang menegang,

debaran jantung yang cepat dan sebagainya (Kartono, 2003: 146). Menurut

The Dictionary of Psychology (Maurus, 2007: 17) emosi adalah:

(17)

Intelligensi Quotient (IQ) adalah istilah populer yang dikenal oleh banyak

orang. Intelligensi Quotien bukanlah satu-satunya jalan seseorang untuk dapat

menuju keberhasilan. Kepandaian secara IQ tidak menjamin individu akan

dapat dengan mudah mencapai impian atau cita-citanya. Kecerdasan

emosional atau Emotional Intelligence pertama kali dilontarkan oleh Salovey

dan Mayer pada tahun 1990 (dalam Martin, 2008: 41). Mereka beranggapan

bahwa remaja dengan kecerdasan intelektual mempunyai peluang besar

untuk meraih sukses. Sekarang ini kita tidak hanya mengenal IQ saja, tetapi

juga dikenal istilah Emotional Itelligence (EI) dan Kecerdasan Spiritual (SQ)

serta kecerdasan-kecerdasan yang lain. Emotional Itelligence dalam bahasa

Indonesia adalah kecerdasan emosional. Kecerdasan tidak dipandang hanya

mencakup kecepatan berpikir, ketepatan menghitung, melainkan juga

pengendalian emosi dan kemampuan mengendalikan diri dalam hubungannya

dengan sesama.

Goleman (2005: 161-165), mengatakan bahwa koordinasi suasana hati

adalah inti dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai

menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat

berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosional yang baik dan

akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan pergaulan

sosial serta lingkungannya. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang

(18)

Kecerdasan emosional merupakan bagian penting dalam diri setiap

manusia. Jika manusia hanya mementingkan kecerdasan intelektual saja maka

sulit dibayangkan bagaimana jadinya kehidupan di dunia ini tanpa adanya

emosi. Tanpa kecerdasan emosi, psikis seseorang cenderung rentan dengan

berbagai konflik, mudah depresi dan banyak mengalami hambatan dalam

bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Sebagai seorang individu ia

tumbuh menjadi individu yang cenderung tertutup, reaktif dan mudah putus

asa. Oleh karena itu menurut Goleman (2000) menyatakan bahwa tanpa

emosi, kehidupan manusia hanyalah lorong panjang yang menjenuhkan,

hampa dan tak bermakna.

Masa remaja dikenal dengan masa stress and strain (masa kegoncangan

dan kebimbangan) dimana terjadi perkembangan fisik dan psikis yang

mempengaruhi pergolakan emosi. Pergolakan emosi yang terjadi pada

remaja tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh, seperti lingkungan

tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya dan

aktivitas-aktivitas yang dilakukannya sehari-hari.

Tingginya tingkat penggunaan emosi yang tidak terkontrol dengan baik,

meledak-ledak akan berdampak buruk bagi perkembangan psikis maupun

fisik. Ciri yang terdapat pada remaja yang mengalami gangguan emosi

biasanya remaja cenderung merasa kesulitan dalam mengekspresikan

perasaanya, baik ketika merasa sedih, gembira ataupun merasa tidak

(19)

berinteraksi. Semua ini dipicu oleh perasaan tidak diterima, takut,

ketidakpedulian orang tua, ingin lari dari tekanan hidup, serta alasan klasik

seperti kurangnya kasih sayang, cinta dan perhatian. Para remaja yang

mengalami tekanan dalam hidupnya, tidak mampu untuk mengolah emosinya

secara lebih cerdas, hal ini ditandai dengan ketidakmampuan

mengekspresikan emosi secara wajar.

Panti Asuhan Panti Rini merupakan salah satu karya sosial yang dikelola

oleh para suster Kongregasi Putri Bunda Hati Kudus dengan tujuan untuk

menampung, membantu dan memberikan perlindungan bagi anak-anak

terlantar. Ada beberapa faktor penyebab anak-anak masuk ke Panti Asuhan

Panti Rini Purworejo antara lain: keadaan ekonomi yang kurang dalam arti

pas-pasan, anak-anak yang kedua orang tuanya sudah meninggal (yatim

piatu), anak yang salah satu orang tuanya meninggal, misalnya ayah (piatu)

dan ibu (yatim) dan broken home.

Latar belakang yang berbeda-beda dari masing-masing anak yang

tinggal di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo, seperti telah dipaparkan di atas

cukup mewarnai kehidupan bersama di dalam Panti Asuhan. Para penghuni

Panti Asuhan Panti Rini berjumlah 39 orang, terdiri dari anak yang duduk di

bangku SD, SMP dan SMA/SMEA. Para remaja perempuan penghuni Panti

Asuhan Panti Rini Purworejo berjumlah 11 orang.

Sementara menurut pengamatan penulis dan informasi dari para suster

(20)

dalam menjalani tugas perkembangannya dimana salah satunya berhubungan

dengan kemampuan dalam memantau, mengolah, mengendalikan dan

menerapkan emosi terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Hal ini

disebabkan para remaja perempuan ini berasal dari berbagai macam keluarga

yang memiliki berbagai macam karakteristik, latar belakang dan pendidikan

keluarga yang berbeda-beda. Dalam kehidupan bersama terkadang para

remaja perempuan ini tidak mampu untuk mengolah emosinya dengan baik

sehingga mereka tidak mengalami kematangan emosi dalam hidupnya. Para

remaja perempuan ini dalam hidup bersama di Panti Asuhan Panti Rini,

menunjukan reaksi-reaksi atau mengungkapkan emosi mereka secara tidak

tepat. Reaksi-reaksi atau ungkapan emosi itu adalah: marah, benci, jengkel,

tersinggung, sedih, takut, malu, hina, mengucapkan kata-kata yang kasar atau

tidak sopan, dan lain sebagainya. Reaksi-reaksi emosi ini tampak dalam sikap

cuek, mendiamkan, kurang mensyukuri hidup, mengeluh, tidak peka, malas.

Kebutuhan terbesar dalam hidup mereka adalah kebutuhan untuk dicintai,

diperhatikan, dihargai, kasih sayang. Kebutuhan ini tidak mereka dapatkan

dari kedua orang tua, sehingga membuat mereka dalam hidup bersama tidak

mampu untuk mengolah emosinya secara baik dan tepat.

Berdasarkan kenyataan yang sudah diutarakan itu, maka penulis tertarik

meneliti ”Kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni Panti

Asuhan Panti Rini Purworejo”. Penulis ingin mengetahui kecerdasan

emosional para remaja perempuan Panti Asuhan Panti Rini. Semoga setelah

(21)

penulis semakin berempati dan membantu mereka untuk semakin mampu

dalam mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain dan membina hubungan. Dengan demikian para

remaja perempuan semakin berkembang menjadi pribadi yang baik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah kecerdasan emosional para remaja perempuan penghuni

Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009-2010?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mendeskripsikan kecerdasan emosional para remaja perempuan

penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo tahun 2009-2010.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat antara lain:

1.Bagi Para Suster Pendamping di Panti Asuhan Panti Rini

Penelitian ini sebagai sumbangan untuk mendampingi para remaja

(22)

Peneliti secara langsung memperoleh pengalaman menyusun penelitian

dalam mengungkapkan kecerdasan emosional para remaja perempuan

penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.

2. Bagi Peneliti

Peneliti secara langsung memperoleh pengalaman menyusun penelitian

dalam mengungkapkan kecerdasan emosional para remaja perempuan

penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.

E. Batasan Istilah

Untuk mempermudah pemahaman tentang penelitian ini, berikut ini

dijelaskan arti beberapa istilah yang digunan:

1. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk bisa memahami dan

mengelola emosi yang ada dalam diri, mampu memahami emosi orang

lain sehingga bisa mengambil tindakan yang baik untuk diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari demi terciptanya hubungan yang baik dengan

orang lain. Kecerdasan emosional mencakup lima aspek yaitu: mengenali

emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang

lain dan membina hubungan.

2. Remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat

dewasa.

3. Panti Asuhan adalah rumah atau tempat memelihara dan merawat anak

(23)

Panti Rini merupakan salah satu karya sosial yang dikelola oleh para

(24)

9

KAJIAN TEORITIS

A. Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

1. Sejarah Singkat Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan suster pendamping panti

asuhan Panti Rini Purworejo. Penulis mencoba menyusun secara singkat

sejarah berdirinya Panti Asuhan Panti Rini Purworejo dan

perkembangannya sampai sekarang. Situasi pergolakan, peperangan yang

terjadi di banyak negara dari dulu sampai sekarang mengakibatkan

penderitaan bagi banyak orang. Perang mengakibatkan banyak orang

kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, kebebasan, bahkan kehilangan

keluarga serta saudara-saudarinya. Salah satu akibat dari perang tersebut

banyak anak menjadi terlantar karena terpisah dari orang tuanya.

Situasi serupa terjadi dan menimpa bangsa Indonesia pada jaman

penjajahan Jepang. Pada Jaman itu semua laki-laki dewasa termasuk juga

bapak-bapak keluarga dipaksa untuk bekerja membantu tentara Jepang,

sehingga mereka harus meninggalkan istri dan anak-anak mereka. Dalam

situasi yang demikian itu banyak isteri yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan hidup keluarga dan anak-anaknya. Mereka berupaya membawa

anak-anaknya ke Pastoran maupun Susteran. Bahkan ada juga ibu yang

sampai hati membuang dan meletakan anaknya yang masih bayi di

(25)

dan menyedihkan, sekaligus juga menggerakan hati dan rasa belas kasih

Suster Maria Silvestra, PBHK sehingga beliau terdorong untuk

memberikan bantuan dan perlindungan kepada mereka.

Tahun 1928 para suster misionaris Puteri Bunda Hati Kudus datang

ke Purworejo untuk memulai karyanya di bidang pendidikan, kesehatan

dan karya sosial, dengan misi memberikan perawatan dan perlindungan

bagi anak-anak terlantar. Perawatan untuk anak-anak terlantar tersebut

mulai dirintis pada tahun 1942 oleh seorang suster Puteri Bunda hati

Kudus pribumi (Jawa), yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di

Belanda, yaitu Sr. Maria Silvestra PBHK dibantu oleh dua orang gadis

yaitu Bernadett dan Paulin. Adapun suster-suster misionaris Belanda pada

waktu itu diinternir (ditahan) oleh tentara Jepang selama kurang lebih satu

tahun. Karya perwartaan ini dimulai dengan kehadiran tiga gadis kecil

yang dikirim dari Dinas Kepolisian, karena ayahnya meninggal dunia

dalam peperangan, dan ibunya ditahan di lembaga pemasyarakatan karena

melakukan tindakan kejahatan. Tidak lama kemudian menyusul seorang

polisi datang ke susteran dengan membawa bayi yang berumur kira-kira

empat bulan yang ditemukan di pinggir jalan. Jumlah anak terlantar terus

bertambah dari empat anak, hingga mencapai lebih kurang 25 anak

pada tahun 1944. Kebanyakan anak-anak terlantar karena terpisah dari

(26)

Keadaan tarekat Suster Puteri Bunda Hati Kudus sekitar tahun 1942

sampai tahun 1944 masih cukup sulit dan hidup pas-pasan. Para suster

belum mempunyai gedung dan sarana untuk menampung dan merawat

anak- anak terlantar itu dengan semestinya. Dana tidak ada dan

penghasilan tidak menentu setelah ditutupnya sekolah yang dikelola oleh

para suster Puteri Bunda Hati Kudus, karena sekolah itu digunakan

sebagai markas oleh tentara Jepang. Suster Silvestra memulai karya ini

dengan bermodalkan kepercayaan, harapan dan rasa belaskasihan

terhadap penderitaan banyak orang yang membutuhkan bantuan. Usaha

mencari dana untuk menghidupi anak-anak ini diperoleh dengan berjualan

nasi, menerima jahitan, dan memberikan les privat secara

sembunyi-sembunyi kepada beberapa anak. Anak-anak yang sudah besar mulai

diajak untuk bekerja guna mencari tambahan penghasilan untuk

mencukupi keperluan hidup sehari-hari. Walaupun demikian anak-anak

tidak sampai kelaparan.

Sesudah Indonesia merdeka, kurang lebih tahun 1948 sekolah yang

dulu ditutup sudah mulai dibuka kembali untuk anak-anak katolik di

sekitar Paroki Purworejo Purworejo. Anak-anak Panti asuhan Panti Rini

pun bisa bersekolah lagi. Tahun 1950-an, Bruder Karitas mendirikan

sekolah SMP dan SPG, serta sekaligus juga membuka asrama untuk

anak-anak yang akan masuk SMP dan SPG. Pengelolahan asrama untuk

ank-anak putri dipercayakan kepada suster Puteri Bunda Hati Kudus. Dengan

(27)

asuhan Panti Rini. Tahun 1950-an, Panti Asuhan Panti Rini mendapatkan

bantuan dari Dinas Sosial berupa gedung dengan kapasitas 50 anak.

Gedung ini diperoleh dengan membayar sewa yang dibayarkan setiap

tahun sekali. Pada tahun 1960-an gedung bantuan dari Dinas Sosial telah

menjadi milik Panti Asuhan Panti Rini Purworejo. Kehidupan anak-anak

Panti Asuhan agak baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Penghuni Panti Asuhan panti Rini Purworejo saat ini menampung

tidak hanya anak-anak terlantar, tetapi juga anak-anak dari situasi

keluarga yang kurang harmonis dan keluarga-keluarga yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan pendidikan anak karena ekonomi lemah (miskin).

Sistem pengelolahan Panti Asuhan juga mengalami perkembangan.

Sumber dana untuk keperluan anak-anak Panti Asuhan Panti Rini

diperoleh dari subsidi Pemerintah yang diterima melalui Yayasan Panti

Asuhan Panti Rini, dan juga diperoleh dari para donator. Mengingat biaya

hidup dan biaya pendidikan semakin meningkat, maka anak-anak diajak

untuk membantu mencari dana dengan mengadakan ekonomi prokduktif

sekaligus bertujuan untuk melatih serta mengembangkan ketrampilan dan

kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak. Anak-anak yang tinggal di

Panti asuhan Panti Rini pada tahun 2009 ada 39 anak.

2. Visi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Visi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo adalah menjunjung

(28)

Allah dengan menjadi teman, sahabat dan saudara dengan semangat cinta

kasih.

3. Misi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Misi Panti Asuhan Panti Rini Purworejo adalah menanamkan sikap

percaya diri, rasa tanggungjawab, jujur, disiplin dan mandiri. Membantu

yang miskin dan penyandang sosial dengan cara membimbing,

mendampingi dan mendidik mereka serta memberi kesempatan untuk

mengembangkan bakat-bakat yang dimiliki.

4. Tujuan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Tujuan Panti Asuhan Panti Rini Purworejo adalah menjadikan anak

sebagai pribadi yang utuh, beriman, mandiri, memiliki kreatifitas,

kerendahan hati, kejujuran, ketulusan, tanggungjawab dan disiplin.

Mendidik anak untuk memiliki rasa syukur yang mendalam atas karunia

Tuhan yang telah diterima, dialami dalam kehidupan keseharian, rela

mengampuni dan penuh kasih kepada sesama.

B. Kehidupan Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

1. Faktor- Faktor Yang Menyebebkan Para Remaja Perempuan Tinggal di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Panti Asuhan Panti Rini Purworejo didirikan dengan tujuan untuk

menampung anak-anak terlantar dan memberikan kesempatan belajar

(29)

dalam keluarganya. Ada beberapa faktor penyebab anak-anak masuk ke

Panti Asuhan Panti Rini Purworejo:

a. Masalah ekonomi

Kehidupan setiap keluarga yang tidak terlepas dari masalah

ekonomi. Ada keluarga yang keadaan ekonominya memenuhi atau

mencukupi kebutuhan keluarganya. Tetapi ada keluarga yang

ekonominya kurang, dalam arti mereka hidup pas-pasan. Mereka

hidup serba kekurangan tentu sangatlah sulit untuk memenuhi

kebutuhan hidup yang lain. Misalnya kebutuhan akan biaya

pendidikan bagi anak-anaknya. Anak-anak tidak mendapat

kesempatan untuk sekolah dan akan mengalami nasib yang kurang

menguntungkan. Hal ini mengakibatkan anak terlantar dalam

hidupnya.

Keadaan ekonomi yang keluarga yang kurang, juga

mengakibatkan kurangnya perhatian dari orang tua terhadap anaknya,

karena orang tua sibuk mencara nafkah. Pekerjaan yang tidak tetap

mengakibatkan kebutuhan hidup dalam keluarga tidak terpenuhi.

Hidup dalam situasi yang demikin membuat masa depan anak kurang

terjamin karena anak tidak mendapat kesempatan untuk bersekolah.

Dengan demikian orang tuanya menitipkan anak-anaknya di Panti

Asuhan, sehingga anak-anak bisa bersekolah. Ini merupakan salah

(30)

b. Yatim Piatu

Anak-anak yang kedua orang tuanya meninggal (yatim piatu).

Pada umumnya mereka kurang atau tidak mendapat perhatian dan

cinta dari anggota keluarganya. Mereka menjadi terlantar hidupnya

dan tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah karena situasi

yang tidak memungkinkan. Anak-anak seperti ini perlu diberi

pertolongan dan mendapatkan perawatan sehingga memungkinkan

mereka untuk tumbuh dan berkembang secara wajar menjadi manusia

dewasa dan mandiri.

c. Yatim atau Piatu

Anak yang salah satu orang tuanya meninggal misalnya ayah

(piatu) dan ibu (yatim) akan mengalami persoalan dan hambatan

dalam hidupnya, baik dalam hal materi maupun psikis. Apalagi yang

meninggal adalah ayah yang merupakan sumber pencari nafkah, maka

keluarga yang ditinggalkan mengalami kesulitan dalam hidupnya

seperti tidak tercukupinya kebutuhan ekonomi. Hal ini menyebabkan

anak tidak dapat menikmati hidup seperti anak-anak lain seusianya

yang secara ekonomi hidupnya berkecukupan, akibatnya anak kurang

(31)

d. Broken Home

Broken Home” adalah istilah yang tidak asing lagi bagi kita.

Broken Home” berarti rumah tangga yang hancur atau berantakan.

Keluarga atau rumah tangga tanpa hadir salah seorang dari kedua

orang tua disebabkan karena penceraian, sehingga masing-masing

tidak mau bertanggungjawab terhadap keluarganya.

Kalau dalam keluarga terjadi hal-hal seperti ini pastilah

anak-anak menjadi korban, dan mengalami kebingungan untuk memilih

mengikuti ayah atau ibu. Anak akan merasa terganggu fisik dan

psikisnya. Perhatian dan kasih sayang yang diharapkan dari orang tua

tidak terpenuhi.

2. Kehidupan Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Latar belakang yang berbeda dari masing-masing remaja puteri yang

tinggal di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo, seperti yang telah

dipaparkan di atas cukup mewarnai kehidupan bersama di dalam Panti

Asuhan.

Setelah hidup bersama, mereka nampak seperti kakak dengan adik

dalam satu keluarga, walaupun terkadang terjadi perselisihan dan

pertengkaran. Hal ini terlihat dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan

mengurus segala kebutuhan hidupnya. Anak-anak yang sudah besar

(32)

mengurus segala kebutuhan hidupnya seperti mencuci, dan menyetrika

baju. Dengan demikian anak-anak cepat menjadi kerasan dan akrab satu

dengan yang lain, baik anak yang kecil maupun yang besar.

Sistem pengolahan atau pengaturan anak-anak di Panti asuhan Panti

Rini Purworejo, menggunakan sistem unit atau keluarga. Cara ini cukup

membantu anak untuk tetap bisa merasakan dan menciptakan suasana

hidup seperti dalam keluarga sendiri. Pengaturan unit terdiri dari anak

usia TK sampai dengan usia SMA/SMK dalam setiap unit.

Masing-masing unit bertanggungjawab atas kebersihan dan kerapihan unitnya

dengan selalu membersikan dan merapikan kamar sebelum meninggalkan

unitnya.

Mengenai pendidikan formal, semua anak di Panti Asuhan Panti Rini

Purworejo, tanpa terkecuali mendapat kesempatan untuk mengikuti

pendidikan di sekolah, dari TK sampai dengan tingkat SLTA/SMK.

Setelah menamatkan sekolah, anak-anak diberi kesempatan untuk

magang/kursus selama setahun di Jakarta.

Perkembangan intelektual saja belum cukup, maka perlu juga

mengembangkan ketrampilan yang dimiliki oleh masing-masing anak.

Cara yang ditempuh oleh Panti Asuhan Panti Rini Purworejo dalam

rangka membantu anak-anak untuk mengembangkan ketrampilannya

yaitu dengan mengadakan usaha ekonomi produktif. Kegiatan ini

pertama-tama untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan anak-anak

(33)

laksanakan setiap hari sesudah anak-anak pulang sekolah dan hari-hari

libur sekolah. Kegiatan dan ketrampilan yang mereka lakukan antara lain;

membuat kacang telur, telur asin, bumbu pecel, menerima pesanan

makanan, menjahit, kerajinan tangan (membuat gantungan kunci) dan

mengelola warung. Selain itu juga diadakan kegiatan pembinaan rohani

seperti rekoleksi, ret-ret, pendalam iman, pendalam kitab suci dan ziarah

sesuai dengan jadwal yang telah di buat.

Perkembangan intelektual, pembinaan mental/spritual dan

pembinaan ketrampilan para remaja putri yang ada dipanti asuhan ini

dirasa belum cukup. Hal ini disebabkan karena dalam kehidupan bersama,

para remaja putri ini cenderung tidak mampu untuk mengelola dan

mengendalikan emosinya secara baik dan tepat. Para remaja putri ini

dalam hidup bersama di Panti Asuhan Panti Rini, menunjukan

reaksi-reaksi atau mengungkapkan emosi mereka secara tidak tepat.

Reaksi-reaksi atau ungkapan emosi itu seperti: marah, benci, jengkel,

tersinggung, sedih, takut, malu, mengucapkan kata-kata yang kasar atau

tidak sopan, dan lain sebagainya. Reaksi-reaksi emosi ini tampak dalam

sikap dan perilaku dalam hidup bersama seperti: cuek, mendiamkan

teman atau pembimbing selama berhari-hari, kurang mensyukuri hidup,

mengeluh, tidak peka, malas. Kebutuhan terbesar dalam hidup mereka

adalah kebutuhan untuk di cintai, di perhatikan, di hargai, kasih sayang

(34)

Realitas dalam kehidupan anak-anak terutama kaum remaja

perempuan di Panti Asuhan Panti Rini, ada sebagian remaja perempuan

yang tampak kurang mampu mengelola dan mengendalikan emosinya

secara baik, tepat dan cerdas. Berdasarkan fenomena itu, penulis ingin

mengetahui bagaimanakah kecerdasan emosi para remaja perempuan

penghuni Panti Asuhan Panti Rini purworejo. Setelah mengetahui

kecerdasan emosi para remaja perempuan ini, penulis semakin berempati,

bisa menjadi teman bagi mereka dan turut ambil bagian membantu dan

mendampingi mereka dalam mengelola emosinya supaya mereka dapat

semakin mampu mengendalikan dan mengelola emosinya secara baik dan

cerdas.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut ”adolescence”,

berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh

untuk mencapai kematangan”. Remaja adalah usia dimana mereka

mampu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana mereka

tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

berada dalam tingkatan sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak

(Hurlock, 2004: 206).

2. Batasan Umur Remaja

Remaja adalah seseorang yang berusia antara 13 tahun sampai 18

(35)

hingga remaja akhir (Hurlock, 2004: 206). Selanjutnya masa remaja

menurut Mappiare (1982: 22-23), berlangsung antara umur 12 tahun

sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22

tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian,

yaitu usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia

21/22 tahun adalah remaja akhir (dalam Ali dan Asrori, 2008: 9).

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Menurut Mappiare (1982: 99) tugas-tugas perkembangan remaja

adalah:

a. Menerima keadaan fisiknya dan menerima perannya sebagai laki-laki

dan perempuan.

b. Menjalin hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik sesama

jenis maupun lain jenis.

c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orang tuanya dan orang

dewasa lainnya.

d. Memperoleh kepastian dalam hal kebebasan pengaturan ekonomu.

e. Memilih dan mempersiapkan diri kearah suatu pekerjaan.

f. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dan konsep-konsep

intelektual yang diperlukan dalam hidup sebagai warga negara yang

terpuji.

g. Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.

h. Menyusun nilai-nilai kata hati yang sesuai dengan gambaran dunia,

(36)

Dari beberapa tugas perkembangan yang telah disebutkan diatas,

penulis hanya membahas tentang tugas perkembangan pada remaja yaitu

tugas perkembangan memperoleh kebebasan emosional dari orang tua

dan orang dewasa lainnya.

4. Pengertian Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Para remaja perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini

Purworejo adalah kumpulan para perempuan yang tinggal di Panti

Asuhan Panti Rini yang berasal dari latar belakang keluarga yang

berbeda-beda.

5. Batasan Umur Para Remaja Perempuan Penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo

Para remaja perempuan yang tinggal di Panti asuhan Panti Rini

berusia antara 12 tahun sampai 17 tahun. Empat orang bersekolah di

SMP berusia 12-14 tahun dan 7 orang bersekolah di SMA/SMK berusia

15-17 tahun.

D. Hakekat Kecerdasan 1. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan adalah seluruh kemampuan yang dimiliki oleh individu

dalam berbagai segi untuk mengolah lingkungan serta menyesuaikan diri

dengan keadaan yang baru melalui dirinya demi pemenuhan hidupnya.

Pengertian ini didukung dari berbagai pendapat yang dikemukan oleh

(37)

Wechsler kecerdasan adalah “kemampuan untuk bertindak secara terarah,

berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif”

(dalam Tyas, 2008: 6). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

1989: 164) kecerdasan dapat diartikan sebagai “kesempurnaan

perkembangan akal budi seperti kepandaian, ketajaman pikiran”. Gardner

(dalam Suparno, 2004: 17) berpendapat bahwa kecerdasan adalah

“kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk

dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang

nyata”.

2. Macam-macam Kecerdasan menurut Gardner

Ilmu pengetahuan akhirnya dapat memandang kecerdasan bukan

hanya dari satu sisi saja. Dahulu ilmu pengetahuan hanya melihat

kecerdasan sebagai batasan dari kecerdasan otak yang sering disebut

dengan istilah IQ. Namun dengan berjalannya waktu perkembangan ilmu

pengetahuan akhirnya bisa menyatakan bahwa kecerdasan memiliki

cakupan yang amat luas. Berikut ini peneliti akan memaparkan

macam-macam kecerdasan menurut Gardner (dalam Suparno, 2004: 25-44), yang

berpendapat bahwa kecerdasan dapat dibagi menjadi sembilan golongan

yaitu:

a. Kecerdasan linguistik

Kecerdasan lingustik adalah “kemampuan untuk menggunakan

(38)

secara tertulis. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan

seseorang dalam berbahasa secara umum. Orang yang memiliki

kemampuan ini akan berbahasa lancar, baik dan lengkap. Ia mudah

untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa,

mudah mempelajari beberapa bahasa”.

b. Kecerdasan matematis-logis

Kecerdasan matematis-logis adalah “kemampuan yang

berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif.

Termasuk dalam intelegensi tersebut adalah kepekaan pada pola

logika, abtraksi, kategorisasi, dan perhitungan”.

c. Kecerdasan kinestetik-badani

Kecerdasan kinestik badani adalah “kemampuan

menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan

gagasan dan perasaan. Orang yang memiliki kecerdasan ini dengan

mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka”.

d. Kecerdasan musikal

Kecerdasan musikal adalah “kemampuan untuk

mengembangkan, mengespresikan, dan menikmati bentuk-bentuk

musik dan suara. Orang yang memiliki kecerdasan ini sangat peka

terhadap suara dan musik. Mereka dengan mudah belajar dan main

(39)

e. Kecerdasan interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah “kemampuan untuk mengerti

dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak,

temperamen orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan

kemampuan menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai

orang. Orang yang kuat dalam intelegensi interpersonal biasanya

sangat mudah bekerja sama dengan orang lain, mudah

berkomunikasi dengan orang lain”.

f. Kecerdasan intrapersonal

Kecerdasan interpersonal adalah “kemampuan yang berkaitan

dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk

bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu. Termasuk

dalam intelegensi ini adalah kemampuan berefleksi dan

keseimbangan diri. Orang ini mempunyai kesadaran tinggi akan

gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk

mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia

dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan lebih

tenang”.

g. Kecerdasan lingkungan

Kecerdasan lingkungan adalah ”kemampuan untuk mengerti

flora dan fauna dengan baik. Orang yang mempunyai intelegensi

(40)

berkawan dan berhubungan dengan baik dengan alam, mudah

membuat identifikasi dan klasifikasi tanaman dan binatang”.

h. Kecerdasan eksistensial

Kecerdasan eksistensial lebih menyangkut “kepekaan dan

kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan

terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas

hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi

mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam”.

i. Kecerdasan ruang-visual

Kecerdasan ruang visual adalah “kemampuan untuk

menangkap dunia ruang-visual secara tepat. Termasuk di dalamnya

adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat.

Termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengenal bentuk dan

benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam

pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu

hal/benda dalam pikirannya dan dan mengubahnya dalam bentuk

nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik”.

Sembilan kecerdasan di atas dapat mempengaruhi, menetukan

tingkat keberhasilan dan kebahagiaan hidup orang. Semua orang

memiliki kecerdasan ganda, tetapi ada orang yang menonjol pada

(41)

oleh setiap orang. Kecerdasan interpersonal dan intrapersonal

menurut Gardner sering digabung menjadi kecerdasan personal yang

bisa disebut juga dengan kecerdasan emosional.

E. Hakekat Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence pertama kali

dilontarkan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990 (dalam Martin, 2008:

41) mereka mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai “kemampuan

untuk memahami perasaan diri sendiri, untuk berempati terhadap perasaan

orang lain dan untuk mengatur emosi, yang secara bersama berperan dalam

peningkatan taraf hidup seseorang”. Kecerdasan emosional sangat

dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah

setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa

kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan

emosional.

Shapiro (2003: 9) mengatakan bahwa “ketrampilan EQ bukanlah

lawan ketrampilan IQ atau ketrampilan kognitif, namun keduanya

berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia

nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.”

Goleman menjelaskan:

(42)

Sependapat dengan yang dikatakan oleh Goleman, Mayer dan

Salovey menjelaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan:

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dengan menggunakan informasi ini untuk membimbing tindakan dan pikiran” (Saphiro, 2003:8).

Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun

hubungan produktif dan meraih keberhasilan.

Cooper dan Sawaf (1998,www.ilmupsikologi.com) mendefinisikan

kecerdasan emosional sebagai “kemampuan merasakan, memahami, dan

secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,

informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi”. Selanjutnya Howes dan

Herald (1999, www. ilmupsikologi) mengatakan kecerdasan emosional

“merupakan komponen yang membuat seseorang menjadi pintar

menggunakan emosi”. Lebih lanjut dikatakannya bahwa emosi berada

diwilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi, dan sensasi

emosi yang diakui dan dihormati. Kecerdasan emosional menyediakan

pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri maupun

orang lain. Harmoko (2005, e-psikologi.com) mengatakan bahwa kecerdasan

emosi adalah “kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan

mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri,

mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain”.

(43)

hidup lebih bahagia dan sukses. Riyanto dan Handoko, FIC memberikan

definisi kecerdasan emosional lebih sederhana, menurut mereka:

“kecerdasan emosional dapat dipelajari dan dapat dikembangkan serta disempurnakan kapan saja dan pada usia berapa saja. Dengan kemampuan ini akan didapat pemahaman yang tepat mengenai pengalaman emosi serta bagaimana cara mengelola emosi tersebut” (1980: 27).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan

emosional adalah kecerdasan yang melibatkan kemampuan untuk memantau

perasaan atau emosi diri sendiri dan orang lain, membedakannya,

menggunakannya untuk menuntun pikiran dan tindakan sendiri. Maka

dibutuhkan kemampuan untuk menyadari dan mengenali emosi, dapat

mengelola emosi, memotivasi diri sendiri dan membina hubungan dengan

orang lain.

F. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey (2005: 58-59) menempatkan kecerdasan

pribadi Gardner dalam defenisi dasar tentang kecerdasan emosional yang

dicetuskannya dan memperluas kemampuan ini menjadi lima wilayah. Aspek

aspek yang terkandung dalam kecerdasan emosional adalah: (a) mengenali

emosi diri; (b) mengelola emosi; (c) memotivasi diri sendiri; (d) mengenali

emosi orang lain; (e) membina hubungan (Goleman, 2005: 58-59).

1. Mengenali Emosi Diri

Kemampuan mengenali emosi merupakan kecerdasan emosi yang

sangat mendasar. Cara yang paling penting dalam mengenali emosi diri

(44)

yang akan muncul atau dengan cara menyebutkan nama emosi yang

bersangkutan. Orang yang memiliki kepekaan yang tinggi atas emosinya

adalah orang yang dapat dikatakan berhasil dalam mengenali emosinya

sendiri. Tetapi orang yang tidak mampu untuk mengenali emosinya

sendiri adalah orang yang dapat dikatakan buta emosi. Hal ini sangat

disayangkan karena akan mempengaruhi kesuksesannya dalam

mengarungi kehidupan ini.

Kemampuan mengenali emosi diri adalah suatu kemampuan

dimana dapat mengenali emosi pada saat emosi itu muncul dan dapat

menyebutkan nama emosi tersebut. Setelah mampu mengenali emosinya

sendiri untuk itu diperlukan suatu kesadaran akan emosinya sehingga

tidak dikuasi oleh emosi tersebut. Orang yang dapat mengenali

emosinya, dapat berpikir jernih dan dapat mengambil keputusan yang

baik bagi dirinya. Menurut para ahli psikologi (Goleman 2005: 63)

“kesadaran diri akan emosinya disebut dengan istilah metamood

(kesadaran akan suasana hati)”. Kesadaran diri adalah perhatian yang

terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Perhatian terhadap

kesadaran diri akan memandang setiap kejadian melalui kesadaran yang

netral, bukanlah perhatian yang larut dalam emosi, bereaksi secara

berlebihan dan melebih-lebihkan apa yang diserap. Orang yang dapat

menyadari emosinya dapat membantunya dalam menciptakan

(45)

unsur-unsur kesadaran emosi, penilaian diri, dan percaya diri. Untuk

lebih jelasnya masing-masing unsur akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Kesadaran emosi

Goleman (2000: 84) berpendapat bahwa orang yang memiliki

kesadaran emosi yang baik cenderung akan:

1) Mengetahui nama emosi yang sedang dirasakan dan

mempertanyakan mengapa emosi itu muncul.

2) Menyadari adanya hubungan antara perasaan yang sedang dialami

dengan yang dipikirkan, diperbuat dan dikatakan.

3) Mengetahui bahwa perasaan yang dirasakan dapat mempengaruhi

kinerjanya.

4) Memiliki kesadaran yang menjadi pedoman untuk nilai-nilai dan

sasaran-sasarannya.

Orang yang kesadaran emosinya kurang baik dapat membuatnya

rentan terhadap akibat ledakan emosi sehingga mudah tergelincir dalam

rel kemarahan yang tidak menentu. Orang yang memiliki kesadaran

emosi yang tinggi membantunya dan mengelola perasaan yang tidak

menentu, untuk mempertahankan motivasi, untuk menyesuaikan diri

dengan tepat terhadap perasaan orang lain, dan untuk mengembangkan

(46)

b. Penilaian diri

Goleman (2000: 96-97) berpendapat bahwa orang yang memiliki

kemampuan dalam menilai diri cenderung akan:

1) Memiliki kesadaran tentang kekuatan-kekuatan dan

kelemahan-kelemahannya.

2) Memberikan waktu untuk berefleksi dan belajar dari pengalaman.

3) Membuka diri terhadap umpan balik yang tulus serta bersedia

menerima perspektif baru, mau terus belajar dan mengembangkan

diri sendiri.

4) Mampu menunjukan rasa humor dan bersedia memandang diri

sendiri dengan perspektif yang luas.

c. Percaya diri

Orang yang memiliki rasa percaya diri yang baik pada

umumnya dapat memandang diri sebagai orang yang produktif dan

mampu menghadapi tantangan sekaligus mudah menguasai

ketrampilan baru.

Goleman (2000: 107) memiliki pendapat bahwa orang yang

memiliki kepercayaan diri akan:

1) Berani tampil di muka umum dengan penuh keyakinan diri serta

berani menyatakan “keberadaanya”.

2) Berani mengemukakan pandangan yang tidak popular dan

(47)

3)  Tegas dan mampu membuat keputusan yang baik meskipun

dalam keadaan yang sulit dan tertekan.

2. Mengelola Emosi

Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat

terungkap dengan tepat. Kecakapan mengelola emosi merupakan

kecakapan yang sangat tergantung pada kesadaran diri, yang meliputi

kemampuan menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,

kemurungan atau ketersinggungan. Orang yang memiliki kecakapan ini

mampu bangkit kembali dari situasi yang membuat dia terpuruk.

Menurut Goleman (2005: 404-405) orang yang memiliki

kemampuan mengelola emosi memiliki ciri-ciri sebagi berikut:

a. Toreransi yang tinggi terhadap frustasi dan pengolahan amarah.

b. Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan di ruang

kelas.

c. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi.

d. Berkurangnya larangan masuk sementara dan skors.

e. Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.

f. Perasaan yang lebih positif tentang dirinya sendiri, sekolah dan

keluarga.

g. Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.

(48)

Menurut Wijokongko (1997: 15) bahwa ketidakmampuan

mengendalikan emosi bisa membuat orang melakukan banyak perbuatan

negatif. Pengendalian emosi merupakan kunci yang tidak menyenangkan

dengan selalu bahagia, namun tidak membiarkan perasaan menderita

berlangsung secara tidak terkendali sehingga menghapus semua suasana

hati yang menyenangkan.

Orang yang kemampuan mengelola emosinya rendah, menerima

kritik sebagai serangan pribadi, bukan sebagai keluhan yang harus diatasi,

kurang memiliki kendali diri, mudah mencemooh atau menghina,

bersikap menuntup diri atau sikap yang bertahan pasif, dan mudah patah

semangat (Goleman, 2005: 241-215).

Menurut Goleman (2000: 130-131) aspek kemampuan mengelola

emosi meliputi:

a. Mengendalikan emosinya sendiri

Orang yang dapat mengendalikan emosinya sendiri secara tepat

mampu:

1) Mengelola dengan baik emosi-emosi yang menekan.

2) Tetap teguh, bersikap positif, dan tidak goyah sekalipun dalam

situasi yang berat.

3) Berpikir dengan jernih dan tetap terfokus kendati dalam keadaan

(49)

b. Dapat dipercaya (Goleman, 2000: 142-143)

Orang yang dapat dipercaya mampu:

1) Bertindak seturut etika dan tidak pernah mempermalukan orang

lain.

2) Membangun sikap apa adanya dan jujur.

3) Mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur perbuatan yang

tidak dapat diterimanya.

4)  Berpegang pada prinsip secara teguh walaupun akibatnya adalah

tidak disukai.

3. Memotivasi Diri Sendiri

Kemampuan memotivasi diri adalah kemampuan memberikan

semangat pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang baik dan

bermanfaat. Orang yang mampu memotivasi dirinya kearah yang positif

akan lebih berhasil menjalani kehidupan dibandingkan dengan orang

yang menunggu orang lain untuk memperhatikan dirinya. Salah atu ciri

dari kemampuan untuk memotivasi diri adalah kepercayaan diri (self

confidence). Ciri utama dari self confidence adalah sikap optimis dalam

menghadapi berbagai tantangan. Orang yang memiliki kecakapan ini

mudah jatuh ke dalam suatau kegagalan dan tidak mudah puas terhadap

apa yang dihasilkan, melainkan mempunyai kemauan untuk terus

berusaha dalam memperbaiki diri. Kemampuan memotivasi diri sendiri

(50)

a. Dorongan untuk berprestasi (Goleman, 2000: 181-182)

Orang yang memiliki dorongan berprestasi mempunyai

kemampuan:

1) Berorientasi pada tujuan dengan semangat juang yang tinggi untuk

meraihnya.

2) Menetapkan tujuan yang menantang dan berani mengambil resiko.

3) Mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk mengurangi

ketidakpastian dan mencari cara yang tepat.

4) Terus belajar untuk meningkatkan prestasi.

b. Memiliki komitmen (Goleman, 2000: 190)

Orang yang memiliki komitmen tinggi mampu:

1) Berkorban demi tercapainya tujuan.

2) Merasakan dorongan semangat dalam mencapai tujuan yang

utama dalam hidupnya.

3) Mempertimbangkan nilai-nilai yang diterima dalam masyarakat

untuk mengambil keputusan.

4) Mencari peluang untuk memenuhi kebutuhannya.

c. Memiliki inisiatif (Goleman, 2000:196)

Orang yang memiliki inisiatif mampu:

(51)

2) Mengejar sasaran labih dari pada yang dipersyaratkan atau

diharapkan.

3) Berani melanggar batas-batas dan aturan yang tidak prinsip

apabila perlu, agar tugas dapat dilaksanakan.

4) Berani mengajak orang lain bekerjasama untuk menghasilkan

sesuatu yang baik.

d. Optimis (Goleman, 2000: 196)

Orang yang memilki sifat optimis mampu:

1) Bersikap tekun dalam mengejar cita-citanya meskipun banyak

hambatan.

2) Bekerja atau belajar dengan harapan untuk sukses dan tidak

takut gagal.

3) Berani belajar dari kegagalan.

4. Mengenali Emosi Orang Lain

Mengenali emosi orang lain sering disebut empati. Empati adalah

kemampuan menempatkan diri dalam posisi orang lain (Saphiro 2001:

50). Remaja yang bersikap empatik lebih disukai oleh teman-temanya

dan lebih berhasil baik disekolah maupun di tempat kerja, dan ia

mampu menyadari perasaan orang lain termasuk perasaan yang

terungkap secara non verbal misalnya nada suara, intonasi bicara, gerak

(52)

sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan sesuatu yang dibutuhkan

orang lain.

Menurut Goleman (2005: 404) orang yang memiliki kemampuan

mengenali emosi orang lain cenderung atau memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain.

b. Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain.

c. Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.

5. Membina Hubungan

Membina hubungan merupakan ketrampilan berinteraksi dengan

orang lain, kemampuan untuk menjalin hubungan dan menempatkan diri

dalam suatu kelompok. Kecakapan ini merupakan ketrampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.

Orang yang memiliki kemampuan membina hubungan yang baik

menurut Goleman (2005: 404) cenderung memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Meningkatkan kemampuan menganalisis dan memahami

hubungan.

b. Lebih baik dalam menyelesaikan persoalan yang timbul dalam suatu

hubungan.

(53)

d. Lebih popular dan mudah bergaul; bersahabat dan terlibat dengan

teman sebaya.

e. Lebih menaruh perhatian dan bertenggang rasa.

f. Lebih memikirkan kepentingan sosial dan selaras dalam kelompok.

g. Lebih suka berbagi rasa, bekerja sama, dan suka menolong.

h. Lebih demokratis dalam bergaul dengan orang lain.

Dengan memahami kelima aspek kecerdasan emosinal maka dapat

dirumuskan dengan mudah ciri-ciri orang yang cerdas secara emosional.

Pertama-tama mereka pasti mengenal emosinya sendiri. Orang yang cerdas

secara emosional juga mampu memotivasi dirinya untuk menjadi lebih

maju dan berkembang, juga mampu mengendalikan dan mengatur

emosi-emosinya dan menyalurkannya secara lebih positif dan bermanfaat, lebih

sehat untuk dirinya sendiri maupun kelompok sosial di dekatnya. Tingginya

kecerdasan emosional juga ditunjukkan oleh kemampuannya yang optimal

dalam membangun relasi dan komunikasi dengan orang lain. Kemampuan

yang terakhir ini lebih tajam diperluas dalam kemampuan yang melibatkan

keterpautan satu dengan yang lain dalam hidup bersama.

G. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosional 1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu

(54)

pesan yang diterima melali indera, seperti penglihatan, pendengaran,

penciuman, dll. Pesan-pesan yang diterima melalui indera tersebut dicatat

oleh bagian struktur otak yang disebut amygdala. Bagian struktur otak yang

paling banyak berurusan dengan proses kegiatan rasional. Karena itu ketika

menghadapi sesuatu, orang terlebih dahulu bereaksi secara emosional,

sebelum disadari sepenuhnya oleh rasio. Kecerdasan emosional yang tinggi

akan membantu untuk menjaga hubungan komunikasi terbuka antara

amygdale dan neocortex. Hal tersebut membantu orang mampu menguasai

diri, memahami emosi orang lain secara empatik, dan menyesuaikan diri

dengan emosi orang lain atau lingkungan yang dihadapi (Goleman, 2005:

23-25).

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu itu

dan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap. Faktor eksternal yang

mempengaruhi kecerdasan emosional menurut Gottman dan DeClaire (2003)

adalah:

a. Keluarga

Keluarga merupakan sekolah kita yang pertama untuk mempelajari

emosi. Orang tua merupakan pelatih emosi, tidak hanya cukup bersikap

hangat dan positif saja, karena sikap demikian belum berarti menunjukan

kecerdasan emosional, mengingat biasanya orang tua kurang mampu

(55)

dan DeClaire (2003: 4-5) mengidentifikasikan 3 tipe orang tua yang gagal

mengajarkan kecerdasan emosional pada anak-anak mereka yaitu:

1) Orang tua yang mengabaikan, tidak menghiraukan, menganggap sepi,

atau meremehkan emosi-emosi negatif anak mereka.

2) Orang tua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis terhadap

ungkapan perasaan-perasaan negatif anak mereka, dan barangkali

memarahi atau menghukum mereka karena mengungkapkan

emosinya.

3) Orang tua Laisse-Faire, yang menerima emosi anak mereka dan

berempati dengan mereka, tetapi tidak memberikan bimbingan atau

menentukan batas-batas pada tingkah laku anak mereka.

Menurut Prasetya (2003: 27) pola pengasuh anak yang demokratis

diterapkan oleh orang tua yang menerima kehadiran anak dengan sepenuh

hati serta memiliki pandangan atau wawasan kehidupan masa depan yang

jelas. Mereka tidak hanya memikirkan masa kini, tetapi memahami bahwa

masa depan harus dilandasi oleh tindakan-tindakan masa kini. Menurut

Prasetya orang tua yang demokratis tidak ragu-ragu dalam mengendalikan

anak, berani menegur anak bila anak berperilaku buruk. Mereka

mengarahkan anak sesuai dengan kebutuhan anak agar anak memiliki

sikap, pengetahuan, dan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan anak

(56)

b. Pengalaman

Albin (1986: 90). Pengalaman-pengalaman hidup juga dapat

mempengaruhi emosi kita. Pengalaman-pengalaman yang dimaksud

adalah pengalaman mengungkapkan emosi, misalnya anak perempuan

boleh mengungkapan rasa takut, tetapi anak laki-laki diharapkan tidak

menyatakan perasaan itu. Pengalaman dengan orang tua, teman-teman,

guru-guru mempengaruhi watak asali kita dan menjadikan kita orang

yang unik dalam mengalami emosi, dalam mengungkapkannya dan dalam

keterbukaan terhdap orang lain. Lebih lanjut menurut OSHO (2008:

68-71) sejak dari permulaan kita mulai melatih anak untuk dapat

mengekspresikan emosinya. Misalnya dengan membiarkan anak laki-laki

bermain dengan boneka, tidak mencegah bila anak laki-laki ingin

menangis dan anak perempuan memanjat pohon.

c. Lingkungan

Ali dan Asrori (2008: 67) mengungkapkan bahwa masa remaja

merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Pada masa ini, remaja mengalamai perkembangan mencapai kematangan

fisik, mental, sosial dan emosional. Masa remaja biasanya memiliki

energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian

diri belum sempurna. perkembangan emosi remaja tampak pada gairah

remaja yang meledak-ledak, munculnya reaksi apatis, keras kepala dan

perbuatan yang tidak sopan. Dengan adanya keadaan emosi remaja yang

(57)

remaja. Lingkungan yang harmonis akan mendukung remaja dalam

(58)

43

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dibuat untuk mendapatkan deskripsi/gambaran kecerdasan

emosional para remaja perempuan Panti Asuhan Panti Rini. Jenis penelitian

ini adalah penelitian kualitatif. Maleong menjelaskan bahwa penelitian

kualitatif adalah:

”Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah” (2006: 6).

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

bagaimana seseorang memandang dan menilai dirinya sendiri dalam aspek

mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang

lain dan membina hubungan. Salah satu macam manfaat penelitian kualitatif

adalah untuk meneliti sesuatu secara mendalam (Moleong, 2006: 7).

Penelitian kualitatif ini digunakan karena peneliti ingin mengungkap secara

mendalam mengenai kecerdasan emosional dalam diri para remaja

perempuan penghuni Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.

B. Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dalam penelitian ini dengan pengambilan sampel

bertujuan (purposive sample) untuk mengali data yang diperlukan dalam

penelitian ini (Moleong, 2006: 224). Subjek yang dipilih dalam penelitian ini

(59)

tiga orang. Alasan peneliti memilih 3 orang tersebut sebagai subjek penelitian

adalah menurut peneliti dapat memberikan informasi yang diperlukan secara

lengkap untuk keperluan penelitian ini (Arikunto, 2006: 16).

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu yang dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawabannya (Moleong,

2006: 186). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara

terstruktur karena peneliti menggunakan pedoman wawancara yang sama

bagi semua subjek (Moleong, 2006: 190-191). Peneliti ingin menanyakan

secara mendalam kepada semua subjek yang memungkinkan mereka lebih

terbuka dalam mengungkapkan diri. Selain itu, peneliti mengobservasi

perilaku non verbal subjek penelitian selama wawancara untuk melengkapi

data yang diperlukan.

Selama wawancara, peneliti menggunkan tape-recorder sebagai alat

perekam data. Selanjutnya, peneliti akan menyalin hasil wawancara yang

telah direkam ke dalam catatan lapangan dalam bentuk transkrip verbatim

untuk mempermudah dalam proses analisis data. Instrumen yang digunakan

adalah pedoman wawancara berupa pertanyaan-pertanyaan penuntun

(60)

D. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pra lapangan

dan tahap pekerjaan lapangan (Moleong, 2006:127-148).

1.Tahap Pra-Lapangan

Tahap Pra-lapangan terdiri dari:

a. Menyusun rancangan penelitian, yaitu peneliti mengajukan proposal

penelitian.

b. Memilih lapangan penelitian

Tempat penelitian ini ditentukan oleh Suster Provinsial PBHK yaitu

Panti Asuhan Panti Rini Purworejo sebagai lapangan penelitian.

c. Mengurus perijinan

Peneliti mengurus surat ijin penelitian dari kampus untuk suster

pemimpin Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.

d. Memilih dan memanfaatkan informan

Informan adalah orang-orang yang memberikan berbagai informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Mereka itu adalah para

suster pendamping anak-anak di Panti Asuhan Panti Rini Purworejo.

e. Menyiapkan perlengkapan penelitian, maksudnya peneliti menyiapkan

berbagai perlengkapan yang akan digunakan dalam penelitian, antara

lain: tape recorder dan kaset kosong untuk merekam data, alat tulis

(61)

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini dilakukan pada saat peneliti melakukan pengumpulan data

penelitian. Peneliti mewawancarai tiga remaja perempuan penghuni Panti

Asuhan Panti Rini Purworejo. Penelitian dilaksanakan mulai hari Rabu

tanggal 15 November 2009 sampai 21 November 2009.

E. Koding dan Analisis Data

1. Koding

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan

mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat

memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari dalam penelitian.

Kata-kata atau gambar-gambar yang dikasifikasikan dalam satu kategori

diasumsikan memiliki makna yang sama. Kategori-kategori isi ini

mencerminkan “hal” yang hendak diungkapkan oleh peneliti. Kuncinya

prosedur pengodean atau klasifikasi ini harus konsisten (reliable) dan

akurat (valid). Poerwandari (1998: 89-90) menjelaskan langkah-langkah

koding sebagi berikut:

a. Langkah pertama

Peneliti menyusun transkrip verbatim (kata demi kata) atau catatan

(62)

b. Langkah kedua

Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada tiap

pertanyaan dan jawaban wawancara dalam transkrip verbatim atau

catatan lapangan.

c. Langkah ketiga

Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode

tertentu. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan

dianggap paling tepat mewakili berkas itu.

2. Analisis Data

Miles dan Hubert menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif

datanya berupa kata-kata (1992: 15). Data itu dikumpulkan melalui

wawancara mendalam dan observasi, setelah itu data tersebut dianalisis

yang terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyerderhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan lapangan.

b. Penyajian Data

Penyajian data merupakan penyajian sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data berupa teks naratif dari hasil

Referensi

Dokumen terkait

Dengan perkataan lain pemerintah tidak mungkin bertindak sewenang-wenang da­ lam pemungutan atau pengenaan pajak, Suatu undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammadiyah (2012) yang menyatakan bahwa beralihnya profesi petani dari petani tembakau ke petani kakao

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kualitas anggaran dan belanja daerah Kabupaten Lebak, target serta realisasi PAD dan belanja daerah tersebut dapat digunakan

Dengan adanya keempat produk konversi tersebut, perusahaan dapat mengimplementasikan tacit knowledge yang dimiliki oleh setiap individu untuk dapat di kelola menjadi

KEGIATAN MA AN MAGANG M GANG MAHASISW AHASISWA ( KMM A ( KMM )) PENERAPAN PSIKOLOGI DALAM BIDANG KLINIS PENERAPAN PSIKOLOGI DALAM BIDANG

[r]

agar dapat memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada dalam diri lawan politiknya serta memahami kondisi politik di Kota Semarang. Terdapat

Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Abate (2012), Alzomaia (2014) dan Sebayang dan Putra (2013) yang menunjukkan bahwa risiko berpengaruh