• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II 1ANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II 1ANDASAN TEORI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II 1ANDASAN TEORI 1. Pengertian Hokum Pajak dan Pajak

Berbicara mengenai pengertian hukum pajak Santoso Brotodihardjo yang juga disebutnya hukum fiskal mengartikan

sebagai:

Keseluruhan dari peraturan yang meliputi wewenang Peme- rintah untuk mengambil sebagian dari kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat dengan mela- lui kas negara, sehingga ia raerupakan hukum publik yang mengatur hubungan antara orang-orang atau badan hukum yang berkewajiban untuk membayar pajak selanjutnya se- ring disebut wajib pajak.4

Batasan tersebut menunjukan bahwa di dalam hukum pa­ jak termuat pula unsur-unsur hukum tata negara dan hukum pidana dengan acara pidananya. Di dalam lapangan lain di dalam hukum administrasi anasir tadi tidak begitu tampak seperti hukum pajak, juga peradilan administrasinya diatur sangat rapi.

Hukum pajak semakin lama semakin luas lapangannya karena merapunyai hubungan yang sangat erat dengan bidang ekonomi. Akibatnya dalam abad ini banyak para sarjana anta­ ra lain sarjana hukum, sarjana ekonomi serta para cerdik cendikiawan lainnya mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap hukum pajak sebagai ilmu yang berdiri sendiri,

Mengenai batasan tentang pajak ada bermacam-macam definisi. Salah satu di antaranya adalah batasan Prof. Dr.

P.J.A. Adriani yang menjadi guru besar dalam hukum pajak

(2)

pada Universitas Amsterdam, dan kemudian menjadi pimpinan International Bureau of Fiscal Documentation di kota Amster­ dam* Dikeroukakannya bahwa:

Pajak ialah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan berlakunya menurut peraturan-peraturan yang herlaku dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai penge- luaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.5

Anasir terpenting dalam batasan tersebut adalah pa­ jak sebagai suatu iuran atau pungutan. Pungutan yang dimak- sud di sini adalah pungutan yang dilakukan secara paksa oleh pemerintah. Istilah paksa dalam konteks pajak ini harus di- beri arti secara luas. Dengan demikian pengertian paksa ini meliputi:

a. Paksaan yang bersifat ekonomis, yaitu paksaan yang dapat dilakukan selama uang retribusi belum dibayar wajib pa­

jak, misalnya mematikan saluran air atau memadamkan alir- an listrik.

b. Paksaan yang bersifat yuridis, yaitu paksaan yang dilaku- ' kan dengan memakai alat paksa menurut prosedur hukum yang berlaku, misalnya paksaan dengan surat paksa, penyitaan yang diikuti dengan pelelangan.

Dalam konteks paksaan yang bersifat yuridis inilah akan dibahas lebih lanjut dalam rangka menjelaskan permasa- lahan surat paksa. Namun sebelum kita memasuki pembahasan surat paksa terlebih dahulu akan diketengahkan sejarah pemu­ ngutan pajak, fungsi pajak, asas pemungutan pajak dan dasar

(3)

masalah surat paksa.

2. Sejarah Pemungutan Pa.jak

Gambaran yang diperoleh tentang sejarah pemungutan pajak ialah bahwa sejak jaman dahulu orang menganggap sa­ ngat bijaksana dan berbudi luhur apabila aecara sukarela

turut serta memelihara berlangsungnya kehidupan negaranya. Hal ini sudah ada pada pikiran rakyat dari Yunani Purba. Sejak jatuhnya kerajaan Romawi Barat tahun 476; Masehi sam- pai tahun 1492 tahun diketemukannya benua Amerika belum di kenal "pungutan pajak secara paksa”.

Pengeluaran-pengeluaran raja pada waktu itu dibiayai dengan penghaailan dan kekayaan pribadinya. Demikian pula pengeluaran bagi negara ditutup dengan kekayaan dan peng- hasilan pribadi raja juga. Hanya dalam keadaan yang sangat memaksa sekali, di mana terdapat kekayaan dan pendapatan pribadi raja lebih kecil dari pengeluaran-pengeluaran, rnaka baru dimintakan kepada rakyat untuk member! sumbangan yang berupa barang atau uang. Permintaan raja yang demikian itu disebut "bode" (bahasa Belanda artinya yang disurah).

Dalam perkembangan kemudian proses bode ini berubah dengan adanya sifat paksaan. Hal ini terjadi ketika keraja- an-kerajaan memperluas wilayahnya dengan cara menundukan kerajaan-kerajaan lain yang kemudian dijadikan jajahannya. Dengan sendirinya tanpa adanya paksaan terhadap rakyat ja~ jahan itu maka rakyat jajahan tersebut tidak akan

(4)

memberi-kan sumbangan untuk kelangsuagan hidup negara penjajah. Pemungutan pada waktu itu diserahkan raja kepada alat nega­ ra (tentara) yang sewaktu-waktu dapat menyerbu ke pasar-pa- sar atau menghadang para pedagang dipersimpangan jalan un­ tuk meminta sebagian dari harta kekayaannya untuk maksud pemeliharaan negaranya.

Cara pemungutan pajak sewenang-wenang seperti diuta- rakan di atas sudah tidak pada tempatnya lagi di jaman mo­ d e m ini. Pemungutan pajak pada masa sekarang ini harus di dasarkan dan ditetapkan menurut asas-asas dan norma-norma hukum dengan keharusan memperhatikan beberapa faktor seba­ gai pendukungnya.

Paktor-faktor itu adalah

a. faktor keadilan, artinya pemungutan pajak harus bersifat umum, merata dan menurut kekuatan serta kemampuan rakyat. Maksudnya pungutan pajak harus berdasarkan penghasilan yang diperoleh rakyat, bukan berdasarkan pemungutan sama

rata;

b. faktor ekonomis, artinya pemungutan pajak tidak boleh me- rusak sumber kemakmuran dan tidak boleh menghalangi usa- ha rakyat;

c. faktor dapat mencapai tujuan, artinya pemungutan pajak jangan sampai mengakibatkan kemungkinan-kemungkinan pe- nyelundupan hasil pemungutan pajak.

Dalam rangka pemungutan pajak beberapa hal yang ha­ rus diperhatikan ialah:

(5)

a, berapa jumlah penghasilan rakyat;

b. tempat dan fungsi dalam perekonomian rakyatnya.

Dua hal tersebut dalam pelaksanaannya harus dilan- dasi asas-asas pemungutan pajak sebagaimana akan diuraikan di banah ini.

3* Asas-asas Pemungutan Pa.jak

Beberapa asas dalam pemungutan pajak dalam usaha pe- netapan dan pelaksanaan pajak yakni; a) asas keadilan; b) asas filsafat hukum; c) asas yuridis; d) asas ekonomis; e) asas finansial.

a, Asas keadilan.

Asas ini paralel dengan tujuan hukum. Keadilan merupakan 3yarat mutlak dan merupakan pedoman dasar balk bagi pembuat undang-undang maupun bagi wajib pajak dan petugas-petugas pajak atau fiskus. Asas keadilan ini mempunyai kelemahan yang bersifat umum atau sosial yakni bahwa apa yang dikata- kan adil bagi seseorang belum tentu adil bagi orang lain. Tetapi dapat diambil suatu titik tolak bahwa yang dikatakan adil, manakala suatu pajak dipungut secara umum dan merata. Unrum berarti dikenakan kepada semua orang; merata berarti pungutan yang dilakukan oleh pemerintah dapat dirasakan te- kanan beratnya sama bagi semu^ orang.

b. Asas filsafat hukum.

Asas ini berkaitan erat dengan asas keadilan sebab asas keadilan merupakan suatu obyek dari filsafat hukum atau

(6)

de-ngan perkataan lain asas filsafat hukum memakai asas keadil­ an.

c. Asas yuridis.

Dalam penagihan pajak harus ada jaminan hukum baik bagi petugas pajak raaupun wajib pajak. Mak3udnya petugas pajak

diberi hak-hak oleh pembuat undang-undang dan hak tersebut harus dijamin dapat terlaksananya penagihan pajak dengan lancar. Sebaliknya para wajib pajak harus pula mendapat ja­ minan hukum, agar supaya ia tidak diperlakukan dengan seme-

na-mena oleh aparatur fiskus. Segala sesuatu harus diatur dengan terang dan tegas, bukan hanya mengenai kewajiban-ke wajiban, melainkan juga mengenai hak-hak antara lain menga- jukan keberatan kepada Kepala Inspeksi Pajak yang menetapkan pajaknya, dan mengenai ketetapannya itu.

d. Asas ekonomis.

Maksud asas ini ialah menyangkut fungsi pajak bukan saja merupakan budgetair, melainkan mempunyai fungsi politik pe- rekonomian suatu negara. Hal ini jelas karena negara dengan memungut pajak tidak akan merosotkan perekonomiannya, di sam- ping itu tidak akan mengganggu perekonomian rakyat.

e. Asas finansial*

Asas ini sesuai dengan fungsi pajak budgetair artinya biaya-biaya untuk mengenakan dan memungutnya harus sekecil raungkin; apalagi dalam bandingan dengan pendapatnya. Jelas- nya harus ada keseimbangan antara pungutan pajak dan penge- luaran-pengeluaran yang dilakukan oleh negara, termasuk

(7)

ju-ga biaya-biaya untuk aparatur fiskus sendiri.

Asas-asas tersebut di atas merupakan dasar-dasar pen- dukung terhadap pemungutan pajak dalam rangka pemasukan uang ke dalam kas negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintah-

an negara.

4- Fungsi Pajak

Menurut Rochmat Sumitro,^ dalam bukunya Hukum Pajak dan Pembangunan dikatakan bahwa pajak dapat mempunyai dua fungsi yaitu:

1. yang disebut fungsi budgetair dan

2. fungsi yang disebut fungsi mengatur atau regulerend. 1. Fungsi budgetair.

Fungsi budgetair ini merupakan fungsi yang letaknya disek- tor publik dan pajak-pajak di sini merupakan suatu alat atau suatu sumber untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya di da­ lam kas negara yang pada waktunya akan digun akan untuk mem- biayai pengeluaran-pengeluaran negara. Pajak-pajak khusus di gunakan untuk membiayai pengeluaran yang bersifat rutin,

2. Fungsi regulerend.

Fungsi regulerend ini mengatur pajak digunakan sebagai su­ atu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan dan fungsi mengatur banyak ditujukan kepada bidang swasta, terutama ditujukan kearah usaha peme- rintah untuk menyelenggarakan politlknya dilapangan soeial,

(8)

ekonorai, kultural maupun moneter. 5* Dasar Hukum Pemungutan Pajak

Sumber hukum pemungutan pajalc di Indonesia adalah pa- sal 23 ayat 2, Undang-Undang Dasar 1945.. Dalam pasal 23 ayat 2 tersebut dinyatakan bahwa "Segala pajak untuk keperluan

7

negara harus berdasarkan undang-undang*” Pasal 23 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut mempunyai arti yang lebih mendalam, daripada hanya merupakani. dasar hukum pemungutan pajak-pajak. Dalam pasal itu terkandung falsafah pemungutan

o

pajak. Falsafah pemungutan pajak ini dapat, dibandingkan de­ ngan apa yang dianut di Inggris yakni: no taxation without representation atau falsafah yang berlaku di Amerika Serikat bahwa taxation without representation is robbery.

Pemungutan pajak yang merupakan peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor publik hanya dapat dilaksa- nakan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam Dewan Perwakilan Rakyat duduk wakil-wakil rakyat, yang dalam negara demokratis, dipilih dari dan oleh rakyat. Jadi

jika suatu peraturan pajak sudah mendapat persetujuan dari DPR, hal ini berarti bahwa rakyat pada umumnya sudah menye- tujui peraturan itu. Dan apa yang disetujui oleh DPR bersama Presiden dituangkan dalam bentuk undang-undang. Dengan demi- kian tindakan pemungutan pajak tidak dikatakan pemungutan

liar atau perampokan kekayaan rakyat maka segala pajak-pajak harus berdasarkan undang-undang.

(9)

Berhubung dengan hal ini ICW (Indische Comptabili-teitswet) dalam pasal 16 menentukan bahwa:

oemua peraturan yang bermaksud mengadakan, menaikkan, menurunkan atau menghapuskan pajak-pajak tidak dapat berlaku sebelum jumlah uang sebagai akibat penjelmaan, penaikkan, penurunan ataupun penghapusan itu diperhi- tungkan dalam anggaran negara.9

Selanjutnya pasal 17 ICW ditetapkan bahwa "Semua pe- ngembalian atau pembebasan pajak hanya dapat dilakukan da- lam hal-hal dan dengan cara-cara yang ditetapkan dengan un- dang-undang,n1^

Pasal-pasal tersebut menunjukan bahwa:

Tidak mungkin seseorang atau badan memungut pajak jika tidak berdasarkan undang-undang. Dengan perkataan lain pemerintah tidak mungkin bertindak sewenang-wenang da­ lam pemungutan atau pengenaan pajak, Suatu undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, (pasal 5 ayat 1, UUD 1945) di dalammana rakyat mempunyai wakil-wakilnya sehingga sesuatu yang telah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, berarti kemauan rakyat sendiri.H

Dengan demikian suatu peraturan pajak, mengakibatkan pemasukan uang dalam kas negara. Keuangan negara ini diper- lukan untuk dapat meninggikan kesejahteraan rakyat, dan ti­ dak boleh menekan rakyat.

Dalam kaitannya dengan pemungutan pajak dengan surat paksa maka Undang-Undang no. 19 tahun 1959 telah dipakai se­ bagai dasar hukum pemungutan tersebut. Undang-undang terse­ but merupakan pelaksanaan pasal 5 ayat 1, UUD 1945, Dan un­ tuk mengetahui lebih jelas mengenai pemungutan pajak dengan surat paksa, maka akan dibahas secara khueus dalam bab beri- kut di bawah ini*

(10)

^Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak Ure3co, Bandung-Jakarta, 1971, h. 1.

5Ibid., h. 2.

^Rochmat Sumitro (I), op. cit., h. 8. 7

1Undang-Undang Dasar 1945. o

Rochmat Sumitro (II), Dasar-dasar Hukum Pa.iak dan Pajak Pendapatan. cet. IX, Uxesco, Bandung-Jakarta, 1 9 7 9 , h . 1 9 .

9Ibid.

10Ibid.. h. 20.

Referensi

Dokumen terkait

- sistem pelayanan pendaftaran penempatan atau pemagangan kerja dengan 1 loket tambahan mengikuti model antrian (M/M/2):(GD/∞/∞) dengan disiplin pelayanan FIFO

Masyarakat di Desa dapat melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung untuk memastikan : (i) seluruh proses pelaksanaan kegiatan di Desa berjalan

Penelitian yang dilakukan oleh penulis di sini ditekankan kepada komponen-komponen bauran pemasaran yang menjadi pertimbangan konsumen dalam melakukan keputusan pembelian

730 EDY HARIYANTO SDN 3 KALIGAYAM KLT A5 SDN 2 MOJAYAN-1 SD N KARANGANOM KLATEN UTARA 731 SUJIYANTI SDN 3 JOMBORAN KLT A5 SDN 2 MOJAYAN-1 SD N KARANGANOM KLATEN UTARA 732 PURWANTI SDN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA TAHUN ANGGARAN 2015 KODE REKENING URAIAN JUMLAH (RP.. Belanja Modal

penciptaan nilai perusahaan dan juga dapat mengukur nilai tambah yang dihasilkan perusahaan pada tahun tersebut.EVA digunakan untuk mengurangi kekurangan pada analisis

SAKSI DARI PEMOHON: THAMRIN PATORO (PJ BUPATI) Tidak pernah Yang Mulia. HAKIM

Pada terapi hari pertama, kedua dan ketiga disemua kelompok konsentrasi dan negatif mengalami peningkatan persentase parasitemia dari hari sebelum dilakukan terapi,