• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. maupun natura. Pendapatan atau disebut juga income dari seorang warga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. maupun natura. Pendapatan atau disebut juga income dari seorang warga"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pendapatan

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan maupun natura. Pendapatan atau disebut juga income dari seorang warga masyarakat adalah hasil “penjualan”nya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini ”membeli” faktor-faktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga yang berlaku di pasar faktor produksi. Harga faktor produksi di pasar faktor produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang dipasar barang) ditentukan oleh tarik menarik, antara penawaran dan permintaan. Secara singkat income seorang warga masyarakat ditentukan oleh hal-hal berikut.

1) Jumlah faktor-faktor produksi yang dimiliki yang bersumber pada: a. Hasil-hasil tabungannya di tahun-tahun yang lalu

b. Warisan atau pemberian

2) Harga per unit dari masing-masing faktor produksi.

Harga per unit dari masing-masing faktor produksi ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan di pasar faktor produksi. Penawaran dan permintaan dari masing-masing produksi ditentukan oleh faktor-faktor yang berbeda, antara lain sebagai berikut.

1) Tanah

(2)

Tanah (termasuk di dalamnya kekayaan-kekayaan yang terkandung didalamnya, berupa mineral, air dan sebagainya) mempunyai penawaran yang dianggap tidak akan bertambah lagi. Permintaan (demand) akan tanah biasanya menaik dari waktu ke waktu karena hal-hal sebagai berikut.

a) Naiknya harga barang-barang pertanian.

b) Naiknya harga barang-barang lainnya (mineral, barang-barang industri yang menggunakan bahan-bahan mentah dari tanah)

c) Bertambahnya penduduk (yang membutuhkan tempat tinggal). Dengan demikian harga dari tanah akan menaik dengan cepat dari waktu ke waktu. 2) Modal

Modal merupakan sumber-sumber ekonomi ciptaan manusia yang mempunyai penawaran yang lebih elastis karena dari waktu ke waktu warga masyarakat menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk ditabung (saving) dan kemudian sektor produksi akan menggunakan dana tabungan ini untuk pabrik-pabrik baru, membeli mesin-mesin (yaitu investasi). Karena adanya saving dan investasi, maka penawaran dari barang-barang modal dari waktu ke waktu bisa bertambah sedangkan permintaan akan barang-barang modal terutama sekali dipengaruhi oleh gerak permintaan akan barang-barang jadi. Bila harga pakaian naik, maka permintaan akan mesin-mesin tenun, mesin jahit juga akan naik. Permintaan akan barang-barang jadi, pada gilirannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu sebagai berikut.

(1) Pertumbuhan penduduk (yang membutuhkan tambahan baju, perumahan dan sebagainya).

(3)

(2) Pertumbuhan pendapatan penduduk (yang dicerminkan oleh kenaikan pendapatan nasional atau GNP perkapita).

3) Tenaga Kerja

Tenaga kerja mempunyai penawaran yang terus menerus naik sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Sedangkan permintaan akan tenaga kerja tergantung pada kenaikan permintaan akan barang jadi (seperti halnya permintaan akan barang-barang modal). Disamping itu permintaan akan tenaga kerja dipengaruhi pula oleh kemajuan teknologi ini. Permintaan akan tenaga kerja tidak tumbuh secepat penawaran tenaga kerja (atau pertumbuhan penduduk) maka ada kecenderungan bagi upah (harga faktor produksi tenaga kerja) untuk semakin menurun.

4) Kepengusahaan

Kepengusahaan (entrepreunership) merupakan faktor produksi yang paling sulit untuk dianalisis, karena faktor-faktor yang menentukan penawaran pun permintaannya sangat beraneka ragam (dan sering faktor-faktor ini di luar kemampuan ilmu ekonomi untuk menganalisis, misalnya: faktor-faktor motivasi lain dan sebagainya). Pada umumnya penawaran pada negara berkembang orang yang berjiwa “enterpreuner” masih sangat kecil. Inilah sebabnya penghasilan untuk pengusaha yang sukses juga cukup besar di negara tersebut. Cara yang banyak dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan hak milik perseorangan, dengan tujuan mengurangi ketidakmerataan distribusi pendapatan. Cara-cara yang bisa dilakukan oleh negara antara lain adalah sebagai berikut.

(4)

b) Penyediaan kebutuhan hidup dasar (misalnya makanan pokok, pakaian, perumahan).

c) Penyediaan jasa-jasa yang berguna untuk umum oleh negara (misalnya rumah sakit, klinik).

d) Memperkecil pengangguran.

e) Pendidikan yang murah dan merata

f) Berbagai kebijaksanaan yang menghilangkan hambatan-hambatan bagi mobilitas (baik vertikal maupun horizontal).

Secara garis besar pendapatan digolongkan menjadi tiga yaitu antara lain : 1) Gaji dan Upah

Imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu minggu maupun satu bulan.

2) Pendapatan dari Usaha Sendiri

Merupakan nilai total dari hasil produksi yang dikurang dengan biaya-biaya yang dibayar dan usaha ini merupakan usaha milik sendiri atau keluarga dan tenaga kerja berasal dari anggota keluarga sendiri, nilai sewa kapital milik sendiri dan semua biaya ini biasanya tidak diperhitungkan.

3) Pendapatan dari Usaha Lain

Pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja, dan ini biasanya merupakan pendapatan sampingan antara lain.

a) Pendapatan dari hasil menyewakan aset yang dimiliki seperti rumah, ternak dan barang lain.

(5)

b. Bunga dari uang.

c. Sumbangan dari pihak lain.

d. Pendapatan dari pensiun, dan lain-lain.

2.2 Usaha-usaha Meningkatkan Pendapatan

Pada umumnya manusia merasakan bahwa penghasilan/pendapatan yang diterima saat ini masih kurang dan menjadi masalah yang tidak akan pernah terselesaikan. Secara umum dapat diterangkan bahwa usaha untuk dapat meningkatkan penghasilan dapat digunakan beberapa cara (Suryananto, 2005), yaitu sebagai berikut.

a. Pemanfaatan waktu luang; Individu mampu memanfaatkan waktu luang yang tersisa dari pekerjaan yang telah dilakukan sebelumnya menjadi kesempatan yang baru untuk menambah penghasilan.

b. Melakukan kreatifitas dan inovasi; Individu harus mampu berfikir kreatif dan inovatif menciptakan terobosan-terobosan yang berarti untuk dapat mencapai kebutuhan yang dirasakan masih kurang.

2.3 Pendapatan Keluarga

Menurut Kasryno (1984) keengganan bekerja di sektor pertanian karena pendapatan sebagai buruh tani lebih rendah daripada pendapatan sebagai buruh industri, buruh sektor non pertanian. Pendapatan sektor non pertanian lebih tinggi daripada buruh tani dan adanya kesempatan kerja yang relatif lebih berkesinambungan sepanjang tahun. Menurut Sajogyo dalam Handayani (1994)

(6)

berpendapat bahwa kemiskinan penduduk di pedesaan banyak disebabkan oleh adanya keadaan struktural. Hasil pembangunan pedesaan hanya dapat dinikmati oleh petani-petani kaya, sedang petani gurem yang jumlahnya cukup besar nampak jauh tertinggal. Hal lain adalah belum diberikannya imbalan yang sama bagi para pekerja.

Pengertian pendapatan menurut Simanora dalam Astuti (2004) adalah kenaikan aktiva perusahaan atau penurunan kewajiban perusahaan (atau kombinasi antara keduanya) selama periode tertentu yang berasal dari pengiriman barang–barang, penyerahan jasa, atau kegiatan–kegiatan lainya yang merupakan kegiatan sentral perusahaan. Sugiri (1998) berpendapat bahwa pendapatan adalah tiap–tiap tambahan aktiva atau pengurangan kewajiban yang timbul karena usaha perusahaan, baik berupa penyerahan jasa–jasa maupun penjualan barang. Pengertian pendapatan dalam penelitian ini yaitu penghasilan yang diterima setiap keluarga dalam setiap bulannya meliputi pendapatan suami, pendapatan istri dan pendapatan lain–lain yang berupa pendapatan kos–kosan, pendapatan hasil pertanian, pendapatan anak yang sudah bekerja dan belum menikah, dan lain–lain. 2.3.1 Macam dan Tingkat Pendapatan Keluarga

Menurut Tohar dalam Eko (2003) pendapatan perseorangan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat yang sebelum dikurangi transfer payment. Transfer Payment yaitu pendapatan yang tidak berdasarkan balas jasa dalam proses produksi dalam tahun yang bersangkutan. Pendapatan dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut :

(7)

1. Pendapatan Asli, yaitu pendapatan yang diterima oleh setiap orang yang langsung ikut serta dalam produksi barang.

2. Pendapatan turunan (sekunder), Yaitu pendapatan dari golongan penduduk lainnya yang tidak langsung ikut serta dalam produksi barang seperti dokter, ahli hukum dan pegawai negeri.

Menurut Kasryno (1984) pendapatan menurut perolehannya dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Pendapatan Kotor, yaitu pendapatan yang diperoleh sebelum dikurangi pengeluaran dan biaya-biaya.

2. Pendapatan bersih, yaitu pendapatan yang diperoleh sesudah dikurangi pengeluaran dan biaya-biaya.

Pendapatan menurut bentuknya dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut. 1. Pendapatan berupa uang, adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler dan

yang diterima biasanya sebagai balas jasa, sumber utamanya berupa gaji, upah, bangunan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pendapatan dari penjualan seperti : hasil sewa, jaminan sosial, premi asuransi.

2. Pendapatan berupa barang, adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler dan biasanya tidak berbentuk balas jasa dan diterima dalam bentuk barang.

Menurut Yudhohusodo dalam Harjanti (2002) tingkat pendapatan seseorang dapat digolongkan dalam 4 kelompok yaitu :

1. Golongan yang berpenghasilan rendah (low income group) yaitu pendapatan rata-rata kurang dari Rp. 150.000 perbulan.

(8)

2. Golongan berpenghasilan sedang (Moderate income group) yaitu pendapatan rata-rata Rp. 150.000 – Rp.450.000 perbulan.

3. Golongan berpenghasilan menengah (midle income group) yaitu pendapatan rata-rata yang diterima Rp. 450.000 – Rp. 900.000 perbulan.

4. Golongan yang berpenghasilan tinggi (high income group) yaitu rata-rata pendapatan lebih dari Rp. 900.000.

2.4 Sektor Informal

Konsep sektor informal pada awalnya dikemukakan oleh Hart (1971), dimana sektor informal sebagai bagian angkatan kerja dikota yang berada di luar pasar tenaga kerja yang terorganisir. Sedangkan studi yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO, 1972) mengungkapkan bahwa sektor informal tidak sebatas pada pekerjaan dikawasan pinggiran kota besar, namun juga meliputi berbagai aktivitas ekonomi yang bersifat mudah untuk dimasuki, menggunakan sumber daya lokal sebagai faktor produksi utama usaha milik sendiri, skala operasi kecil, berorientasi pada penggunaan tenaga kerja dengan penggunaan teknologi yang bersifat adaptif, keterampilan dapat diperoleh diluar instansi pendidikan formal, tidak merasakan secara langsung dampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pasarnya bersifat kompetitif.

Sejalan dengan itu Sethurahman (dalam Kurniadi dan Tangkilisan, 2001) memberikan definisi teoritis mengenai keberadaan sektor informal yang terdiri dari unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi diri

(9)

sendiri dan dalam usahanya itu sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor modal baik fisik, maupun manusia (pengetahuan) dan faktor keterampilan. Menurut Sethurahman istilah sektor informal biasa digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, tetapi bukan perusahaan kecil. Menurutnya sektor informal merupakan manifestasi dari situasi pertumbuhan ekonomi Negara sedang berkembang. Karena mereka yang masuk sektor ini bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan (Manning, 2001).

Sebagian besar pembicaraan tentang sektor informal berangkat dari sifat mendua yang dipandang bersumber pada perekonomian kota di negara dunia ketiga yang non sosialis. Ini berarti bahwa istilah sektor informal menunjuk pada adanya dualisme yang meliputi ciri kedua bagian yang saling bertentangan. Sektor formal digunakan dalam pengertian pekerja bergaji dan perusahaan besar yang lain, karena itu beberapa penulis berbicara tentang sektor yang terorganisasi, terdaftar dan dilindungi oleh hukum. Kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal, yang mencakup suatu pengertian berbagai kegiatan yang sering tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”. Ini merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir yang sulit dipantau atau karena itu sering dilupakan dalam sensus resmi. Definisi sektor informal ini kurang baik sehingga sering dilengkapi dengan suatu daftar kegiatan agak berbeda yang terlihat apabila menyusuri jalan-jalan kota di dunia ketiga seperti : pekerja kaki lima, penjual koran, anak-anak penyemir sepatu, penjaga kios, penjaga keliling dan lain-lain. Dengan kata lain

(10)

mereka adalah kumpulan pedagang kecil, pekerja yang tidak terlihat dan tidak terampil serta golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak tetap.

Sektor informal lahir karena adanya dualisme dalam pembangunan ekonomi yang diterapkan zaman kolonial. Ciri ekonomi kolonial adalah adanya dualisme antara kota (yang maju dan tempat lokasi industri barang konsumsi) dan desa (yang terbelakang dan tempat dominasi tenaga kerja yang berlebihan), di daerah pedesaan juga terdapat dualisme lain, yaitu antara ekonomi enklave (lokasi perkebunan dan usaha pertambangan modern) dan ekonomi tradisional (lokasi peternakan, petani, nelayan, pengrajin dan lain-lain) (Krissantono, 1990).

Sektor informal di kota selama era pembangunan ini antara lain dipadati oleh kelompok migran sekuler. Motif utama mereka berimigrasi adalah alasan ekonomi. Hal ini didasari atas adanya perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di kota terdapat kesempatan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan pedesaan (Todaro, 1998).

Penekanan pada latar belakang pedesaan ini tidak mengejutkan bila diingat bahwa sektor informal dianggap bermula dari proses urbanisasi yang berlangsung terus yakni arus tenaga kerja yang berlebih keluar dari perdesaan secara besar-besaran. Meskipun para imigran pedesaan ini merupakan bagian dari kaum miskin di kota, studi-studi yang didasarkan pada penelitian empiris telah membuktikan , pertama bahwa sektor informal persentase ini tidak tentu jauh lebih rendah, dan kedua bahwa sejumlah besar mereka memperoleh keberhasilan dari sektor informal dilahirkan di daerah kota (Manning, 2001).

(11)

Betapapun kecilnya pendapatan diperoleh pekerja dalam sektor informal di kota, kesempatan kerja di kota senantiasa lebih banyak tersedia daripada di daerah pedesaan dan standar hidup minimum di kota juga lebih tinggi. Bahkan keadaan penduduk yang paling miskin dikota barangkali jauh lebih baik daripada lapisan berpendapatan rendah dipedesaan (Manning, 2001).

Memang sulit dirumuskan secara tegas batas-batasannya karena luasnya spektrum dan kompleksitas sektor informal ini walaupun dengan mudah orang menggolongkan mereka bekerja sebagai pedagang kecil, termasuk kategori bekerja di sektor informal, sehingga proses pemberian batasan tampaknya harus ditempuh secara terbalik. Dari data empiris yang ada diturunkan karakteristik umumnya untuk kemudian digunakan sebagai apa yang dimaksud dengan sektor informal ini. Umumnya para pedagang sektor informal seperti pedagang kaki lima memiliki latar belakang sosial yang beraneka ragam baik tingkat pendidikan formal yang rendah dan keterampilan yang sederhana serta berasal dari keluarga yang secukupnya, akan tetapi memiliki semangat juang dan daya tahan untuk hidup ditengah-tengah masyarakat kota.

Pada awalnya para pedagang sektor informal seperti pedagang kaki lima muncul satu persatu dan terus bertambah setelah adanya reaksi pasar yang positif dan tanpa disadari semakin bertambah banyak yang pada akhirnya menciptakan “pasar kaget” dan berkembang menjadi pasar tradisional dalam hal ini menjadi suatu realitas sosial yang tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar.

(12)

Hal ini dapat terjadi sebagai salah satu dampak pembangunan nasional yang tidak merata sampai ke daerah-daerah hingga pedesaan yang mengakibatkan jumlah kepadatan penduduk di kota-kota meningkat terus setiap tahun dengan meningkatnya urbanisasi.

Fenomena sektor informal merupakan suatu gambaran unik dari segi wajah ekonomi kota. Dimana terdapat suatu komunitas masyarakat yang tidak mempunyai akses terhadap sektor ekonomi formal, dimana sektor formal memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Kegiatan usaha umumnya sederhana, tidak sangat tergantung kepada kerjasama banyak orang dan system pembagian kerja yang ketat. Dengan demikian dapat dilakukan oleh perorangan atau keluarga, atau usaha bersama antara beberapa orang kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.

2) Skala usaha relatif kecil, modal usaha, modal kerja dan omset penjualan umumnya kecil, serta dapat dilakukan secara bertahap.

3) Usaha sektor informal umumnya tidak memiliki ijin usaha seperti halnya Firma atau Perusahaan Terbatas.

4) Untuk bekerja di sektor informal lebih mudah daripada bekerja di sektor formal.

5) Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya relatif rendah, walaupun tingkat keuntungan terkadang tinggi, akan tetapi karena omset penjualan relatif kecil, maka keuntungan absolute umumnya menjadi kecil.

(13)

6) Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil. Kebanyakan usaha sektor informal berfungsi sebagai produsen atau penyalur kecil yang langsung melayani konsumennya.

7) Pekerjaan sektor informal tidak memiliki jaminan kesehatan kerja dan fasilitas-fasilitas kesejahteraan seperti dana pensiun dan tunjangan keselamatan kerja.

8) Usaha sektor informal beraneka ragam seperti pedagang kaki lima, pedagang keliling, penjual Koran, kedai kelontong, tukang cukur, tukang becak, warung nasi dan warung kopi (Todaro, 1998).

Sektor informal dapat dilihat sebagai bentuk kegiatan perekonomian ataupun sebagai wadah penampung angkatan kerja, sehingga dapat berperan mengurangi pengangguran.

Para peneliti dan Badan Pusat Statistik memberikan 11 ciri pokok sektor informal yaitu: 1) Kegiatan usaha tidak diorganisasi secara baik karena timbulnya unit usaha tidak dipergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor informal. 2) Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. 3) Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. 4) Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai kesektor ini. 5) Unit usaha dapat keluar masuk dari satu sub-sektor ke sub-sektor lain. 6) Teknologi yang dipergunakan bersifat tradisional. 7) Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil. 8) Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperlukan di peroleh dari pengalaman

(14)

kerja. 9) Pada umumnya usaha termasuk golongan “One-man Enterprice” dan jika memperkerjakan buruh berasal dari keluarga. 10) sumber dana modal pada umunya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi. 11) Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota/desa berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga berpenghasilan menengah (Krissantono, 1990). Agar diperoleh perbedaan karakteristik antara sektor formal dan sektor informal dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 2.1

Perbandingan Karakteristik Sektor Formal dan Sektor Informal

No. Karakteristik Sektor Formal Sektor Informal

1 Modal Relatif mudah Sukar diperoleh

2 Teknologi Padat modal Padat karya

3 Kredit Lembaga resmi Lembaga tidak resmi

4 Serikat Buruh Sangat berperan Tidak berperan 5 Bantuan Pemerintah Penting untuk

kelangsungan usaha

Tidak ada 6 Hubungan dengan

Desa

One-way Trafic untuk kepentingan sector

Saling menguntungkan 7 Sifat Wiraswasta Sangat tergantung dari

perlindungan pemerintah

Berdikari

8 Penyediaan Barang Jumlah besar kualitas baik Jumlah dan kualitas berbeda

9 Hubungan Kerja dengan Majikan

Berdasar kontrak Berdasar kepercayaan Sumber: Tambunan, 1999

Beberapa kekuatan yang dimiliki sektor informal adalah sebagai berikut (Tambunan, 1999).

a) Padat Karya; dibandingkan sektor formal, khususnya usaha skala besar, sektor informal yang pada umumnya adalah usaha kecil bersifat padat karya. Sementara itu persediaan tenaga kerja di Indonesia sangat banyak, sehingga

(15)

upahnya relative lebih murah jika dibandingkan di negara-negara lain dengan jumlah penduduk yang kurang dari Indonesia. Dengan asumsi faktor-faktor lain yang mendukung (seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi usaha serta produktivitas pekerja yang tinggi), maka upah murah merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di Indonesia.

b) Daya Tahan; selama krisis terbukti sektor informal tidak hanya dapat bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor permintaan (pasar output) dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata masyarakat menurun drastis dan terjadi pergeseran permintaan masyarakat, dari barang-barang sektor formal atau impor (harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana buatan sektor informal (harganya relative murah).

c) Keahlian Khusus (Tradisional); bila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia, dapat dikatakan bahwa produk-produk yang mereka buat umumnya sederhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill). Di sinilah keunggulan lain sektor informal, yang selama ini terbukti dapat membuat mereka bertahan walaupun persaingan dari sektor formal, termasuk impor sangat tinggi. Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun temurun, dari generasi ke generasi.

(16)

d) Permodalan; kebanyakan pengusaha di sektor informal menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri, atau dana pinjaman dari sumber-sumber informal (diluar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan investasi mereka. Walaupun banyak juga pengusaha-pengusaha kecil yang memiliki fasilitas-fasilitas kredit khusus dari pemerintah. Selain itu, investasi di sektor informal rata-rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan sektor formal. Tentu, besarnya investasi bervariasi menurut jenis kegiatan dan skala usaha.

Disamping kekuatan yang dimilikinya, sektor informal juga memiliki kelemahan-kelemahan. Dengan kelemahan-kelemahan yang dimiliki menyebabkan sektor informal akan mengalami kesulitan. Kelemahan yang dimiliki terutama dalam hal kemampuan untuk bersaing masih sangat lemah baik dalam pasar domestik maupun pasar ekspor. Selain itu sektor informal juga kurang memiliki diversifikasi produk. Hal ini terutama akan menjadi kendala serius bagi perkembangan dan pertumbuhannya.

Keterbatasan modal juga merupakan kendala dari sektor informal. Kendala lain adalah kesulitan pemasaran dan penyediaan bahan-bahan baku, keterbatasan sumber daya manusia, pengetahuan minim mengenai bisnis dan kurangnya penguasaan dalam teknologi.

Berdasarkan karakteristik dan permasalahan yang dihadapi sektor informal, maka dikelompokkan dalam empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial, aspek budaya dan aspek lingkungan (Firdausy, 1995). Keempat aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

(17)

Gambar 2.1

Karakteristik dan Permasalahan yang Dihadapi Sektor Informal Khususnya Pedagang

Sumber: Firdausy, 1995

Dalam kaitannya dengan aspek ekonomi, misalnya, karakteristik dan permasalahan yang dihadapi oleh sektor informal khususnya pedagang meliputi antara lain bahwa pedagang merupakan kegiatan usaha ekonomi berskala kecil (Micro-Scale), bermodal relatif kecil, mudah dimasuki oleh pengusaha baru, input tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, kegiatan usaha dikelola oleh satu orang (single person owner-operated enterprises) dan atau usaha keluarga

Karakteristik Usaha:

Aspek Ekonomi

- Meliputi berbagai kegiatan usaha yang luas

- Akses: mudah masuk bagi pengusaha baru

- Modal relatif kecil

- Konsumen lokal dan berpendapatan menengah kebawah

- Teknologi sederhana/ tanpa teknologi

- Jaringan usaha terbatas

Aspek Sosial-Budaya

- Tingkat pendidikan rendah

- Para migrant

- Jumlah anggota rumah tangga besar

- Bertempat tinggal di daerah kumuh di kota

- Jam kerja relatif lama

Aspek Lingkungan

- Kurang mengutamakan kebersihan

- Berlokasi di tempat yang padat lalulintas

Permasalahan Ekstern Pedagang

- Banyaknya pesaing usaha sejenis

- Sarana dan prasarana perekonomian kurang memadai

- Belum adanya pembinaan yang memadai

- Akses terhadap kredit yang masih sukar dan terbatas

Permasalahan Intern Pedagang

- Lemah dalam struktur permodalan

- Lemah dalam bidang organisasi dan manajemen

- Terbatas komoditi yang dijual

- Tidak ada kerjasama usaha

- Pendidikan rendah - Kualitas SDM yang kurang memadai PEDAGANG YANG LEMAH

(18)

dengan pola manajemen yang relatif tradisional baik arti waktu, permodalan, keterampilan/keahlian maupun penerimaan. Jenis komoditi yang diperdagangkan cenderung komoditi yang cepat terjual, tidak tahan lama dan kebanyakan adalah jenis makanan dan minuman (Convenient goods).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Menurut Bintari dan Suprihatin (1984) tinggi rendahnya pendapatan yang diterima seseorang bergantung kepada hal-hal sebagai berikut.

a) Kesempatan kerja yang tersedia

Dengan semakin tinggi atau semakin besar kesempatan kerja yang tersedia berarti banyak penghasilan yang bisa diperoleh dari hasil kerja tersebut.

b) Kecakapan dan keahlian kerja

Dengan bekal kecakapan dan keahlian yang tinggi akan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas yang pada akhirnya berpengaruh pula terhadap penghasilan.

c) Kekayaan yang dimiliki

Jumlah kekayaan yang dimiliki seseorang juga mempengaruhi jumlah penghasilan yang diperoleh. Semakin banyak kekayaan yang dimiliki berarti semakin besar peluang untuk mempengaruhi penghasilan.

d) Keuletan kerja

Pengertian keuletan dapat disamakan dengan ketekunan dan keberanian untuk menghadapi segala macam tantangan. Bila suatu saat mengalami

(19)

kegagalan maka kegagalan tersebut dijadikan sebagai bekal untuk meniti kearah kesuksesan dan keberhasilan.

e) Banyak sedikitnya modal yang digunakan

Suatu usaha yang besar akan dapat memberikan peluang yang besar pula terhadap penghasilan yang akan diperoleh.

2.6 Investasi (modal awal)

Keputusan menunda konsumsi sumberdaya atau sebagian penghasilan demi meningkatkan kemampuan menambah/menciptakan nilai hidup (penghasilan dan atau kekayaan) di masa mendatang merupakan investasi. Dalam bahasa yang lebih filosofis segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan menciptakan/menambah nilai/kegunaan hidup adalah investasi (Sadono Sukirno, 2009). Dari pengalaman negara-negara maju terbukti bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi adalah besarnya barang modal dan kualitas sumberdaya manusia. Karena itu jika sebuah perekonomian ingin maju, perekonomian tersebut harus melakukan investasi.

Investasi merupakan bagian dari modal yang berbentuk tetap (fixed) atau kebanyakan berbentuk fisik misalnya peralatan pabrik, bangunan/konstruksi, tanah dan barang persediaan (inventory) yang masih baru. Termasuk juga pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok barang modal (capital stock). Daya tahan barang modal dan bangunan yang masuk dalam investasi umumnya lebih dari setahun dan memberikan jasa untuk proses produksi dalam jangka

(20)

waktu yang relatif lama dan tidak terpengaruh oleh besar kecilnya jumlah produksi.

Investasi berupa tempat berjualan bagi pedagang sektor informal, walaupun pada umumnya menggunakan sebagian rumah tempat tinggalnya, namun secara bisnis (usaha) semestinya diperhitungkan sebagai suatu investasi kegiatan usaha. Sementara ini, nilai investasi tersebut tidak diperhitungkan sebagai bagian dari unsur pembiayaan usaha dagang. Pada hal secara ekonomis investasi seperti itu harus dihitung, dan seberapa besar kontribusinya terhadap pendapatan dari hasil usaha pedagang sektor informal itu.

2.7 Modal kerja

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan dunia usaha, maka semakin beragam pula orang dalam mendefinisikan atau memberikan pengertian terhadap modal yang kadang kala satu sama lain bertentangan tergantung dari sudut mana meninjaunya. Peran modal dalam suatu usaha sangat penting karena sebagai alat produksi suatu barang dan jasa. Suatu usaha tanpa adanya modal sebagai salah satu faktor produksinya tidak akan dapat berjalan. Demikian juga di sektor informal modal sangat besar pengaruhnya walaupun mungkin besarnya tidak sebesar di sektor formal.

Dapat dikemukakan pengertian secara klasik, dimana modal mengandung pengertian sebagai “hasil produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut”. Beberapa pengertian modal dibawah ini akan memberikan pengertian yang lebih baik, antara lain : Modal adalah semua bentuk kekayaan yang dapat

(21)

digunakan langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi untuk menambah output (Irawan dan Suparmoko, 1988). Dalam pengertian ekonomi, modal yaitu barang atau uang yang bersama-sama faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa baru. Menurut Suparmoko, modal merupakan input (faktor produksi) yang sangat penting dalam menentukan tinggi rendahnya pendapatan. Tetapi bukan berarti merupakan faktor satu-satunya yang dapat meningkatkan pendapatan. Sehingga dalam hal ini modal kerja juga merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi tingkat pendapatan pedagang sektor informal di Kabupaten Badung.

Modal kerja adalah kekayaan atau aktiva yang diperlukan perusahaan untuk menyelenggarakan kegiatan sehari-hari yang selalu berputar-putar dalam periode tertentu (Indriyo, 1992). Menurut Wahid (1993) modal kerja adalah investasi perusahaan dan harta jangka pendek yaitu kas, surat berharga jangka pendek, piutang, persediaan. Modal kerja kotor adalah harta lancar total dari perusahaan, dan modal kerja bersih adalah harta lancar dikurangi utang lancar.

Modal adalah sejumlah uang yang digunakan untuk mengelola dan membiayai usaha dagangan setiap bulan/setiap hari. Di mana di dalamnya terdapat ongkos untuk pembelian sumber-sumber produksi yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu/opportunity cost dan untuk menggunakan input yang tersedia. Kemudian didalam ongkos juga terdapat hasil atau pendapatan bagi pemilik modal yang besarnya sama dengan seandainya pedagang menanamkan modalnya di dalam sektor ekonomi lainnya dan pendapatan untuk

(22)

tenaga kerja sendiri. Sehingga keuntungan merupakan hal yang sangat berat bagi seorang pedagang.

Menurut Manurung (2007), dalam membangun sebuah bisnis dibutuhkan sebuah dana atau dikenal dengan modal. Bisnis yang dibangun tidak akan berkembang tanpa di dukung dengan modal. Sehingga modal dapat dikatakan jadi jantungnya bisnis yang dibangun tersebut. Biasanya modal dengan dana sendiri memberikan arti bahwa dana tersebut dipersiapkan oleh pembisnis yang bersangkutan.

2.8 Curahan Jam Kerja

Curahan jam kerja adalah total waktu usaha atau jam kerja usaha yang digunakan oleh seorang pedagang di dalam berdagang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), jam kerja adalah waktu yang dijadwalkan untuk perangkat peralatan yang dioperasikan atau waktu yang dijadwalkan bagi pegawai untuk bekerja. Jam kerja bagi seseorang sangat menentukan efisiensi dan produktivitas kerja.

Semakin tinggi jam kerja atau alokasi waktu yang kita berikan untuk membuka usaha maka probabilitas omset yang diterima pedagang akan semakin tinggi maka kesejahteraan pedagang akan semakin terpelihara dan dapat memenuhi kebutuhan keluarga pedagang tersebut.

Menurut Ehrenberg dan Smith (1988) keputusan untuk bekerja merupakan suatu keputusan puncak mengenai bagaimana seharusnya memanfaatkan waktu. Salah satu cara untuk menggunakan waktu yang tersedia adalah dengan

(23)

melakukan aktivitas-aktivitas di waktu senggang yang menyenangkan. Cara umum lainnya bagi orang-orang untuk memanfaatkan waktunya adalah dengan cara bekerja. Oleh karena itu dapat digolongkan pekerjaan itu menjadi pekerjaan yang tidak mendapatkan nafkah dengan pekerjaan mendapatkan nafkah (gaji). Pengalokasian waktu untuk bekerja atau waktu luang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : biaya kesempatan, tingkat kesejahteraan seseorang, dan seperangkat pilihan dari seseorang.

Seseorang akan mengalokasikan waktu untuk dua pilihan yaitu bekerja di pasar kerja untuk memperoleh pendapatan dengan harapan bila pendapatan mereka meningkat dapat meningkatkan kesejahteraan (welfare) mereka sendiri dan keluarga atau tidak bekerja (menikmati waktu luang), seseorang yang bekerja akan dihadapkan pada cara mengoptimalkan waktu luang untuk bekerja dan menikmati waktu luang sebaik-baiknya sehingga dapat memperoleh utilitas (kepuasan maksimum).

Tingkat utilitas (kepuasan maksimum) seseorang akan bertambah apabila (1) barang bertambah sedangkan waktu senggang (leisure) tetap, (2) waktu senggang bertambah dengan jumlah barang yang dikonsumsi tidak berubah, (3) jumlah barang yang dikonsumsi dan waktu senggang sama-sama berubah.

Dengan kata lain bahwa hubungan antara tingkat upah dan waktu kerja secara mikro yakni lamanya kerja dengan pekerjaan publik (pekerjaan yang menghasilkan uang) akan dipengaruhi oleh tingkat upah yang sedang berlaku bagi suatu pekerjaan. Menurut Nicholson (1994) ada dua akibat yang bisa ditimbulkan oleh adanya kenaikan tingkat upah yaitu : substitution effect dan income effect.

(24)

Pengaruh meningkatnya tingkat upah terhadap jumlah jam kerja di sektor publik akan sangat tergantung dari kekuatan relatif antara substitution dan income effect. Bila substitution effect yang lebih dominan pengaruhnya maka pekerja akan bekerja lebih lama untuk menunjang jasa kerjanya. Sedangkan bila income effect yang lebih dominan pengaruhnya maka pekerja akan mengurangkan jam kerjanya. Pengamatan menunjukkan bahwa hasil akhir dari dua akibat tersebut tergantung dari kekuatan batas tinggi rendahnya tingkat upah yang sedang berlaku.

Tenaga kerja pada pedagang sektor informal biasanya mempunyai jam kerja yang berbeda dengan jam kerja pekerja kantoran. Mereka bekerja dengan mencurahkan waktunya tak menentu, karena tak ada yang mengharuskan untuk bekerja dari dan sampai jam tertentu. Mereka bebas menentukan curahan jam kerjanya. Oleh karena itu, maka curahan jam kerja pekerja pada pedagang sektor informal perlu diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap hasil usaha pedagang sektor informal tersebut.

2.9 Lama Usaha

Faktor lama berusaha bisa juga dikatakan dengan pengalaman. Faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan. Namun, dalam aktivitas sektor informal dengan semakin berpengalamannya seorang penjual, maka semakin bisa meningkatkan pendapatan atau keuntungan usaha.

Pengelolaan usaha dalam sektor informal sangat dipengaruhi oleh tingkat kecakapan manajemen yang baik dalam pengelolaan usaha yang dimiliki oleh

(25)

seorang pedagang. Tingkat kecakapan manajemen yang baik ini juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman atau lama berusaha seorang pedagang, sehingga dapat dilihat bahwa tidak ada kesamaan antara sesama pedagang sektor informal dalam kemampuan pengelolaan usaha sehingga tingkat pendapatan yang mereka hasilkan juga berbeda.

Pengalaman berusaha juga merupakan pembelajaran yang baik guna memperoleh informasi apa yang dibutuhkan dan digunakan dalam pengambilan keputusan. Misalkan jumlah pendapatan atau penjualan yang dihasilkan selama satu bulan, dengan pengalaman berusaha yang baik maka dapat dianalisis bahwa pendapatan yang dihasilkan menunjukkan perputaran aset atau modal yang dimiliki seorang pedagang, sehingga semakin besar pendapatan atau penjualan yang diperoleh seorang pedagang semakin besar pula tingkat kompleksitas usaha.

Pengalaman dan lamanya berusaha akan memberikan pelajaran yang berarti dalam menyikapi situasi pasar dan perkembangan ekonomi saat ini. Pengalaman dan lama berusaha akan memberikan kontribusi yang berarti bagi usaha informal dalam menjalankan kegiatan usaha jika dibandingkan kepada usaha informal yang masih pemula. Pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan usaha demi kelangsungan hidup usaha terfokus pada pengalaman masa lalu, pengalaman masa lalu akan berguna sebagai tolok ukur dalam mengambil sikap ke depan dalam upaya mengembangkan usaha ke arah yang lebih maju dan berkesinambungan.

2.10 Jumlah Anggota Rumah Tangga

Jumlah anggota rumah tangga sangat menentukan jumlah kebutuhan rumah tangga. Semakin banyak anggota rumah tangga berarti semakin banyak pula

(26)

jumlah kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit anggota rumah tangga berarti semakin sedikit pula kebutuhannya yang harus dipenuhi. Setiap individu mempunyai kebutuhan sendiri. Sehingga dalam rumah tangga yang jumlah anggotanya banyak kebutuhan-kebutuhannya akan banyak.

Menurut BPS 1990 jumlah tanggungan adalah banyaknya anak atau anggota yang lain yang menjadi tanggungan rumah tangga pekerja wanita yang tinggal bersama dalam satu rumah serta makan dalam satu dapur, diukur dalam satuan orang. Sedangkan menurut Irawati dalam Sucihatiningsih (1996) jumlah anggota rumah tangga mencerminkan pengeluaran rumah tangga. Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak tanggungan anggota rumah tangga, maka semakin banyak jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh wanita pedesaan ibu rumah tangga untuk mencari nafkah.

Demikian pula jumlah anak yang tertanggung dalam rumah tangga akan berdampak pada besar kecilnya pengeluaran suatu rumah tangga. Demikian juga anggota-anggota rumah tangga yang cacat maupun lanjut usia. Mereka tidak bisa menanggung biaya hidupnya sendiri sehingga mereka bergantung pada kepala keluarga dan istrinya. Anak-anak yang belum dewasa perlu di bantu biaya pendidikan, kesehatan dan biaya hidup lainnya. Jumlah anggota yang ditanggung yang tinggal bersama dalam satu rumah serta makan dalam satu dapur menjadi tanggung jawab rumah tangga tersebut. Jumlah anggota rumah tangga dalam penelitian ini adalah banyaknya seluruh anggota rumah tangga termasuk anggota

(27)

rumah tangga yang tertanggung yang tinggal bersama dalam satu rumah dan makan dalam satu dapur.

2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang dilakukan oleh Galih Suryananto (2005) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Konveksi (Studi Kasus di Pasar Godean, Sleman, Yogyakarta)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jam berdagang, modal dagang dan pengalaman berdagang terhadap pendapatan pedagang konveksi baik secara simultan maupun parsial. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda diperoleh hasil bahwa secara simultan jam berdagang, modal dagang dan pengalaman berdagang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang konveksi. Nilai koefisien determinasi diperoleh sebesar 43,7 persen. Pengujian secara parsial memberikan hasil bahwa modal dagang dan pengalaman berdagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang konveksi. Sementara jam berdagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan pedagang konveksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Rudolf H. M. Nadeak (2000) yang berjudul ”Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Informal di Lokasi Pariwisata Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan pedagang sektor informal di lokasi pariwisata dan sejauh mana faktor-faktor tersebut memberikan kontribusi bagi

(28)

peningkatan pendapatan bagi masyarakat khususnya pedagang informal. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara random sampling dari beberapa pedagang informal yang ada di Kabupaten Simalungun Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier dengan cara analisis statistik deskriptif dan analisis statistik induktif. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa secara simultan jumlah wisatawan yang berkunjung, barang dagangan, jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang informal dengan nilai koefisien determinasi sebesar 79 persen. Secara parsial jumlah wisatawan yang berkunjung dan barang dagangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan pedagang informal, sedangkan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pendapatan pedagang informal.

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah dalam pengecekkan televisi yang rusak adalah sebagai berikut , Pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa bagian catu dayanya, apakah sudah ada tegangan yang

Berdasarkan hasil data dan penelitian, simpulannya adalah pengaruh lagu yang berjudul “hey tayo” terhadap kemampuan anak menyebutkan warna – warna pada anak usia 4 tahun

Oleh sebab itu, strategi di sini lebih mengutamakan cara orang tua untuk mendidik anak dalam keluarga supaya anak tidak lari dari norma-norma dan nilai-nilai budaya yang dianut

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Oleh karena itu, keterbaruan dalam penelitian ini adalah pembentukan semikonduktor lapis tipis dari serbuk Cu 2 O di atas kaca Fluorine Tin Oxide (FTO) yang

Dalam hal ini perlakuan III A rasio C : N-nya paling cocok untuk pertumbuhan konsorsium meskipun substrat atau sludge minyak bumi yang ditambahkan lebih sedikit Laju maksimum

Bahasa Inggris dan Bahasa Arab merupakan bahasa yang termasuk dalam 10 besar bahasa internasional yang sering dipakai diseluruh dunia, kedua bahasa ini sudah

Level protein pakan pada masa pertumbuhan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan, produksi telur, berat telur, massa telur, konversi pakan,