• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

No.33/06/75/Th.XI. 2 Juni 2017

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI MEI 2017

1.

Nilai Tukar Petani (NTP)

NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani.

Mulai Desember 2013 dilakukan perubahan tahun dasar dalam penghitungan NTP dari tahun dasar 2007=100 menjadi tahun dasar 2012=100. Perubahan tahun dasar ini dilakukan untuk menyesuaikan perubahan/pergesaran pola produksi pertanian dan pola konsumsi rumah tangga

 Pada bulan Mei 2017, NTP (NTP Umum) Provinsi Gorontalo tercatat sebesar 105,60 atau mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen bila dibandingkan keadaan bulan April 2017 yang tercatat sebesar 105,09. NTP masing-masing subsektor tercatat sebesar 108,72 untuk Subsektor Tanaman Pangan (NTP-P), 113,35 untuk Subsektor Hortikultura (NTP-H), 100,82 untuk Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-R), 101,82 untuk Subsektor Peternakan (NTP-T) dan 101,64 untuk Subsektor Perikanan (NTN).

 Dari 10 provinsi di Kawasan Timur Indonesia 6 (enam) provinsi yang NTP-nya berada di atas angka 100. NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Sulawesi Barat dengan nilai sebesar 105,63 yang diikuti Provinsi Gorontalo sebesar 105,60, Provinsi Maluku Utara sebesar 101,24, Provinsi Maluku sebesar 100,69, Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 100,41, dan Propinsi Papua Barat sebesar 100,22. Nilai Tukar Petani terendah terjadi pada Provinsi Sulawesi Utara sebesar 92,43, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 93,96, Propinsi Sulawesi Tenggara sebesar 94,95, dan Propinsi Papua sebesar 95,52. NTP nasional sebesar 100,15 mengalami kenaikan sebesar 0,14 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 100,01.

 Pada Mei 2017, terjadi deflasi di daerah perdesaan di Provinsi Gorontalo sebesar -0,01 persen. Deflasi terjadi karena adanya penurunan indeks harga pada kelompok pengeluaran rumahtangga, yaitu kelompok bahan makanan -0,15 persen, sandang -0,12 persen dan pendidikan, rekreasi dan olahraga -0,-1 persen. Sedangkan 4 (empat) kelompok lainnya mengalami inflasi yakni kelompok makanan jadi 0,04 persen, perumahan 0,22 persen, kesehatan 0,25 persen, dan kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 0,32 persen.

 Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Provinsi Gorontalo pada Mei 2017 sebesar 119,11 atau naik sebesar 0,35 persen dibanding NTUP bulan April 2017.

(2)

pertanian diperdesaan, serta perluasan cakupan subsektor pertanian dan provinsi dalam penghitungan NTP, agar penghitungan indeks dapat dijaga ketepatannya.

Perbedaan antara NTP tahun dasar 2007=100 dengan NTP tahun dasar 2012=100 adalah meningkatnya cakupan jumlah komoditas baik pada paket komoditas It maupun Ib. Penghitungan NTP (2012=100) juga mengalami perluasan khususnya pada Subsektor Perikanan yaitu Perikanan Tangkap Nelayan (NTN) dan Perikanan Pembudidaya Ikan (NTPi) juga disajikan secara terpisah.

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana komponen Ib hanya terdiri dari Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM). Dengan dikeluarkannya konsumsi dari komponen indeks harga yang dibayar petani (Ib), NTUP dapat lebih mencerminkan kemampuan produksi petani, karena yang dibandingkan hanya produksi dengan biaya produksinya.

Tabel 1

Nilai Tukar Petani Prov. Gorontalo April 2017 – Mei 2017 Per Subsektor serta Perubahannya (2012=100)

Subsektor April 2017 Mei 2017 Persentase Perubahan

(1) (2) (3) (4)

Gabungan

a. Nilai tukar petani (NTP) 105.09 105.60 0.49

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 131.65 132.34 0.52

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 125.27 125.32 0.04

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131.67 131.66 -0.01

- Indeks BPPBM 110.92 111.11 0.17

Gabungan tanpa Perikanan

a. Nilai tukar petani (NTP) 105.25 105.83 0.55

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 131.92 132.66 0.56

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 125.34 125.35 0.01

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131.66 131.59 -0.05

- Indeks BPPBM 111.02 111.20 0.16

1. Tanaman Pangan

a. Nilai tukar petani (NTPP) 107.73 108.72 0.92

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 139.99 141.19 0.85

- Padi 126.42 125.84 -0.46

- Palawija 152.20 154.99 1.83

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 129.95 129.86 -0.06

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 132.90 132.76 -0.11

- Indeks BPPBM 116.03 116.23 0.18

2. Hortikultura

a. Nilai tukar petani (NTPH) 115.70 113.35 -2.02

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 147.13 144.37 -1.88

- Sayur-sayuran 152.83 148.95 -2.54

- Buah-buahan 119.73 122.42 2.24

- Tanaman Obat 116.47 114.08 -2.05

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 127.17 127.36 0.15

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131.14 131.36 0.16

(3)

Subsektor April 2017 Mei 2017 Persentase Perubahan

(1) (2) (3) (4)

3. Tanaman Perkebunan Rakyat

a. Nilai tukar petani (NTPR) 98.13 100.82 2.74

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 127.16 130.52 2.64

- Tanaman Perkebunan Rakyat 127.16 130.52 2.64

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 129.59 129.46 -0.10

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 133.38 133.18 -0.15

- Indeks BPPBM 112.24 112.44 0.18

4. Peternakan

a. Nilai tukar petani (NTPT) 101.65 101.82 0.17

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) 118.30 118.60 0.26

- Ternak Besar 116.77 116.85 0.07

- Ternak Kecil 120.14 119.22 -0.77

- Unggas 121.68 122.98 1.07

- Hasil Ternak 122.58 123.67 0.89

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) 116.38 116.48 0.09

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 129.38 129.35 -0.03

- Indeks BPPBM 106.20 106.41 0.20

5. Perikanan

a. Nilai tukar nelayan dan pembudidaya ikan (NTNP) 102.30 101.64 -0.65

b. Indeks Harga yang Diterima Nelayan dan Pembudidaya

Ikan (It) 126.95 126.83 -0.10

c. Indeks Harga yang Dibayar Nelayan dan Pembudidaya

Ikan (Ib) 124.10 124.78 0.55

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131.94 132.82 0.67

- Indeks BPPBM 109.25 109.56 0.28

5.1. Perikanan Tangkap

a. Nilai tukar nelayan (NTN) 107.77 107.15 -0.58

b. Indeks Harga yang Diterima Nelayan(It) 134.17 134.14 -0.02

- Penangkapan 134.17 134.14 -0.02

c. Indeks Harga yang Dibayar Nelayan (Ib) 124.49 125.19 0.56

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131.95 132.84 0.67

- Indeks BPPBM 110.87 111.23 0.33

5.2. Perikanan Budidaya

a. Nilai tukar pembudidaya ikan (NTPi) 86.43 85.67 -0.89

b. Indeks Harga yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) 106.29 105.89 -0.37

- Budidaya air tawar 111.72 112.76 0.93

- Budidaya air laut 103.71 102.84 -0.83

- Budidaya air payau 125.45 125.19 -0.21

c. Indeks Harga yang Dibayar Pembudidaya Ikan (Ib) 122.97 123.61 0.52

- Indeks Konsumsi Rumah Tangga 131.88 132.77 0.67

- Indeks BPPBM 104.63 104.77 0.13

(4)

Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di Provinsi Gorontalo pada Mei 2017, NTP naik 0,49 persen dibandingkan NTP April 2017, yaitu dari 105,09 menjadi 105,60.

Gambar 1. Nilai Tukar Petani Provinsi Gorontalo Januari 2016 – Mei 2017

Pada periode Januari 2016 – Mei 2017, NTP Provinsi Gorontalo tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2016 sebesar 106,46 dan terendah terjadi pada bulan Maret 2016 sebesar 104,32.

Kenaikan NTP Mei 2017, disebabkan oleh naiknya NTP pada 3 (tiga) subsektor yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,92 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,74 persen dan subsector peternakan sebesar 0,17 persen. Sedangkan penurunan indeks terjadi pada subsektor tanaman hortikultura sebesar -2,02 persen, dan subsektor perikanan sebesar -0,65 persen.

2. Indeks Harga yang Diterima Petani (It)

Pada Mei 2017 It naik sebesar 0,52 persen dibanding It April 2017, yaitu dari 131,65 menjadi 132,34. Subsektor yang mengalami kenaikan indeks yang diterima yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,85 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,64 persen, dan subsektor peternakan sebesar 0,26 persen. Sedangkan subsektor tanaman hortikulturan dan subsektor perikanan mengalami penurunan indeks masing-masing sebesar -1,88 persen dan -0,10 persen. 3. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib)

Melalui Ib dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat perdesaan serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.

Pada Mei 2017, Ib naik sebesar 0,04 persen bila dibanding Ib April 2017, yaitu dari 125,27 menjadi 125,32. Kenaikan Ib disebabkan naiknya Ib pada 3 (tiga) subsektor, yaitu subsektor tanaman hortikultura sebesar 0,15 persen, subsektor peternakan sebesar 0,09 persen, dan subsektor perikanan sebesar 0,55 persen. Sedangkan subsector tanaman pangan dan subsector tanaman perkebunan rakyat mengalami penurunan indeks masing-masing sebesar -0,06 persen dan -0,10 persen.

4. NTP Subsektor

a. Subsektor Tanaman Pangan (NTPP)

Pada Mei 2017 terjadi kenaikan NTPP sebesar 0,92 persen. Hal ini karena kenaikan It sebesar 0,85 persen, sedangkan Ib turun -0,06 persen. Kenaikan It pada Mei 2017 karena naiknya indeks pada kelompok palawija sebesar 1,83 persen, sedangkan kelompok padi mengalami penurunan indeks sebesar -0,46 persen. Komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah jagung, kacang

(5)

tanah, ketela pohon dan ubi jalar. Penurunan Ib sebesar -0,06 persen disebabkan turunnya indeks kelompok Konsumsi Rumah Tangga (KRT) sebesar -0,11 persen, dan indeks kelompok BPPBM naik sebesar 0,18 persen.

b. Subsektor Hortikultura (NTPH)

Pada Mei 2017, NTPH turun sebesar -2,02 persen. Hal ini dipicu oleh penurunan It yang lebih tinggi dibanding Ib yaitu sebesar -1,88 persen, sedangkan Ib naik sebesar 0,15 persen.

Penurunan It Mei 2017 disebabkan turunnya harga pada kelompok komoditas sayur-sayuran sebesar -2,54 persen, dan kelompok tanaman obat sebesar -2,05 persen, sedangkan kelompok buah-buahna mengalami kenaikan harga sebesar 2,24 persen. Komoditas yang mengalami penurunan harga yaitu bawang merah, cabai merah, cabe rawit, ketimun, tomat, pisang, kunyit, dan jahe. Untuk nilai Ib terjadi kenaikan sebesar 0,15 persen, yaitu dari 127,17 menjadi 127,36 disebabkan pada kelompok KRT naik sebesar 0,16 persen dan indeks BPPBM naik sebesar 0,06 persen.

c. Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR)

Pada Mei 2017, NTPR mengalami kenaikan sebesar 2,74 persen. Hal ini terjadi karena terjadi kenaikan It sebesar 2,64 persen lebih besar dibandingkan Ib yang turun sebesar -0,10 persen.

Kenaikan It disebabkan oleh naiknya indeks pada sebagian besar komoditi tanaman perkebunan rakyat yakni kelapa, kopi, kakao, buah aren/enau dan kemiri. Penurunan pada Ib dikarenakan turunnya indeks kelompok KRT sebesar -0,15 persen, dan indeks BPPBM naik sebesar 0,18 persen.

d. Subsektor Peternakan (NTPT)

Pada Mei 2017, NTPT naik sebesar 0,17 persen. Hal ini karena It mengalami kenaikan sebesar 0,26 persen dibandingkan Ib yang naik sebesar 0,09 persen.

Kenaikan It Mei 2017 disebabkan naiknya It pada kelompok ternak besar sebesar 0,07 persen, unggas sebesar 1,07 persen dan hasil ternak sebesar 0,89 persen. Sedangkan kelompok ternak kecil mengalami penurunan sebesar 0,77 persen. Komoditi pada subsektor peternakan yang mengalami kenaikan harga adalah komoditi sapi potong, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, telur ayam ras, telur ayam buras dan telur itik. Sedangkan Ib yang naik sebesar 0,09 persen disebabkan naiknya indeks kelompok BPPBM sebesar 0,20 persen, sedangkan indeks kelompok KRT turun sebesar -0,03 persen.

e. Subsektor Perikanan (NTNP)

Pada Mei 2017, NTNP turun sebesar -0,65 persen. It turun sebesar -0,10 persen, dan Ib naik sebesar 0,55 persen. Penurunan It disebabkan turunnya indeks kelompok penangkapan ikan sebesar -0,02 persen, dan kelompok budidaya ikan sebesar -0,37 persen.

Kenaikan yang terjadi pada Ib dikarenakan kelompok KRT naik sebesar 0,67 persen, dan kelompok BPPBM naik sebesar 0,28 persen.

1) Kelompok Penangkapan Ikan (NTN)

Pada Mei 2017, NTN turun sebesar -0,58 persen. It turun sebesar -0,02 persen, sedangkan Ib naik sebesar 0,56 persen. Penurunan It ini disebabkan oleh turunnya harga di sebagian ikan pada kelompok perikanan tangkap (ikan kembung, sunglir, peperek, bawal, kuwe, tongkol, tuna, cakalang, dan rajungan). Kenaikan yang terjadi pada Ib dikarenakan kelompok KRT naik sebesar 0,67 persen, dan indeks BPPBM naik sebesar 0,33 persen.

(6)

Pada Mei 2017, NTPi turun sebesar -0,89 persen. Hal ini terjadi karena penurunan It yang sebesar -0,37 persen lebih besar dibandingkan Ib naik sebesar 0,52 persen. Penurunan It ini disebabkan oleh turunnya harga komoditi pada kelompok budidaya (khususnya komoditi bandeng dan rumput laut).Kenaikan Ib sebesar 0,52 persen disebabkan karena naiknya indeks kelompok KRT sebesar 0,67 persen, dan kelompok BPPBM naik sebesar 0,13 persen.

5. Perbandingan Antarprovinsi

Dari 10 provinsi di Kawasan Timur Indonesia 6 (enam) provinsi yang NTP-nya berada di atas angka 100. NTP tertinggi dicapai oleh Provinsi Sulawesi Barat dengan nilai sebesar 105,63 yang diikuti Provinsi Gorontalo sebesar 105,60, Provinsi Maluku Utara sebesar 101,24, Provinsi Maluku sebesar 100,69, Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 100,41, dan Propinsi Papua Barat sebesar 100,22. Nilai Tukar Petani terendah terjadi pada Provinsi Sulawesi Utara sebesar 92,43, Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 93,96, Propinsi Sulawesi Tenggara sebesar 94,95, dan Propinsi Papua sebesar 95,52. NTP nasional sebesar 100,15 mengalami kenaikan sebesar 0,14 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 100,01.

Tabel 2

Nilai Tukar Petani Provinsi Kawasan Timur Indonesia dan Persentase Perubahannya Mei 2017 (2012=100)

Provinsi It Ib NTP Indeks % Perubahan Indeks % Perubahan Rasio % Perubahan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Sulawesi Utara 116.44 0.34 125.97 0.04 92.43 0.30 Sulawesi Tengah 119.66 -0.74 127.36 0.13 93.96 -0.88 Sulawesi Tenggara 119.05 0.30 125.38 0.26 94.95 0.05 Papua 121.15 0.02 126.84 0.28 95.52 -0.26 Papua Barat 127.00 -0.31 126.73 0.04 100.22 -0.35 Sulawesi Selatan 127.68 0.49 127.16 0.19 100.41 0.30 Maluku 129.34 0.80 128.46 0.54 100.69 0.26 Maluku Utara 127.03 0.55 125.48 0.18 101.24 0.36 Gorontalo 132.34 0.52 125.32 0.04 105.60 0.49 Sulawesi Barat 129.24 -0.12 122.35 0.23 105.63 -0.35 NASIONAL 128.02 0.73 127.82 0.59 100.15 0.14 6. Inflasi Perdesaan

Pada Mei 2017, terjadi deflasi di daerah perdesaan di Provinsi Gorontalo sebesar -0,01 persen. Deflasi terjadi karena adanya penurunan indeks harga pada kelompok pengeluaran rumahtangga, yaitu kelompok bahan makanan -0,15 persen, sandang -0,12 persen dan pendidikan, rekreasi dan olahraga -0,-1 persen. Sedangkan 4 (empat) kelompok lainnya mengalami inflasi yakni kelompok makanan jadi 0,04 persen, perumahan 0,22 persen, kesehatan 0,25 persen, dan kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 0,32 persen.

Dari kawasan timur Indonesia terjadi inflasi perdesaan pada 7 (tujuh) provinsi, inflasi tertinggi yakni Provinsi Maluku sebesar 0,69 persen, Provinsi Papua sebesar 0,36 persen, Provinsi

(7)

Sulawesi Barat sebesar 0,25 persen, Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,23 persen, Provinsi Maluku Utara sebesar 0,20 persen, Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,17 persen dan Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 0,14 persen. Sedangkan 3 (tiga) Provinsi lainnya mengalami deflasi, yakni Provinsi Gorontalo sebesar -0,01 persen, Provinsi Papua Barat sebesar -0,01 persen, dan Provinsi Sulawesi Utara sebesar -0,06 persen.

Tabel 3

Persentase Perubahan Indeks Harga Konsumen Perdesaan Mei 2017 (2012=100)

Provinsi Bahan Makanan Makanan Jadi Peru-mahan Sandang Kese-hatan Pendidikan Rekreasi dan Olah raga Transpor tasi dan Komuni-kasi Umum / KRT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Maluku 1.17 0.43 0.23 0.22 0.18 -0.07 -0.10 0.69 Papua 0.23 0.19 0.71 1.53 0.96 0.70 0.03 0.36 Sulawesi Barat 0.35 0.29 0.07 0.19 0.42 -0.08 0.08 0.25 Sulawei Tenggara 0.25 0.10 0.08 0.38 0.26 0.20 0.43 0.23 Maluku Utara 0.07 0.38 0.60 0.14 0.51 -0.02 -0.13 0.20 Sulawesi Selatan 0.12 0.28 0.29 0.18 0.43 0.12 -0.01 0.17 Sulawesi Tengah 0.02 0.33 0.32 0.13 0.59 0.25 -0.16 0.14 Gorontalo -0.15 0.04 0.22 -0.12 0.25 -0.01 0.32 -0.01 Papua barat -0.21 0.09 0.00 0.62 0.98 0.04 -0.09 -0.01 Sulawesi Utara -0.56 0.37 0.24 -0.20 1.13 0.34 0.57 -0.06 Nasional 1.43 0.33 0.36 0.45 0.30 0.13 -0.09 0.74 7. NTUP Subsektor

Pada Mei 2017 terjadi kenaikan NTUP di Provinsi Gorontalo sebesar 0,35 persen. Hal ini disebabkan naiknya It sebesar 0,52 persen, bila dibandingkan Indeks BPBBM yang naik sebesar 0,17 persen. Kenaikan NTUP disebabkan oleh naiknya NTUP pada 3 (tiga) subsektor yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 0,67 persen, subsector tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,46 persen dan subsektor peternakan sebesar 0,06 persen. Sedangkan subsektor tanaman hortikultura dan subsector perikanan mengalami penurunan masing-masing sebesar -1,94 persen dan 0,38 persen,

Tabel 4

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian April 2017 – Mei 2017 per Subsektor dan Persentase Perubahannya (2012=100)

Subsektor April 2017 Mei 2017 Perubahan

(1) (2) (3) (4)

1. Tanaman Pangan 120.65 121.47 0.67

2. Hortikultura 135.56 132.94 -1.94

3. Tanaman Perkebunan Rakyat 113.29 116.08 2.46

4. Peternakan 111.39 111.46 0.06

5. Perikanan 116.20 115.76 -0.38

a. Tangkap 121.02 120.60 -0.35

b. Budidaya 101.59 101.07 -0.51

(8)

Gambar

Gambar 1. Nilai Tukar Petani Provinsi Gorontalo Januari 2016 – Mei 2017

Referensi

Dokumen terkait

November 2015, tiga dari lima subsektor pertanian mengalami kenaikan NTP yaitu NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat naik 1,99 persen dari 94,93 menjadi 96,82, NTP Subsektor

• SDM kesehatan, termasuk tenaga penunjang sebagai Tim PKPR, memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memberikan PKPR secara efektif pada semua tingkat

Pengembangan delivery channel baru yang disediakan Artajasa adalah untuk memperluas channel yang dapat digunakan pelanggan dalam melakukan transaksi elektronis

BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP STANDAR MUTU STAIN SAR ... Latar Belakang ... Komponen Standar Mutu STAIN SAR ... Pelaksanaan Standar Mutu ... Strategi Pemenuhan Standar STAIN

Massa bangunan fasilitas pendukung merupakan bangunan dengan skala lebih intim dibandingkan dengan bangunan hunian untuk memberikan suasana kampung bagi pengguna dan

Dengan mengucapkan Alhamdulillah segala puji bagi Allah, akhirnya laporan Dasar Pemrograman Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) dengan judul“ Pengembangan

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

Kami telah mereviu Laporan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam untuk periode yang berakhir per 31 Desember 2018 berupa Laporan