• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki daratan luas, tanah subur dengan hasil bumi yang melimpah. Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. memiliki daratan luas, tanah subur dengan hasil bumi yang melimpah. Indonesia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dimata dunia internasional Indonesia dikenal sebagai negara agraris, hal ini didukung oleh letak wilayah Indonesia yang sangat strategis. Indonesia memiliki daratan luas, tanah subur dengan hasil bumi yang melimpah. Indonesia juga didukung oleh banyaknya masyarakat Indonesia yang memiliki mata pencaharian sebagai petani, sehingga tanah yang subur tesebut dimanfaatkan oleh para petani untuk menghasilkan produk-produk pertanian.Pesatnya perkembangan di bidang agraris telah memberikan peluang bagi penduduknya untuk berusaha di bidang pertanian. Usaha di bidang pertanian tidak hanya dilakukan oleh profesi petani tetapi juga termasuk pengusaha yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang pertanian dan mereka dapat digolongkan sebagai pengusaha golongan kecil dan menengah atau pengusaha UKM. Salah satu prestasi yang diraih oleh negara Indonesia di bidang agraris adalah pada tahun 1984 Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangannya sendiri tanpa bergantung pada pihak luar atau dikenal dengan swasembada pangan, sehingga Indonesia memperoleh penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO)1. Namun prestasi ini tidaklah bertahan lama, sejak tahun 2010 tercatat sekitar 100.000 hektar lahan pertanian hilang per tahunnya, padahal kebutuhan pangan kita cukup tinggi sedangkan infrastruktur pertanian sudah mulai rusak dan keadaan ini diperburuk

1 “Kebijakan Pangan”, http://www.suaramerdeka.com/harian/0802/04/nas04.htm diakses pada 31 Januari 2015, Pukul 22.47.

(2)

2

dengan tenaga petani yang kurang serta cara yang masih konvensional dalam mengelola pertanian, dengan begini Indonesia tidak akan mampu mempertahankan prestasi yang pernah diraih sebelumnya2.

Usaha di bidang pertanian pastinya membutuhkan dukungan dari sektor-sektor lain seperti sektor-sektor ekonomi yang dapat membantu proses penjualan sehingga dapat membantu perkembangan ekonomi dari Indonesia sendiri. Agar penjualan dari hasil pertanian tersebut dapat meningkat setiap tahunnya, jelas kita harus menghasilkan produk yang berkualitas sehingga diperlukan teknologi memadai sehingga kita mampu bersaing dengan negara-negara lainnya yang sudah mulai menerapkan sistem pertanian modern.Selain teknologi yang memadai, modal yang cukup juga sangat mempengaruhi keberhasilan usaha di bidang pertanian. Sayangnya di Indonesia yang menjadi permasalahan utama dari usaha ini adalah modal dan biaya terutama pada saat musim panen raya, karena para petani cenderung memiliki pola tanam yang seragam hal ini dilakukan agar semua pertanaman padi mendapat jatah pengairan yang cukup, meminimalkan serangan hama-penyakit serta para petani dapat mengejar musim tanam yang optimal. Masa panen yang berlangsung dalam kurun waktu yang hampir bersamaan akan menghasilkan gabah yang banyak, akibatnya harga jual dari gabah-gabah yang dihasilkan akan turun drastis. Ketidakmampuan para petani dalam hal pengelolaan dana dan pengelolaan gudang yang layak menyebabkan mereka seringkali dimanfaatkan oleh para rentenir.

2 “Infrastruktur Pertanian Buruk Buat Swasembada Sukit Terwujud”, http://www.merdeka.com/uang/infrastruktur-pertanian-buruk-buat-swasembada-sulit-terwujud.html diakses pada 31 Januari 2015, Pukul 23.15.

(3)

3

Para petani tidak mungkin menunda penjualan hasil panen mereka, karena pada saat yang sama para petani tersebut juga dihadapkan dengan kebutuhan rumah tangga dan biaya untuk masa tanam selanjutnya. Pilihan yang tersisa adalah menjual hasil panen walaupun dengan harga rendah dan untung yang relatif sedikit. Para petani tidak mungkin menyimpan hasil panennya karena akan membutuhkan tempat yang relatif besar dan mampu menjaga kualitas hasil panen, mengingat hasil tani merupakan jenis barang yang rentan mengalami kerusakan terutama oleh hama. Kondisi seperti inilah yang membuat para petani terpaksa menjual hasil taninya meskipun dengan harga rendah. Fluktuasi harga yang terjadi pada produk pertanian tersebut menyebabkan rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian karena usaha tani dianggap beresiko tinggi3. Selain itu dalam memperoleh fasilitas kredit baik dari sektor formal maupun informal, petani mengalami banyak hambatan seperti tidak dimilikinya agunan seperti tanah dan bangunan, birokrasi yang berbelit-belit, kurangnya pengalaman bank dalam melayani wilayah pedesaan, tingginya biaya pinjaman dari sektor informal, ketergantungan sektor formal terhadap kemampuan pemerintah, tidak cukupnya dana yang tersedia pada sektor informal, bunga pinjaman yang tinggi, lemahnya pengawasan dan tidak adanya kerjasama dengan sektor formal4. Sebelum diundangkannya peraturan-peraturan tentang Sistem Resi Gudang, ada beberapa jaminan dengan sistem serupa yang telah berkembang seperti jaminan fidusia dan gadai.

3Iswi Hariyani dan Serfianto, 2010, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat

Perdagangan, Sinar Ggrafika, Jakarta, hlm. 2.

4

Evi Sustyaningrum, 2014, Eksistensi Resi Gudang Sebagai Lembaga Jaminan di indonesia, Fakultas Hukum Program Kenotariatan Universitas Sebelas Maret.

(4)

4

Keberadaan kedua jaminan tersebut tetap saja tidak mengurangi beban para petani dalam hal keuangan. Karena para petani secara tidak langsung dituntut untuk menjaminkan benda bergerak ataupun tidak bergerak lain yang mereka miliki selain hasil tani mereka dan akhirnya jika petani tersebut tidak mampu membayar utangnya pada kreditur maka seluruh benda berharga yang dijadikan jaminan oleh petani tersebut akan habis disita oleh kreditur. Hambatan yang terlalu banyak dan birokrasi yang berbelit-belit untuk mendapatkan pinjaman modal dari jasa perbankan, menyebabkan para petani terpaksa meminjam uang pada rentenir atau tengkulak meskipun dengan resiko yang sama, tetapi setidaknya proses peminjaman uang melalui rentenir atau tengkulak prosesnya lebih cepat daripada memanfaatkan jasa perbankan pemerintah atau swasta. Apabila hal seperti ini terus menerus terjadi dan dibiarkan oleh pemerintah, maka usaha di sektor pertanian akan mengalami kemunduran dan kemudian menghilang. Hal ini jelas akan mempengaruhi pemasokan hasil tani di Indonesia khususnya pemasokan beras yang akhirnya akan menyebabkan ketergantungan pada negara lain. Melihat dari permasalahan tersebut, maka diperlukan sistem jaminan yang mampu membantu para petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pada tahun 2006 pemerintah mengesahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, dimana sistem resi gudang merupakan suatu sistem jaminan yang diciptakan oleh pemerintah untuk para petani agar mereka dapat menyimpan hasil taninya di gudang yang telah disiapkan oleh pemerintah atau swasta yang telah memenuhi syarat-syarat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah menyelesaikan administrasi

(5)

5

penyimpanan hasil tani di gudang pemerintah tersebut, para petani akan mendapatkan nomor resi sebagai bukti kepemilikan terhadap barang yang dititipkan tersebut. Pada tahun 2011 undang-undang tentang sistem resi gudang tersebut mengalami perubahan, kemudian disahkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Meskipun telah mengalami perubahan, pengaturan mengenai sistem resi gudang ini masih mengalami kekurangan. Sehingga berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dalam penulisan skripsi ini penulis memutuskan untuk mengangkat judul “KEDUDUKAN JAMINAN RESI GUDANG DALAM SISTEM HUKUM JAMINAN”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan jaminan resi gudang dalam sistem hukum jaminan?

2. Bagaimana keabsahan resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar pembahasan tidak menyimpang dari permasalahan yang akan dibahas, maka diperlukan pembatasan ruang lingkup masalah, adapun pembatasan ruang lingkup masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Pertama akan dibahas mengenai bagaimana kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan. Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan kedudukan adalah eksistensi dari jaminan resi gudang dalam sistem hukum jaminan karena seperti yang kita ketahui jaminan resi gudang

(6)

6

merupakan sistem jaminan yang belum dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia. Selain itu pada pembahasan rumusan masalah pertama akan dibahas juga mengenai ruang lingkup dan karakteristik jaminan resi gudang serta perbedaan dan persamaan jaminan resi gudang dengan gadai dan fidusia.

2. Kedua akan dibahas mengenai bagaimana keabsahan resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan. Dalam skripsi ini yang dimaksud dengan keabsahan resi gudang adalah status dari resi gudang tersebut dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan. Selain itu pada pembahasan rumusan masalah kedua akan dibahas mengenai para pihak dalam jaminan resi gudang dan mekanisme sistem jaminan resi gudang.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Untuk menghindari adanya plagiarisme, maka penulis mengumpulkan skripsi-skripsi yang juga membahas mengenai Resi Gudang, dimana skrips-skripsi tersebut tidak memiliki judul dan rumusan masalah yang sama dengan skripsi ini. Penulis menemukan tiga judul skripsi yaitu sebagai berikut:

1. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Resi Gudang Sebagai Surat Berharga Dalam Lalu Lintas Pembayaran Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang” ini adalah karya dari Nisrin Utami E, seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam skripsi tersebut terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu rumusan masalah pertama

(7)

7

adalah bagaimana pengaturan mengenai Resi Gudang di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006? dan rumusan masalah kedua adalah apa saja aspek-aspek surat berharga dari instrument Resi Gudang berdasarkan peraturan mengenai surat berharga di dalam KUHD maupun diluar KUHD?

2. Skripsi yang berjudul “Penjaminan Resi Gudang Berdasarkan Undang-Undang Sistem Resi Gudang” ini adalah karya dari Elrick Christian Runtukahu, seorang mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya. Dalam skripsi tersebut terdapat dua rumusan masalah yang dibahas yaitu rumusan masalah pertama adalah lembaga jaminan manakah yang tepat digunakan dalam Sistem Resi Gudang? dan rumusan masalah kedua adalah apakah penjaminan melalui Resi Gudang dapat memberikan kepastian hukum bagi para kreditur?

3. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagai Dasar Hukum bagi Perbankan dalam Mengembangkan Pembiayaan Retail Berbasis Resi Gudang di Indonesia” ini adalah karya dari Dewi Yanto Octaviani seorang mahasiswi dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam skripsi tersebut dibahas dua rumusan masalah yaitu rumusan masalah pertama adalah apa saja substansi-substansi Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang sebagai dasar hukum bagi perbankan dalam mengembangkan pembiayaan retail berbasis resi gudang di Indonesia? dan rumusan masalah kedua adalah

(8)

8

bagaimana sistem pembiayaan retail berbasis resi gudang pada perbankan Indonesia setelah disahkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang?

Berdasarkan tiga skripsi di atas maka dapat dipastikan bahwa skripsi ini tidak mengandung unsure plagiarisme, dimana judul dan rumusan masalah pada skripsi ini berbeda dengan judul dan rumusan masalah yang dibahas dalam skripsi-skripsi di atas.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terkait dengan kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan ada dua, yaitu sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami kedudukan jaminan resi gudang dalam sistem hukum jaminan.

1.5.2 Tujuan Khusus

Selain untuk mengetahui kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa keabsahan suatu resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam ranah Hukum Bisnis khususnya dibidang Hukum Jaminan.

(9)

9 1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan solusi kongkrit bagi pemerintah sebagai pembentuk kebijakan dan para penegak hukum serta pelaksana hukum di bidang Hukum Jaminan agar dalam membentuk suatu kebijakan selalu memperhatikan perkembangan masyarakat sehingga kebijakan yang dibentuk dapat mewujudkan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

1.7 Landasan Teoritis

Istilah jaminan berasal dari kata jamin yang berarti tanggung, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan5. Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata secara tidak tegas merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan jaminan. Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut. Melalui isi Pasal 1131 KUH Perdata diatas, maka dapat diketahui yaitu jaminan menurut pasal ini adalah segala kebendaan debitur baik yang bergerak, tidak

5 Abdul R. Saliman, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan-Teori dan Contoh Kasus, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 16.

(10)

10

bergerak, yang sudah ada ataupun yang akan ada dikemudian hari yang dijadikan jaminan dari segala sesuatu perikatan pribadi debitur tersebut. Ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersama bagi para kreditur dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi di antara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masing-masing, kecuali ada alasan-alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada yang lain. Dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat diketahui yaitu apabila seorang debitur memiliki lebih dari satu kreditur, maka kedudukan kreditur tersebut sama (asas paritas creditorium). Apabila debitur tidak mampu melunasi utangnya maka hasil dari pelelangan barang jaminan dibagi seimbang antara kreditur satu dengan yang lainnya secara seimbang dengan piutangnya. Ketentuan dalam Pasal 1132 KUH Perdata ini dapat dikesampingkan dengan alasan-alasan yang sah melalui undang-undang atau karena adanya perjanjian.

Secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan perorangan (persoonlijke zekerheid) dan jaminan kebendaan (zakerlijke zekerheid). Jaminan perseorangan (persoonlijke zekerheid) adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur), dalam jaminan perorangan selalu dimaksudkan bahwa untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban pihak debitur, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda debitur dapat disita dan dilelang menurut

(11)

ketentuan-11

ketentuan prihal pelaksanaan atau eksekusi putusan pengadilan6. Sedangkan yang dimaksud dengan jaminan kebendaan (zakerlijke zekerheid)adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu, selalu mengikuti benda tersebut kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan, dapat dialihkan dan dipertahankan terhadap siapapun7. Ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Dalam hukum positif di Indonesia terdapat peraturan prundang-undangan yang mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan hukum jaminan diantaranya adalah KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia8.

Dalam hukum jaminan ada lima asas penting yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut9:

1. Asas publicitet yaitu asas yang menyatakan bahwa semua hak, baik hak tanggungan, fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan.

2. Asas specialitet yaitu asas yang menyatakan bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

6Ibid, hlm. 18. 7

Munir Fuady, 2014, Konsep Hukum Perdata, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 56. 8 M. Bahsan, 2007, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 8.

(12)

12

3. Asas tak dapat dibagi-bagi yaitu asas yang menyatakan bahwa dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hak hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

4. Asas inbezittstelling yaitu asas yang menyatakan bahwa barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.

5. Asas horizontal yaitu asas yang menyatakan bahwa bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang dimaksud dengan sistem resi gudang adalah kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan dan penyelesaian transaksi resi gudang, sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 Angka 2 yang dimaksud dengan resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di Gudang yang diterbitkan oleh Pengelola Gudang.Sebelum muncul Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, pemerintah maupun pelaku usaha dalam sistem tata niaga komoditi pertanian sudah menempuh berbagai macam sistem yang hampir mirip dengan Sistem Resi Gudang seperti

(13)

13

sistem tanda jual, gadai gabah dan CMA (Collateral Management Agreement)10.

Dalam Sistem Resi Gudang, para petani menyimpan hasil taninya pada gudang yang sudah disiapkan oleh pemerintah dimana menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 Pasal 1 Angka 4 yang dimaksud dengan gudang adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh menteri. Ketentuan Pasal 1 Angka 4 Peraturan Menteri Perdagangan No.37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang menyatakan bahwa, pihak yang melakukan usaha pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain, yang melakukan penyimpanan, pemeliharaan, dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang serta berhak menerbitkan Resi Gudang disebut sebagai pengelola gudang. Pada Pasal 3 juga diatur mengenai persayaratan terhadap barang yang dapat disimpan di Gudang untuk menerbitkan resi gudang seperti, memiliki daya simpan paling sedikit tiga bulan, memenuhi standar mutu tertentu dan jumlah minimum barang yang disimpan.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis Penelitian

10 “Sistem Resi Gudang Solusi Bagi Petani”,

http://www.bappebti.go.id/id/edu/articles/detail/1044.html, diakses pada 8 Februari 2015, Pukul 09.10 WITA.

(14)

14

Dalam penulisan skripsi ini digunakan jenis penelitian normatif yaitu penelitian hukum yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum11. Faktor-faktor yang dapat melatarbelakangi suatu metode penelitian hukum normatif adalah norma kabur, norma kosong atau konflik norma. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh faktor norma kosong karena penulis menemukan suatu hal yang sangat penting namun tidak diatur di dalam instrument-instrumen hukum yang mengatur tentang Sistem Resi Gudang, sehingga peraturan-peraturan tersebut belum mampu mewujudkan kepastian hukum bagi para pihak dalam sistem jaminan resi gudang, khususnya kreditur.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini digunakan 2 jenis pendekatan yaitu:

- Analisis konsep hukum (Analitical & Conseptual Approach), adalah jenis pendekatan yang digunakan untuk memahami dan menganalisa konsep-konsep aturan tentang kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan, serta konsep aturan tentang keabsahan resi gudang dalam hal terjadi kerusakan pada barang yang disimpan.

- Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) adalah jenis pendekatan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, norma-norma hukum atau kaidah-kaidah yang berkaitan dengan kedudukan resi gudang dalam sistem hukum jaminan.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

(15)

15

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber Bahan Hukum Primer

Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang memiliki otoritas mengikat dan dapat dijadikan sumber bahan hukum yang utama. Dalam penelitian ini sumber bahan hukum primer yang digunakan yaitu:

- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

- Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang

- Undang-Undang No. 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang

- Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2014 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Lembaga Pelaksana Penjamin Resi Gudang

- Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 37/M-DAG/PER/11/2011 tentang Barang Yang Dapat Disimpan Di Gudang Dalam Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang

- Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 52/M-DAG/PER/9/2014 tentang Tata Cara Seleksi Lembaga Pelaksana Penjaminan Sistem Resi Gudang

b. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai teori-teori yang

(16)

16

didapatkan melalui bahan hukum primer. Dalam penelitian ini menggunakan literatur-literaur yang relevan dengan judul yang dibahas, pendapat para sarjana, jurnal hukum yang berkaitan dengan judul penelitian dan artikel-artikel yang diperoleh melalui internet. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (study document) dimana teknik kepustakaan ini dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu cara mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Dalam pengumpulan bahan hukum, penulis menggunakan teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematisasi. Teknik evaluasi adalah dalam pengumpulan bahan hukum, peneliti melakukan penilaian terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan, rumusan norma, keputusan, baik berupa tepat atau tidak, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi adalah dalam pengumpulan bahan hukum yang dibahas dalam penelitian ini, peneliti mendasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Teknik sistematis adalah dalam pengumpulan bahan hukum dimana peneliti berupaya mencari kaitan dengan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara

(17)

17

peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat.

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat keberadaan dana BOS itu berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, maka SDN 028 Balikpapan wajib berpedoman pada Buku Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS

• Dalam hal bepergian dengan pesawat udara atau perjalanan lama, anda harus mencari saran medis dari dokter anda atau ahli medis lainnya, dan hubungi maskapai

Chaffe (dalam Ardianto dkk, 2004:49) efek media massa dapat dilihat dari beberapa pendekatan. Pendekatan pertama yaitu efek media massa yang berkaitan dengan pesan atau media

yang hidup dalam hidup saya lewat tindakan- tindakan keberpihakanNya kepada yang tertindas, yang terpenjara, yang diperlakukan dengan tidak adil, yang trauma dan putus asa dan

1) Dosen Tetap/ luar biasa program studi Desain produk Universitas Telkom yang ditunjuk oleh Ketua program study berdasarkan Surat Tugas dari Dekan Fakultas

· Lepaskan selalu daya listrik AC dengan mencabut kabel daya dari colokan daya sebelum menginstal atau melepaskan motherboard atau komponen perangkat keras lainnya.. ·

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa atribut produk serta citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian Smartphone

bahan yang tidak dapat dicerna dengan baik dan meningkatkan protein serta vitamin pada pakan yang digunakan pada Tabel 9 dapat dilihat bahwasanya dengan