• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING DI KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KERBAU RAWA, ALTERNATIF TERNAK POTONG

MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING

DI KALIMANTAN SELATAN

ENI SITI ROHAENI1, EKO HANDIWIRAWAN2 dan M. NAJIB3

1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan,

Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru

2Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,

Jl. Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor

3Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru

Jl. Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan ABSTRAK

Kerbau rawa merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang berkembang di daerah rawa di Kalimantan Selatan (Kalsel). Kerbau ini memiliki peran sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat dan sumber pendapatan bagi peternak yang memilikinya. Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan peluang ternak kerbau sebagai ternak alternatif dalam mendukung program swasembada daging, khususnya di Kalsel. Kerbau merupakan salah satu alternatif ternak potong untuk mendukung program swasembada daging melalui beberapa upaya seperti perbaikan bibit, pakan dan manajemen. Populasi ternak kerbau di Kalsel rata-rata meningkat dalam kurun waktu empat tahun sekitar 3,5 persen per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak kerbau dapat berkembang dengan baik di daerah ini dan berpotensi untuk terus dapat bertambah populasinya. Struktur ternak kerbau di Kalsel terbesar ada pada ternak kerbau dewasa dengan jenis kelamin betina (52,1%). Kondisi ini cukup menggembirakan karena berarti peluang untuk berkembang cukup besar dengan rasio antara jantan dan betina dewasa 1 : 5. Namun yang perlu diperhatikan adalah kualitas bibit yang baik agar dapat diperoleh keturunan yang baik dan menghindari inbreeding. Kontribusi daging kerbau di Kalsel sebesar 2,5% atau peringkat kelima dari total produksi daging semua jenis ternak. Akan tetapi di antara ternak ruminansia produksi daging kerbau menempati posisi kedua setelah ternak sapi. Hijauan pakan ternak lokal yang berkembang cukup baik merupakan salah satu potensi yang dapat ditingkatkan produksinya melalui upaya manajemen padang penggembalaan. Upaya penting yang perlu diperhatikan dan penanganan lebih lanjut adalah ketersediaannya karena terkait dengan semakin sempitnya areal padang penggembalaan sebagai akibat meningkatnya areal tanam komoditas pangan dan adanya hama berupa keong mas yang merusak produksi hijauan pakan ternak.

Kata kunci: Kerbau rawa, swasembada daging, Kalimantan Selatan PENDAHULUAN

Kerbau rawa merupakan salah satu ternak ruminansia yang berhasil berkembang dengan baik di Propinsi Kalsel, dimana populasinya merupakan yang terbesar dibandingkan tiga propinsi lain di Kalimantan. Lebih dari separuh jumlah populasi kerbau yang terdapat di Pulau Kalimantan (58,8%) terdapat di Propinsi Kalsel. Populasi pada tahun 2008 sekitar 43.096 ekor (angka sementara) (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2008) yang tersebar hampir di semua kabupaten dengan tingkat populasi yang berbeda. Populasi tinggi terutama di enam wilayah Kabupaten yaitu Kotabaru, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tanah Bumbu, Tapin, dan Tanah Laut (DINAS

PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2007).

Pada umumnya budidaya ternak kerbau rawa banyak dilakukan di daerah rawa yang relatif terpencil lokasinya, dipelihara secara tradisional dengan cara digembalakan secara berkelompok, dan berkembang biak secara alami. Terdapat cara pemeliharaan yang berbeda antar musim. Pada musim hujan atau air dalam, pemeliharaan dilakukan dengan cara digembalakan di rawa dan sore hari dikandangkan dalam kalang, sedangkan pada musim kemarau kerbau digembalakan di padang gembala (SADERIet al., 2004).

Produksi karkas dan jerohan dari ternak kerbau di Kalsel pada tahun 2006 mampu menyumbang sekitar 12,78 % dari total produksi ternak besar (DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN, 2007). Hal

(2)

ini menunjukkan bahwa ternak kerbau berperan tidak hanya memberikan kontribusi pendapatan bagi peternak yang mengusahakannya namun juga memberikan kontribusi terhadap penyediaan daging. Kontribusi produksi dari ternak kerbau tersebut dapat ditingkatkan lagi bila pemeliharaan kerbau dikelola secara lebih baik sehingga produktivitasnya dapat meningkat (SADERI et al., 2004).

Pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mencanangkan program Revitalisasi Pertanian dalam rangka mencapai ketahanan pangan termasuk di dalamnya swasembada daging pada tahun 2010. Dalam program swasembada daging 2010, diharapkan sebesar 97,5% dari kebutuhan daging nasional dapat dipenuhi oleh produksi daging dalam negeri (Indraningsih et al., 2006). Usaha ternak kerbau di Propinsi Kalsel dapat memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam penyediaan daging, terutama untuk memenuhi kebutuhan penyediaan daging di Kalimantan. Makalah ini memberikan gambaran potensi ternak kerbau sebagai ternak alternatif dalam mendukung program swasembada daging khususnya di Kalsel.

Populasi dan Produksi Ternak Kerbau Pada Tabel 1 terlihat bahwa populasi ternak kerbau di Kalsel rata-rata meningkat dalam kurun waktu empat tahun (2003-2006) yaitu sekitar 3,5% per tahun, walaupun ada satu kabupaten yang populasinya menurun yaitu Kabupaten Tanah Bumbu dengan penurunan 4,9% per tahun. Penurunan populasi kerbau di Kabupaten Tanah Bumbu, terjadi karena adanya perubahan tata guna lahan, yaitu dari pertanian menjadi perkebunan. Beberapa tahun sebelumnya populasi kerbau di Tanah Bumbu cukup tinggi, dimana ternak kerbau di daerah ini digunakan sebagai ternak kerja (angkut).Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak kerbau dapat berkembang dengan baik di daerah ini dan berpotensi untuk terus dapat bertambah populasinya. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak kerbau dapat berkembang dengan baik di daerah ini dan berpotensi untuk terus dapat bertambah populasinya.

Data struktur ternak kerbau pada tahun 2006 di Kalsel (Tabel 2) menunjukkan bahwa jumlah kerbau dewasa adalah yang terbanyak dengan jenis kelamin betina. Kondisi ini cukup menggembirakan karena berarti peluang untuk berkembang cukup besar.

Tabel 1. Populasi ternak kerbau di Kalimantan Selatan tahun 2003-2006

No Kabupaten/Kota 2003 2006 Peningkatan (%) 1 Tanah Laut 4.458 4.556 2,20 2 Kotabaru 12.428 15.746 26,70 3 Banjar 1.261 1.428 13,24 4 Barito Kuala 801 968 20,85 5 Tapin 320 346 8,13

6 Hulu Sungai Selatan 3.074 3.303 7,45

7 Hulu Sungai Tengah 1.803 2.096 16,25

8 Hulu Sungai Utara 7.603 8.028 5,59

9 Tabalong 1 4 300,00 10 Tanah Bumbu 5.733 4.881 -14,86 11 Balangan - - - 12 Banjarmasin 57 75 31,58 13 Banjarbaru 11 3 72,73 Kalimantan Selatan 37.550 41.435 10,35 Sumber: DINAS PETERNAKAN PROPINSI KALIMANTAN SELATAN (2007)

(3)

Tabel 2. Struktur ternak kerbau di Kalimantan Selatan pada tahun 2006

Kelompok umur Jenis kelamin Jumlah Persentase

Anak Jantan 3.232 7,8 Betina 3.688 8,9 Jumlah 6.920 16,7 Muda Jantan 3.190 7,7 Betina 4.931 11,9 Jumlah 8.121 19,6 Dewasa Jantan 4.806 11,6 Betina 21.588 52,1 Jumlah 26.394 63,7 Total 41.435 100,0

Sumber: Dinas Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan (2007)

dengan rasio antara jantan dan betina dewasa 1 : 5. Namun yang perlu diperhatikan adalah kualitas bibit yang baik agar dapat diperoleh keturunan yang baik pula dan menghindari kawin sedarah atau inbreeding.

Pada Tabel 3 ditampilkan produksi daging yang dihasilkan pada tahun 2006 di Kalsel. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa kontribusi daging terbesar berasal dari ayam pedaging, sedangkan ternak kerbau hanya sebesar 2,52% atau peringkat kelima dari total

produksi daging semua jenis ternak. Namun di antara ternak ruminansia, produksi daging ternak kerbau mempunyai peran yang penting karena menempati posisi kedua setelah produksi daging dari ternak sapi.

Program Swasemba Dadaging

Menurut LUTHAN (2006), kondisi

swasembada daging hanya dapat dicapai Tabel 3. Produksi daging pada Tahun 2006 di Kalimantan Selatan

No Ternak Produksi (kg) Persentase

1 Sapi 6.179.092 17,21 2 Sapi perah 8.144 0,02 3 Kerbau 906.473 2,52 4 Kuda 1.142 0,01 5 Kambing 286.651 0,80 6 Domba 18.738 0,05 7 Babi 181.884 0,51 8 Ayam Buras 5.597.200 15,59 9 Ayam Petelur 243.633 0,68 10 Ayam Pedaging 21.461.052 59,78 11 Itik 1.016.585 2,83 Jumlah 35.900.594 100,00

(4)

melalui pendekatan beberapa kegiatan pokok, yaitu :

• Penambahan populasi budidaya ternak betina produktif eks impor

• Penanganan gangguan reproduksi

• Penyelamatan ternak betina produktif

• Peningkatan jumlah akseptor Inseminasi Buatan (IB)

• Intensifikasi kawin alam (INKA)

• Perbaikan managemen pakan

• Peningkatan SDM dan kelembagaan

peternak

Dalam mendukung program percepatan pencapaian swasembada daging sapi tahun 2010 di Kalsel dilakukan beberapa langkah operasional pokok (ANDJAM, 2008), yang di antaranya adalah:

• Penyediaan induk/bibit

• Penjaringan dan penyelamatan betina produktif

• Penanganan gangguan reproduksi dan keswan

• Optimalisasi akseptor dan kelahiran IB

• Distribusi pejantan unggul

• Pengembangan dan pemanfaatan pakan lokal

• Pengembangan SDM dan kelembagaan Berkenaan dengan hal di atas, langkah-langkah yang telah dilakukan terhadap ternak kerbau di Kalsel yaitu distribusi pejantan unggul dengan pengadaan bibit dari luar daerah dan IB untuk meningkatkan kualitas bibit yang dihasilkan.

Permasalahan

ROHAENI et al. (2005) telah melaporkan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam beternak kerbau, yaitu:

1. Areal padang penggembalaan yang terbatas dan berkurang akibat bertambahnya jumlah penduduk, pergeseran penggunaan lahan menjadi lahan usahatani. Hal tersebut terutama terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah serta sebagian kecil di Hulu Sungai Utara dan Batola. Alternatif yang mungkin dapat dilakukan adalah melakukan pengaturan areal padang penggembalaan, menanam

hijauan pakan ternak, pemberian pakan alternatif yang memanfaatkan pakan lokal sehingga harganya murah tetapi dengan kandungan gizi sesuai kebutuhan, perbaikan manajemen pemeliharaan (dari ekstensif ke semi intensif).

2. Ketersediaan hijauan sangat tergantung musim, dan adanya hama (ulat dan keong mas) terutama terjadi di Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Tengah. Alternatif pemecahan yang dapat ditempuh yaitu melakukan memberantas hama, dan melakukan penanaman hijauan untuk pakan ternak,

3. Rendahnya produktivitas akibat rendahnya kualitas pakan, penurunan mutu bibit,

inbreeding dan manajemen pemeliharaan

yang kurang baik. Pemecahan masalah yang mungkin dilakukan adalah perlunya ditingkatkan pembinaan dan penyuluhan bagi peternak kerbau tentang budidaya (pakan dan penyakit), perlunya pejantan bermutu dan pencegahan penyakit.

4. Lokasi pemeliharaan ternak kerbau yang cukup jauh menyebabkan sulitnya akses untuk mendapatkan penyuluhan dan pencegahan atau pengobatan penyakit. Strategi Pengembangan dalam Peningkatan Produktivitas

Berdasarkan hail survei yang dilaporkan ROHAENIet al. (2005; 2006), untuk menyusun strategi pengembangan kerbau rawa di lokasi kerbau rawa dilakukan analisis SWOT dengan mempertimbangkan lingkungan internal dan eksternal. Dari lingkungan internal diidentifikasi unsur kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dan dari lingkungan eksternal diidentifikasi peluang (Opportunities)

dan ancaman (Threats), selanjutnya

diungkapkan strategi pengembangan kerbau rawa.

Faktor Internal

Kekuatan (Strengths)

Pada umumnya lahan di Kalsel cukup luas, hal ini merupakan salah satu potensi sebagai tempat untuk berkembangnya ternak kerbau rawa. Kekuatan lain yang dimiliki peternak

(5)

dan peternak kerbau yaitu pengalaman beternak peternak umumnya cukup lama yang berkisar antara 15-22 tahun (untuk empat kabupaten). Pengalaman ini merupakan proses belajar yang turut berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam beternak kerbau. Dengan semakin lamanya pengalaman beternak maka peternak mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi masalah atau untuk mengembangkan usahanya. Beternak kerbau merupakan sumber pendapatan bagi peternak yang mengusahakan, maka ini menunjukkan suatu peran penting dari kerbau rawa karena telah diusahakan sebagai usaha utama bagi pemilik atau yang mengusahakannya.

Pemasaran kerbau dinilai tidak mengalami permasalahan dari sudut pandang penjualan. Hal ini ditunjukkan dengan mudahnya peternak untuk menjual kerbau kapanpun dan berapapun jumlahnya. Peternak jika akan menjual kerbau, dapat menghubungi pedagang yang ada di desa atau pedagang yang di luar desa melalui telepon. Harga dinegosiasikan antara penjual dan pembeli hingga mencapai keesepakatan, yang menunjukkan bahwa kerbau rawa mempunyai akses pasar yang mudah.

Kelemahan (Weakness)

Beberapa faktor yang merupakan kelemahan yaitu produktivitas relatif rendah atau bahkan cenderung menurun. Indikasinya dapat dilihat dari segi bobot badan lahir yang lebih rendah dibandingkan penelitian yang dilaporkan oleh PUTU et al. (1994). Keadaan tersebut juga bisa jadi karena adanya

inbreeding yang terus menerus sehingga

mempengaruhi produktivitas. Penggunaan pejantan muda untuk mengawini induk juga merupakan hal yang umum dilakukan peternak, hal ini dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Pejantan yang cukup umur lebih banyak dijual sebagai sumber pendapatan peternak.

Kelemahan lain yaitu lokasi berkembangnya kerbau rawa relatif terpencil (daerah rawa) kecuali di Kecamatan Daha Utara, Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah. Hal tersebut menyebabkan pembinaan

dan penyuluhan baik dalam hal budidaya, kelembagaan menjadi sangat kurang.

Pakan yang dikonsumsi oleh kerbau ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh musim. Pada musim hujan memang hijauan pakan ternak lebih banyak tumbuh, tetapi hujan yang berkepanjangan mengakibatkan banjir sehingga rumput menjadi terendam di dalam air dan kerbau sulit untuk menjangkau atau memakannya. Pada musim kemarau yang panjang, masalah yang sering timbul adalah hijauan mati kekeringan sehingga ternak kerbau kekurangan pakan. Pada musim hujan, kelemahan lain yang dihadapi adalah adanya hama bagi hijauan pakan ternak yaitu berupa keong mas, dan di musim kemarau hama yang timbul adalah ulat. Kedua hama ini dapat mengurangi hijauan yang ada karena dimakan oleh hama tersebut. Terlebih untuk keong mas yang mempunyai pertambahan populasi sangat cepat sehingga walau peternak telah berusaha untuk mengatasi hama keong dengan mengambil dan menggunakan untuk pakan itik, keong mas ini tetap menjadi hama hijauan/rumput untuk kerbau. Serangan hama keong mas mulai terjadi sekitar tahun 2000.

Kematian yang relatif tinggi merupakan salah satu kelemahan yang dihadapi dalam beternak kerbau. Kematian dapat disebabkan oleh beberapa ternak hal di antaranya adalah penyakit dan kekurangan pakan. Penyakit yang umum menyerang kerbau adalah penyakit cacing dan penyakit hati rusak/hancur. Masalah kekurangan pakan yang berkepanjangan ini dapat menyebabkan kematian walaupun secara tidak langsung. Ternak yang kekurangan pakan mempunyai daya tahan yang menurun sehingga lebih mudah terkena penyakit. Tingkat pemotongan ternak kerbau dinilai relatif tinggi sehingga perlu diperhatikan dan diawasi dengan lebih ketat lagi.

Kelemahan lain yang ditemui yaitu kurang optimalnya kelembagaan yang ada (kelompok, koperasi atau lainnya), yang berpengaruh terhadap informasi dan inovasi-inovasi baru yang dapat masuk. Hal lain adalah adanya sifat kurang terbuka peternak terhadap inovasi dan teknologi, kemungkinan karena kurangnya pembinaan dan penyuluhan sebagai akibat dari jauhnya lokasi. Permodalan juga merupakan salah satu kelemahan peternak dalam melakukan usahaternak kerbau.

(6)

Faktor Eksternal

Peluang (Opportunities)

Faktor-faktor eksternal yang dipandang sebagai peluang (opportunities) yaitu ketersediaan teknologi, permintaan daging meningkat, program swasembada daging dan pengembangan obyek wisata. Lembaga penelitian dan Perguruan Tinggi merupakan institusi yang banyak menghasilkan teknologi, diantaranya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki usahaternak kerbau baik dari aspek breeding, feeding dan manajemen. Pemanfaatan teknologi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas, misalnya dengan seleksi, kawin silang, Inseminasi Buatan (IB), perbaikan pakan melalui pemberian pakan tambahan, pemberian UMMB (urea molases mulinutrien block), budidaya hijauan, perbaikan manajemen dapat dilakukan dalam hal pencegahan dan penanganan penyakit, kandang dan lain-lain. Selain itu seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka permintaan pangan akan ikut meningkat termasuk daging, hal inipun diperkuat dengan adanya program swasembada daging. Pengandangan kerbau di kalang dan penggembalaan kerbau di daerah rawa merupakan sesuatu yang unik dan menarik serta tidak akan ditemui di daerah lain sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata khas Kalsel.

Tantangan (Threats)

Faktor tantangan (Treats) yaitu adanya perubahan tataguna lahan akibat perluasan areal tanam. Kerbau rawa yang diusahakan oleh peternak dilakukan secara ekstensif, cara ini memerlukan luasan lahan yang besar. Lahan yang ada digunakan sebagai padang penggembalaan tempat kerbau mencari pakan dan beraktivitas. Perubahan tataguna lahan sangat berpengaruh terhadap hijauan yang dapat dikonsumsi oleh kerbau sehingga menimbulkan masalah yaitu kerbau kekurangan pakan, daya tahan tubuh turun, penyakit lebih mudah menyerang dan dapat pula menimbulkan kematian. Perubahan tataguna lahan terutama terjadi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Daha Utara) dan Hulu Sungai Tengah (Labuan Amas Utara), yang

semula (awalnya) dipergunakan sebagai tempat padang penggembalaan beralih menjadi areal tanam tanaman pangan dan hortikultura. Perubahan tataguna lahan ini tidak hanya menyebabkan menyempitnya areal padang penggembalaan, tapi juga adanya perselisihan. Sebagai contoh ada kerbau yang masuk areal tanam dan memakan tanaman yang ada, yang diselesaikan dengan pemberian ganti rugi oleh peternak dimana besarnya ganti rugi ditentukan oleh yang mempunyai tanaman, walaupun kadang terjadi pula negosiasi besarnya ganti rugi.

Dengan memperhatikan kondisi faktor internal dan eksternal dapat dirumuskan beberapa strategi pengembangan kerbau rawa dengan metode analisis SWOT yaitu:

1. Strategi progresif SO (memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang):

• Pengembangan kerbau harus sesuai dengan potensi daerah yang didukung oleh teknologi maju baik dari sudut pakan, bibit, dan manajemen

• Pengembangan objek wisata

2. Strategi stabilitasi WO (meminimumkan kelemahan untuk meraih peluang):

• Percepatan adopsi teknologi melalui proses litkaji/diseminasi

• Program pengembangan kerbau rawa agar mendapat prioritas baik dari pemerintah pusat maupun daerah (konsisten)

• Pembinaan/penyuluhan dari instansi terkait yang lebih intensif dalam hal budidaya dan kelembagaan

3. Strategi antisipatif ST (memanfaatkan kekuatan untuk menghadapi ancaman):

• Meningkatkan efisiensi usahatani

• Diversifikasi hijauan makanan ternak 4. Strategi defensif WT (meminimalisasi

pengaruh ancaman):

• Memperbaiki kinerja kelembagaan

• Memanfaatkan sumberdaya lahan/

pertanian dengan optimal Jenis Pakan yang Tersedia

Budidaya ternak kerbau di Kalsel masih dilakukan secara tradisional dan sangat

(7)

tergantung kepada alam. Melihat kondisi ini maka dirasa perlu upaya perbaikan baik dari segi bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan agar produktivitas yang dihasilkan dapat meningkat sehingga dapat mendukung program swasembada daging.

Salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap produktivitas ternak adalah pakan. Bila melihat dukungan pakan lokal yang ada di Kalsel berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan ROHAENI et al. (2005; 2006), diketahui bahwa lahan lebak sebagai lokasi pengembangan kerbau rawa pada musim hujan (MH) banyak ditumbuhi oleh tanaman yang dapat tumbuh dengan kondisi lahan berair (tanaman air/makrofita), dan umumnya dari jenis rumput-rumputan, seperti kumpai batu, suntilang, kumpai mining, kumpai minyak, kumpai jariwit dan lain-lain.

Rumput-rumput ini merupakan pakan kerbau rawa dan menurut informasi dari peternak populasinya sudah mulai berkurang dan tidak tersedia sepanjang waktu karena faktor alam dan hama. Tanaman ini (terutama jenis rumput-rumputan) pada saat air dalam (musim hujan) banyak yang mati karena tenggelam dan semakin berkurang dengan adanya hama keong mas, dimana keong mas

memakan rumput yang masih muda sehingga rumput mati dan tidak bisa berkembang biak. Hal tersebut terjadi di lokasi pengembangan kerbau rawa di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Utara, dan merupakan kendala dalam pengembangan kerbau rawa di Kalsel.

Berdasarkan hasil analisis proksimat yang dilakukan pada sampel hijauan (tanaman yang ada di padang penggembalaan dan sekitar kalang yang biasa dimakan kerbau) terlihat bahwa Eceng gondok/Ilung mengandung protein yang tertinggi (12,48%) dibanding jenis rumput lainnya (Tabel 4). Eceng gondok tersedia sangat melimpah dan pertumbuhannya sangat cepat akan tetapi ternyata kurang disukai kerbau. Dengan kandungan protein kasar yang tinggi, Eceng gondok cukup berpotensi dan dapat dijadikan alternatif dalam penyediaan pakan kerbau. Permasalahannya adalah bagaimana membiasakan kerbau untuk terbiasa makan eceng gondok dan pengkajian lebih lanjut agar kerbau tidak mencret jika makan eceng gondok terlalu banyak seperti yang disampaikan peternak selama ini (ROHAENIet al., 2005).

Tabel 4. Kadar gizi hijauan pakan ternak untuk kerbau rawa Nama rumput Gizi

R. Minyak R. Batu R. Mining J. Laki Babatu-ngan P. Hiang Sumpi-lang Eceng Bahan Kering 94,57 94,73 93,69 93,49 93,80 94,30 94,07 94,27 Protein Kasar 7,99 6,21 8,97 10,78 8,96 8,02 6,25 12,48 Lemak Kasar 1,14 1,16 1,62 1,33 1,11 1,69 0,91 1,36 Serat Kasar 27,85 34,59 23,66 26,09 21,09 28,28 18,99 23,27 Abu 10,92 10,28 12,04 10,03 11,01 14,23 6,98 13,44 BETN 52,09 47,77 53,71 51,77 57,83 47,78 66,85 49,46 TDN 59,30 54,40 62,24 61,46 65,24 56,22 71,69 61,21 Kalsium 0,42 0,24 0,19 0,47 0,91 0,24 0,19 1,72 Fosfor 0,22 0 0,12 0,13 0,16 0,31 0,13 0,27 Sumber: ROHAENI et al. (2005)

(8)

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini yaitu:

1. Kerbau merupakan salah satu ternak potong alternatif di Propinsi Kalse untuk mendukung program swasembada daging yang masih dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui beberapa upaya seperti perbaikan bibit, pakan dan manajemen.

2. Hijauan pakan ternak lokal yang

berkembang cukup baik merupakan salah satu potensi yang dapat ditingkatkan produksinya melalui upaya manajemen padang penggembalaan.

3. Upaya penting yang perlu diperhatikan dan penanganan lebih lanjut adalah ketersediaan hijauan pakan ternak karena semakin sempitnya areal padang penggembalaan sebagai akibat meningkatkan areal tanam komoditas pangan dan adanya hama berupa keong mas yang mengkonsumsi hijauan pakan ternak kerbau.

DAFTAR PUSTAKA

ANDJAM, M. 2008. Pelaksanaan Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Tahun 2010. Materi Temu Informasi. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru. DINAS PETERNAKAN KALIMANTAN SELATAN. 2007.

Buku Saku Peternakan. Dinas Peternakan Kalimantan Selatan. Banajarbaru.

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2008. Statistik Peternakan 2008. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta. INDRANINGSIH, R. WIDIASTUTI dan Y. SANI. 2006.

Upaya pengembangan ternak kerbau dalam

menunjang kecukupan daging. Prosiding Lokakarya Nasional: Usaha Ternak Kerbau mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Sumbawa, 4–5 Agustus 2006. Puslitbang Peternakan bekerjasama dengan Direktorat Perbibitan Ditjen Peternakan, Dinas Petrnakan Propinsi NTB dan Pemda Kabupaten Sumbawa. Bogor. Hlm. 110-124.

LUTHAN, F. 2006. Pengembangan kawasan integrasi jagung–sapi dalam mendukung program swasembada daging 2010. Prosiding Lokakarya Nasional: Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung–Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm. 12-17.

PUTU, I. G., M. SABRANI, M. WINUGROHO, T. CHANIAGO, SANTOSO, TARMUDJI, A.A. SUPRIYADI dan P. OKTAPIANA. 1994. Peningkatan Produksi dan Reproduksi Kerbau Kalang pada Agroekosistem Rawa di Kalimantan. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak Bekerjasama dengan P4N. Bogor.

ROHAENI, E.S., A. HAMDAN, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN. 2006. Inventarisasri dan Karakterisasi Ternak Kerbau di Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian. BPTP Kalimantan Selatan.

ROHAENI, E.S., ARIEF DARMAWAN, A. HAMDAN, R. QOMARIAH dan A. SUBHAN. 2005. Inventarisasri dan Karakterisasi Ternak Kerbau di Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian. BPTP Kalimantan Selatan. SADERI, D. I., E. S. ROHAENI, A. DARMAWAN, A.

SUBHAN dan A. RAFIEQ. 2004. Profil Pemeliharaan Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. (Studi Kasus di Desa Bararawa dan Desa Tampakang, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara). Laporan. BPTP Kalimantan Selatan.

Gambar

Tabel 1. Populasi ternak kerbau di Kalimantan Selatan tahun 2003-2006
Tabel 2. Struktur ternak kerbau di Kalimantan Selatan pada tahun 2006
Tabel 4. Kadar gizi hijauan pakan ternak untuk kerbau rawa

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi menyampaikan informasi dan pengetahuan dari orang yang satu kepada orang lain sehingga dapat terjadi

Zeolit merupakan adsorbent yang unik, karena memiliki ukuran pori yang sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorbent yang lain seperti karbon aktif dan silika

Hal yang ingin diketahui dari demplot tersebut pada aspek ekonomi adalah bagaimana status kelayakan finansial budi daya sutera alam melalui pemanfaatan limbah pakan, dan seberapa

Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif  Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif 

Untuk dapat mengoptimalkan polisi tidur otomatis dapat dipasang di kota- kota besar dengan pengguna kendaraan bermotor terbanyak dan sering mengalami kemacetan terutama

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan rencana, program, dan anggaran, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan, dan pengelolaan urusan

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Mind Mapping merupakan suatu model pembelajaran yang membebaskan tiap siswa untuk mencatat apa

Melihat perkembangan mengenai lembaga keuangan yang berbasis Syariah saat ini, perlu dikemukakan pandangan Zainul Arifin mantan Direktur Bank Muamalat Indonesia (1996-1999)