• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Metodologi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab III Metodologi Penelitian"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III

Metodologi Penelitian

3.1. Obyek Penelitian

Obyek Penelitian adalah Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yaitu berupa penyediaan jasa internet kepada masyarakat, Provinsi Banten dijadikan lokasi penelitian karena Provinsi Banten berada di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi program KPU/USO. Keberadaan Provinsi Banten yang berada di perbatasan dengan ibukota Jakarta masih terdapat wilayah blankspot, sehingga lokasi ini menjadi pertimbangan peneliti bagaimanakah gambaran ICT Literacy dengan kehadiran PLIK. Penelitian akan dilakukan pada bulan Juli hingga September 2013.

3.2. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah suatu cara/sudut pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Patton menyatakan bahwa paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah dan masuk akal. Sedangkan Anderson menyatakan bahwa paradigma adalah ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuan yang menganut suatu pandangan yang sama atau realitas, memiliki seperangkat kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan menggunakan metode serupa.

Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang. Paradigma juga dimaknai sebagai ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat metode serupa kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan mengggunakan (Dedy Mulyana;2003;8-9)

Paradigma merupakan seperangkat proposisi (pernyataan) yang menerangkan bagaimana dunia dan kehidupan secara umum dipersepsikan (Poerwandari,1994:14).

(2)

Pada penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme dengan pendekatan studi kasus. Aliran ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik, serta tergantung pada pihak yang melakukannya. Oleh karena itu realitas yang diamati oleh seseorang tidak bisa digeneralisasikan kepada semua orang.

Penelitian dalam paradigma konstruktivisme adalah memahami dan membentuk ulang konstruksi yang saat ini dipegang (termasuk oleh periset itu sendiri). Dengan demikian tujuan penelitian kontruktivisme untuk memahami, merekonstruksi dan menggambarkan makna tidakan sosial. Peneliti ingin melihat sejauh mana gambaran kemampuan ICT Literacy di wilayah perdesaan Banten dengan menggunakan infrstruktur PLIK yang sudah tergelar.

Kontruktivisme menurut Yvonna S.Lincoln (Agus Salim,89-89.2006). Dilihat dari aksioma keilmuan yang dikembangkan, paradigma ini secara frontal bertolak belakang dengan paradigma positivisme. Pada sisi ontologi, paradigma ini menyatakan bahwa realitas bersifat sosial dan karenanya akan menumbuhkan bangunan teori atas realitas majemuk di dalam masyarakat. Pada sisi epistomologi, hubungan periset dan obyek yang diteliti bersifat interaktif, sehingga fenomena dan pola – pola keilmuan dapat dirumuskan dengan memperhatikan gejala hubungan yang terjadi antara keduanya. Karena itu, hasil rumusan ilmu yang dikembangkan juga sangat subjektif. Pada sisi metodologi, paham ini secara jelas menyatakan bahwa penelitian harus dilakukan diluar laboratorium yaitu dialam bebas dan secara menyuluruh tanpa campur tangan dan manipulasi dari pengamat atau periset.

Penelitian ini dilakukan langsung di lokasi PLIK yang tersebar di 3 (tiga) Kecamatan di Banten yaitu Kecamatan Cipocok, Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Serang.

(3)

Pada penelitian ini peneliti akan memahami dan memberikan gambaran bagaimana gambaran ICT Literacy yang terjadi pada masyarakat perdesaan dengan menggunakan infrastruktur TIK pada perangkat PLIK. 3.3. Metode Penelitian

ICT bagi masyarakat di wilayah di perdesaan adalah fenomena kualitatif, demikian pula kajian ini adalah kajian kualitatif. Dengan demikian tidak dilakukan pengukuran terhadap berapa besar keberadaan TIK bagi masyarakat di wilayah perdesaan yang terjadi dari keberadaan akses layanan PLIK.

Melalui penelitian kualitatif diharapkan bisa membuka wacana berpikir alternatif dalam mengembangkan kemampuan ICT masyarakat lokal terhadap keberadaan infrastruktur ICT di wilayah perdesaan. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah peneliti akan melakukan pengkajian secara spesifik hal-hal yang terkait dengan gambaran dari penerapan komponen ICT Literacy dengan menggunakan sarana infrastruktur PLIK.

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus oleh karena itu perlu melakukan penggalian informasi dan data yang mendalam dan intensif terhadap suatu permasalahan atau kasus yang terjadi dalam sebuah organisasi yaitu pengelola dan pengguna Pusat Layanan Internet Kecamtan (PLIK) yang berada pada wilayah pelayanan universal telekomunikasi (WPUT).

Penelitian dilakukan di Banten menjadi pertimbangan tersendiri bagi peneliti. Peneliti menilai Banten yang jaraknya tidak jauh dari ibukota namun uniknya masih masuk dalam ketegori Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) dimana wilayah yang dinilai belum ada infrastruktur fasilitas telekomunikasi.

Selain itu peneliti juga juga melihat sebuah kenyataan bahwa sebagian masyarakat Banten masih kesulitan menikmati layanan internet dikarenakan harus membayar untuk bisa menikmati internet. Meski sudah

(4)

dibangun PLIK yang notabene biaya murah sudah dibangun di wilayah Banten. Untuk itulah peneliti menggunakan metode Studi Kasus

Studi Kasus sendiri adalah pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber (yang bisa jadi kualitatif, kuantitaif atau kedua – duanya). Pada umumnya, studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi “kasusnya’ mungkin sebuah organisasi,sekumpulan orang seperti kelompok kerja atau kelompok sosial, peristiwa, proses isu maupun kampanye” (Daymond and Immy:2008: 4)

Penelitian Kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari laboratorium atau penelitian yang terkontrol; (2) penggalian data dilakukan secara ilmiah,melakukan kunjungan pada situasi – situasi alamiah subjek; dan (3) untuk memperoleh makna baru dalam bentuk kategori – kategori jawaban, periset wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi ilmiah. (Agus Salim:2006: 4)

Sedangkan ditinjau dari pendekatannya maka termasuk ke dalam penelitian studi kasus, dimana hasil penelitian ini nantinya tidak dapat digeneralisasikan ke tempat lain, sebab hasil penelitian hanya berlaku pada situasi dan kondisi yang ada pada saat itu. Jadi bila akan diadakan penelitian yang sama, maka akan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang baru. Penelitian ini adalah one-case multilevel analysis, dimana PLIK sebagai obyek kasusnya dan level analisis yang digunakan adalah multi level analisis dimana obyek analisisnya adalah pengelola dan masyarakat di wilayah perdesaan.

Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how and why. Bila penelitiannya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa – peristiwa yang akan diselidiki dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam kehidupan nyata.

Menurut Christine Daymon & Immy Holloway 2008:161) Studi Kasus adalah pengujian intensif, menggunakan berbagai sumber bukti

(5)

terhadap satu entitas tunggal yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada umumnya studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi.”Kasusnya” mungkin sebuah organisasi,sekumpulan orang seperti kelompok kerja atau kelompok sosial,komunitas,peristiwa,proses,isu, maupun kampanye. Studi Kasus adalah metode riset yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis. Penelaahan berbagai sumber data ini,membutuhkan berbagai macam instrumen pengumpulan data. Karena itu, periset dapat menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi- dokumentasi, kuesioner (hasil survey), rekaman, bukti-bukti fisik lainnya. (Krisyantono,2006:65)

Menurut creswell (1998:61-63) a case study is an explotion of “bounded system” or a case (or multiple case) over time through detailed,in-depth data collection involving multiple sources of informations rich in context.

The type of analysis of these data can be a holistic analysis of the case or an embedded analysis of a specific aspect of the case (Yin,1989). Through this data collection, a detailed description of the case emerges,as do an analysis of themes or issues and interpretation or assertions about the case by researcher.

Sementara itu, Yin (2006:18) memberi batasan mengenai studi kasus sebagai riset yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas – batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan jelas dan dimana multisumber dimanfaatkan.

Sedangkan jenis studi kasus yang digunakan adalah studi kasus instrumental,yakni studi kasus dengan alasan ekternal,bukan karena ingin mengetahui hakikat kasus tersebut tetapi kasus hanya dijadikan sebagai sarana untuk memahami hal lain diluar kasus, seperti misalnya untuk membuktikan suatu teori yang sebelumnya sudah ada (Salim.2006:119).

(6)

Adapun Studi kasus ini menggunakan kasus desain kasus tunggal, karena peristiwa atau kejadian di Wilayah Banten yang diangkat dan diekplorasi secara mendalam dari sebuah fenomena. Seperti dikemukakan Barbara M. Wildemuth bahwa “ In research context, a case srudy is defined as a reasearch study focused on single case or set of cases.” (Wildemuth,2009:51)

Penelitian studi kasus tunggal juga didasarkan pada bahwa kasus dari fenomena diteliti adalah unik. Rasional yang kedua untuk kasus tunggal adalah kasus tersebut menyajikan suatu kasus ekstrem atau unik (Yin,2008:48)

3.4. Key Informan

Key Informan merupakan orang yang diwawancarai peneliti untuk mendapatkan informasi dan data primer sesuai dengan objektif dan tujuan dari penelitian. Untuk mendapatkan data tersebut, peneliti mengadakan sesi wawancara mendalam kepada 2 (dua) orang key informan yang terdiri dari Michael Sunggiardi (Pakar Internet) dan Eka Indarto (Penyedia jasa PLIK PT.SIMS). Kedua orang tersebut mewakili untuk mengetahui ICT Literacy pada Program PLIK di Wilayah Perdesaan Banten.

Michael Sunggiardi adalah pakar TIK yang juga penggagas Warnet di Indonesia bisa memberikan informasi seputar TIK termasuk penggunaan internet melalui PLIK. Sedangkan Eka Indarto merupakan penyedia jasa PLIK yang membangun infrastruktur PLIK di Wilayah Banten, sehingga bisa memberikan penjelasan bagaimana PLIK itu

berperan dalam ICT Literacy untuk masyarakat. 3.5 Definisi Konsep

3.5.1. Definisi konsep

1. TIK Merupakan singkatan dari Information and Communication Technology (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Sistem ini merupakan pembaruan dari Teknologi Informasi (TI) (John Hartley, 2010:106). Teknologi Informasi dan Komunikasi atau Information and Communication Technologies (ICT) adalah payung besar terminologi

(7)

yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi.

2. ICT Literacy untuk bisa maksimal dan berjalan efektif dibutuhkan adanya kesiapan sumberdaya manusia. Selain penguasaan akan teknologi tersebut, sesuatu hal yang lebih penting adalah keterampilan dan kemampuan untuk memanfaatkan informasi yang disediakan oleh teknologi informasi dan komunikasi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sehari hari.

Berdasarkan definisi yang dikeluarkan oleh The International ICT Literacy Panel yang diikuti oleh beberpa ahli pendidikan, pakar dibidang teknologi, industri dan kelompok pekerja dari Australia, Brazil, Kanada, Perancis dan Amerika Serikat, maka Information and Communication Technology (ICT) Literacy didefinisikan sebagai berikut: ICT Literacy is using digital technology, communication tools, and/or networks to access, manage, integrate, evaluate and create information in order to function in a knowledge society”( ETS, 2002). ICT Literacy tersusun atas cognitive proficiency dan technical proficiency dan mempunyai tingkatan dari level access(akses),

manage (mengelola), integrate(integrasi), evaluate(evaluasi),

create(menciptakan).

Departemen Komunikasi dan Informasi mendefinisikan ICT Literacy sebagai kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya informasi serta pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi dikalangan masyarakat dalam rangka pengembangan budaya informasi ke arah terwujudnya the information society (Kominfo, 2003).

Berdarasarkan definisi yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga diatas, maka ICT Literacy dapat didekati sebagai kemampuan individu untuk mendapatkan atau mengakses informasi yang dibutuhkan, menerapkannya sesuai dengan kebutuhan, meringkas,

(8)

membandingkan dan mengolahnya menjadi sumber informasi baru yang bermanfaat bagi hidupnya.

3. Internet muncul sebagai medium massa yang besar dengan banyak isi, terutama melalui web coding, yang melebihi media tradisional dalam banyak hal. Internet muncul di pertengahan 1990-an sebagai medium massa baru yang amat kuat. Menurut John Vivian dalam bukunya Komunikasi Massa menjelaskan, Internet adalah jaringan kabel dan telepon dan satelit yang menghubungkan komputer. Internet adalah sistem backbone yang menghubungkan jaringan – jaringan.

4. Program KPU/USO adalah Konsep Universal Service Obligation (USO) yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai kewajiban Pelayanan Universal (KPU) Telekomunikasi, pada dasarnya merujuk pada kewajiban pemerintah untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi setiap warga Negara meskipun negara tidak secara langsung memegang peranan sebagai penyelenggara kegiatan-kegiatan pelayanan publik yang dimaksudkan. Penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika KPU/USO di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) yaitu di wilayah antara lain daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintisan, daerah perbatasan, dan daerah yang tidak layak secara ekonomis serta wilayah yang belum terjangkau akses dan layanan telekomunikasi.

Tujuannya adalah :

a. Mengatasi kesenjangan digital (kesetaraan akses teknologi informasi dan komunikasi;

b. Menunjang dan mendukung kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan serta mencerdaskan kehidupan bangsa; c. Pemenuhan komitmen Indonesia di WSIS (World Summit

Information Society).

Pelaksanaan penyediaan KPU/USO berdasarkan regulasi dan kebijakan baru diharapkan dapat menghasilkan manfaat dengan

(9)

produktifitas yang efisien dan efektif. Manfaat yang diharapkan terbagi menjadi 4 (empat) fase yang didapat secara bertahap, yaitu: a. Connectivity, yaitu keterhubungan antar desa dengan desa dan desa

dengan kota dengan akses layanan suara, SMS, dan akses layanan internet yang merupakan target tahap awal dari penyediaan KPU/USO.

b. Transaction, yaitu tersedianya fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan masyarakat sehari-hari yang dapat meningkatkan taraf hidup yang didapat dengan cara komunikasi jarak jauh atau virtual tanpa memperhitungkan jarak dan waktu seperti e-education, e-bussiness, e-health, dll melalui akses layanan ICT yang telah tersedia.

c. Collaboration, yaitu terciptanya komunikasi yang baik antar desa baik yang disatukan dalam wilayah administrasi tertentu ataupun di wilayah administrasi yang berbeda sehingga terjalin komunitas-komunitas antar desa yang dapat mengembangkan potensi masing-masing desa dan saling bekerjasama.

d. Transformation, yaitu terbentuknya transformasi kondisi sosial masyarakat yang sudah akrab dengan ICT sehingga segala bentuk kegiatan sehari-hari dapat lebih efisien dan efektif dengan menggunakan ICT.

5. Desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.

6. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka mempunyai kesamaan budaya, wilayah, dan identitas. Selain itu pendapat dari Gillin dan Gillin masyarakat adalah kelompok manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan. Menurut Selo

(10)

Soemardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

7. Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) adalah pusat sarana dan prasarana penyediaan layanan jasa akses internet di ibu kota kecamatan yang dibiayai melalui dana Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data – data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber data sekunder, yang masing – masing diambil sumber yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.6.1. Data Primer

Data primer adalah langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer yang akan diambil melalui wawancara dan observasi. Wawancara akan dilakukan dengan Pakar TIK, Penyedia Jasa PLIK, Pengelola PLIK dan masyarakat perdesaaan yang memakai internet pada Pusat Layanan Internet Kecamatan.

1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Yaitu data diperoleh langsung oleh peneliti dari hasil wawancara dengan narasumber yang memiliki kriteria tertentu,yang mempunyai kredibilitas dan berkompeten dalam penyusunan strategi. Dalam penelitian ini akan melakukan wawancara dengan pengelola PLIK, pengguna PLIK, penyedia jasa PLIK, serta masyarakat disekitar. 2. Observasi Partisipan

Peneliti melakukan pengamatan sekaligus ikut terlibat didalam tugas di lokasi. Observasi partisipan yaitu pengamatan langsung pada lokasi penelitian dan obyek penelitian. Peneliti akan mengamati bagaimana aktivitas pengelola dalam menjalankan PLIK. Selain itu peneliti juga akan mengamati bagaimana pengguna PLIK dalam melakukan aktivitasnya menggunakan perangkat PLIK.

(11)

3.6.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. Dalam penelitian ini data sekunder adalah dokumentasi berupa foto – foto, studi literatur berupa hasil kajian sebelumnya dan sebagainya.

3.7 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data dimaknai sebagai tingkat dimana berbagai konsep dan interpretasi yang dibuat oleh peneliti memiliki kesamaan makna dengan makna – makna yang dipahami oleh subjek penelitian . Data yang dimaksudkan disini adalah data yang benar – benar asli (authentic, original) dan reflektif dalam artian merefleksikan kondisi yang sesungguhnya dan sebagaimana adanya.

Makna – makna yang muncul dari data tersebut harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan keocokannya sehingga membentuk validitasnya (Miles & Huberman, 1992:19)

Dalam konteks penelitian ini, guna menjamin validitas data penelitian, digunakan teknik triangulasi yang dalam hal ini adalah :

1. Triangulasi data atau seringkali juga disebut sebagai triangulasi sumber, yaitu upaya dari peneliti untuk mengakses sumber – sumber yang lebih bervariasi (cross check) guna memperoleh data berkenanan dengan masalah yang sama. Hal ini berarti menguji data yang diperoleh dari suatu sumber, kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain.

Dari sini akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa yaitu bahwa data yang telah diperoleh ternyata konsisten atau tidak konsisten bahkan berlawanan. Dengan cara ini maka akan diperoleh gambaran yang lebih memadai mengenai gejala atau fenomena yang diteliti.

2. Triangulasi metode yaitu upaya untuk membandingkan temuan data yang diperoleh dengan suatu metode tertentu, dengan temuan data yang diperoleh dengan menggunakan metode yang lain berupa salinan

(12)

naskah atau transkrip dari wawancara mendalam mengenai suatu masalah yang sama.

Contoh tersebut diatas, yang dilakukan adalah menguji keabsahan (validitas) atas data yang diperoleh dengan menggunakan metode observasi, dibandingkan dengan data yang berasal dari hasil wawancara mendalam.

Triangulasi metode, menjadi sangat penting dalam penelitian komunikasi kualitatif yang menggunakan multiple methods yaitu penelitian yang menggunakan komunikasi lebih dari satu jenis metode, misal menggunakan observasi yang sekaligus juga wawancara mendalam (Patton, 2002, dalam Prawito, 2007: 97)

3.8 Teknik Analisa Data

Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data,penyajian data,penarikan kesimpulan/verfikasi (Miles dan Hubermen,1992:16)

Proses Analisa data dilakukan melalui tahapan – tahapan pengumFpulan data. Data yang masih mentah dan belum diklasifikasikan akan diolah dan kemudian diklasifikasikan sesuai dengan tema yang akan diteliti. Secara teknis untuk data yang berasal dari dokumentasi , proses analisa akan dilakukan dengan mengkaji dan memahami isi dokumen sebelum dituangkan menjadi kalimat – kalimat yang akan dijelaskan pada penelitian. Dalam hal ini dokumentasi – dokumentasi yang akan dikaji adalah hasil kajian sebelumnya, data sebaran PLIK di wilayah Banten, dsb. Dari data – data dan dokumen yang dikumpulkan dan diterjamahkan kemudian disaji,,kan kedalam pemaparan narasi dalam bentuk deskriptif dimana akan digunakan. Termasuk didalamnya kendala – kendala yang dihadapi ketika penelitian berlangsung hingga telah ditemukannya permasalahan pada penelitian dan data yang didapat sudah mencapai titik jenuh.

(13)

Setelah seluruh tahapan – tahapan untuk menganalisa data dilaksanakan dan dituangkan kedalam hasil penelitian yang akan dievaluasi, diverifikasi dan kemudian dapat disimpulkan.

Referensi

Dokumen terkait

Paling tidak terdapat tiga macam bentuk pengendalian konflik, yakni : 1) Konsiliasi, iaitu pengendalian konflik yang dilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu

Berdasarkan Grafik 4 diatas untuk debit air yang terbuang ini dapat kita ketahui dengan menghitung terlebih dahulu debit input air yang masuk dalam pompa

Teknik wawancara dipergunakan pada saat pra-survey, penyusunan dan uji coba model, dan validasi model. Instrumen wawancara berbentuk pertanyaan terbuka dan tidak

Suatu alat dikatakan valid apabila mampu secara cermat menunjukkan besar kecilnya suatu gejala yang diukur, maka alat ukur yang digunakan penulis dalam

Margono (1997:158) observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan

Peneliti melakukan penelitian dengan menyebar dua skala sekaligus, yaitu skala kenakalan remaja dan dukungan keluarga yang ditujukan kepada siswa-siswi SMP Negeri

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran komponen komitmen organisasi yang dominan pada pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian kuantitatif deskriptif, karena pada penelitian menggambarkan dua variable, yaitu variabel bebas