BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Aktivitas Belajar
a. Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Djamarah (2008: 38) aktivitas artinya kegiatan atau keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
Menurut Sagala (2011: 124) mempelajari psikologi berarti mempelajari tingkah laku manusia, baik yang teramati maupun yang tidak teramati. Segenap tingkah laku manusia mempunyai latar belakang psikologis, karena itu secara umum aktivitas-aktivitas manusia itu dapat dicari hukum psokologis yang mendasarinya.
Menurut Sardiman (2011: 22) belajar adalah merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dapat di jelaskan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Berdasarkan pengertian tersebut yang dimaksud dengan aktivitas belajar adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh siswa baik fisik maupun mental/non fisik dalam proses pembelajaran atau suatu bentuk interaksi (guru dan siswa) untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang menyangkut kognitif, afektik dan psikomotor dalam rangka untuk mencapai tujuan belajar.
Aktivitas yang diutamakan dalam pembelajaran adalah aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat seorang penulis dari Jombang (dalam Asmani, 2010:211) yang menyatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang sedikit bicara banyak diamnya. Maksud dari pernyataan tersebut adalah guru hanya sebagai fasilitator saja sedangkan siswa yang harus aktif melakukan berbagai aktivitas dalam proses pembelajaran dengan melakukan diskusi, kerja kelompok, debat, bertanya dan lempar gagasan. Kegiatan atau aktivitas siswa yang dilakukan dalam proses pembelajaran yang demikian akan mewujudkan pembelajaran aktif.
b. Prinsip – Prinsip Aktivitas Belajar
Prinsip aktivitas dalam belajar dapat dilihat dari perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Berdasarkan unsur kejiwaan subjek belajar akan diketahui prinsip belajar yang terjadi. Untuk melihat prinsip aktivitas belajar dari sudut pandangan ilmu jiwa ini secara garis besar dibagi menjadi dua pandangan yaitu : 1) Menurut pandangan ilmu jiwa lama
John Locke dengan konsepnya Tabularasa, mengibaratkan jiwa seseorang bagaikan kertas putih yang tidak bertulis. Kertas putih ini kemudian akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada unsur dari luar
yang akan menulis, mau ditulis merah atau hijau, kertas ini akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditrasfer ke dalam dunia pendidikan. (Sardiman, 2011 : 98)
Berdasarkan konsep tersebut siswa ibarat botol kosong yang diisi air oleh sang guru. Gurulah yang menentukan bahan dan metode, sedangkan siswa menerima begitu saja. Aktivitas anak terutama terbatas pada mendengarkan, mencatat, menjawab pertanyaan bila guru memberikan pertanyaan. Mereka para siswa hanya bekerja karena atas perintah guru, menurut cara yang ditentukan guru, begitu juga berfikir menurut yang digariskan oleh guru. Dalam proses belajar-mengajar semacam ini tidak mendorong siswa untuk berfikir dan beraktivitas. Tetapi yang banyak beraktivitas adalah guru yang dapat menentukan segala sesuatu yang dikehendaki. Hal ini sudah tidak sesuai dengan hakikat pribadi anak didik sebagai subjek belajar.
2) Menurut pandangan ilmu jiwa modern
Menurut pandangan ilmu jiwa modern meterjemahkan jiwa manusia sebagai suatu yang dinamis, memiliki potensi dan energi sendiri. Oleh karena itu, secara alami anak didik akan menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh bermacam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh sebab itu, tugas pendidik adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini, anaklah yang beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri. (Sardiman, 2011: 99).
Pada hakekatnya berdasarkan pandangan ilmu jiwa modern dapat diketahui bahwa siswa sudah memiliki potensi untuk melakukan sesuatu. Sehingga dalam prosess pembelajaran guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas dalam proses pembelajaran dengan cara memfasilitasi dan menciptakan kondisi belajar yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan aktivitas sebanyak mungkin guna membantu siswa mengembangkan potensi yang dimilikinya.
c. Jenis-jenis aktivitas
Sardiman (2011: 101) menyatakan bahwa jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah antara lain sebgai berikut:
1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
2) Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, musik, pidato.
3) Listening activities, sebagai contoh mendengarkan; uraian, percakapan, diskusi, angket, menyalin.
4) Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.
6) Motor activities, yang termasuk didalam antara lain : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.
7) Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. 8) Emotional ectivities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira,
bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti diuraikan di atas, menunjukan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, tentu sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas berlajar yang maksimal dan bahkan akan memperlancar peranannya sebagai pusat dan trasformasi kebudayaan. Kreativitas guru mutlak diperlukan agar dapat merencanakan kegiatan siswa yang sangat bervariasi itu. Dari jenis–jenis aktivitas belajar yang dikemukakan di atas maka dijadikan sebagai pedoman membuat lembar observasi aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran.
Sagala (2011: 124) menyatakan bahwa ada beberapa aktivitas kejiwaan yang berhubungan erat dengan psikologi pendidikan yaitu:
1) Pengamatan Indera
Setiap manusia yang sehat mentalnya dapat mengenal lingkungan fisik yang nyata, baik di dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya dengan menggunakan organ-organ indranya. Para ahli psikologi membedakan lima macam modalitas pengamatan yakni: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan, dan perabaan. Pengamatan merupakan fungsi sensoris yang
memungkinkan seseorang menangkap stimuli dari dunia nyata sebagai bahan yang teramati.
2) Tanggapan
Tanggapan diperoleh dari pengindraan dan pengamatan. Johann Frederich Herbart mengemukakan bahwa tanggapan ialah merupakan unsur dasar dari jiwa manusia.
3) Fantasi
Fantasi dapat didefinisikan sebagai aktivitas imajinasi untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan lama yang telah ada, dan tanggapan yang baru itu tidak harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada. Fantasi itu dilikiskan sebagai fungsi yang memungkinkan manusia untuk berorientasi dalam alam imajinir, dimana aktivitas imajinasi itu melampaui dunia nyata.
4) Ingatan
Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan jalan pengecaman secara aktif. Fungsi ingatan meliputi tiga aktivitas yaitu: (1) mencamkan, yaitu menangkap atau menerima kesan-kesan; (2) menyimpan kesan-kesan; dan (3) mereproduksi kesan-kesan. Atas inilah ingatan didefinisikan sebagai kecapan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksikan kesan-kesan.
5) Pikiran dan Berpikir
Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar bagian pengetahuan yang telah ada dalam diri yang dikontrol oleh akal. Akal adalah
sebagai kekuatan yang mengendalikan pikiran. Sedangkan berpikir berarti meletakkan antar bagian pengetahuan yang diperoleh manusia. Berpikir sebagai proses menentukan hubungan-hubungan secara bermakna antara aspek-aspek dari suatu bagian pengetahuan. Sedangkan bentuk aktivitas berpikir merupakan merupakan tingkah laku simbolis, karena seluruh aktivitas ini berhubungan dengan atau mengenai penggantian hal-hal yang konkret.
6) Perhatian
Perhatian dapat diartikan dua macam yaitu: (1) perhatian adalah pemusatan tenaga/ kekuatan jiwa tertuju kepada sesuatu objek dan (2) perhatian adalah pendayagunaan kesadaran untuk menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan.
7) Perasaan
Perasaan adalah pengalaman yang bersifat efektif, yang dihayati sebagai suka (pleasentness) atau ketidaksukaan (unpleasentness) yang timbul karena adanya perangsang-perangsang tertentu.
8) Kemauan
Kemauan bukanlah aktivitas maupun usaha kejiwaan, melainkan kekuatan atau kehendak untuk memilih dan merealisasi suatu tujuan yang merupakan pilihan diantara berbagai tujuan yang bertentangan. Kekuatan kemauan bereaksi apabila dipancing oleh adanya usaha memenuhi kebutuhan. 2. Prestasi Belajar
a. Hakikat Prestasi Belajar
Sardiman (2001:46) menyatakan prestasi adalah kemampuan nyata yang merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari
dalam maupun dari luar individu dalam belajar. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Oleh karena itu seseorang yang telah melakukan proses belajar maka akan memperoleh suatu perubahan tingkah laku pada dirinya.
Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Prestasi belajar merupakan hasil usaha belajar yang dicapai seorang siswa berupa suatu kecakapan dari kegiatan belajar bidang akademik di sekolah pada jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam nilai setelah mengalami proses belajar mengajar.
b. Prinsip Dasar Pengukuran Prestasi
Azwar (2010: 8) menyatakan tes ptrestasi mengacu pada tes prestasi belajar kawasan ukur kognitif dalam bentuk tertulis. Tes prestasi yang baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengukuran yang berlaku sehingga menjadi saran yang positif dalam meningkatkan proses pembelajaran.
Prinsip dasar dalam pengukuran prestasi menurut Gronlun (dalam Azwar, 2010: 18) adalah sebagai berikut:
1) Tes Prestasi harus mengukur hasil belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan instruksional.
Prinsip ini menjadi langkah pertama dalam menyusun tes prestasi belajar, yaitu langkah pembatasan tujuan ukur. Identifikasi dan pembatasan tujuan ukur
harus bersumber dan mengacu pada tujuan instruksional yang telah di gariskan bagi suatu program.
2) Tes Prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil belajar dan materi yang dicakup oleh program instruksional atau pengajaran.
Maksud sampel hasil belajar dalam hal ini adalah perwujudan soal tes dalam bentuk aitem-aitem yang mewakili kesemua pertanyaan mengenai materi pelajaran yang secara teoritik mungkin ditulis. Untuk dapat dikatakan mengukur hasil belajar materi pelajaran secara keseluruhan, sampel pertanyaan yang termuat dalam tes harus representatif yakni harus menanyakan semua bagian materi yang dicakup oleh suatu program secara proporsional.
3) Tes Prestasi harus berisi aitem-aitem dengan tipe yang paling cocok guna mengukur hasil belajar yang diinginkan.
Hasil belajar yang hendak diukur akan menentukan tipe perilaku yang harus diterima sebagai bukti tercapainya tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Tujuan pengukuran prestasi belajar adalah pengungkapkan proses mental atau kompetensi tingkat tinggi guna pemecahan masalah maka dapat dipilih tipe aitem esai, atau tipe pilihan ganda.
4) Tes Prestasi harus dirancang sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaan hasilnya.
Dalam hal ini perhatian lebih ditunjukan pada respon atau jawabanya yang diberikan siswa pada aitem-aitem tertentu sedangkan skor keseluruhan menjadi berkurang penting peranannya. Pusat perhatian akan tertuju pada kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh siswa dan bukan pada usaha
membuat aitem guna mengukur efektivitas program pengajaran. Karena tes seperti ini tujuan utamanya adalah untuk mendeteksi masalah-masalah kesukaran belajar maka taraf kesukaran item-itemnya pun dibuat rendah.
5) Reliabilitas tes prestasi harus diusahakan setinggi mungkin dan hasil ukuranya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
Informasi mengenai reliabilitas suatu tes haruslah menjadi salah satu pertimbangan penting dalam melakukan interprestasi hasil ukur tes yang bersangkutan. Untuk itulah, biasanya selain adanya laporan mengenai koefisien relibilitas setiap tes perlu juga dilengkapi dengan laporan besarnya eror standar dalam pengukuran.
6) Tes Prestasi harus dapat digunakan untuk meningkatkan belajar pada anak didik.
Bahwasanya tujuan utama pengukuran prestasi belajar, baik formatif maupun sumatif, adalah membantu mereka dalam belajar haruslah dapat dikomunikasikan kepada para siswa. Bila para siswa telah dapat memandang tes sebagai sarana yang menolong mereka, di samping sebagai dasar pemberian angka atau nilai rapot, maka fungsi tes sebagai motivator dan pengarah dalam belajar telaah tercapai.
Dari pengertian dan pemahaman di atas prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan belajar siswa yang diperoleh dari tes prestasi yang disusun dengan mempertimbangkan beberapa hal dan disusun sesuai dengan penyusunan tes prestasi.
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). (Slameto, 2010: 54)
1) Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu/siswa itu sendiri yang meliputi:
a) Kecerdasan/intelegensi
Menurut Slameto (2010: 56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.” Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu diantara faktor yang lain.
Faktor kecerdasan memiliki arti yang penting yang mempengaruhi prestasi belajar siswa karena kecerdasan merupakan kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukkan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diabaikan dalam kegiatan belajar mengajar.
b) Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Setiap siswa memiliki bakat tertentu yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Bakat inilah yang mempengaruhi prestasi belajar pada bidang-bidang tertentu sesuai dengan bakat yang dimiliki oleh siswa.
c) Minat
Menurut Slameto (2010: 57) Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Sedangkan bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar.
Sardiman (2011: 76) mengemukakan minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.” Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena
minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
Minat seseorang dapat dibangkitkan dengan cara sebagai berikut : (1) Membangkitkan adanya suatu kebutuhan
(2) Menghubungkan dengan suatu persoalan pengalaman yang lampau (3) Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
(4) Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar d) Motivasi
Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (a) motivasi instrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi instrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang bersumber dari dalam diri seseorang yang atas dasarnya kesadaran sendiri untuk melakukan sesuatu pekerjaan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik dimaksudkan dengan motivasi yang datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa tersebut melakukan kegiatan belajar.
Motivasi dalam belajar adalah merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Uno (2011: 23) belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku.
Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif.
2) Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa. Menurut Slameto (2010: 60) faktor ekstern yang dapat mempengaruhi belajar adalah “keadaan keluarga, keadaan sekolah dan lingkungan masyarakat.”
a) Keadaan Keluarga
Hamdani (2011: 143) menyatakan bahwa keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan kecil, tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar, yaitu pendidikan bangasa, negara dan dunia.
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar.
b) Keadaan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. c) Lingkungan Masyarakat
Di samping orang tua, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalm proses pelaksanaan pendidikan. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.
Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.
Oleh karena itu, apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan temannya yang rajin belajar maka kemungkinan besar hal tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya, sehingga ia akan turut belajar sebagaimana temannya.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di tingkat Sekolah Dasar (SD). Martorella mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajarannya pendidikan IPS diharapkankan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan pengembangan serta melatih sikap, nilai, moral dan ketrampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikan pada aspek kependidikannya. (Solihatin, 2009:14)
Menurut Nu’man Soemantri dalam Daldjoeni (1997: 3) menyatakn bahwa IPS merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna (Afandi, 2011:52). Sedangkan menurut Sapriya (2008: 6) menyatakan bahwa IPS merupakan sebuah
mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran sejarah geografi dan ekonomi serta pelajaran ilmu sosial lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari tingkat SD/MI/SDLB yang materinya diseleksi atau dipilih dari disiplin ilmu sosial yang dikemas sesuai dengan tujuan pendidikan.
b. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang tercantum dalam dokumen Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut (Afandi, 2011: 53):
a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
b) Memiliki kemampuan dasar berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan sosial dalam kehidupan sosial.
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
Pokok bahasan materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas V, pada penelitian kali ini peneliti mengambil mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial kelas V dengan standar kompetensi menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan kompetensi dasar menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia yang semuanya terdapat pada semester II (genap). Kompetensi Dasar pada awal pertemuan pembelajaran adalah menceritakan persiapan kemerdekaan, menjelaskan persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI dan PPKI. Materi dalam kompetensi dasar ini diajarkan pada awal tatap muka materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Materi selanjutnya yaitu menjelaskan perumusan dasar negara dengan pokok bahasan perlunya perumusan dasar negara dan perumusan dasar negara Indonesia. Materi pada kompetensi dasar ini diajarkan pada pertengahan materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Pada materi ini dibutuhkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih karena pada materi ini sangat membutuhkan daya ingat yang tinggi untuk mengingat rumusan dasar negara.
Materi selanjutnya adalah mengidentifikasi tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan. kemudian yang terkhir adalah materi menghormati usaha para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Materi ini adalah materi yang harus benar-benar dipahami oleh siswa karena dalam materi ini terdapat banyak tokoh-tokoh pahlawan yang harus bisa dihafalkan dan hal ini membutuhkan daya ingat yang tinggi. 4. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pandangan mengenai konsep pembelajaran terus menerus mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang sangat pesat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi pendidikan. Pembelajaran berlangsung dalam suatu situasi belajar mengajar yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berhubungan antara lain: tujuan mengajar, guru yang mengajar, siswa yang belajar, bahan yang diajarkan, metode pembelajaran, alat bantu mengajar, situasi pembelajaran, metode mengajar, dan juga prosedur penilaian, semua faktor tersebut sangat saling berhubungan secara dinamis dalam suatu rangkaian terarah dalam rangka membawa siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. (Sagala, 2010: 61).
Pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerjasama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatklan dalam grup.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanakaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2010: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Ada lima unsur model pembelajaran gotongroyong yang harus diterapkan:
1) Saling ketergantungan positif 2) Tanggungjawab perseorangan 3) Tatap muka
4) Komunikasi antar anggota 5) Evaluasi proses kelompok
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin (2008: 26), yaitu:
1) Tujuan Kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar person yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
2) Tanggung Jawab Individual
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individual juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secera mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3) Kesempatan Sukses yang Sama
Pembelajaran kooperatif mengguakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik buat kelompoknya.
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match
Menurut Lie (2010: 55) pembelajaran make a match adalah tehnik belajar mengajar mencari pasangan. Pada dasarnya dalam pembelajaran kooperatif tipe make a match (mencari pasangan) setiap siswa mendapatkan satu kartu pertanyaan atau jawaban kemudian setiap siswa mencari pasangan dari kartunya. Siswa yang dapat menemukan kartu pasangannya sebelum batas waktu yang ditentukan akan mendapatka poin.
Langkah-langkah dalam pembelajaran make a match diantaranya sebagai berikut (Asmani, 2010: 45):
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk pembelajaran. Sebagian kartu berisi soal dan bagian lainnya berisi jawaban.
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dia pegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (kartu soal dan kartu jawabannya).
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. f. Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau jawaban) akan mendapatkan hukuman yang telah disepakati bersama.
g. Setelah satu babak, untuk melakukan babak berikutnya kartu dikocok lagi agar semua siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. h. Siswa dengan dibantu oleh guru membuat kesimpulan dari kegiatan yang baru saja
dilakukan. Guru kemudian menutup pelajaran.
Hal yang perlu dipersiapkan dalam pembelajaran kooperatif tipe make a match
adalah kartu-kartu (kartu pasangan). Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu soal dan kartu jawaban. Kartu pasangan tersebut dibagikan kepada masing-masing siswa untuk dicari pasangannya.
Akan tetapi tidak ada gading yang tak retak, tidak ada model pembelajaran yang sempurna. Demikian juga dengan pembelajaran kooperatif tipe make a match. Keunggulan dari make a match ini ialah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik dan efektif sebagai sarana untuk melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi. Tehnik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie, 2010:55). Sedangkan kelemahan dari make a match adalah diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan, waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran, dan guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai.
Kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dapat dijadikan acuan bagi seorang guru untuk dapat memodifikasi kegiatan pembelajaran semaksimal mungkin agar dapat meminimalisasi kekurangan yang ada.
B. Penelitian Yang Relevan
Sesuai dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar. Hasil penelitian tersebut jelas diuraikan oleh Sri Mulyani (2010) yang berjudul “Peningkatan Aktivitas Dan Prestasi Belajar Materi Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi dan Transportasi melalui Metode Make a Match di kelas IV SDN Bulusari 02”. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Dari hasil evaluasi yang diberikan kepada siswa penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) materi perkembangan teknologi produksi, komunikasi dan transportasi hal itu terbukti dengan perolehan nilai pada siklus I adalah 55% siswa yang tuntas dan 45% siswa yang belum tuntas. Nilai tertinggi sebesar 90 dan nilai terendah sebesar 40, serta nilai rata-rata nilai evaluasi kelas sebesar 63,33. Sedangkan pada siklus II dari 27 siswa didapatkan 91% siswa yang tuntas dan 9% siswa yang tidak tuntas. Nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 60, serta rata-rata nilai evaluasi kelas adala 85,50.
Dari hasil uraian di atas terbukti bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar.
Setelah melakukan observasi keadaan awal SDN Kesugihan 01 sebelum adanya penelitian mempunyai berbagai masalah diantaranya adalah guru kurang berinteraksi dengan siswa dan tidak bisa menciptakan pembelajaran yang menyenangkan karena guru tidak aktif dan hanya menggunakan metode ceramah saja. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung siswa juga kelihatan kurang aktif dalam menerima pembelajaran. Banyak siswa yang kurang memperhatikan apa yang sedang dijelaskan oleh guru, sehingga peningkatan prestasi belajar siswa kurang. Materi yang memiliki kesulitan tinggi juga mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga guru pun kewalahan dalam hal mengajarkan materi. Tujuan pembelajaran akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mendukung. Salah satu faktor yang memiliki peran dalam rangka mencapai tujuan adalah ketepatan mengorganisir peserta didik. Guru sebagai pemegang kendali di kelas, mempunyai tanggung jawab yang besar.
Dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, guru dituntut untuk memiliki kreativitas dalam proses pembelajaran, terutama dalam menentukan medel pembelajaran. Jika model pembelajaran yang digunakan tepat maka akan mempengaruhii aktivitas dan prestasi belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk berperan aktif serta melibatkan kerja sama antara siswa yang satu dengan yang lain yaitu melalui pembelajaran kooperatif tipe make a match. Pembelajaran ini berupa permainan pencarian pasangan yang membuat para siswa menjadi senang dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga dapat memotivasi siswa untuk tertarik pada mata pelajaran terutama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang nantinya akan meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa tersebut.
Gambar 2.1 alur penelitian tindakan kelas
Siswa tidak menguasai materi sehingga
aktivitas dan prestasi rendah
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka teoritik di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan untuk penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran IPS pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia melalui pembelajaran kooperatif tipe make a match di SDN Kesugihan 01 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
2. Pembelajaran IPS pada materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia melalui pembelajaran kooperatif tipe make a match di SDN Kesugihan 01 dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kondisi awal Model yang digunakan tidak tepat Melalui pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match Siklus I Guru melaksanakan pembelajaran Kooperatif
tipe Make a Match, siswa mendapat kartu
soal-jawaban
Siklus II Guru melaksanakan pembelajaran Kooperatif
tipe Make a Match, siswa mendapat kartu
soal-jawaban
Kondisi akhir meningkat hingga mencapai tingkat Aktivitas dan prestasi belajar siswa ketuntasan belajar sesuai yang
diharapkan Tindakan