• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Tujuan utama dari desain tahan gempa adalah untuk mencegah runtuhnya bangunan selama gempa bumi sehingga mampu meminimalisir risiko kematian atau cedera pada orang di sekitar bangunan. Gempa adalah peristiwa getaran karena adanya pergerakan antar lempeng tektonik bumi yang terjadi di daerah patahan. Pada saat bangunan-bangunan mengalami getaran akibat gelombang gempa, maka akan timbul gaya-gaya pada struktur bangunan, dimana beban gempa merupakan gaya inersia dari struktur itu sendiri. Besarnya beban gempa pada struktur dipengaruhi oleh, massa dan kekakuan struktur, waktu getar alami dan redaman, wilayah kegempaan dimana letak goeografis struktur tersebut.

2.2 Prarencana (Preliminary Design)

2.2.1 Prarencana Pelat

Sebelum merencanakan tebal pelat, terlebih dahulu dihitung perencanaan balok dan penentuan asumsi awal tebal pelat. Dengan nilai asumsi awal tebal pelat dihitung masing-masing koefisien jepit pelat untuk kemudian didapatkan ketebalan akhir pelat yang digunakan.

(2)

Pelat lantai beton dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Pelat 1 arah (one way slab) : momen yang terjadi pada penampang pelat

hanya satu arah. Biasanya pada pelat yang ditumpu balok hanya pada dua sisi yang berseberangan.

b. Pelat 2 arah (two way slab) : momen yang erjadi pada pelat dua arah

Persyaratan tebal minimum pelat satu arah menurut SNI 03-2847-2013 berikut dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi.

Komponen

Struktur Dua Tebal minimum, h tumpuan

sederhana

Satu ujung

menerus kedua ujung menerus

kantilever Pelat masif

satu arah 𝓁/20 𝓁/24 𝓁/28 𝓁/10

Tabel 2.1 Tebal Minimum Balok (sumber: SNI 2847-2013)

Dalam segala hal

hmin pelat lantai = 12 cm hmin pelat atap = 10 cm Untuk

1. Pelat tanpa penebalan 2. Pelat dengan penebalan Untuk (2. 1) Untuk (2. 2)

(3)

Di mana :

h = Ketebalan pelat ln = bentang bersih pelat fy = mutu baja tulangan

=

lx = panjang bentang pelat arah x ly = panjang bentang pelat arah y

perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau

Gambar 2.1 Penampang Pelat Tinjauan

Tidak semua bagian pelat akan bekerja bersama-sama dengan balok dalam berdeformasi. SNI 03-2847-2002 pasal 10 ayat 10 menetapkan bagian pelat yang akan bekerja sebagai balok disebut sebagai lebar efektif pelat (bf), penetapan nilai bf dihitung sebagai berikut:

(4)

Gambar 2. 2 Koefisien Jepit Pelat Balok T

1.

2. (3. 3)

3.

Gambar 2.3 Koefisien Jepit Pelat Balok L

4.

5. (2.4) 6.

Diambil nilai bef terbesar untuk mendapatkan nilai koefisien momen inersia balok T (c1) (Visi dan Kusuma, 1993) berdasarkan perbandingan kedua nilai berikut: dan (2.5) (2.6)

(5)

Ip = (2.7)

(2.8)

2.2.2 Prarencana Balok

Berdasarkan SNI 2847-2013 pasal 21.5.1.3 menyebutkan bahwa lebar komponen balok (bw) tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0.3h dan 250 m. Pada prarencana dimensi balok terlebih dahulu dilakukan perkiraan awal ukuran penampang berdasarkan SNI 2847-2013 seperti berikut:

Komponen

Struktur Dua tumpuan Tebal minimum, h

sederhana Satu ujung menerus kedua ujung menerus kantilever Balok atau

pelat rusuk

satu arah 𝓁/16 𝓁/18.5 𝓁/21 𝓁/8

Tabel 2.2 tabel tebal minimun pelat (sumber: SNI 2847-2013)

b balok =

Setelah diperkirakan ukuran awal penampangnya kemudian dianalisis dengan software SAP untuk mendapatkan momen ultimate tumpuannya. Berdasarkan nilai

momen ultimate yang telah didapatkan, maka dapat dihitung dimensi balok tersebut seperti pada rumus berikut:

(2.9)

(6)

2.2.3 Prarencana Kolom

Untuk melakukan prarencana dimensi kolom, pertama-tama yaitu menghitung nilai gaya aksial terbesar (Pu Max) yang bekerja pada kolom tersebut. Nilai gaya aksial kolom dipengaruhi oleh beban pelat yang ditopang kolom tersebut, sehingga antara kolom tepi, sudut dan tengah pada lantai yang sama akan memiliki gaya aksial yang berbeda-beda. Oleh sebab itu perlu dilakukan perhitungan pada masing-masing tinjauan kolom. Pada penelitian tugas akhir ini dimensi kolom yang digunakan pada satu lantai adalah identik atau sama. Dengan mempertimbangkan faktor keamanan, maka dimensi yang digunakan adalah dimensi yang terbesar di antara ketiga tinjauan kolom.

Ag =

(2.11)

B = h = √ (2.12)

Di mana:

Ag = Luas penampang kolom yang diperlukan Pu = gaya aksial konsentrik terfaktor pada kolom Fc’= mutu beton

2.3 Perencanaan Struktur Tahan Gempa

Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah dimana struktur tersebut berdiri. Terdapat beberapa metode analisa perhitungan besarnya beban gempa terhadap struktur gedung. Secara umum metode analisa ini terdiri dari:

(7)

1. Analisis gempa statik ekuivalen.

Metode ini digunakan untuk menganalisa beban gempa pada struktur beraturan dimana beban yang bekerja merupakan hasil penyederhanaan dan modifikasi pergerakan tanah. Beban tersebut bekerja pada suatu pusat massa lantai-lantai struktur gedung.

2. Analisa dinamis. a. Analisa modal

Metode ini dipakai untuk menyelesaikan analisa dinamik suatu struktur dengan syarat bahwa respon spectrum masih elastis dan struktur mempunyai standar mode shape. ·

b. Analisa respon spektrum.

Merupakan suatu analisis dengan menentukan respons dinamik struktur gedung yang berperilaku elastis penuh terhadap pengaruh suatu gempa. Metode ini merupakan suatu pendekatan terhadap beban gempa yang mungkin terjadi. Menurut SNI 1726:2012, respons spektrum adalah suatu diagram hubungan antara percepatan respons maksimum suatu sistem satu derajat kebebasan (SDK) akibat gempa tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dan waktu getar alami. ·

c. Analisa riwayat waktu (time history analysis)

Merupakan suatu analisis dalam menentukan riwayat waktu respons dinamik struktur gedung yang berperilaku elastik penuh (linier) maupun elastik-plastis (non-linier) terhadap pergerakan tanah akibat gempa rencana.

(8)

Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non gedung SNI 1726:2012 adalah rujukan dari American Society of Civil Engineers

(ASCE 7-10), 2010 Edition, Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures. Berdasarkan perioda ulang gempa 2500 tahun (probabilitas terlampaui 2%

dalam 50 tahun).

2.3.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung & Faktor Keutamaan

Dalam SNI Gempa 2012 untuk menentukan kategori resiko bangunan dan faktor keutamaan dapat dilihat pada tabel berikut :

Jenis Pemanfaatan Kategori

Risiko Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap

jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

a. Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan.

b. Fasilitas sementara c. Gudang Penyimpanan

d. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I, III, IV. Termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

a. Perumahan

b. Rumah toko dan rumah kantor c. Pasar

d. Gedung perkantoran

e. Gedung apartemen / rumah susun f. Pusat perbelanjaan / Mall

g. Bangunan industri h. Fasilitas Manufaktur i. Pabrik

II

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

(9)

a. Bioskop

b. Gedung ertemuan c. Stadion

d. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

e. Fasilitas penitipan anak f. Penjara

g. Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang meiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan / atau gangguan massal terhadap kehidupan masyaraat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

a. Pusat pembangkit listrik biasa b. Fasilitas penanganan air c. Fasilitas penanganan limbah d. Pusat telekomunikasi

Gedung dna non gedung yang tidak termasuk dalam kategori riiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyrakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

a. Bangunan-bangunan monumental b. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

c. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat d. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor

polisi, serta garansi keadaan darurat

e. Tempat perindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya f. Fasilitas kesiapan daruratm komunikasi, pusat operasi

dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

g. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

h. Struktur tambahan (termausk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau

(10)

material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat. Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.

Tabel 2.3 Kategori Resiko Bangunan Gedung Dan Non Gedung (Sumber : SNI 1726:2012)

Kategori Risiko Faktor Keutmaan Gempa Ie

I atau II 1.0

III 1.25

IV 1.50

Tabel 2.4 Faktor Keutamaan Gempa (Sumber : SNI 1726:2012)

2.3.2 Parameter Percepatan tanah (SS, S1)

Dalam SNI Gempa 2012 terdapat dua parameter yang penting dalam peta gempa yaitu parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda pendek (Ss), dan parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimum redaman 5% pada perioda 1 detik (S1). Nilai Ss dan S1 yang dihitung didasarkan pada fungsi-fungsi atenuasi atau persamaan prediksi goncangan tanah yang dianggap sesuai.

(11)

Gambar 2.4 Peta untuk SS (parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER), Perioda Ulang Gempa =2500 tahun); T=0,2 detik; Kelas Situs

SB (SNI 1726:2012)

Gambar 2.5 Peta untuk S1(parameter respons spectral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan risiko-tertarget(MCER), Perioda Ulang Gempa =2500 tahun); T=1,0detik; Kelas Situs

(12)

2.3.3 Klasifikasi Situs (SA-SF)

Penentuan klasifikasi situs buntuk desain seismik berdasarkan kondisi tanah di lapangan. Dimana ditetapkannya kelas situs SA – SF .

Kelas Situs Vs (m/detik) N atau Nch Su (kPa)

SA (Batuan Keras) >1500 N/A N/A

SB (Batuan) 750 – 1500 N/A N/A

SC (Tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

350 – 750 >50 ≥100

SD (Tanah sedang) 175 – 350 15 – 50 50 – 100

SE (Tanah lunak) <175 <15 <50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3m tanah dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Indeks plastisitas, PI > 20 b. Kadar air, w≥ 49%

c. Kuat geser niralir Su < 25 kPa SF (Tanah khusus,

yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifik situs yang mengikuti 6.10.1

Setiap profil lapisan tanah yang meiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut :

a. Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

b. Lempung sangat organik dan / atau gambut (ketebalan H > 3m)

c. Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H>7.5 m dengan Indeks Plastisitas PI>75)

Lapisan lempung lunak / setengah teguh dengan ketebalan H>35m dengan Su < 50 kPa

(13)

2.3.4 Koefisien Situs (Fa, Fv)

Mengingat nilai Ss dan S1 adalah nilai percepatan pada batuan dasar, diperlukan suatu faktor amplifikasi tertentu untuk memodifikasi nilai-nilai tersebut sesuai dengan kondisitanah yang ada. Faktor amplifikasi untuk percepatan ada perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi pada perioda 1 detik (Fv). Berikut table koefisien situs (Fa, Fv).

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)

terpetakan pada perioda pendek, T = 0.2 detik, Ss Ss ≤ 0.25 Ss = 0.5 Ss = 0.75 Ss = 1.0 Ss ≥ 1.25 SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 SC 1.2 1.2 1.1 1.0 1.0 SD 1.6 1.4 1.2 1.1 1.0 SE 2.5 1.7 1.2 0.9 0.9 SF SSb CATATAN :

a. Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier

b. Ss = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-sesifik.

Tabel 2.6 Koefisien Situs, Fa (SNI 1726:2012)

Kelas Situs Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)

terpetakan pada perioda 1 detik, S1

S1 ≤ 0.1 S1 = 0.2 S1 = 0.3 S1 = 0.4 S1 ≥ 0.5 SA 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 SB 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 SC 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 SD 2.4 2 1.8 1.6 1.5 SE 3.5 3.2 2.8 2.4 2.4 SF SSb CATATAN :

a. Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier

b. Ss = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs-sesifik.

Tabel 2.7 Koefisien Situs, Fv (SNI 1726:2012)

Notasi SS pada Tabel 2.4 dan 2.5 menunjukkan situs yang memerlukan investigasigeoteknik spesifik dan analisis respons spesifik.Dengan memperhatikan Tabel 2.4 dan 2.5, parameter spektrum respons percepatan yangtelah disesuaikan

(14)

dengan pengaruh klasifikasi situs (jenis tanah), baik untuk periodapendek maupun perioda 1 detik, dapat dihitung dengan persamaan:

……….(2.13) ………...(2.14) adalah parameter respons spektral percepatan gempa tertimbang maksimumdengan risiko tertarget (MCER) pada perioda pendek yang sudah disesuaikan terhadappengaruh kelas situs, adalah respons spektral percepatan gempa tertimbangmaksimum dengan risiko tertarget (MCER) pada perioda 1 detik yang sudah disesuaikan dengan pengaruh kelas situs, Fa yaitu koefisien situs untuk perioda pendek (pada perioda 0,2 detik), dan Fv merupakan koefisien situs untuk perioda panjang (pada perioda 1 detik).

2.3.5 Parameter Percepatan Spektral Desain (SDS,SD1)

SDS adalah sebuah parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, dan SD1 untuk perioda 1 detik.

………...(2.15)

………...(2.16)

2.3.6 Perencanaan Respon Spektrum.

Respon spektrum adalah sebuah analisis linear dinamis untuk mengukur kontribusi dari masing masing mode getar alami untuk menunjukkan besaran maksium dari respon seismik pada member elastis struktur. Respon spektrum memberikan hasil analisis dinamis dengan mengukur perilaku percepatan pseudo-spektral maksimum

(15)

(Spectral Acceleration), kecepatan maksimum (Spectral Velocity), dan simpangan

maksimum (Spectral Displacement) sebagai fungsi dari periode getar struktur T.

Analisis respon spektrum sangat berguna dalam pengambilan keputusan dalam perancangan karena ini berkaitan dengan kinerja atau performa struktur. Kinerja atau performa struktural tujuan harus diperhitungkan dalam tahap preliminary design dan

analisis respon spektrum.

Gambar 2.6 Respon Spektrum Rencana (Sumber : ASCE 7 2010)

a. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan :

……….(2.17) b. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS

c. Untuk periode lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:

(16)

……….(2.18)

………...(2.19)

………...(2.20)

Dimana T adalah periode getar fundamental struktur.

Selain itu grafik respon spektrum wilayah di Indonesia dapat diakses situs milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, link sebagai berikut :

http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011/

2.3.7 Katergori Desain Seismik (KDS)

Kategori desain sesimik dibagimenjadi enam yaitu kategori desain seismik A, B, C, D, E dan F. Kategori desain seismik ditentukan oleh kategori resiko struktur yang ditinjau (I-IV) dan nilai paramater gempa dari situs dimana struktur atau bangunan tersebut akan dibangun (SDS dan SD1). Kategori desain seismik ini akan menentukan tipe struktur apa yang dapat digunakan yang nantinya berpengaruh pada nilai R (Koefision Modifikasi Respon) dan pendetailan dari desain struktur tersebut.

(17)

Tabel 2.8 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respon percepatan pada perioda pendek (SNI 1726:2012)

Tabel 2.9 Kategori desain seismic berdasarkan parameter respon percepatan pada perioda 1 detik (SNI 1726:2012)

2.3.8 Evaluasi Sistem Struktur Terkait Dengan Ketidakberaturan Konfigurasi

Untuk struktur gedung sederhana dan beraturan, penentuan beban gempa dapat dipakai Analisa statik ekuivalen. Menurut pasal 7.3.2 SNI 1726:2012, struktur bangunan gedung dapat diklasifikasikan berdasarkan pada konfigurasi horisontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung, yaitu sebagai berikut :

a. Ketidakberaturan horisontal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus dianggap

(18)

mempunyai ketidakberaturan struktur horisontal. Struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.1 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel berikut.

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal referensi

Penerapan kategori

desain seismik 1a. Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada

jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam pasal- pasal referensi berlaku hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau setengah kaku.

7.3.3.4 7.7.3 7.8.4.3 7.12.1 Tabel13 12.2.2 D, E, dan F B, C, D, E, dan F C, D, E, dan F C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F 1b. Ketidakberaturan torsi berlebihan

didefinisikan ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau setengah kaku. 7.3.3.1 7.3.3.4 7.7.3 7.8.4.3 7.12.1 Tabel13 12.2.2

2. Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan.

7.3.3.4

Tabel13 D, E, dan F D, E, dan F

(19)

3. Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma didefinisikan ada jika terdapat diafragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu tingkat ke tingkat selanjutnya.

7.3.3.4

Tabel13 D, E, dan F D, E, dan F

4. Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap bidang elemen vertikal. 7.3.3.3 7.3.3.4 7.7.3 Tabel13 12.2.2 B, C, D,E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F 5. Ketidakberaturan sistem nonparalel

didefninisikan ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal utama sistem penahan gaya gempa. 7.5.3 7.7.3 Tabel13 12.2.2 C, D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F

Tabel 2.10 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur (SNI 1726:2012)

b. Ketidakberaturan vertikal

Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus dianggap mempunyai ketidakberaturan vertikal.Struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel.

(20)

Tipe dan penjelasan ketidakberaturan Pasal referensi Penerapan kategori desain seismik 1a.

Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.

Tabel13 D, E, dan F

1b.

Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya.

7.3.3.1

Tabel13 E dan F D, E, dan F

2.

Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen massa efektif tingkat di dekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau.

Tabel13 D, E, dan F

3.

Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan ada jika dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa tingkat di dekatnya.

Tabel13 D, E, dan F

4.

Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral Vertikal didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat di bawahnya.

7.3.3.3 7.3.3.4 Tabel 13 B, C, D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F 5a.

Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau.

7.3.3.1

(21)

5b.

Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat tingkat adalah kuat total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau.

7.3.3.1 7.3.3.2 Tabel13 D, E, dan F B dan C D, E, dan F

Tabel 2.11 Ketidakberaturan Vertikal Pada Struktur (SNI 1726:2012)

2.3.9 Batasan Simpangan Ijin Antar Lantai

Dalam SNI 1726:2012 dicantumkan ketentuan dimana simpangan ijin antar lantai dibagi menurut masing-masing kategori struktur serta kategori risiko struktur.

hsx adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x

Tabel 2.12 Batasan Simpangan Ijin Antar Lantai (Sumber : SNI 1727 2012 )

Struktur Kategori r siko

I atau Struktur, selain dari struktur dinding geser batu

bata, 4 ngkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai ngkat

0,025hsx 0,020 sx 0,015 sx

Struktur dinding geser kantilever batu batad 0,010

sx 0,010 sx 0,010 sx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007 sx 0,007 sx 0,007 sx

(22)

2.4 Pushover Anlaysis

Penggunaan Analisis statis non-linear pushover dalam performance based design

berkembang pesat dalam bidang earthquake engineering. Pushover analysis adalah

suatu metode analisis perkiraan di mana struktur diberikan pola beban statik tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap sampai struktur mencapai target perpindahan tertentu atau mencapai pola kerentuhan tertentu. Penggunaan analisis ini bertujuan untuk memperoleh informasi kapasitas dari suatu struktur yang dipetakan menjadi kurva kapasitas pushover yang menyajikan hubungan antara base shear (V)

dan displacement (Δ). Kurva kapasitas menjabarkan bagaimana perilaku struktur hingga

melampaui batas elastis, menentukan titik kinerja (performance point), level kinerja

(performance level), dan distribusi sendi plastis akibat beban gempa. Dilanjutkan

dengan merencanakan urutan sendi plastis pada struktur agar mengetahui elemen-elemen mana saja yang kristis dan membutuhkan perhatian khusus, direncanakan dan didetail sedemikian rupa sehingga mampu membatasi besarnya beban gempa yang masuk ke dalam struktur & tidak sampai runtuh saat terjadi gempa kuat.

2.4.1 Kurva Kapasitas (Kurva Pushover)

Kurva kapasitas merupakan hasil dari analisis statik beban dorong dimana menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan (displacement) atap akibat beban lateral yang diberikan pada struktur dengan pola

pembebanan tertentu sampai pada kondisi ultimit atau target peralihan yang diharapkan. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Perubahan perilaku struktur dari

(23)

linier menjadi non-linier berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada balok dan kolom. Sendi plastis akibat momen lentur terjadi pada struktur jika beban yang bekerja melebihi kapasitas momen lentur yang ditinjau. Semakin banyak sendi plastis yang terjadi berarti kinerja struktur semakin bagus karena semakin banyak terjadi pemancaran energi melalui terbentuknya sendi plastis sebelum kapasitas struktur terlampaui (Pranata, 2006).

Tujuan lain analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi, serta untuk memperoleh informasi letak bagian struktur yang kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya (Dewobroto, 2005).

2.4.2 Tahapan Pushover Analysis

Tahapan utama dalam analisa pushover adalah :

Gambar 2.7 langkah utama untuk pushover analysis. (Sumber : CSI America)

1. Menentukan titik kontrol untuk memonitor besarnya perpindahan struktur. Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva pushover.

(24)

2. Membuat kurva pushover berdasarkan pola distribusi gaya lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia, sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa. 3. Estimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target perpindahan).

Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, yang mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan.

4. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan. Komponen struktur dan aksi perilakunya dapat dianggap memuaskan jika memenuhi kriteria yang dari awal sudah ditetapkan, baik terhadap persyaratan deformasi maupun kekuatan. Karena yang dievaluasi adalah komponen maka jumlahnya relatif sangat banyak, oleh karena itu proses ini sepenuhnya harus dikerjakan oleh komputer (fasilitas pushover dan evaluasi kinerja yang terdapat secara built-in pada program ETABS)

Proses pushover bisa dilakukan dengan prosedur load-controlled atau displacement-controlled. Prosedur load-controlled digunakan jika beban yang

diaplikasikan telah diketahui nilainya. Misalnya, beban gravitasi bisa diaplikasikan dalam pushover load-controlled. Prosedur displacement-controlled biasanya digunakan

jika beban yang bisa ditahan oleh suatu struktur belum diketahui dengan pasti sehingga beban tersebut ditingkatkan sampai struktur mencapai suatu nilai simpangan target (Aisyah dan Megantara, 2011).

2.5 Struktur Dengan Ketidakberaturan Torsi

Ketidakteraturan torsi ditentukan dengan mengevaluasi perbedaan displacement

(25)

Gambar 2.8 Skema Ketidakberaturan Torsi

Ketidakteraturan torsi struktur apapun dapat ditentukan dengan menghitung lendutan di ujung di setiap lantai, koefisien untuk membatasi kelebihan torsi dalam struktur yang tidak teratur.ketidakberaturan torsi terhadap nilai displacement (δ),

dimana kategori struktur menurut FEMA 451b :

a.

Struktur Beraturan : δmax < 1.2 δavg

b.

Struktur Tidak beraturan : 1.2 δavg ≤ δmax ≤ 1.4 δavg

c.

Struktur sangat tidak beraturan : δmax > 1.4 δavg

2.6 Perencanaan Urutan Sendi Plastis

Sendi plastis pada struktur mengacu saat terjadinya deformasi pada bagian balok sehingga terjadinya pembengkokan (bending) yang menunjukkan tidak memiliki

kemampuan untuk melawan momen struktur dimana memungkinkan terjadinya rotasi bebas.

(26)

Gambar 2.9 Pembentukan Sendi Plastis Pada Struktur (Sumber : books.google.co.id – Reinforced Concrete Design 3E)

a. Sendi plastis pada balok mempunyai kapasitas rotasi yang besar dibandingkan kolom

b. Kinerja yang melibatkan sendi pada balok mempunyai kapasitas serap energi yang besar

c. Ketika terjadi runtuh pada struktur, keruntuhan pada balok umumnya adalah keruntuhan lokal .Sendi plastis pada balok tidak menyebabkan keruntuhan

(27)

(Mekanisme Keruntuhan yang Diinginkan), sedangkan keruntuhan pada kolom menyebabkan keruntuhan global.

d. Perbaikan pada kolom lebih sulit dibandingan balok.

Untuk menghindari keruntuhan struktural selama peristiwa gempa besar pada struktur bertingkat dirancang menggunakan kombinasi kekuatan dan daktilitas. Untuk mencapai daktilitas proporsional diperlukan untuk memastikan jika terjadi gempa bumi besar, mode balok bergoyang mengalami failure sehingga mempengaruhi mode kolom

bergoyang. Zona tertentu dalam struktur, yang disebut sebagai sendi plastis potensial dirancang untuk menahan deformasi inelastik.

Sebagian besar sendi plastis potensial terletak di balok. Ketika pelelehan terjadi, pada zona struktur tersebut akan mendominasi dan menentukan performa dari struktur. Maka permodelan realistis pada sendi plastis sangat penting. Terbentuknya sendi plastis dapat meningkatkan kemampuan balok terhadap gempa.

Pendekatan yang dilakukan dalam perencanaan urutan sendi plastis yaitu dengan menambahkan tulangan pada elemen struktur baik balok dan kolom yang memebutuhkan perhatian khusus. Adapun batasan dalam perencanaan urutan sendi plastis dengan cara menambahkan tulangan pada balok diantaranya yaitu :

a. Rasio Tulangan Maksimum (ρmax) Pada Balok

max =

0,5 ×

b

b =

(

)

(28)

b. Jarak Antar Tulangan Minimum

Pada SNI-1726-2012 pasal 7.10 perihal spasi tulangan transversal harus memenuhi, bahwa spasi bersih antar tulangan tidak boleh melebihi 75 mm, atau tidak kurang dari 25 mm.

Dilanjutkan dengan menginput nilai As baru (setelah penambahan tulangan) tumpuan kanan dan kiri tiap-tiap balok dengan cara Concrete > Reinforcement > Reinforcement Overrides for Ductile Beams.

Penambahan tulangan untuk elemen kolom dilakukan berdasarkan nilai As minimal suatu kolom, kemudian setelah mendapatkan tulangan minimalnya ditambahkan dengan jumlah tulangan baru. Batasan dalam perencanaan urutan sendi plastis dengan menambahkan tulangan pada elemen kolom diantaranya yaitu :

1. Jarak Antar Tulangan Minimum

Pada SNI-1726-2012 pasal 7.10 perihal spasi tulangan transversal harus memenuhi, bahwa spasi bersih antar tulangan tidak boleh melebihi 75 mm, atau tidak kurang dari 25 mm.

2. Rasio Maksimum Tulangan Pada Kolom SNI 2847-2013 Pasal 21.6.3

0,01Ag < Ast < 0,06 Ag

Perencanaan urutan sendi plastis pada struktur guna mengetahui elemen-elemen mana saja yang kristis dan membutuhkan perhatian khusus, direncanakan dan didetail sedemikian rupa sehingga mampu membatasi besarnya beban gempa yang masuk ke dalam struktur & tidak sampai runtuh saat terjadi gempa kuat. Dengan perencanaan

(29)

urutan sendi plastis pada lokasi-lokasi tertentu baik elemen balok ataupun kolom dapat meningkatkan tingkat redundansi lokal jika dibandingkan dengan struktur yang sendi plastisnya terjadi secara serentak.

Gambar 2.10 Perencanaan Sendi Plastis (sumber: FEMA 451b)

(30)

Gambar 2. 12 Grafik Perbandingan urutan sendi plastis(sumber: FEMA 451b)

2.7 Indeks Redundansi

Dalam jurnal “Measures of Structural Redundancy in Reinforced Concrete Buildings. I: Redundancy Indices” oleh Husain dan Tsopelas (2004) memaparkan untuk

mengukur keseluruhan dampak dari redundansi pada sistem struktur dibutuhkan penafsiran secara deterministik dan probabilistik. Dari pengukuran secara deterministik diwakilkan dengan suatu indeks kekuatan redundasi (rs) yaitu kemampuan dari sistem struktur untuk mendistribusikan kembali beban dari kegagalan atau kelelehan elemen terhadap daya tahan yang lebih tinggi pada elemen struktur. Pada indeks kekuatan redundasi dipengaruhi beberapa faktor yaitu daktilitas dari elemen struktur, tegangan, regangan dan rata-rata kekuatan elemen pada sistem struktur.

(31)

Pengukuran secara probabilistik diwakilkan oleh indeks variasi redudansi (rv). Indeks ini mengkualifikasi efek kekuatan elemen (variabel probabilistik) pada sistem kekuatan struktur.

Variabel-variabel dari Push Over Analysis yang digunakan untuk mengevaluasi

kedua indeks redudansi tersebut diantarnya adalah :

a. Beban lateral saat leleh pertama (Yield Strength)

b. Beban lateral Ultimate

c. Jumlah kegagalan lokal atau jumlah distribusi sendi plastis pada titik keruntuhan struktural.

Menurut Husain dan Tsopelas (2004) indeks redundansi adalah gaya geser dasar ultimate ( berbanding terbalik dengan gaya geser dasar pada saat leleh ( . Dinyatakan pada persamaan berikut :

rs

... (2.9)

2.8 Evaluasi Berbasis Kinerja

ATC-40 (Applied Technology Council. ATC 40 - Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings. Redwood City, California, U.S.A.DC, 1996.)

memberikan kriteria tingkatan kinerja struktur yang dinyatakan sebagai performance level dijelaskan sebagai berikut:

(32)

Gambar 2.13 Kriteria Kinerja Struktur (Sumber: ATC 40)

a. Immediate Occupancy (IO) adalah bila gempa terjadi, struktur mampu

menahan gempa tersebut, dimana hanya mengalami sedikit kerusakan. Kondisi dimana hanya sedikit kerusakan yang terjadi, komponen struktur penahan gravitasi maupun komponen struktur penahan lateral dapat mempertahankan karakteristik dan kapasitas seperti kondisi sebelum gempa terjadi.

b. Damage Control (DC) adalah kondisi antara Immediate Occcupancy (IO)

dan Life Safety (LS), dimana kerusakan yang terjadi dibatasi agar dapat

diperbaiki, struktur yang direncanakan dengan baik biasanya termasuk dalam kategori ini.

c. Life Safety (LS) adalah kondisi dimana beberapa komponen utama struktur

telah rusak dengan perbaikan yang tidak ekonomis lagi, keselamatan orang baik di dalam maupun di luar gedung terancam, namun ancaman tersebut tidak sampai membahayakan manusia.

(33)

kerusakan parsial ataupun total, kerusakan yang terjadi telah menyebabkan degradasi kekuatan dan kekakuan pada sistem penahan gaya lateral.

Gambar

Tabel 2.1 Tebal Minimum Balok (sumber: SNI 2847-2013)  Dalam segala hal
Gambar 2.1 Penampang Pelat Tinjauan
Gambar 2.3 Koefisien Jepit Pelat Balok L
Tabel 2.2 tabel tebal minimun pelat (sumber: SNI 2847-2013)  b balok =
+7

Referensi

Dokumen terkait

Contoh tanah yang diambil untuk kondisi tanpa aliran merupakan contoh tanah dari hasil uji tumbuk manual dengan asumsi bahwa nilai RC pada uji tumbuk sama

Metode skoring lainnya yang digunakan untuk mengukur akumulasi plak antara lain Modifikasi Turesky dari indeks plak Quigley-Hein yang mengukur indeks plak pada 1/3 gingiva

Produktivitas tambak untuk rumput laut tertinggi didapatkan pada salinitas 25,6 ppt dan oksigen terlarut 8,39 mg/L dan rumput laut masih tumbuh baik pada kisaran pH

Berdasarkan hasil penelitian dapat lah ditarik kesimpulan bahwa fungsi pengawasan BPD dalam pelaksanaan pembangunan desa di Kecamatan Galela Kabupaten Halmahera Utara

Perkembangan kabupaten TulangBawang Barat sebagai salah satu kabupaten otonomi baru di propinsi Lampung telah meningkatkan jumlah penduduk, aktifitas pembangunan serta

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, implementasi, prosedur, proses

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya putaran poros kritis pada  praktikum putaran poros kritis ini seperti kecepatan putaran poros ini dapat terjadi

 Penertiban Produk Ilegal  Pengembangan BB OT dan Herbal Terstandar untuk Ekspor  Peningkatan Kualitas SDM (pelatihan CPOTB, Pelatihan CPOTB BB, dan cara ekstraksi yang