• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fondasi terdapat pada sambungan pipa baja pada tahun Kerusakan struktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. fondasi terdapat pada sambungan pipa baja pada tahun Kerusakan struktur"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1. Permasalahan

Tanah lempung ekspansif pertama kali diketahui menimbulkan kerusakan fondasi terdapat pada sambungan pipa baja pada tahun 1938. Kerusakan struktur tersebut semakin meningkat pada tahun 1940, ditandai dengan kerusakan pada konstruksi bangunan dan settlement fondasi, khususnya di bagian sudut fondasi dan plat lantai beton, baik yang terjadi pada bangunan rumah tinggal satu lantai, bangunan fasilitas umum, maupun bangunan gedung bertingkat, trotoar, jalan di pedesaan, area parkir, jalan raya, jalan tol, sarana bawah tanah, dan lapangan terbang (Jones dan Holtz, 1973 dalam Chen, 1983).

The Road Information Program (TRIP) Amerika Serikat dalam FHWA (2005) memperkirakan lebih dari 10 triliun rupiah dikeluarkan untuk biaya perbaikan perkerasan jalan sepanjang 1600 km. Tanah lempung ekspansif di Amerika Serikat selalu menimbulkan masalah besar khususnya untuk bangunan berat dengan tekanan ke atas dapat mencapai 2,687 kg/cm2 (Rogers, dkk., 2004).

Permasalahan tanah lempung juga terjadi di Australia dan Afrika. Kerusakan di badan jalan yang berada di atas tanah lempung ekspansif selalu memerlukan biaya besar, namun pemerintah selalu mengharuskan biaya pelaksanaan pembangunan jalan serendah-rendahnya, meskipun berada di atas tanah lempung ekspansif.

(2)

2 Menurut Osman dan Charlie (1984) dalam Ismail dan Gasmelseed (1988), menyatakan bahwa tanah lempung ekspansif di Sudan mencapai 1 juta km2, sedangkan untuk perbaikan kerusakan sebesar 60 milyar rupiah tiap tahunnya.

Menurut Addison (1996), tanah ekspansif dapat menimbulkan kembang-susut, dan berakibat kerusakan terutama pada fondasi atau struktur lainnya. Federal Highway Administration (FHWA, 2005) merekomendasikan bahwa salah satu penentu trase jalan adalah dari aspek lokasi dan jenis tanah yang akan dilewati, seperti halnya bila trase melewati tanah lempung ekspansif. Selain itu, masih perlu dilihat faktor penentu lainnya seperti fondasi, aspek sosial, ekonomi, lingkungan, dan politik. Kerusakan jalan yang disebabkan perubahan kadar air menyebabkan berubahnya volume tanah ekspansif, sehingga permukaan jalan menjadi bergelombang (Gambar 1.1).

Gambar 1.1 Kerusakan jalan akibat variasi kadar air dan berubahnya volume tanah (FHWA, 2005).

(3)

3 Tanah di Indonesia lebih dari 50% atau bahkan mendekati 65% merupakan tanah laterite (Tuti dan Sularno, 1982 dalam Munirwansyah, 1989) dengan kandungan mineral yang mempunyai potensi kembang-susut sangat tinggi. Batasan tentang tanah ekspansif, yaitu tanah yang mengalami perubahan volume sangat besar, mengembang jika tanah menyerap air dan susut jika terjadi pengeringan (University Community Plan (UCP), 2001; Wilson, dkk., 2004). Akibat fenomena kembang-susut inilah tanah mengalami deformasi baik arah horisontal maupun vertikal dengan tekanan mencapai 7,324 kg/cm2, sehingga dapat merusak trotoar, jalan, lantai basemen, pipa, dan fondasi. Tanah ekspansif tidak akan mengembang maupun susut, bila kadar air tetap.

Salah satu penyebab rusaknya bangunan adalah fluktuasi kembang dan susut tanah yang sangat tinggi. Pada saat tanah mengalami kembang dapat menimbulkan gaya angkat tanah. Besarnya gaya angkat tanah ini relatif, bila beban yang ada di atasnya berat dibanding gaya angkat tanah, maka gaya angkat tanah tidak akan berpengaruh pada stabilitas bangunan, sedangkan untuk beban bangunan ringan, maka bangunan terpengaruh oleh gaya angkat tanah, dan akan menimbulkan banyak masalah. Umumnya tipe fondasi yang digunakan untuk mendukung beban dapat berbentuk fondasi telapak atau fondasi tiang (mini pile), sehingga perlu diketahui gaya-gaya yang bekerja pada fondasi tersebut, khususnya untuk fondasi tiang. Oleh karena itu, karakteristik gaya yang bekerja pada fondasi tiang perlu diteliti lebih cermat.

(4)

4 Donaldson (1969) dalam Chen (1983), mengidentifikasi negara-negara yang mempunyai tanah lempung ekspansif seperti di Argentina, Australia, Birma, Canada, Cuba, Ethiopia, Ghana, India, Israel, Iran, Mexico, Marocco, Rhodesia, Afrika Selatan, Spanyol, Turki, Amerika Serikat, dan Venezuela. Masalah yang sering timbul di negara-negara tersebut adalah kerusakan pada bangunan khususnya fondasi bangunan, salah satunya adalah heaving. Permasalahan tanah lempung ekspansif di dunia khususnya di negara-negara tersebut di atas antara lain, untuk Australia terjadi di kota besar yang berpenduduk 600.000 jiwa, tingkat kerusakan sedang khususnya retaknya fondasi. Canada permasalahan yang lebih besar terjadi pada fondasi, pada umumnya disebabkan oleh tanah lempung ekspansif. Fondasi dangkal biasanya digunakan untuk mendukung ruang basement. Tekanan kembang dapat menyebabkan pergeseran horizontal pada dinding basement dan lantai basement dapat terangkat kira-kira 15 cm selama 18 bulan. Permasalahan di India terjadi pada tanah yang disebut dengan black cotton soil yang menutupi areal seluas 517.800 km2, karakteristik tanah ini pada musim kering tanah keras sekali dan potensi kembang sangat tinggi selama musim basah. Kandungan mineral montmorillonit pada tanah lempung sebesar 40 % - 80 %, sehingga potensi kembang sangat besar dan terjadi di seluruh wilayah di Israel. Permasalahan di Mexico adalah settlement untuk tanah lempung ekspansif, dan umumnya masalah ini terjadi di kota baru atau kota kecil yang dikembangkan, sehingga banyak pembangunan. Tanah di negara Afrika Selatan kebanyakan jenis fluvio-lascutrine yang berpotensi kembang dan mengakibatkan pergerakan

(5)

5 fondasi. Di negara Spanyol tanah lempung umumnya banyak mengandung mineral montmorillonit, dan mempunyai batas cair tinggi (250%), dan merupakan lempung berplastisitas tinggi. Tanah di Venezuela merupakan tanah lempung dengan kembang tinggi, dapat menimbulkan retak pada bangunan dengan tingkat tekanan kembang yang membahayakan 14 kg/cm2 dan adakalanya sampai 30 kg/cm2.

Menurut Driscoll (1983), bahwa di negara Inggris, tanah ekspansif sering menimbulkan permasalahan yang disebabkan oleh kembang-susut dan pengaruh perubahan kadar air. Sifat-sifat tanah dan kondisi lingkungan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku susut dan kembang pada tanah ekspansif, dan salah satu contoh kerusakan diakibatkan adanya gaya heave tanah ekspansif. Menurut Irsyam, dkk., (1997) besarnya kekuatan kembang dan susut tanah lempung ekspansif pada umumnya tidak sama / tidak merata dari satu titik ke titik lainnya, sehingga dapat menyebabkan timbulnya perbedaan elevasi yang dapat mengakibatkan kerugian antara lain : heave dan cracking pada perkerasan jalan raya, heave dan bukling pada slab lantai, heave dan bukling pada lining canal, dan berkurangnya kuat dukung tanah dan kekuatan tanah akibat peningkatan kadar air.

Tanah yang mempunyai potensi kembang dan susut besar biasanya dapat mengalami perubahan volume yang disebabkan perubahan kadar air. Jenis tanah lempung ini mempunyai kandungan mineral dengan potensi kembang tinggi.

(6)

6 Menurut Hardiyatmo (2010a), jenis tanah lempung seperti ini disebut tanah lempung ekspansif.

Fenomena heaving sedikit berbeda dalam aspek pemancangan tiang, pada tanah kohesif. Pada saat tiang dipancang tanah di sekitar tiang mengalami deformasi pada arah vertikal dan horizontal. Peristiwa ini sering terjadi pada pemancangan sejumlah tiang (kelompok tiang), maka pengaruh ini akan menimbulkan terjadinya tiang yang sudah dipancang terlebih dahulu dan berada didekat tiang yang baru dipancang terangkat kembali. Hal ini akan berakibat pada saat beban fondasi dari kelompok tiang bekerja penuh, maka tiang seolah-olah akan terperosok dan bangunan akan mengalami retak-retak (Suryolelono, 2004). Hal yang sama akan terjadi pada tanah ekspansif yaitu tiang yang dipancang pada tanah lunak dan menerima beban relatif kecil, sehingga tiang akan terangkat ke atas, yang disebabkan oleh pengaruh tekanan kembang vertikal tanah ekspansif dan akan mempengaruhi stabilitas bangunan. Tekanan ke atas ini (heaving) perlu diketahui secara pasti baik yang didasarkan pada analisis data di laboratorium maupun data di lapangan, sehingga materi ini sangat menarik untuk diteliti dan dapat dikembangkan lebih lanjut.

2. Tujuan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk dapat menentukan besaran heave secara analitis, sehingga dapat digunakan sebagai prediksi awal guna perencanaan fondasi tiang pada tanah ekspansif. Selain itu, sebagai sumbangan pemikiran guna

(7)

7 perkembangan ilmu pengetahuan tentang permasalahan heave. Adapun tujuan dalam penelitian ini antara lain mengetahui:

a. perilaku tekanan kembang vertikal pada setiap kedalaman tiang khususnya untuk jenis tanah CH (Clays of High Plasticity), untuk beberapa variasi kadar air (w),

b. pengaruh tekanan kembang terhadap pile heaving,

c. prediksi tekanan kembang vertikal atau tahanan gesek satuan tiang dari model tiang dan uji geser langsung dengan sampel diperam maupun tidak diperam, d. korelasi antara tahanan gesek satuan pada tiang dan uji geser langsung di

laboratorium sehingga tidak diperlukan model tiang di lapangan.

3. Faedah/Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. mengetahui perilaku tekanan kembang vertikal pada tiang pancang khususnya

pada zona aktif dengan variasi kadar air (w), pada tiap kedalaman tiang berlaku untuk tanah lempung ekspansif jenis tanah CH,

b. memperoleh informasi tentang nilai tekanan kembang vertikal atau tahanan gesek satuan pada dinding tiang khususnya untuk tanah lempung ekspansif jenis tanah CH sebagai acuan untuk menghitung pile heaving,

c. memberi sumbangan pada ilmu Geoteknik khususnya tentang tekanan kembang vertikal pada tiang yang selama ini tidak banyak peneliti yang menggeluti bidang ini, sehingga referensi sangat kurang,

(8)

8 d. memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tekanan kembang vertikal pada tiang dapat diketahui, sehingga dapat digunakan untuk analisis kapasitas dukung tiang,

e. hasil penelitian ini dapat digunakan untuk acuan para sarjana teknik sipil agar dalam perencanaan, dan analisis struktur. Selain itu, dalam pengembangan ilmu pengetahuan merupakan informasi awal agar dapat dikembangkan lebih lanjut.

4. Batasan

Untuk memperoleh hasil penelitian yang akurat, mengkerucut dan tepat sasaran, perlu diadakan batasan masalah. Dalam penelitian ini batasan masalah sebagai berikut:

a. bahan yang digunakan tanah lempung berasal dari daerah Tuksono, Krebet, Wates, Kulonprogo. Tanah diambil dalam keadaan terusik dan tidak terusik. Tanah terusik akan digunakan untuk model tanah seperti di lapangan, sedangkan tanah tidak terusik untuk bahan uji di laboratorium,

b. model tiang dari pipa baja dengan diameter 10 cm, dipancang dalam satu box baja dengan ukuran 1,2 m x 1,2 m, 1,2 m. Box baja diisi tanah yang dipadatkan (γd = 1,2 t/m3) sesuai kepadatan lapangan. Kedalaman zona aktif

80 cm dan zona pasif 40 cm. Nilai kadar air tanah diukur dengan gypsum block yang telah di uji terlebih dahulu dan dibuat nilai kalibrasinya, sedang pengamatan perilaku tekanan kembang terhadap tiang, menggunakan alat ukur regangan berupa strain gauge. Strain gauge dipasang dengan sistem half

(9)

9 bridge agar variabel yang diakibatkan panas dapat ditiadakan. Besarnya gaya angkat tiang akibat tanah mengembang digunakan proving ring yang dipasang di atas tiang,

c. kondisi tanah dalam box dianggap jenuh (saturated), dan terbatas pada zona aktif.

5. Keaslian

Tekanan tanah ekspansif untuk sampel terusik dari beberapa lokasi penelitian (11 lokasi), diperoleh nilai tekanan kembang terbesar adalah 10,10 kg/cm2 khususnya untuk daerah Soko (Supriyono, 1994). Selain itu, Supriyono (1995) telah melakukan penelitian dengan sampel dari lokasi yang sama, namun sampel yang digunakan adalah sampel tanah asli (tak terusik). Hasil yang diperoleh adalah tekanan kembang tertinggi sebesar 58,81 kg/cm2 dengan kadar air: 12,99 %, sedang kadar air di lapangan saat itu 66,9%. Supriyono (1996) melanjutkan penelitian untuk tanah lempung ekspansif dari lokasi yang sama, namun untuk tinjauan stabilisasi (stabilisasi`tanah lempung ekspansif). Erol, dkk., (1987) melakukan penelitian uji dengan alat oedometer, demikian pula Rao dan Fredlund (1987) untuk interpretasi data tanah ekspansif dan aplikasi dalam memperkirakan heave. Observasi untuk heave tanah ekspansif telah dilakukan baik di lapangan maupun di laboratorium (Osman dan Sharief, 1987), dan perkiraan heave untuk swelling tanah Marl (Frydman, dkk., 1987) serta teknik perkuatan tanah untuk kontrol heave (Murthy dan Nagaraj, 1987). Sapaz (2004) mengadakan penelitian tekanan swelling pada arah vertikal dan horisontal. Alat

(10)

10 yang digunakan oedometer yang telah dimodifikasi dengan volume pengembangan dibuat tetap. Hasilnya ini adalah tekanan kembang arah vertikal dan horisontal meningkat, bila kepadatan kering tanah meningkat, dan tekanan kembang keduanya menurun, bila kadar air tanah turun. Sorochan (1991) mengadakan penelitian tiang pancang pada tanah ekspansif dengan lama penelitian 7 bulan. Tanah ekspansif berupa lempung Sarmatsk, lempung Khvalynsk, lempung Quatemary, sedang tiang pancang terdiri atas tiang cor di tempat dan tiang yang dipancang. Panjang tiang bervariasi, untuk jenis tanah lempung Sarmatsk panjang tiang 3 m, 4m, dan 5m, lempung Khvalynsk panjang tiang 1 m, 1,5 m, 2,5 m, 3,5 m, dan untuk tanah lempung Quatemary digunakan panjang tiang 3 m, 4 m, 5 m, dan 6 m. Dalam menentukan kapasitas dukung tiang digunakan beban statis mendekati 100 ton, dan ternyata setiap tiang sesuai dengan kedalamannya mempunyai kapasitas dukung berbeda. Tanah lempung pada kondisi basah mempunyai kapasitas dukung tiang antara 0,6 – 0,9 kali kapasitas dukung tiang pada kondisi tanah lempung kering. Tampak bahwa kapasitas dukung tiang tergantung kondisi basah/kering tanah, jenis lempung, dan panjang tiang. Dalam penelitian ini juga diamati uplift tiang dan heave di permukaan tanah. Hasilnya adalah heave permukaan tanah lebih besar dibanding uplift tiang (untuk panjang tiang 1 m). Tampak tiang makin panjang, uplift tiang makin menurun dan ini sangat terkait dengan letak zona stabil. Untuk tiang yang dipancang, ratio antara nilai uplift tiang dengan heave tanah terhadap panjang tiang terus menurun, namun nilai ini masih lebih tinggi dibanding ratio untuk

(11)

11 tiang cor di tempat. Komorowska (2003) melakukan penelitian di propinsi Mazowsze, Polandia Tengah, meliputi uji laboratorium dan uji fisik untuk 12 sampel tanah, yang hasilnya seperti Tabel 1.1. Nilai heave total tidak dapat terdeteksi dengan baik, dan variabel apa saja yang mempengaruhi nilai heave menjadi lebih banyak. Total heave dalam penelitian ini diperoleh dari hasil analisis secara analitis dari data di laboratorium.

Tabel 1.1 Sifat fisis sampel tanah dari propinsi Mazowsze Polandia Tengah (Komorowska, 2003)

Parameter Simbul dan satuan

Sampel

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tertiary clay

Till

Grey-brown grey green

Water content W0 (%) 35,83 33,01 33,26 30,81 31,67 38,05 43,87 41,11 12,00 11,71 10,45 11,01 Density ρs (Mg/m3) 2,74 2,74 2,73 2,74 2,73 2,74 2,74 2,74 2,71 2,70 2,70 2,69 Cations exchange

Capacity (cmol/kg) CEC 36,2 35,6 42,6 42,0 42,5 42,0 42,6 42,6 19,9 9,6 9,6 19,9 Specific Surface St (103m2/kg) 283,5 278,9 333,6 328,7 332,9 328,9 333,4 333,4 155,9 75,6 75,5 155,9 Activity Å 0,68 0,67 0,57 0,53 0,53 0,52 0,56 0,51 0,49 0,61 0,64 0,53 Bulk Density ρ (Mg/m3) 1,81 1,81 1,88 1,91 1,90 1,86 1,88 1,87 2,11 2,10 2,09 2,10 Dry Density ρd (Mg/m3) 1,33 1,36 1,41 1,49 1,44 1,35 1,31 1,33 1,88 1,88 1,89 1,89 Porosity n (%) 51 50 48 45 47 51 53 52 30 30 30 30 Void ratio e 1,06 1,01 0,94 0,83 0,89 1,03 1,12 1,07 0,44 0,44 0,43 0,42 Degree of saturation Sr (%) 96 94 100 91 100 100 100 100 71 69 63 68 Plastic limit Wp (%) 19,38 20,03 20,10 21,51 21,74 23,45 24,15 23,42 12,79 11,57 11,39 12,15 Liquid limit Wl (%) 56,90 57,58 58,09 59,48 59,29 61,32 63,59 61,42 24,58 23,15 22,88 23,95 Plasticity index Ip (%) 37,52 37,55 37,99 37,97 37,55 37,87 39,44 38,00 11,79 11,58 11,49 11,80 Sand (%) 22 19 15 12 13 6 9 7 58 65 64 58 Silt (%) 23 25 17 17 16 22 20 19 17 16 18 20 Clay (%) 55 56 68 71 71 72 71 74 25 19 18 22 Free swell FS (%) 47,69 45,26 52,05 50,43 49,32 49,21 47,76 49,30 15,21 14,20 14,23 15,37 Free swell (HoltzGibbs,

1956) FSHG (%) 75 75 84 84 80 82 85 80 32 28 25 30

Final water cont Wl (%) 53,92 53,83 49,44 49,39 50,16 50,36 51,56 51,48 34,98 30,59 30,42 34,82 Swelling Potential S (%) 25,00 25,00 25,70 25,70 25,00 25,50 28,20 25,80 1,5 1,4 1,4 1,5 Swell index Is 0,63 0,57 0,57 0,47 0,53 0,62 0,69 0,67 0,49 0,51 0,46 0,46

Swell Pressure σSP (kPa) < 30 < 30 < 30 < 30 < 30 < 30 < 30 < 30 30-150 30-150 30-150 30-150

Plsticity/Swelling Sps H/H H/H H/H H/H H/H H/H H/H H/H L/L L/L L/L L/L Potential Expansiveness PE VH VH VH VH VH VH VH VH L L L L Degree of expansion DE VH VH VH VH VH VH VH VH L L L L Total heave TH (m) 102 1,02 0,76 0,76 1,77 1,27 2,54 1,52 8,12 0,00 0,00 0,00 0,00 Linier shrinkage Ls (%) 15,73 15,50 16,29 15,73 15,91 15,57 16,13 16,21 3,19 3,06 2,99 3,16

Pada umumnya konstruksi bangunan gedung, jembatan menggunakan fondasi tiang pancang. Perencana melakukan analisis beban yang bekerja pada tiang pancang selalu didasarkan pada beban bangunan yang harus didukung oleh

(12)

12 tanah berupa tekanan ujung tiang dan gaya gesekan/lekatan antara tanah dan tiang. Akibat dari kekuatan tanah lempung ekspansif, tiang pancang akan mengalami tekanan ke atas (heaving). Umumnya variabel ini belum masuk dalam analisis beban, karena besaran heaving belum dapat diketahui secara pasti.

Bila variabel ini dapat diketahui secara pasti, para perencana dapat menambahkan dalam analisis beban, sehingga dapat memperkecil dimensi maupun jumlah tiang. Menurut US ARMY (1983), bila nilai heave dapat diketahui secara pasti, maka perencana dapat mendesain secara optimal masalah kedalaman fondasi maupun diameter fondasi. Berkurangnya diameter dan jumlah tiang akan menghemat biaya pembangunan. Oleh karena itu, besaran heaving perlu diteliti pengaruhnya terhadap kuat dukung tiang. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan awal ilmu pengetahuan dan penghematan biaya pembangunan yang akhirnya dapat mengurangi pengeluaran keuangan negara. Adapun ruang lingkup penelitian ini terbatas pada perilaku heaving tiang pada tanah ekspansif dalam ukuran kecil (small size), dengan asumsi panjang tiang di lapangan 6 m dan diameter 0,3 m.

Gambar

Gambar 1.1 Kerusakan jalan akibat variasi kadar air dan  berubahnya volume tanah (FHWA, 2005)
Tabel 1.1 Sifat fisis sampel tanah dari propinsi Mazowsze Polandia Tengah  (Komorowska, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Bahwasanya Ibu kepala MTs Muhammadiyah 3 Al-Furqan bukan tipe seorang yang mudah pemarah, maka hal ini membuat para bawahan nyaman dengan pemimpin yang tidak terlalu otoriter,

Gaya horisontal dan momen yang bekerja pada tiang yang dipancang ke lapisan tanah non kohesif, sebagaimana halnya jenis tiang panjang yang dipancang pada tanah ko hesif, dengan

Agar tujuan tersebut tercapai maka Dokter Spesialis Farmakologi Klinik (SpFK) berkewajiban untuk memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan asuhan medik profesinya yang berkualitas

Berkaitan dengan hal diatas, hal yang dianalisis dalam makalah ini adalah keterkaitan antara adanya investasi kredit perbankan terhadap jumlah kesempatan kerja

Dari hasil penelitian Kolin [3] diketahui bahwa radiasi yang menginduksi terbentuknya aberasi kromosom pada limfosit manusia sangat bergantung pada frekuensi

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui kendala pada implementasi kebijakan Standar Nasional Pendidikan yang dijalankan di sekolah dasar tersebut mengingat

Berwawasan global dalam IPTEK, Kompetitf, Aktual, Berbudaya Lingkungan serta berlandaskan iman dan

Kondisi kering tergantung dari panas air heater, semakin tinggi panas pada proses pengeringan tersebut maka nilai kelembabannya akan semakin menurun dan antara