• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori. Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori. Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

Dalam Bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening. Menjabarkan teori-teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang

dikumpulkan selama penelitian

2.1.1. Pengertian dan unsur-unsur APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).Penyusunan APBD memperhatikan adanya keterkaitan antara kebijakan perencanaan dengan penganggaran oleh pemerintah daerah serta sinkronisasi dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat dalam perencanaan dan penganggaran negara. Pada era orde lama, definisi APBD yang adalah: rencana pekerjaan keuangan (financial work plan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu mana badan legislatif memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

(2)

Menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD”. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah daerah bersama-sama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagi pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD).

2.1.2. Klasifikasi APBD

Klasifikasi APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah”. Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.2.1. Pendapatan Daerah

(3)

kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana. Pendapatan daerah meliputi : a).Pendapatan Asli Daerah; b). Dana Perimbangan, dan c). Lain-Lain Pendapatan. a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan daerah dalam memungut PAD dimaksudkan agar daerah dapat mendanai pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri.

PAD terdiri dari: 1. Pajak Daerah. 2. Retribusi Daerah.

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mencakup: bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD), bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah (BUMN), bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.

4. Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi:

(4)

b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

c. Jasa giro;

d. Pendapatan bunga;

e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah;

f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

h. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; i. Pendapatan denda pajak dan retribusi;

j. Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum;

k. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan l. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

b. Dana Perimbangan

Dana perimbangan yaitu dana yang bersumber dari dana penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana perimbangan meliputi : Dana alokasi umum; dana alokasi khusus; dan dana bagi hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.

c. Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi: pendapatan hibah; pendapatan dana darurat; dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota; bantuan keuangan

(5)

dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya; dana penyesuaian; dan dana otonomi khusus.

2.1.2.2. Belanja Daerah

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.

Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.

a. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib

Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup: Pendidikan; Kesehatan; Pekerjaan Umum; Perumahan Rakyat; Penataan Ruang; Perencanaan Pembangunan; Perhubungan; Lingkungan Hidup; Kependudukan dan Catatan Sipil; Pemberdayaan Perempuan; Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera; Sosial; Tenaga Kerja; Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; Penanaman Modal; Kebudayaan; Pemuda dan Olah Raga; Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri; Pemerintahan Umum;

(6)

Kepegawaian; Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; Statistik; Arsip; dan Komunikasi dan Informatika.

b. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan meliputi : Pertanian; Kehutanan; Energi dan Sumber Daya Mineral; Pariwisata; Kelautan dan Perikanan; Perdagangan; Perindustrian; dan Transmigrasi.

c. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi, Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja.

Belanja daerah tersebut mencakup:

1. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tak terduga.

2. Belanja langsung merupakan belanja yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang, meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal.

2.1.2.3.Pembiayaan Daerah

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD. Pembiayaan Daerah menurut

(7)

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.

1. Penerimaan Pembiayaan

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 60 menyebutkan bahwa Penerimaan Pembiayaan Daerah, meliputi: sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) tahun lalu; pencairan dana cadangan; penerimaan pinjaman daerah; hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah.

2. Pengeluaran Pembiayaan

Pengeluaran pembiayaan daerah, meliputi: pembentukan dan cadangan; penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; pembayaran utang pokok yang jatuh tempo; dan pemberian pinjaman daerah.

2.1.3. Dana Alokasi Umum (DAU)

Peraturan terkait mengenai dana alokasi umum antara lain :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005

2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sama seperti DAK, DAU juga disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum

(8)

daerah. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Pengalokasian DAU sebagai berikut :

1. DAU dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota.

2. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN.

3. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangankewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

2.1.3.1. Formulasi DAU

Formula DAU menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) daerah danAlokasi Dasar (AD) berupa jumlah gaji PNS daerah.

2.1.3.2. Variabel DAU

Komponen variabel kebutuhan fiskal (fiscal needs) yang digunakan untuk pendekatan perhitungan kebutuhan daerah terdiri dari: jumlah penduduk, luas wilayah, indeks pembangunan manusia (IPM), indeks kemahalan konstruksi (IKK), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita.

Komponen variabel kapasitas fiskal (fiscal capacity) yang merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).

(9)

2.1.4. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Peraturan terkait mengenai dana alokasi khusus antara lain : 1. UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah

2. UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

3. PP No.55/2005 tentang Dana Perimbangan

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urutan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.

Tujuan pemberian DAK adalah untuk mengurangi inter-jurisdictional spillovers, dan meningkatkan penyediaan barang publik di daerah. Dalam perspektif peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan DAK sangat penting untuk mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana diberikan sesuai dengan prioritas nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga miskin. Dalam jangka panjang dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah akan dialihkan menjadi DAK (Pasal 107 UU No. 33 tahun 2000).

(10)

Fungsi DAK adalah untuk membantu pembiayaan kebutuhan khusus yang merupakan urusan daerah dan merupakan prioritas nasional Specific Grant

Kebutuhan khusus, meliputi:

1. kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum

2. kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional 3. kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi.

2.1.4.1. Kriteria Daerah Penerima DAK

Untuk melihat kriteria umum kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan pembangunan daerah, yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi belanja pegawai. Pengalokasian DAK diprioritaskan untuk daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata. Dihitung melalui indeks fiskal netto. Ditetapkan setiap tahun.

Perhitungan indeks fiskal netto (IFN) dilakukan dengan membagi kemampuan keuangan daerah dengan rata-rata nasional kemampuan keuangan daerah. Jika IFN tersebut lebih kecil dari satu, atau dengan kata lain daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan daerah lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata nasional, maka daerah tersebut mendapatkan prioritas dalam memperoleh DAK. Sedangkan untuk kriteria khusus yaitu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.

Contoh: undang - undang otonomi khusus bagi Prov. NAD dan Papua. Memperhatikan karakteristik daerah, antara laindaerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan

(11)

longsor, serta daerah termasuk kategori daerah ketahanan pangan. Dihitung melalui indeks kewilayahanyang ditetapkan setiap tahun.

DAK untuk kriteria tekhnis dirumuskan melalui Indeks Teknis yang ditetapkan oleh Kementerian Negara / Departemen Teknis terkait disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang didanai dari DAK, antara lain standar kualitas/kuantitas konstruksi, dan perkiraan manfaat lokal dan nasional.

2.1.4.2. Dana Pendamping

Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang-kurangnya 10% dari nilai DAK yang diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik. Dana Pendamping tersebut wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berjalan.

2.1.5. Belanja Modal

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) mendefinisikan belanja modal adalah pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja, bukan untuk dijual. Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya adalah pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi, sehingaa masyarakat juga memiliki manfaat dari pembangunan daerah.

Menurut Peraturan Direktorat Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan, suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila :

(12)

a. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas

b. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah

c. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.

Pada Pasal 53 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga beli/bangun aset.

Dalam PSAP 07, aset tetap di neraca diklasifikasikan menjadi enam akun sebagaimana dirinci dalam penjelasan berikut ini:

a. Tanah

Tanah yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Tanah yang digunakan untuk bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan tetap dicatat sebagai tanah yang terpisah dari aset tetap yang dibangun di atas tanah tersebut.

(13)

Peralatan dan mesin yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah peralatan dan mesin yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap yang dapat diklasifikasikan dalam peralatan dan mesin ini mencakup antara lain: alat berat; alat angkutan; alat bengkel dan alat ukur; alat pertanian; alat kantor dan rumah tangga; alat studio, komunikasi, dan pemancar; alat kedokteran dan kesehatan; alat laboratorium; alat persenjataan; komputer; alat eksplorasi; alat pemboran; alat produksi, pengolahan, dan pemurnian; alat bantu eksplorasi; alat keselamatan kerja; alat peraga; dan unit peralatan proses produksi.

c. Gedung dan Bangunan

Gedung dan bangunan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah gedung dan bangunan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Termasuk dalam jenis gedung dan bangunan ini antara lain: bangunan gedung, monumen, bangunan menara, dan rambu-rambu.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan

Jalan, irigasi, dan jaringan yang dikelompokkan dalam aset tetap adalah jalan, irigasi, dan jaringan yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum dan dalam kondisi siap digunakan. Contoh aset tetap yang termasuk dalam klasifikasi ini mencakup antara lain: jalan dan jembatan, bangunan air, instalasi, dan jaringan.

(14)

Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, tetapi memenuhi definisi aset tetap. Aset tetap lainnya ini dapat meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/budaya/olah raga.

f. Konstruksi dalam Pengerjaan

Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya.

2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sirojuzilam (2003:4), “Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi”. Menurut Sirojuzilam (2003:5), definisi pertumbuhan ekonomi adalah “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”.

Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya. Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan produksi yang sebenarnya.

(15)

negara atau wilayah dalam satu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB)/Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB/PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB/PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB/PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDRB, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung.

Menurut BPS ada beberapa macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi yaitu :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam harga pasar. Kelemahan PDB sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi adalah sifatnya yang global dan tidak mencerminkan kesejahteraan penduduk. Umumnya Produk Domestik Regional Bruto dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku (Nominal) dan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan (Riil). Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun. Jadi, pada Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku sudah termasuk unsur inflasi. Sedangkan Produk

(16)

Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku bisa meningkat karena produksi naik atau harga turun.

2. PDRB per Kapita atau Pendapatan Perkapita

PDRB per kapita merupakan ukuran yang lebih tepat karena telah memperhitungkan jumlah penduduk. Jadi ukuran pendapatan per kapita dapat diketahui dengan membagi PDRB dengan jumlah penduduk.

3. Pendapatan Per jam Kerja

Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata - rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.

Suatu negara dapat dikatakan lebih maju dibandingkan negara lain bila mempunyai tingkat pendapatan atau upah per jam kerja yang lebih tinggi dari pada upah per jam kerja di negara lain untuk jenis pekerjaan yang sama.

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu Negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan system kelembagaan. Dari definisi tersebut pembangunan ekonomi mempunyai pengertian:

(17)

1. Suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi secara terus menerus. 2. Usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita.

3. Kenaikan pendapatan per kapita tersebut harus terus berlangsung dalam jangka panjang.

4. Perbaikan system kelembagaan di segala bidang.

Pembangunan ekonomi akan tercermin pada kenaikan pendapatan perkapita dan perbaikan tingkat kesejahteraan pada masyarakat. Indikator dari pertumbuhan ekonomi suatu negara salah satunya ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan domestik bruto atau produk nasional bruto. PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu wilaya

2.1.7. Pengaruh DAU dan DAK terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah, pemerintah daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (UU 32/2004). Kebijakan otonomi merupakan pendelegasian kewenangan yang disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan termasuk DAU dan DAK dalam kerangka desentralisasi. Dalam menghadapi desentralisasi, bisa saja potensi daerah yang satu dengan daerah yang lain beragam. Perbedaan ini pada gilirannya menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula.

(18)

Kemampuan daerah untuk menyediakan pendanaan yang berasal dari daerah sangat tergantung pada realisasi potensi ekonomi tersebut menjadi bentuk – bentuk kegiatan ekonomi yang mampu menciptakan perguliran dana untuk pembangunan daerah yang berkelanjutan. Semakin besar DAU dan DAK, maka semakin besar pula peran pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui kegiatan investasi. Jadi DAU dan DAK memiliki pengaruh yang positif terhadap belanja modal.

2.2. Review Peneliti Terdahulu (Theoretical Mapping)

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam menganalisis pengaruh dana alokasi khusus terhadap pertumbuhan ekonomi dan belanja modal sebagai variabel intervening. Beberapa hasil penelitian adalah :

Husni (2011), meneliti tentang pengaruh dana alokasi umum, dana alokasi khusus terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dengan belanja modal sebagai variabel intervening. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus berkontribusi signifikan sedangkan dana alokasi umum tidak terhadap belanja modal.

Armansyah (2004), analisis pengaruh pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. Hasil penelitiannya untuk di setiap propinsi menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing propinsi di Indonesia.

(19)

Hamzah (2009), penelitian ini mempelajari hubungan antara pengaruh pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan belanja publik terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran: pendekatan analisis jalur (studi pada 38 kota/kabupaten di provinsi Jawa Timur periode 2001-2006). Penelitian ini menggunakan sample pada 38 daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah PAD dan dana perimbangan secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja publik, PAD dan dana perimbangan secara langsung dan tidak langsung melalui belanja publik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja publik secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan dan penggangguran, dan pertumbuhan ekonomi secara langsung berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggangguran.

Pratolo (2009), hubungan antara pengaruh pendapatan asli daerah dan belanja pembangunan terhadap rasio kemandirian dan pertumbuhan ekonomi (Studi pada Kota dan Kabupaten di Propinsi di DIY). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh APBD tahun 1999-2005, Rasio kemandirian tahun 2000-2006 dan PDRB tahun 2001-2007. Penelitian ini menggunakan penelitian sensus dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan, dimana yang diteliti adalah keseluruhan elemen dari populasi, yaitu seluruh Kota, Kabupaten dan Propinsi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data

(20)

sekunder, yaitu data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi DIY. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan antara PAD terhadap rasio kemandirian, terdapat pengaruh yang signifikan antara belanja pembangunan terhadap rasio kemandirian, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD terhadap pertumbuhan ekonomi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara rasio kemandirian terhadap pertumbuhan ekonomi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi, tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD terhadap pertumbuhan ekonomi melalui rasio kemandirian, dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara belanja pembangunan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui rasio kemandirian.

Daulay (2011), Penelitian ini adalah tentang Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sumatera Utara. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa DAK, DAU, BP dan BM dapat digunakan sebagai faktor pembentuk Pertumbuhan Ekonomi sedangkan PAD, DHP dan ID tidak dapat digunakan sebagai faktor pembentuk Pertumbuhan Ekonomi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa DAK, DAU, BP dan BM secara simultan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi sedangkan secara parsial hanya DAK, DAU dan BP yang berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

(21)

Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

1. Hasrina Husni 2011

Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus terhadap Peningkatan

Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja

Modal sebagai Variabel Intervening Studi Empiris di kabupaten/kota

Provinsi Aceh

DAU, DAK, PAD, dan Belanja Modal

DAU berkontribusi signifikan sedangkan DAU

tidak terhadap belanja

modal. Pada lag 1 tahun DAU dan belanja modal berkontribusi signifikan sedangkan DAK tidak terhadap peningkatan PAD. Pada lag 2 tahun DAU, belanja modal berkontribusi

signifikan terhadap peningkatan PAD sedangkan

DAK tidak. Pada lag 3 tahun DAU, DAK dan belanja modal berkontribusi signifikan terhadap peningkatan PAD. 2 Armin Armansyah 2004 Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-propinsi di Indonesia. Pengeluaran pemerintah daerah, pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pembangunan memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengeluaran rutin terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing propinsi di Indonesia. 3 Ardi Hamzah, 2009 Pengaruh PendapatanAsli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 38 Kota/Kabupaten di Propinsi Jawa Timur Periode 2001-2006) Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Publik, Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran

PAD, Dana Perimbangan, dan Belanja Publik baik secara langsung dan tidak langsung tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi 4 Ismi Rizky Fitriyanti dan Suryo Pratolo, 2009 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan Terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi (Studi pada Kota, Kabupaten dan Propinsi di DIY periode 2000-2007) Pendapatan Asli Daerah, Belanja Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi, Rasio Kemandirian Daerah.

Antara PAD dan Belanja Pembangunan menunjukkan hasil yang tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi sedangkan PAD dan Belanja Pembangunan mempengaruhi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

(22)

5 Rizkia Daulay, 2011

Faktor – faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara

PAD, DAU, DAK, Dana Bagi Hasil, Investasi Daerah, Belanja pegawai, Belanja Modal

DAK, DAU, BP dan BM dapat digunakan sebagai

faktor pembentuk Pertumbuhan Ekonomi

sedangkan PAD, DHP dan ID tidak dapat digunakan sebagai faktor pembentuk Pertumbuhan Ekonomi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa DAK, DAU, BP dan BM secara simultan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi sedangkan secara parsial hanya DAK, DAU dan BP yang berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Gambar

Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

menggunakan hidrograf satuan sintetik Gama I Analisis perhitungan debit banjir rancangan pada Kali Blawi dapat dimanfaatkan untuk mengurangi resiko bencana banjir

Terdapat beberapa penelitian mengenai keterkaitan faktor harga minyak mentah dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, harga emas dunia dan Inflasi dengan

Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh back massage terhadap intensitas nyeri reumatik pada lansia pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Sipatana

Deskripsi data dimaksudkan untuk memperjelas atau memaparkan data hasil penelitian dalam ruang lingkup yang terbatas, dalam hal ini data hasil penelitian

Untuk menghindari kesalahan penafsiran mengenai variabel penelitian maka berikut ini dijelaskan definisi operasional dari variabel output adalah: Hasil belajar IPA

Kombinasi ZPT B A1 mg/1 hingga 2 mg/1 dengan NAA atau 2,4-D 0,5 mg/1 merangsang pembentukan kalus 100%, tetapi tidak merangsang pembentukan tunas, kemungkinan karena kandungan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

Bentuk reduplikasi utuh menyatakan banyak atau bermacam-macam, sifat/ keadaan, hal/ tentang, kesamaan waktu, pekerjaan berulang-ulang, sesuatu yang dikenal karena