4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Castellated Beam
2.1.1 Pengertian Profil Castellated Beam
Castellated Beam adalah suatu spesifikasi profil yang ditingkatkan kekuatan komponen strukturnya dengan memperpanjang kearah satu sama lain dan di las sepanjang pola. Castellated Beam ini mempunyai tinggi (h) hampir 50% lebih tinggi dari profil awal sehingga meningkatkan nilai lentur axial, momen inersia (Ix), dan modulus section (Sx) (Knowles 1991).
2.1.2 Terminologi
Dibawah ini merupakan ilustrasi bagian-bagian dari Castellated Beam. • Web Post : Area solid dari Castellated Beam.
• Castellation : Area yang sudah mengalami pelubangan (hole).
• Throat Width : Perpanjangan horisontal dari potongan “gigi” bawah profil • Throat Depth : Tinggi daerah profil potongan “gigi” bawah sampai sayap
profil (Patrick Bardley 2007).
Gambar 2.1 Bagian-bagian Hexagonal Castellated Beams (Patrick Bardley 2007)
Castellation adalah proses memotong badan profil dengan pola zig-zag yang dicetak menggunakan hot-rolled (cetakan panas) berbentuk H, I, atau U. Setengah bagian profil baja yang telah dipotong disambung dengan cara digeser atau dibalik (ujung kanan di las dengan ujung kiri, dan sebaliknya) sehingga membentuk lubang berbentuk polygonal. Hal ini mengakibatkan bertambahnya tinggi (h) dan tinggi daerah pemotongan (d) (Amayreh dan Saka 2005).
Tan φ = b
d b = ϕ tan
d
dT =
2 d h−
Semakin panjang e, bertambah pula tegangan tekuk (bending stress) pada bagian T (tee section) dikarenakan V (shear force) bertambah.
2.2 Proses Pembuatan Castellated Beam
Proses fabrikasi dari Castellated beams diuraikan sebagai berikut (Grunbauer 2001) :
φ b e
= dT
6
1. Badan profil dibuat dicetakan hot-rolled (cetakan panas) berbentuk I, H, atau U dengan pola pemotongan zig – zag.
2. Setengah hasil potongan digeser, ujung atas kanan dilas dengan ujung bawah kiri, dan sebaliknya. Sehingga lubang yang dihasilkan berbentuk segi enam (hexagonal). Untuk menghasilkan lubang berbentuk segi delapan (octogonal) maka disisipkan plat segi empat di kedua sisi. Bila pola pemotongan berbentuk setengah lingkaran, maka lubang yang dihasilkan adalah lingkaran (circular).
Gambar 2.2 Proses pembuatan Hexagonal Castellated Beams (Grunbauer 2001)
2.3 Tipe – Tipe Pemotongan Castellated Beam
Ada 4 ( empat ) tipe pemotongan balok berdasarkan dimensi U dan T (Grunbauer 2001).
1. Beam ends left ragged, U = T
(Simple and cheap, but not convenient to use)
Pemotongannya mudah, sederhana dan murah, tetapi kurang baik digunakan.
Gambar 2.3 Beam ends left ragged, U = T (Grunbauer 2001)
2. Beam ends left ragged, U >T (Longer ends, but not very effective)
Menghasilkan ujung potongan yang panjang tetapi tidak efektif.
Gambar 2.4 Beam ends left ragged, U > T (Grunbauer 2001) 3. Beam ends finished, U = T
(Nice finish, dearer due to extra cutting operation and material waste) Menghasilkan potongan yang baik (rapi) serta menghemat material (tidak
banyak bahan yang terbuang).
Gambar 2.5 Beam ends finished, U = T (Grunbauer 2001)
4. Beam ends finished with infill plates, U >T (Strong and rigid, but expensive)
8
Kuat dan kaku, tetapi mahal karena adanya penambahan plat.
Gambar 2.6. Beam ends finished with infill plates, U >T (Grunbauer 2001)
2.4 Keuntungan dan Kekurangan dari Castellated Beam 2.4.1 Keuntungan dari Castellated Beam :
1. Dengan lebar profil yang lebih tinggi (dg), menghasilkan momen inersia dan modulus section yang lebih besar sehingga lebih kuat dan kaku bila dibandingkan dengan profil asalnya (Megharief 1997 dan Grunbauer 2001).
2. Mampu memikul momen lebih besar dengan tegangan ijin yang lebih kecil (Megharief 1997 dan Grunbauer 2001 ).
3. Bahan ringan, kuat serta mudah dipasang (Megharief 1997 dan Grunbauer 2001 ).
4. Profil Castellated Beam ini juga cocok untuk bentang panjang (untuk penggunaan Castellated Beam pada atap dapat mencapai 10 – 50 m dan bila digunakan sebagai plat 12 – 25 m). Sehingga dapat mengurangi jumlah kolom dan pondasi, serta mengurangi biaya erection (pengangkatan) (Dougherty 1993).
5. Dapat digunakan untuk gedung tingkat tinggi, bangunan perindustrian (Amayreh dan Saka 2005).
2.4.2 Kekurangan dari Castellated Beams :
1. Castellated Beam kurang tahan api. Sehingga harus ditambah dengan lapisan tahan api (fire proofing) 20% lebih tebal agar mencapai ketahanan yang sama dengan profil awalnya (Grű nbauer 2001).
2. Kurang kuat menerima gaya lateral, sehingga perlu diberi satu atau lebih plat pada ujung-ujung (dekat dengan pertemuan balok-kolom) (Grunbauer 2001).
3. Pada ujung-ujung bentang (di sudut-sudut profil) terjadi peningkatan pemusatan tegangan (stress consentrations) (Amayreh dan Saka 2005). 4. Castellated Beam tidak sesuai untuk bentang pendek dengan beban yang
cukup berat (Amayreh dan Saka 2005).
5. Analisa dari defleksi lebih rumit daripada balok solid (Amayreh dan Saka 2005).
2.5 Kegagalan dalam Castellated Beam 1. Vierendeel atau Shear Mechanism
Mekanisme ini berbanding lurus dengan tegangan geser yang cukup tinggi pada balok. Sendi plastis terjadi pada ujung balok (reentrant corners) pada lubang dapat merubah bentuk bagian T (tee section) menjadi seperti jajargenjang (parallelogram) (Altifillisch 1957, Toprac dan Cook 1959).
10
Gambar 2.7 Plastic Collapse in region of high shear (Altifillisch 1957)
2. Flexural Mechanism
Titik leleh yang terjadi pada bagian T (tee section) bagian atas dan bawah pada ujung awal (the opening) profil Castellated Beam hampir sama dengan profil WF solid pada kondisi under pure bending forces.
Mp = Z’ x Ft ; dimana Z’ adalah modulus plastis yang diambil melalui garis tengah vertikal pada lubang.
3. Lateral – Torsional – Buckling
Pada web opening mempunyai efek yang diabaikan pada lateral torsional buckling pada balok-balok yang telah mereka uji.
4. Rupture of Welded Joint
Las pada jarak antara lubang yang satu dengan yang lainnya (e) dapat mengalami rupture (putus) ketika tegangan geser horisontal melebihi kekuatan leleh dari pengelasannya (welded joint) (Husain dan Speirs 1971)
.
Gambar 2.8 Rupture of Welded Joint (Husain dan Speirs 1971)
Panjang horisontal pada lubang (horizontal length of the opening) berbanding lurus dengan panjang pengelasan, dan ketika panjang horisontal berkurang untuk menambah secondary moment (Vierendeel truss), maka las sepanjang badan profil menjadi lebih mudah gagal (failure). Mekanisme Vierendeel biasanya terjadi pada balok-balok yang mempunyai jarak lubang horisontal yang cukup panjang (oleh karena itu mempunyai panjang las lebih panjang).
5. Web Post Buckling due to Compression
Kegagalan ini disebabkan oleh beban terpusat yang secara langsung dibebankan melebihi web-post. Kegagalan ini dapat dicegah bila penggunaan pengakunya diperkuat untuk menahan gaya tersebut.
2.6 Kontrol Lendutan pada Balok Statis Tertentu 2.6.1 Untuk Beban Terbagi rata
1
=
x
……(2.1)
Keterangan :
q = beban terbagi rata L = pangjang bentang balok E = modulus young
I = Momen Inersia
12
2.6.2 Untuk Beban Terpusat
1
=
x
……(2.2)
Keterangan :
P = beban terpusat
L = pangjang bentang balok E = modulus young
I = Momen Inersia
2.6.3 Lendutan pada Balok Statis tak Tentu
1
=
. . , ( ).
……(2.3)
Keterangan :
ml = momen lapangan L = pangjang bentang balok Mt1 = momen tumpuan kiri Mt2 = momen tumpuan kanan
2.7 Profil King Cross dan Queen Cross sebagai Kolom
Kolom adalah bagian dari struktur bangunan yang berfungsi untuk meneruskan beban diatasnya ke konstruksi pondasi bangunan.Dalam perencanan pendahuluan / Preliminary Design kolom, gaya-gaya dalam yang bekerja adalah Gaya aksial serta momen.
Karena pada balok menggunakan profil castellated maka agar lebih mudah dalam perhitungan dan pelaksanaan, untuk kolom digunakan profil king cross untuk kolom internal dan profil queen cross untuk kolom eksternal.Adapun kelebihan menggunakan kolom jenis king cross karena profil ini memiliki kuat aksial yang cukup tinggi pada arah X dan arah Y. Maka dari itu profil ini paling baik digunakan untuk struktur kolom pada bangunan.
Gambar 2.9 Profil Baja King Cross
Gambar 2.10 Profil Queen Cross
2.8 Hubungan Balok Kolom
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002, hubungan berikut ini harus dipenuhi pada sambungan balok ke kolom:
∑∑
> 1
14
Dimana :
∑ adalah jumlah momen – momen kolom di bawah dan di atas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom, termasuk voute bila ada, di atas dan di bawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑Zc fyc−
. Bila as balok – balok yang bertemu di sambungan tidak membentuk satu titik maka titik tengahnya dapat digunakan dalam perhitungan.
∑ adalah jumlah momen balok – balok pada pertemuan as balok dan as kolom. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal balok di daerah sendi plastis pada as kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑(1,1RyMp− My), dengan My adalah momen tambahan akibat amplifikasi gaya geser dari lokasi sendi plastis ke as kolom.
Keterangan :
Agadalah luas penampang bruto kolom fyc adalah tegangan leleh penampang kolom Nuc adalah gaya aksial tekan berfaktor pada kolom Zc adalah modulus plastis penampang kolom
Gambar 2.16 Hubungan Balok Kolom Interior
Gambar 2.17 Hubungan Balok Kolom Eksterior 2.8.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002, Gaya geser berfaktor Vu pada daerah panel ditentukan berdasarkan momen lentur balok sesuai dengan kombinasi pembebanan 1,2DL + L + E dan 0,9DL + E. Namun Vu tidak perlu melebihi gaya geser yang ditetapkan berdasarkan 0,8∑Ry. Mp dari balok – balok yang merangka pada sayap kolom disambungan. Kuat geser rencana ϕVn panel ditentukan menggunakan persamaan berikut :
16
Bila Nu ≤ 0,75Ny, = 0,6 1 + …...(2.4)
Bila Nu > 0,75Ny, = 0,6 1 + 1,9 − , ……(2.5)
Keterangan :
tp adalah tebal total daerah panel, termasuk pelat pengganda dc adalah tinggi keseluruhan penampang kolom
bcf adalah lebar sayap kolom
db adalah tinggi bruto penampang balok
fy adalah tegangan leleh bahan baja pada daerah panel
Gambar 2.18 Daerah Panel Interior
2.8.2 Gaya Geser yang Terjadi pada Daerah Panel
Gaya geser yang terjadi pada daerah panel pada daerah gempa tinggi merupakan gaya geser akibat momen kapasitas balok dan kolom. Besarnya gaya geser pada daerah panel dapat dilihat seperti pada gambar 3.3.
Gambar 2.19 Gaya Geser Daerah Panel Kontrol gaya geser pada daerah panel :
Gaya geser daerah panel harus memenuhi syarat > V. Apabila hasil perhitungan tidak memenuhi syarat atau < V , dimana kapasitas geser daerah panel tidak mencukupi maka perlu adanya penebalan pelat panel.
Besar penebalan pelat daerah panel adalah sebagai berikut :
t = x tp
……(2.6)
2.9 Perencanaan Sambungan 2.9.1 Umum
Sambungan terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung, dan pelat penyambung) dan alat pengencang (baut dan las). Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang dikencangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan. Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan
18
menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak.
Pengencangan penuh adalah cara pemasangan dan pengencangan baut yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Butir 18.2.4 dan 18.2.5. Pembebanan dalam bidang adalah pembebanan yang gaya dan momen lentur rencananya berada dalam bidang sambungan sedemikian rupa sehingga gaya yang ditimbulkan dalam komponen sambungan hanya gaya geser.
2.9.2 Sambungan Balok Anak dengan Balok Eksterior
Sambungan yang digunakan adalah sambungan baut karena balok anak terletak pada 2 tumpuan sederhana.
Gambar 2.20 Sambungan Balok Anak dengan Balok Eksterior 2.9.2.1 Sambungan pada Badan Balok Anak
Penentuan jumlah baut : Ab = ¼ π d2 ……(2.7) Kuat Geser ( Ф Vn ) = Ф x Fu x 0,4 x Ab x m ……(2.8) Kuat Tumpu ( Ф Vn ) = Ф x 2,4 x Fu x db x tp ……(2.9) Ф Vn yang kecil adalah yang dipakai.
Balok Anak CS 300x100x5.5x8 Balok Induk
CS 600x200x8x13
Jumlah baut yang diperlukan : n =
∅ ...(2.10)
Syarat : Vu ≤ n x Ф V Kontrol jarak baut :
Jarak ke tepi = 1,5 db s.d ( 4 tp + 100mm) atau 200mm Jarak antar baut = 3 db s.d 15 tp atau 200mm
2.9.3 Sambungan Balok Induk dengan Kolom
Untuk menghubungkan kolom dengan balok, pada ujung balok di beri end plate, yang selanjutnya antara end plate dengan kolom disambung denganbaut/paku keling. End plate dihubungkan dengan las kepada ujung balok seperti diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 2.21 Detail End Plate Connection
Metode ini mengasumsikan bahwa sambungan yang menerima beban lentur tersebut akan berputar dengan titik putar pada baut terbawah sehingga baut-baut akan menerima beban tarik sedemikian rupa sehingga besarnya sebanding dengan jarak baut terhadap titik putarnya.
20
Mu = Tu1.d1 + Tu2.d2 + Tu3.d3 + Tu4.d4 ……(2.11) Kontrol Geser
Vu= Pu
n ……(2.12)
fuv = ……(2.13) Beban Tarik ( Interaksi Geser dan Tarik )
ft = ( 1,3. fub− 1,5. fuv ) ……(2.14) ft = fub = Tegangan Putus Baut
Td = 0,75 x fub x Ab ……(2.15) Mencari garis netral anggap di bawah baut terbawah
a = ……(2.16)
ØMn = 0,9 x fy x a x + Ʃ T. d ……(2.17) 2.10.3 Sambungan Pelat dengan Balok ( Sambungan Las )
Digunakan las te = Tebal las
h = d − 2 x ( tw + r ) ……(2.18) e A = 2 x ( h + b ) x te ……(2.19)
Ip = 2 x x b x h 2 + te x b x ……(2.20)
Akibat beban geser sentris
fu = ……(2.21) Akibat beban momen lentur
Sx = ⁄ ……(2.22)
h = ……(2.23) Tegangan total akibat geser dan momen lentur
ftot = √fu + h ……(2.24) Kekuatan Rencana Las
Øfn = ( ф x 0,6 x 70 x 70,3 ) ……(2.25)
ftot ≤ Øfn …OK!!
te ≥
Ø ……(2.26)
a ≥
, ……(2.27)
Syarat :
amin = 6 m m ( untuk ketebalan pelat t = 15 mm )
aeff ( las di badan ) = 1,41 x
, ……(2.28)
aeff ( las di sayap ) = 0,707 x
, …....(2.29)
23
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bagan Alur Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir
Tidak
Ya
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian START
Pengumpulan Data dan Studi Literatur Data Umum Bangunan dan Peraturan yang berkaitan
Pr eliminary Design
Pembebanan
1.Beban Hidup 3.Beban Gempa 2.Beban Mat 4.Beban Angin
Per modelan dan Analisa Struktur
1.Struktur Primer 2.Struktur Sekunder 3.Hubungan Balok Kolom
Kontrol Desain
Gambar Output Autocad
END
3.2 Metodologi Penyelesaian
Metodologi penyelesaian yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan Data
Mencari data umum bangunan dan data tanah Gedung Perkantoran Petrosida Gresik.
a) Data Umum Bangunan Awal
Nama Gedung : Gedung Perkantora Petrosida Gresik Lokasi : Jl. KIG Utara I Gresik
Fungsi : Perkantoran
Jumlah Lantai : 5 lantai ( 20 meter ) Zona Gempa : 3
Struktur Utama : Beton Bertulang
Sistem Struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
b)Data Bangunan Modifikasi
Nama Gedung : Gedung Perkantora Petrosida Gresik Lokasi : Jl. KIG Utara I Gresik
Fungsi : Perkantoran
Jumlah Lantai : 8 lantai ( 28 meter ) Zona Gempa : 6
Struktur Utama : Stuktur Baja (dengan menggunakan Castellated Beam)
Sistem Struktur : Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
25
c) Data Tanah
Tipe tanah : Tanah lunak 1. Studi Literatur
Melakukan studi referensi berupa : buku pustaka, jurnal konstruksi baja, penelitian terdahulu, serta peraturan mengenai perencanaan struktur gedung menggunakan Castellated Beam antara lain :
a. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983 b. SNI 03 – 1729 – 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur
Baja Untuk Bangunan Gedung
c. SNI 03 – 1726 – 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung
d. American Institute of Steel Construction-Load and Resistance Factor Design (AISC - LRFD)
e. Structural Steel Designer’s Handbook 4th edition
f. Browsing penelitian terdahulu dan jurnal tentang Castellated Beam melalui internet
2. Preliminary Design
Pada tahap ini dilakukan hal-hal seperti berikut ini : a. Memperkirakan dimensi awal dari elemen struktur
b. Penentuan mutu bahan yang digunakan dalam perencanaan 3. Pembebanan
Pembebanan struktur meliputi : a. Beban mati
b. Beban hidup
c. Beban angin d. Beban gempa
4. Permodelan dan Analisa Struktur Melaukan perhitungan struktur :
a. Struktur Primer (balok induk dan kolom) b. Struktur Sekunder (pelat, tangga, balok anak) 5. Kontrol Desain
Melakukan analisa struktur bangunan, dimana harus memenuhi syarat keamanan dan rasional sesuai batas-batas tertentu menurut peraturan. Dilakukan pengambilan kesimpulan, apakah design telah sesuai dengan syarat-syarat perencanaan dan peraturan angka keamanan, serta efisiensi. Bila telah memenuhi, maka dapat diteruskan ke tahap penggambaran. Bila tidak memenuhi harus melakukan re-design. 6. Output Gambar AutoCAD
Penuangan analisa dan perhitungan ke dalam gambar yang representatif
7. Kesimpulan 3.3 Peraturan
Peraturan yang digunakan dalam perencanaan adalah Standar ASCE yang berbasis AISC-LRFD, LRFD (Load and Resistance Factor Design), PPIUG (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung) 1983, SNI 03 – 1729 – 2002 dan SNI – 03 – 1726 - 2002.
27
3.4 Pembebanan
Pembebanan struktur meliputi:
3.4.1 Beban mati (PPIUG 1983 bab 2) Beban mati terdiri atas :
1. Berat sendiri dari bahan-bahan bangunan penting dan dari beberapa komponen gedung yang harus ditinjau di dalam menentukan beban mati dari suatu gedung, harus diambil menurut Tabel L.1 (terlampir).
2. Apabila dengan bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri yang menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai-nilai yang tercantum dalam Tabel L.1, maka berat sendiri tersebut harus ditentukan tersendiri dengan memperhitungkan kelembaban setempat, dan nilai yang ditentukan ini harus dianggap sebagai pengganti dari nilai yang tercantum dalam Tabel L.1 (terlampir) itu. Penyimpangan ini dapat terjadi terutama pada pasir (antara lain pasir besi), koral (antara lain koral kwarsa), batu pecah, batu alam, batu bata, genting, dan beberapa jenis kayu.
3. Berat sendiri dari bahan bangunan dan dari komponen gedung yang tidak tercantum dalam Tabel L.1 (terlampir) harus ditentukan tersendiri. 3.4.2 Beban hidup (PPIUG 1983 bab 3)
Beban hidup terdiri dari beban yang diakibatkan oleh pemakaian gedung dan tidak termasuk beban mati, beban konstruksi dan beban akibat fenomena alam (lingkungan).
3.4.3 Beban gempa (SNI – 03 – 1726 – 2002 Pasal 6.1.2) Perhitungan beban gempa dengan analisa beban dinamis.
Gaya geser dasar rencana total (V), ditetapkan sebagai berikut (SNI 03-1726-2002 Pasal 6.1.2):
t
Gaya geser dasar rencana total (V), tidak lebih besar daripada nilai berikut (SNI 03-1729-2002 Pasal 15.2-2):
t
T = Waktu getar alami struktur (detik) Wt = Berat total struktur (N)
I = Faktor kepentingan struktur yang ditetapkan oleh ketentuan yang berlaku dalam butir 3.1 dan 3.2
C = Faktor respon gempa yang didapat dari spectrum respons gempa rencana menurut gambar yang terdapat pada lampiran Gambar G.1 (terlampir)
Ca = Koefisien percepatan gempa yang ditetapkan oleh ketentuan dalam butir 3.1 dan 3.2
hn = Tinggi total struktur.
29
Pembatasan waktu getar alami fundamental (SNI – 03 – 1726 – 2002 Pasal 5.6 )
T1 < ς n dimana :
ς = Koefisien untuk wilayah gempa tempat struktur gedung berada. Tercantum dalam Tabel L.3 (terlampir)
n = Jumlah tingkat.
Berat total struktur Wt ditetapkan sebagai jumlah dari beban – beban berikut ini :
1. Beban mati total dari struktur bangunan.
2. Bila digunakan dinding pertisi pada perencanaan lantai maka harus diperhitungkan tambahan sebesar 0,5 Kpa
3. Pada gedung-gedung dan tempat-tempat penyimpanan barang maka sekurang-kurangnya 25% dari beban hidup rencana harus diperhitungkan.
4. Beban total dari seluruh peralatan dalam struktur bangunan harus diperhitungkan.
3.4.4 Beban Angin (PPIUG 1983 Bab 4) Beban angin dihitung sebagai berikut :
2
16
V p=
…(3.4)
dimana :
p = Desain tekanan angin (kg/m3) V = Kecepatan angin (m/dtk)
3.5 Kombinasi Pembebanan (SNI – 03 – 1729 – 2002 Pasal 6.2.2 )
Pembebanan struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di bawah ini :
1. 1.4D
2. 1.2D + 1.6L + 0,5 (La atau H)
3. 1.2D + 1,6 (La atau H) + (γL L atau 0.8W) 4. 1.2D + 1.3W + γL L + 0,5 (La atau H) 5. 1.2D + 1,0E + γL L
6. 0.9D ± (1.3W atau 1,0E) dimana :
D = Beban Mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi hermanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
L = Beban Hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
La = Beban Hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.
W = Beban Angin
E = Beban Gempa, yang ditentukn menurut SNI 03 – 1726 – 2002, atau penggantinya.
H = Beban Hujan, tidak termasuk diakibatkan oleh genangan air
31
3.6 Batasan Story Drift
Pada LRFD pasal 15.4.1 disebutkan drift dihitung berdasarkan respons simpangan inelastic maximum (Δ m).
Δ m = 0.7 × R × Δ s …(3.5) dimana:
R = faktor reduksi gempa. ( lihat lampiran tabel L.2 ) Δ s = respons statis simpangan elastis.
Displacement (LRFD pasal 15.4.2) terjadi ketika struktur dirancang akibat gaya lateral. Pembatasan story drift didasarkan pada periode dasar struktur, yaitu : 3.7 Kontrol Perhitungan Balok dan Kolom
3.7.1 Kontrol Perhitungan Balok Castellated
Kontrol Penampang (SNI 03 – 1729 - 2002 tabel 7.5 – 1)
fy fr
Untuk memenuhi persyaratan penampang harus masuk pada kategori penampang kompak.
• Penampang kompak (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.2.3)
λ≤λP
Mn =MP
• Penampang tidak kompak (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.2.4)
R
33
c. Parameter Opening :
1. po = (ao/ho) + (6ho/d) tidak boleh lebih dari 5.6; untuk balok baja. 2. po = (ao/ho) + (6ho/d) tidak boleh lebih dari 6.0; untuk balok komposit. Momen Lentur Nominal (eq. 3.2 ASCE journal page 3327)
Mu ≤φMn ( LRFD Pasal 8.1.1 )
Kontrol Kuat Geser (eq. 3.3a ASCE journal page 3317)
Persamaan Interaksi Lentur dan Geser untuk Profil Castellated (eq. 3.1 ASCE journal page 3317)
35
3.7.2 Kontrol Perhitungan Kolom Kontrol Penampang
Penampang tidak boleh termasuk dalam kategori penampang langsing : Pelat sayap : ; Pelat badan :
Dari nilai G, dapat diperoleh nilai kc (faktor panjang tekuk).
Amplifikasi Momen Struktur Portal (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 7.4.3.2) …(3.18)
Kontrol Komponen Tekan
E
37
Persamaan Interaksi Aksial-Momen (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 8.3.5)
a. Jika
39
3.8 Hubungan Balok Kolom
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 pasal 15.7.6 hubungan berikut ini harus dipenuhi pada sambungan balok ke kolom:
∑∑
> 1
Dimana :
∑ adalah jumlah momen – momen kolom di bawah dan di atas sambungan pada pertemuan antara as kolom dan as balok. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal kolom, termasuk voute bila ada, di atas dan di bawah sambungan pada as balok dengan reduksi akibat gaya aksial tekan kolom. Diperkenankan untuk mengambil ∑M = ∑Zc fyc−
. Bila as balok – balok yang bertemu di sambungan tidak membentuk satu titik maka titik tengahnya dapat digunakan dalam perhitungan.
∑ adalah jumlah momen balok – balok pada pertemuan as balok dan as kolom. ∑ ditentukan dengan menjumlahkan proyeksi kuat lentur nominal balok di daerah sendi plastis pada as kolom. Diperkenankan untuk mengambil
∑M = ∑( 1,1RyMp− My), dengan My adalah momen tambahan akibat
amplifikasi gaya geser dari lokasi sendi plastis ke as kolom.
Agadalah luas penampang bruto kolom
fyc adalah tegangan leleh penampang kolom
Momen pada ke dua ujung kolom :
∑M = 2 x Z x ( fyc− ) …(3.40)
Momen pada balok induk : Kontrol syarat strong column weak beam :
∑M = M + M …(3.43)
Syarat : ∑∑ > 1 …(3.44) 3.8.1 Daerah Panel Hubungan Balok Kolom
3.8.1.1 Gaya Geser Rencana pada Daerah Panel
Berdasarkan SNI 03 – 1729 – 2002 pasal 15.7.2.3, Gaya geser berfaktor Vu pada daerah panel ditentukan berdasarkan momen lentur balok sesuai dengan kombinasi pembebanan 1,2DL + L + E dan 0,9DL + E. Namun Vu tidak perlu melebihi gaya geser yang ditetapkan berdasarkan 0,8∑Ry. Mp dari balok – balok yang merangka pada sayap kolom disambungan. Kuat geser rencana ϕVn panel ditentukan menggunakan persamaan berikut :
Bila Nu ≤ 0,75Ny, = 0,6 1 + …(3.45)
tp adalah tebal total daerah panel, termasuk pelat pengganda dc adalah tinggi keseluruhan penampang kolom
bcf ada lah lebar sayap kolom
41
db adalah tinggi bruto penampang balok
fy adalah tegangan leleh bahan baja pada daerah panel Kapasitas aksial kolom :
0,75Ny = 0,75 x Ag x fy …(3.45)
Kontrol gaya aksial kolom :
Nu > 0,75Ny , apabila hasilnya Nu < 0,75Ny maka digunakan rumus:
= 0,6 1 + …(3.45)
3.8.1.2 Gaya Geser yang Ter jadi pada Daerah Panel
Gaya geser yang terjadi pada daerah panel pada daerah gempa tinggi merupakan gaya geser akibat momen kapasitas balok dan kolom.
Perhitungan Momen pada balok dan kolom
M = ( 1,1 x Ry x Mp )
Gaya geser daerah panel
V = T1 + C2 − Vk …(3.49)
Kontrol gaya geser pada daerah panel :
Gaya geser daerah panel harus memenuhi syarat > V. Apabila hasil perhitungan tidak memenuhi syarat atau < V , dimana kapasitas geser daerah panel tidak mencukupi maka perlu adanya penebalan pelat panel.
Besar penebalan pelat daerah panel adalah sebagai berikut :
t =
x tp
…(3.50)
3.9 Sambungan
Dalam perencanaan sambungan harus disesuaikan dengan bentuk struktur agar perilaku yang timbul nantinya tidak menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk pada bagian lainnya. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Gaya-gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan.
• Deformasi sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan.
• Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja.
3.9.1 Klasifikasi Sambungan :
Pada sambungan antar elemen digunakan jenis End Plate Connection adalah sambungan yang dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut di antara komponen-komponen struktur yang akan disambung.
43
HBK Interior HBK Eksterior Gambar 3.3 Sambungan pada Hubungan Balok Kolom 3.9.2 Sambungan Baut
Kuat Geser øRnv = ø x fv x Ab x m …(3.51)
Kuat Tumpu øRnt = ø x 1.8 fy x db x tp …(3.52)
Diambil mana yang lebih kecil nilainya
Jumlah Baut (n) =
n u
R V
φ
…(3.53)Kontrol Jarak Baut (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.4) Jarak tepi minimum = 1.5 x db
Jarak tepi maksimum = (4 tp + 100 mm) atau 200 mm Rak minimum antar baut = 3 x db
Jarak maksimal antar baut = 15 x tp atau 200mm 3.9.3 Sambungan Las (SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.5.3.10)
Las sudut yang memikul gaya terfaktor per satuan panjang las, Ru, harus memenuhi : Ru≤ φ Rnw dengan,
φ f Rnw= 0,75tt (0,6 fuw) (las) …(3.54)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.5-3a)
φ f Rnw= 0,75tt (0,6 fu) (bahan dasar) …(3.55)
(SNI 03 – 1729 – 2002 Pasal 13.5-3b)
φ f = 0,75 faktor reduksi kekuatan saat fraktur dimana :
fuw= tegangan tarik putus logam las (MPa) fu = tegangan tarik putus bahan dasar(MPa)
tt = tebal rencana las (mm)
45
” halaman ini sengaja dikosongkan”
45 BAB IV
PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER
Perencanaan struktur sekunder meliputi struktur pelat atap balok anak, dan tangga. 4.1. Pelat Atap ( lantai 8 )
4.1.1. Beban Berguna ( Super Imposed Load ):
Beban berguna dalam tabel Perencanaan Praktis adalah jumlah beban hidup dan beban-beban finishing lainnya.
1. Beban hidup : ( Menurut PPIUG 1983 ) Beban Lantai atap = 1000 N/m2 2. Beban Finishing:
Aspal = 2 cm x 14 = 280 N/m2
Plafon = 110 N/m2
Penggantung = 70 N/m2
Sanitasi = 200 N/m2
Plumbing = 100 N/m2
+ Maka, Beban Berguna = 1760 N/m2
Berdasarkan tabel Perencanaan Praktis ( Brosur Lysaght ) :
Direncanakan menggunakan bondex, tebal 0,75 mm untuk bentang menerus dengan tulangan negatif.
• Bentang = 2 m ( menggunakan 1 baris penyangga )
• Tebal plat = 9 cm
• Tul.Negatif = 1,67 cm2/m 4.1.2 Pembebanan Pelat Atap
1. Beban hidup :
Lantai atap (qL) = 1000 N/m2
2. Beban mati :
Berat pelat bondek = 101 N/m2 Berat beton = 0,09 x 2400 = 2160 N/m2 Aspal = 2 cm x 14 = 280 N/m2 Spesi (semen) = 2 cm x 21 = 420 N/m2
Plafon = 110 N/m2
Penggantung = 70 N/m2
Sanitasi = 200 N/m2
Plumbing = 100 N/m2
+
qD = 4441 N/m2
Kombinasi Pembebanan (qU) : qU = 1,2qD + 1,6 qL
= 1,2(4441) + 1,6(100) = 6929,2 N/m2 = 6,929 kN/m2 3. Perencanaan Tulangan
Dipakai tulangan Ø 8 (As = 0,5024 cm ) Jumlah tulangan yang dibutuhkan tiap 1 m :
• = . = ,
,
= 3,324 buah ≈4 buah
47
• Jarak antar tulangan tarik per meter
= 1000
4 = 250
• Jarak tul.vertikal ( decking ) = 20 mm
Jadi, dipasang tulangan (tarik) negatif Ø8-250
Gambar 4.1 Penulangan Bondek Atap
4.2. Pelat Lantai
4.2.1. Beban Berguna ( Super Imposed Load )
1. Beban hidup : ( Menurut PPIUG 1983 )
Beban Lantai Perkantoran (qL) = 2500 N/m2
2. Beban Finishing:
Tegel = 2 cm x 24 = 480 N/m2
Spesi = 2 cm x 21 = 420 N/m2
Plafon = 110 N/m2
Penggantung = 70 N/m2
Sanitasi = 200 N/m2
Plumbing = 100 N/m2
+
Maka, Beban berguna = 3880 N/m2
Berdasarkan tabel Perencanaan Praktis ( Brosur Lysaght ) :
Direncanakan menggunakan bondek, tebal 0,75 mm untuk bentang menerus
dengan tulangan negatif.
• Bentang = 2 m ( menggunakan 1 baris penyangga )
• Tebal plat = 11 cm
• Tul.Negatif = 4,09 cm2/m
4.2.2 Pembebanan Pelat Lantai
1. Beban hidup :
Lantai Perkantoran (qL) = 2500 N/m2
2. Beban mati :
Berat pelat bondek = 101 N/m2
Berat beton = 0,11 x 2400 = 2640 N/m2
Tegel = 2 cm x 24 = 480 N/m2
Spesi = 2 cm x 21 = 420 N/m2
Plafon = 110 N/m2
Penggantung = 70 N/m2
Sanitasi = 200 N/m2
Plumbing = 100 N/m2
+
qD = 6621 N/m2
Kombinasi Pembebanan (qU) :
qU = 1,2qD + 1,6 qL
= 1,2(6621) + 1,6(2500) = 11945,2 N/m2 = 11,945 kN/m2
49
3. Perencanaan Tulangan
Dipakai tulangan Ø 8 (As = 0,5024 cm )
Jumlah tulangan yang dibutuhkan tiap 1 m :
• N = . = ,
,
= 8,140 buah ≈8 buah
• Jarak antar tulangan tarik per meter
S = 1000
4 = 125 mm
Jarak tul.vertikal ( decking ) = 20 mm
Jadi, dipasang tulangan (tarik) negatif tumpuan Ø8-125
Gambar 4.2 Penulangan Bondek Lantai
4.3. Perencaan Balok Anak
Balok anak berfungsi untuk membagi luasan lantai agar tidak terlalu lebar
sehingga kekakuannya lebih baik. Balok anak menumpu diatas dua tumpuan
sederhana.
4.3.1. Data Perencanaan Balok Anak Menggunakan Profil Castellated Beam :
Profil WF 200 x 100 x 5.5 x 8
Mutu baja BJ.41 , fy = 250 Mpa = 250000 kN/m2
W = 0,213 kg/m r = 11 mm
d = 200 mm Ix = 1840 cm4
tw = 5,5 mm θ = 60º
bf = 100 mm Sx = 184 cm3
tf = 8 mm h = d – 2(tf + r ) = 162 mm
Gambar 4.3 Pembebanan Balok lantai
4.3.1.1 Kontrol Penampang
• Pelat Sayap
λ = = = 6.25
λ = =
√ = 10,75
λ < λp Penampang Kompak (OK)
• Pelat Badan
λ = h
t =
162
5.5 = 29.45
λ = 1680
f =
1680
√250= 106,25
λ < λp Penampang Kompak (OK)
51
4.3.2. Perhitungan Dimensi Profil Castellated
( Berdasarkan JurnalOpened Web Expanded Beams and Girder )
Asumsi, K1 = 1,5
h = d (K1 – 1 )
= 200 ( 1,5 – 1 ) = 100 mm
dg = d + h = 200 + 100 = 300 mm
b = =
, = 57.80
dt = − = ( )− 100 = 42
ho = 2h = 200 mm
e = 0,25 ho = 50 mm
ao = 2b + e = 165,6 mm
Gambar 4.4 Pot. Memanjang Castellated Beam
ao ho dg
Gambar 4.5 Pot. Melintang Castellated Beam
Maka, profil wide flange menjadi profil Castellated dengan data-data sebagai
berikut :
dg = 300 mm = 200 mm
tw = 5,5 mm ao = 165,6 mm
bf = 100 mm r = 11 mm
tf = 8 mm h = dg – 2(tf + r ) = 262 mm
4.3.2.1. Mencari Ix dan Zx pada profil castellated
• Momen inersia tanpa lubang
= 1
12 − 2
1 12
−
2 − 2
= 225000000 – 7.875 x 73560059
= 44612856 mm4
= 0,0004461 m4
53
• Momen inersia berlubang
= 1
= 225000000 – 7.875 x 73560059 – 270569,376
= 44020152 mm4
2 = 4431,65 = 0,0004431
4.3.3. Pembebanan Tributary Area
Beban Segitiga
Penurunan rumus :
P = ½ x b x qa
P = ½ x b/2 x P = ¼ x P x b
Mmax = P1 x ( b/2 – 1/3 x b/2 )
= ¼ x P x B x ( b/3 )
= ¼ x ( 1/2 x b x qa ) x b x b/3
Meq max = 1/8 x qeq xb
Mmax = Meq-max
55
1/24 x qa x b = 1/8 x qeq xb
qeq = 1/3 x qa x b
qeq = 1/3 x qa x b
Beban Trapesium
P2 = P x ( Ly – b ) / 2
Meq max = 1/8 x qeq x L
Mmax = Meq – max
qeq = 1/2 x qa x Lx ( 1 – 1/3 x L / L )
Perhitungan pembebanan balok anak menggunakan tributary trapesium :
1. Beban mati :
qDeq = 2 x ½ x qa x Lx ( 1 – 1/3 x L / L )
= 2 x ½ x 6,621 x 4 ( 1 – 1/3 x 2 / 4 )
= 4,15 kN/m
2. Beban hidup :
Lantai Perkantoran (Tabel 3.1 PPIUG 1983) = 250 kg/m2 = 2,5 kn/m2
qLeq = 2 x ½ x qa x Lx ( 1 – 1/3 x L / L )
= 2 x ½ x 2,5 x 4 ( 1 – 1/3 x 2 / 4 )
= 1,67 kN/m
Kombinasi Beban :
qU = 1,2qD x 1,6qL
= (1,2 x (4,15 + 0,213)) + (1,6 x 1,67)
= 5,23 + 2,67
= 7,89 kNm
Mu = ⅛ x qu x L2 = ⅛ x 7,89 x (4)2
= 15,79 kNm
Vu = ½ x qu x L = ½ x 7,89 x 4
= 15,79 kNm
4.3.4 Kontrol Penampang :
• Pelat Sayap
λ = b 2t =
100 2x8 =
100
16 = 6,25
57
λ = 170 f =
170
√250 = 10,75
λ < λp Penampang Kompak (OK)
• Pelat Badan ( ketika solid )
λ = h
t =
200
5,5 = 36,36
λ = 1680
f =
1680
√250 = 106,25
λ < λp Penampang Kompak (OK)
Dari kombinasi pembebanan didapat,
Mu = 15,79 kNm
Karena penampang kompak, maka : Mn = Mp
Mn = fy x Zx
= 250000 x 0,002895
= 723,75 kNm
Φ Mn = 0,9 x 723,75
= 651,375 kNm
Φ Mn ≥ Mu
651,375 kNm ≥ 15,79 kNm (OK)
• Pelat Badan ( ketika berlubang )
λ = dT
t =
42
8 = 5,25
λ = 170 f =
170
√250 = 10,75
λ = 370
f − f =
370
√250− 70 = 27,57
Didapat, λ < λp Penampang Kompak (OK)
Karena penampang kompak, maka :
Δ As = ho x tw
= 20 x 0,55
= 11 cm2 = 0,011 m2
Momen Lentur Nominal (berdasarkan ASCE J ournal of Structural Engineering
Vol.118, No.12 page 3327)
Mn = M − f xΔ As ( + e)
= 723,75 – 250 x 0,011 ( + 50)
= 448 kNmm = 0,448 kNm
Φ Mn = 0,9 x 0,448 kNm
= 0,403 kNm
Φ Mn ≥ Mu
0,403 kNm ≥ 15,79 kNm (OK)
59
Kontrol Tekuk Badan (berdasarkan ASCE Journal of Structural Engineering
Vol.118, No.12 page 3319)
• ≤
( nilai 5,6 adalah untuk balok baja non komposit )
Untuk tee atas dan bawah :
V = f x t x dt
√3 =
250x 5,5 x 42
√3 = 33341,98 N = 333,42 kN
μ = 0
v = a
d =
165,6
42 = 3,94
√6 + μ
v + √3 = 0,43 ≤1,0 ……
V = √6 + μ v + √3 V
= 0,43 x 333,42
= 143,37 kN
Vnt ≤ Vpt 143,37 kn ≤ 333,42 ...(OK)
Vn = ∑ Vnt = 2 x Vnt = 666,83 kN
Φ Vn = ∑ Vnt = 0,9 x Vn = 0,9 x 666,83
= 600,16 kN
Φ Vn ≥ Vu
600,16 kN ≥ 15,79 kN ... OK
4.3.5 Persamaan Interaksi :
M
Ф M +
V
Ф V ≤1,0
= 157982
527602,5 +
1579,82
60015,56 ≤1,0
61
= 0,059 ≤ 1,0 ... OK
4.3.6 Kontrol Jarak Antar Lubang :
S = 2 (b+e) = 2 (57,8 + 50) = 215,6 mm
4.3.7 Kontrol Lendutan
1,11cm
Jadi, Profil Balok Anak dipakai Castellated Beam 300 x 100 x 5,5 x 8
4.4 Perencanaan Tangga
Gambar 4.6 Denah Tangga
Gambar 4.7 Potongan Tangga
63
4.4.1. Data – data Perencanaan Tangga :
Tanjakan (t) = 18 cm
Lebar injakan (i) = 30 cm
Tebal plat anak tangga = 3 mm
Tebal plat bordes = 6 mm
Lebar bordes = 150 cm
Lebar tangga = 120 cm
Tinggi per lantai = 400 cm
Tinggi Bordes = 200 cm
Sudut kemiringan (α) = arc tan (20/30) = 34º
Syarat sudut kemiringan : 25º ≤ α ≤ 40º = 25º ≤ 27º ≤ 40º
Syarat perencanaan tangga :
60 cm ≤ 2t + i ≤ 65 cm
60 cm ≤ (2 x t) + 30 ≤ 65 cm
(2 x 18) + 30 = 60 cm
66 cm ≤ 65 cm ...( OK )
Jumlah antrid
=
20018=
11 buahJumlah oprid = 11 - 1 = 10 buah
4.4.2. Pelat Anak Tangga :
Gambar 4.8 Tampak Anak Tangga
4.4.2.1. Pembebanan plat anak tangga :
1. Beban mati :
Berat sendiri baja = 78500 N/m
Tebal pelat = 3 mm = 0,003 m
Lebar tangga = 1,20 m
+
qD = 78500 x 0,003 x 1,20
= 283 N/m = 0,283 kN/m
2. Beban hidup :
Tangga (Tabel 3.1 PPIUG 1983) = 300 kg/m2 = 3 kN/m2
qL = 0,3 x 3= 0,9 kN/m
Kombinasi Beban :
qU = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 0,283) + (1,6 x 0,9)
= 1,78 kN/m
Mu = ⅛ x qu x L2 = ⅛ x 1,78 x (0,6)2
= 0,8 kNm
Profil siku 45x45x5
60 cm 30 cm
65
4.4.2.2. Kontrol Lendutan
fijin=
4.4.3. Pengaku Pelat Anak Tangga
Direncanakan memakai profil siku L 50 x 50 x 6
Mutu baja , fy = 250 Mpa = 250 N/mm2 = 250000 kN/m2
h = b = 45 mm t = 6 mm
w = 0,047 kN/m Ix = 13,1257 cm4 = 0,000001313 m4
Zx = 6,7015 cm3 =0,000067 m3
4.4.3.1. Pembebanan
1. Beban Mati (1/2 lebar injakan)
Tebal pelat = 3mm = 0,003 m
Berat pelat = 7850 x 0,003 x 0,150 = 47,1 N/m
Berat profil = 44,7 N/m
+
= 91,8 N/m
Alat Penyambung 10% = 9,18 N/m
+
qD = 100,098 N/m
Kombinasi pembebanan :
VD = ½ x qD x L = ½ x 0,1 x 6
= 0,3 kN
MD = ⅛ x qD x L2 = ⅛ x 0,1 x (6)2
= 0,45 kN
2. Beban Hidup
Beban Hidup Terpusat
Beban hidup pada anak tangga adalah sebagai berikut :
67
a. Kondisi Beban Terpusat
Gambar 4.9 Distribusi Beban Hidup Terpusat (Kondisi 1)
P1 = 1000 N
VL (terpusat) = (2 x P1)/2
= ( 2 x 1000 )/2
= 1000 N
ML (terpusat) = Mmax (terpusat)
= ¼ x P1 x L
= ¼ x 1000 x 0,6
= 150 Nm
Beban Hidup Terbagi Rata
qL = 3 x 0,15 = 0,45 kN/m
VL (terbagi rata) = 1/2 x qL x L
= 1/2 x 0,45 x 0,6
= 0,135 kN
ML (terbagi rata) = Mmax (terbagi rata)
= 1/8 x qL x L2
= 1/8 x 0,45 x (0,6)2
= 0,02 kN
Sehingga :
4.4.3.3. Kontrol Penampang Profil
• Pelat Sayap
69
Karena penampang kompak, maka :
Mn = Mp
Mn = fy x Zx = 250000 x 0,000067
= 16,75 kNm
Φ Mp = 0,9 x 16,75
= 15,075 kNm
Φ Mp ≥ Mu
15,075 kNm ≥ 0,572 kNm... OK
4.4.3.4. Kontrol Kuat Geser
h t =
45 6 = 7,5
h t≤
1100 fy
( plastis)
1100
f =
1100
√250 = 69,57
Vn = 0,6 x fy x Aw
= 0,6 x 250 x ( 5 x 0,6 + 5 x 0,6 )
= 9000 N = 9 kN
Φ Vn = 0,9 x 9
= 8,1 kN
Φ Vn ≥ Vu
8,1 kN ≥ 0,576 kN... OK
4.4.4. Pelat Bordes
Pelat bordes menggunakan pelat baja t = 3 mm. b = 1000 mm
Mutu baja BJ 37
fy = 240 Mpa = 240 N/mm2
fu = 370 Mpa = 370 N/mm2
Sx = 1/6 x b x t2
= 1/6 x 1000 x 32 = 1500 mm3
4.4.4.1 Pelat Bondek
1. Beban Hidup ( tabel 3.1 PPIUG 1983 )
Beban hidup bordes (qL) = 300 kg/m2 = 3 kN/m2
2. Beban Mati
Berat sendri baja = 7850 kg/m3 = 78,5 kN/m3
Berat sendiri pelat bordes = 78,5 x 0,003 x 1 = 0,236 kN/m
qU = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 0,236) + (1,6 x 3)
= 0,2832 x 4,8
= 1,359 kN/m
Mu = 1/8 x qU x L2
= 1/8 x 1,359 x 0,62
= 0,0611 kNm
Mn = fy x Sx
71
= 240 x 1500
= 360000 Nmm = 0,36 kNm
Φ Mn = 0,9 x Mn
= 0,9 x 0,36
= 0,324 kNm
Φ Mn ≥ Mu
0,324 kNm ≥ 0,0611 kNm... OK
4.4.5. Balok Tangga
Direncanakan :
WF 200 x 100 x 5,5 x 8
Mutu baja , fy = 250 Mpa =250 N/mm2 = 250000 kN/m2
w = 21,3 kg/m r = 11 mm
d = 200 mm Ix = 1840 cm4
tw = 5,5 mm Zx = 200 cm3
bf = 100 mm α = 60º
tf = 8 mm Sx = 184 cm3
iy = 2,22 cm Ag = 27,16 cm2
h = d – 2(tf + r ) = 162 mm
4.4.5.1 Pembebanan
a. Pada Tangga
1. Beban mati :
Berat pelat = (78500 x 0,6 x 0,004 ) = 188,4 N/m
Berat profil siku = ( 44,7 x 0,6 x 0,3 ) = 8,05 N/m
Berat profil WF = cosαW =cos 34213 = 256,9 N/m
+
= 521,85 N/m
Alat penyambung 10% = 521,85 N/m
+
qD = 574,03N/m
2. Beban hidup :
qL = 0,6 x 3 = 1,8 kN/m
qU1 = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 0,574) + (1,6 x 1,8)
= 3,568 kN/m
a. Pada Bordes
1. Beban mati :
Berat pelat bordes = 4239 N/m
Berat profil balok tangga = 213 N/m
+
= 4452 N/m
Alat penyambung 10% = 445,2 N/m
+
qD = 4897,2 N/m
2. Beban hidup :
qL = 0,6 x 3 = 1,8 kN/m
qU2 = 1,2qD + 1,6qL
73
= (1,2 x 4,897) + (1,6 x 1,8)
= 10,677 kN/m
Gambar 4.11 Distribusi Beban Tangga
ΣMA = - RB (4,5) + qu1(3)(1,5) + qu2 (1,5)(3,75) = 0
R = 3,568 (4,5) + 10,677 (5,625)
4,5 = 16,91 kN
ΣMB = RA (4,5) - qu1(3)(3) - qu2 (1,5)(0,75) = 0
R = 3,568 (9) + 10,677 (1,125)
4,5 = 9,8 kN
ΣV = RA + RB - qu1(3) - qu2 (1,5)
= 9,8 + 16,91 - 10,71 - 16
= 0 ...OK
Momen maksimum pada bentang A-C adalah :
MX = RAX – ½ qu1 X2
= 1860,28 X – (½ x 1067,664 X2)
Momen maksimum terjadi bila = 0
1860,28 – 1067,664 X = 0
X = ,
, = 1,74
Mmax = 18,60 (1,74) – (½ x 10,68 (1,74)2)
= 16,21 kNm
Momen maksimum pada bentang B-C adalah :
Momen maksimum terletak pada titil C ( X= 1,5 dari kanan)
MC KANAN = RBX – ½ qu2 X2
= 16,91 (1,5) – (½ x 10,667 (1,5)2)
= 13,36 kNm
MC KIRI = RAX – ½ qu1 X2
= 9,8 (3) – (½ x 3,568 (3)2)
= 13,36 kNm
MC KANAN = MC KIRI = 13,36 kNm
Gaya lintang pada bentang A-C adalah :
X = 0 m
DA = RA x cos 34º
= 9,8 x cos 34º = 81,24 kN
X = 3 m
DC KIRI = RA x cos34º–qu1(LAC) x cos34º
= 9,8 x cos34o – (3,568 (3) x cos34º)
= - 0,749 kN
75
Gaya lintang pada bentang B-C adalah :
DC KANAN = RB– qu2(LCB)
= 16,91 – (3,568(1,5))
= 11,558 kN
X = 4,5 m
DBMAX = RB = 16,91 kN
Gaya lintang pada bentang B-C adalah :
NA = -RA x sin 34º
= 9,8 x sin 34º = 54,8 kN
NC KIRI = -RA x sin 34º+ qu1(LAC) x sin 34º
= -9,8 x sin 34º + (3,568(3) x sin 34º)
= 11,46 kN
DC KANAN-B = 0
4.4.5.2 Kontrol Penampang Profil
• Pelat Sayap
λ = b 2t =
100 2x8 =
100
16 = 6,25
λ = 170 f =
170
√250 = 10,75
λ < λp Penampang Kompak (OK)
• Pelat Badan
λ = h
t =
162
5,5 = 29,5
λ = 1680
f =
1680
√250 = 106,25
λ < λp Penampang Kompak (OK)
4.4.5.3 Kontrol Tekuk Lateral
Lb = ( + )
= (15 + 30 )
= 33,5 cm
Lp = 1,76 iy
= 1,76 x 2,22 = 110,512 cm
Lb < Lp = Bentang Pendek
Karena bentang pendek, maka :
Mn = Mp
Mn = fy x Zx = 250000 x 0,0002
= 50 kNm
Φ Mn = 0,9 x 50
= 45 kNm
Φ Mn ≥ Mu
45 kNm ≥ 20,63 kNm... OK
77
4.5.4. Kontrol Kuat Geser
=
, = 29,5
h t≤
1100 fy
( plastis)
1100 fy =
1100
√250= 69,57
Vn = 0,6 x fy x Aw
= 0,6 x 250000 x ( 0,005 x 0,162 )
= 121,5 kN
Φ Vn = 0,9 x 121,5
= 109,35 kN
Φ Vn ≥ Vu
109,35 kn ≥ 26,71 kn... OK
4.4.5.5. Kontrol Interaksi Tekan dan Lentur
L = √3002+ 2002
= 360,55 cm
kc = 1 ( sendi-sendi )
λ =
= 1 335,41 2,22
2500 2000000
= 1,68 → λc ≥ 1,2
ɷ = 1,25 λc2 = 3,53
4.5. Perencanaan Balok Lift
Perencanaan balok lift meliputi balok-balok yang berkaitan dengan ruang
mesin lift, yaitu yang terdiri dari balok penumpu dan balok penggantung lift.
79
Untuk lift pada bangunan ini menggunakan lift yang diproduksi oleh PT.
Hyundai Elevator CO., LTD, dengan data-data sebagai berikut :
Type lift : Office Elevator
Merk : Hyundai
Kapasitas : 6 orang ( 450 kg )
Lebar pintu ( opening width ) : 800 mm
Dimensi sangkar ( car size ) : Inside 850 x 1400 mm
Outside 1060 x 1460 mm
Dimensi ruang luncur : 1400 x 2200 mm
Dimensi ruang mesin : 2600 x 2900 mm
Beban reaksi ruang mesin :
R1 = 3750 kg ( Berat mesin penggerak + beban kereta + perlengkapan )
R2 = 2600 kg ( Berat bandul pemberat + perlengkapan )
4.5.1 Balok Penggantung Lift
1. Beban yang bekerja pada balok penumpu
Beban yang bekerja merupakan beban akibat dari mesin penggerak lift +
berat kereta dari mesin luncur + perlengkapan, juga akibat bandul pemberat +
perlengkapan.
2. Koefisien kejut beban hidup oleh keran
Pasal 3.3.(3) PPIUG 1983 menyatakan bahwa beban keran yang membebani
struktur pemikulnya terdiri dari berat sendiri keran ditambah muatan yang
diangkatnya, dalam kedudukan keran induk dan keran angkat yang paling
menentukan bagi struktur yang ditinjau. Sebagai beban rencana harus diambil
beban keran tersebut dengan mengalikannya dengan suatu koefisien kejut
yang ditentukan dengan rumus berikut :
Ψ = ( 1 + k1 x k2 x V ) ≥ 1,15
Dimana :
Ψ = koefisien kejut yang nilainya tidak boleh diambil kurang dari 1,15.
V = kecepatan angkat maksimum dalam m.det pada pengangkatan
muatan maksimim dalam kedudukan keran induk dan keran angkat
yang paling menentukan bagi struktur yang ditinjau dan nilainya
tidak perlu diambil lebih dari 1,00 m/det.
k1 = koefisien yang bergantung pada kekakuan struktur keran induk,
yang untuk keran induk dengan struktur rangka, pada umumnya
nilainya dapat diambil sebesar 0,6.
K2 = koefisien yang bergantung pada sifat mesin angkat dari keran
angkatnya dan diambil sebesar 1,3.
Jadi, beban yang bekerja pada balok adalah :
P = ∑R x Ψ
= (37,50 + 26 ) x ( 1 + 0,6 x 1,3 x 1 )
= 113,03 kN ( beban terpusat lift )
81
Gambar 4.13 Denah Lift
4.5.1.1Data-data Perencanaan
Direncanakan :
WF 200 x 100 x 5,5 x 8
Mutu baja BJ 41 , fy = 250 Mpa = 250 N/mm2 = 250000 kN/m2
w = 21,3 kg/m r = 11 mm
d = 200 mm Ix = 1840 cm4
tw = 5,5 mm Zx = 200 cm3
bf = 100 mm α = 60º
tf = 8 mm Sx = 184 cm3
iy = 2,22 cm Ag = 27,16 cm2
h = d – 2(tf + r ) = 162 mm
Panjang balok penggantung (L) = 0,95 m
4.5.1.2 Pembebanan Balok Penggantung Lift
1. Beban mati :
Berat profil = 213 N/m
Berat bondek = 101 x (1/2 x 1,25) = 63,13 N/m
Beton = 0,09 x 24000 x 0,625 = 1350 N/m
+
= 1626,13 N/m
Penggantung 10% = 162,6 N/m
+
qD = 1788,73 N/m
2. Beban hidup :
(Tabel 3.1 PPIUG 1983)
Beban hidup pada atap = 1000 N/m2
qL = ½ x 1,25 x 1000 = 625 N/m
Kombinasi Beban :
P = 113,03 kN
qu = 1,2qD + 1,6qL
= (1,2 x 1,79) + (1,6 x 0,625) = 2,78 kN/m
83
Dari persamaan didapat MB = 97,5 kN
Va = Vb = x 56,51 kN = 28,25 kN
MMAX = ( x 56,51 x 0,95) + ( x 2,79 x 0,95 )
= 13,42 + 0,63 = 14,05 kNm
4.5.1.3 Kontrol Penampang
• Pelat Sayap
Dari kombinasi pembebanan didapat,
Mu = 13,42 kNm
Karena penampang kompak, maka : Mn = Mp
Mn = Fy x Zx
= 250000 x 0,0002 = 50 kNm
Φ Mn = 0,9 x 50
= 45 kNm
Φ Mn ≥ Mu
45 kNm ≥ 13,42 kNm ... OK
4.5.1.4 Kontrol Kuat Geser
λ = =
, = 29,45
λ p = 1100f
y =
1100
√250= 69,57
h tw ≤
1100 fy
= Plastis
Vn = 0,6 x Fy x Aw
= 0,6 x 250000 x (0,05 x 0,2)
= 150 kN
Φ Vn = 0,9 x 150 = 135 kN
Φ Vn ≥ Vu
135 kN ≥ 28,25 kN ... OK
4.5.1.5 Kontrol Lendutan
0,53cm
360 190 360
L
f = = =
85
Jadi, Profil Balok Penggantung Lift dipakai Profil WF 200 x 100 x 5,5 x 8
4.5.2 Balok Penumpu Lift
4.5.2.1 Data-data Perencanaan
Panjang balok penumpu (L) = 1,45 m
4.5.2.2 Pembebanan Penumpu Lift
Beban reaksi perletakan balok penggantung lift
Va = Vb = ½ x 56,52 x 2
4.5.2.3 Kontrol Penampang
• Pelat Sayap
87
Dari kombinasi pembebanan didapat,
Mu = 42,38 kNm
Karena penampang kompak, maka : Mn = Mp
Mn = Fy x Zx
= 250000 x 0,000296 = 74 kNm
Φ Mn = 0,9 x 74
= 66 kNm
Φ Mn ≥ Mu
66 kNm ≥ 42,38 kNm … (OK)
4.5.2.4 Kontrol Kuat Geser
λ = h
t =
91
6 = 15,17
λ p = 1100 fy
= 1100
√250= 69,57
h tw ≤
1100 fy
PLASTIS
Vn = 0,6 x Fy x Aw
= 0,6 x 250000 x (0,006 x 0,2)
= 180 kN
Φ Vn = 0,9 x 180 kN
= 162 kN
Φ Vn ≥ Vu
Jadi, Profil Balok Penumpu Lift dipakai Profil WF 200 x 150 x 6 x 9
89 BAB V
PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR PRIMER
5.1 Umum
Merencanakan beban gempa adalah bertujuan untuk mendapatkan beban
gempa yang sesuai dengan peraturan untuk dibebankan kedalam struktur gedung.
Beban gempa rencana dicek terhadap kontrol – kontrol sesuai peraturan gempa yaitu
SNI 03-1726-2002, dimana kontrol – kontrol tersebut terdiri dari kontrol nilai gaya
geser dasar (base shear), waktu getar alami fundamental (T), dan simpangan (drift).
5.2 Pembebanan
Untuk mendapatkan beban gempa yang sesuai dengan SNI 03-1726-2002,
maka terlebih dahulu dicek besarnya Vdinamis yang telah didapatkan dengan bantuan
program ETABS v9.7.1 dan membandingkan besaran Vdinamis tersebut dengan Vstatis yang akan diperhitungkan di bawah ini sesuai dengan SNI 03-1726-2002 Ps.6.1, dan
nilai Vstatis ini harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung ke masing – masing
lantai sesuai SNI 03-1726-2002 Ps.6.1.2
5.2.1 Data Gedung
Data – data gedung yang akan dibutuhkan dalam penghitungan Vstatis adalah
sebagai berikut,
- Mutu baja : BJ41
- Mutu beton ( fc’ ) : 25MPa
- Tinggi tipikal lantai : 4,25 m
- Tebal pelat bondek lantai 1 – 6 : 11 cm
- Tebal pelat bondek lantai atap : 9 cm
- Profil balok induk 1 : Castellated beam 675 x 200 x 9 x 14
- Profil balok induk 2 : Castellated beam 450 x 150 x 6,5 x 9
- Profil balok induk 3 : Castellated beam 225 x 75 x 5 x 7
- Profil balok anak : Castellated beam 300 x 100 x 5,5 x 8
- Profil balok tangga : WF 200 x 100 x 5,5 x 8
- Profil kolom king cross : King cross 800 x 300 x 14 x 26
- Profil kolom queen cross : King cross 800 x 300 x 14 x 26
- Wilayah gempa : WG6
- Kategori tanah : Tanah Lunak
- I ( Faktor keutamaan gedung ) : 1
Denah gedung terlampir.
5.2.2 Perhitungan Berat Struktur
Beban gravitasi berupa beban mati dan beban hidup yang bekerja di tiap lantai
atau atap.
a) Lantai 8 (Atap)
Kolom king cross : 4 x 3697 x 29 = 428852 N
Kolom queen cross : 4 x 2774 x 29 = 321784 N
Balok induk 1 : 2160 x 660 = 142560 N
Balok induk 2 : 122,35 x 367 = 26060 N
Balok induk 3 : 16,3 x 140 = 2282 N
Balok anak : 255,6 x 213 = 54443 N
Balok Penggantung lift : 4 x 213 = 852 N
Balok Penumpu lift : 4,35 x 306 = 1330 N
Pelat bondek : 915,92 x 101 = 92508 N
91
Pelat beton : 915,92 x 0,11 x 24000 = 418029 N
Dinding : 43 x 4 x 2500 = 376250 N
Penggantung : 915,92 x 70 = 64114 N
Plafond : 915,92 x 110 = 100750 N
Aspal t = 1 cm : 915,92 x 240 = 219820 N
Spesi t = 2 cm : 915,92 x 210 x 2 = 384686 N
Plumbing : 915,92 x 100 = 91592 N
Pipa + ducting : 915,92 x 200 = 91592 N
Wd8 = 2117504 N
Dan beban hidup yang bekerja pada lantai tersebut adalah,
Beban hidup : = 915,92 x 250 = 228980 Kg = 2289800 N
Wl8 : = 228980 Kg = 2289800 N
Menurut PPIUG Ps.3.5 bahwa beban hidup dapat direduksi untuk komponen
struktur yang menumpu bebrapa lantai tingkat, maka beban hidup diatas dapat
direduksi dikalikan dengan koefisien reduksi untuk beban hidup sebesar 0,6 untuk
gedung yang berfungsi sebagai perkantoran menurut PPIUG Ps.3.5 Tabel 3.3.
Sehingga setelah dikalikan faktor reduksi tersebut , maka total beban hidup (Wl1)
menjadi,
Wl8 = 0,3 x Wl3
= 0,3 x 228980
= 68694 Kg = 686940 N
Sehingga berat total lantai 8 menjadi,
Wt8 = Wd8 + Wl8
= 211750,4 + 68694 = 280444,4 Kg = 2804444 N
b) Lantai 3-7
Kolom king cross : 4 x 3697 x 29 = 428852 N
Kolom queen cross : 4 x 2774 x 29 = 321784 N
Balok induk 1 : 216 x 660 = 142560 N
Balok induk 2 : 116,35 x 367 = 24783 N
Balok induk 3 : 16,3 x 140 = 2282 N
Balok anak : 255,6 x 213 = 54443 N
Balok tangga : 18 x 213 = 3834 N
Pelat bondek : 915,92 x 101 = 92508 N
Pelat beton : 915,92 x 0,11 x 24000 = 2418029 N
Dinding : 188 x 3,325 x 2500 = 156275 N
Penggantung : 915,92 x 70 = 64114 N
Plafond : 915,92 x 110 = 100750 N
Tegel : 915,92 x 240 = 219820 N
Spesi t = 2 cm : 915,92 x 210 x 2 = 384686 N
Plumbing : 915,92 x 100 = 915920 N
Pipa + ducting : 915,92 x 200 = 915920 N
Wd3 = 6004389 N
Dan beban hidup yang bekerja pada lantai tersebut adalah,
Beban hidup : = 915,92 x 250 = 228980 Kg = 228980 N
Wl3 : = 228980 Kg = 2289800 N
Menurut PPIUG Ps.3.5 bahwa beban hidup dapat direduksi untuk komponen
struktur yang menumpu bebrapa lantai tingkat, maka beban hidup diatas dapat
direduksi dikalikan dengan koefisien reduksi untuk beban hidup sebesar 0,3 untuk
93
gedung yang berfungsi sebagai perkantoran menurut PPIUG Ps.3.5 Tabel 3.3.
Sehingga setelah dikalikan faktor reduksi tersebut , maka total beban hidup (Wl1)
menjadi,
Wl3 = 0,3 x Wl3
= 0,3 x 228980
= 68694 Kg = 686940 N
Sehingga berat total lantai 3-6
Wt3 = Wd3 + Wl3
= 600438,9 + 68694 = 669132,9 Kg = 6691329 N
c) Lantai 1-2
Kolom king cross : 4 x 3697 x 29 = 428852 N
Kolom queen cross : 4 x 2774 x 29 = 321784 N
Balok induk 1 : 216 x 660 = 142560 N
Balok induk 2 : 110,35 x 367 = 40498 N
Balok induk 3 : 16,3 x 140 = 2282 N
Balok anak : 249,6 x 213 = 53165 N
Balok tangga : 18 x 213 = 3834 N
Pelat bondek : 915,92 x 101 = 92508 N
Pelat beton : 915,92 x 0,11 x 24000 = 2418029 N
Dinding : 188 x 3,325 x 2500 = 1562750 N
Penggantung : 915,92 x 70 = 64114 N
Plafond : 915,92 x 110 = 100750 N
Tegel : 915,92 x 240 = 219820 N
Spesi t = 2 cm : 915,92 x 210 x 2 = 384686 N
Plumbing : 915,92 x 100 = 91592 N
Pipa + ducting : 915,92 x 200 = 91592 N
Wd1 = 6018816 N
Dan beban hidup yang bekerja pada lantai tersebut adalah,
Beban hidup : 915,92 x 250 = 228980 Kg = 2289800 N
Wl1 : 228980 Kg = 2289800 N
Menurut PPIUG Ps.3.5 bahwa beban hidup dapat direduksi untuk komponen
struktur yang menumpu bebrapa lantai tingkat, maka beban hidup diatas dapat
direduksi dikalikan dengan koefisien reduksi untuk beban hidup sebesar 0,6 untuk
gedung yang berfungsi sebagai perkantoran menurut PPIUG Ps.3.5 Tabel 3.3.
Sehingga setelah dikalikan faktor reduksi tersebut , maka total beban hidup (Wl1)
menjadi,
Wl1 = 0,3 x Wl1
= 0,3 x 228980
= 68694 Kg = 686940 N
Sehingga berat total lantai 1-2
Wt1 = Wd1 + Wl1
= 601881,6 + 69712,5 = 671594,1 Kg = 6715941 N
95
Ringkasan berat bangunan dinyatakan dalam Tabel 5.1 berikut ini :
Tabel 5.1 Berat Struktur per Lantai
Lantai Tinggi hx (m) Berat Lantai Wx (N)
Lantai 8 28 2804444
Lantai 7 24 6691329
Lantai 6 20 6691329
Lantai 5 16 6691329
Lantai 4 12 6691329
Lantai 3 8 6691329
Lantai 2 4 6715941
Lantai 1 0 6715941
5.3 Pembebanan Gempa Statik Ekivalen
5.3.1 Waktu Getar Alami
Menurut Ps. 5.6 SNI 03-1726-2002, untuk mencegah penggunaan struktur
gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 struktur harus
dibatasi. Dengan rumus empiris Method A dari UBC section 1630.2.2, waktu getar
alamai gedung adalah :
Ct = 0,0853 (koefisien untuk bangunan sistem rangka pemikul momen baja)
Hn = 4 x 7 = 28 m (tinggi gedung dalam m, diukur dari taraf penjepitan)
Tempiris = Ct x
= 0,0853 x 12,17
= 1,038 detik
Menurut Ps .5.6 tabel 8 SNI 03-1726-2002 untuk wilayah gempa, pembatasan waktu
getar alami adalah :
= 0,15 (wilayah gempa 6)
n = 7 (jumlah tingkat gedung yang ditinjau)