3.1. Penurunan Fungsi Produksi Pupuk
Perilaku produsen pupuk adalah berusaha untuk memaksimumkan
keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri dari biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC), maka kondisi keuntungan
maksimum untuk memproduksi barang Q1 dengan harga P1 dapat dicari sebagai
berikut:
π = P1.Q1 – TC ……… (1)
π = P1.Q1 – FC – VC ……….. (2) Kondisi keuntungan maksimum terjadi jika turunan (differensial) pertama sama dengan nol dan turunan kedua adalah negatif.
δπ/δQ1 = 0 ………. (3)
δπ2/δ2Q1 < 0 ………. (4)
δπ/δQ1 = δ (P1.Q1)/δQ1 - δFC/δQ1 - δVC/δQ1 ……….. (5) Dengan asumsi produsen tidak bisa mempengaruhi harga dan biaya tetap tidak
dapat dirubah (konstan), maka:
δπ/δQ1 = P1. (δQ1)/ δQ1 - 0 - δVC/δQ1 ... (6)
δπ/δQ1 = P1 - δVC/δQ1 = 0 ………....…………....……… (7)
δπ2
/δ2Q1 = 0 - δ(δVC/δQ1)/ δQ1 ( < 0) ………...……….. (8)
δπ/δQ = P1. δQ1 - δFC - δVC ………...……… (9) Jadi dengan demikian pada kondisi keuntungan maksimum terjadi pada:
Oleh karena δVC/δQ1 = MC (Marginal Cost), maka persamaan ini dapat dituliskan sebagai:
P1 = MC ……….……….(11)
Jika diandaikan biaya variabel terdiri dari satu input, yakni: P = MC = δVC/δQ1 .………...(12)
P = δ(Px.X)/ δQ1 ……..………...(13)
P = Px.δX/δQ1 atau ….………(14)
δQ1/δX = Px/P1 ……….………..(15)
Kondisi δQ/δx adalah produksi marginal (MP), sehingga diasumsikan tidak ada stock, maka perilaku produsen dalam memproduksi output-nya sangat ditentukan harga output dan input. Dengan kondisi ini serta dengan mempertimbangkan perubahan teknologi (T), serta dimungkinkan pula respon penawarannya tergantung pada harga modal yang dimiliki, yakni tingkat bunga (i) maka perilaku produsen pupuk melalui fungsi penawaran pupuk Indonesia di pasar domestik dipengaruhi oleh variabel-variabel harga pupuk di pasar domestik, harga produk substitusi pupuk, tingkat teknologi dan tingkat bunga. Secara matematis fungsi penawaran pupuk Indonesia di pasar domestik adalah: Qst = f(Pdt, Pst, Tt, i) ………(16)
dimana: Qts = Penawaran pupuk Indonesia pada tahun ke-t Pdt = Harga pupuk di pasaran domestik pada tahun ke t Pst = Harga produk substitusi pupuk pada tahun ke-t Tt = Tingkat teknologi pada tahun ke-t
3.2. Penurunan Fungsi Permintaan Pupuk
Seorang petani pengusaha akan selalu berpikir untuk mengalokasikan
input seefisien mungkin agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal (profit maximization). Untuk memahami pendekatan di atas, maka diperlukan hubungan input-output yang dinyatakan dalam fungsi produksi.
Y = f (X1,X2,X3,…,Xm) ... (17)
Dimana:Y = produksi
X = input produksi yang digunakan
Fungsi produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari
berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi suatu
perusahaan/usahatani (Beattie–Taylor, 1996). Untuk menyederhanakan fungsi
produksi, maka digunakan dua input faktor dan fungsi produksi ditulis sebagai berikut:
Y = f(X1,X2) ... (18)
Y adalah jumlah output dan X1,X2 adalah faktor produksi dan fungsi
produktifitas marginalnya adalah:
1 1 2 1 1 1 1 ) , ( f X X X f X Y X TPP MPP = ∂ ∂ = ∂ ∂ = ∂ ∂ = ………... (19) 2 2 2 1 2 2 2 ) , ( f X X X f X Y X TPP MPP = ∂ ∂ = ∂ ∂ = ∂ ∂ = ………... (20)
Jika X1 dan X2 dibebaskan berubah dengan perubahan kecil sebesar dX1
dan dX2, maka perubahan output-nya adalah:
Grafik tiga dimensi Gambar 2 menjelaskan bahwa pengaruh sejajar sumbu
X1 adalah efek dari perubahan X1 (ΔX1) sehingga dengan anggapan X2 konstan,
menyebabkan perubahan pada Y (ΔY1). Setelah dari titik B, dengan
memberlakukan X1 tetap konstan, maka penambahan X2 (ΔX2) (sejajar dengan
sumbu X2), menyebabkan perubahan ketinggian Y (ΔY2). Jumlah ΔY1 dan ΔY2
sama dengan ΔY. Tinggi permukaan fungsi produksi menggambarkan peluang X1
dan X2 berada. Permukaan produksi merupakan peluang Y berada.
A B C dY1 dX1 dX2 dY2 dY Iso-quant Iso-quant 0 X2 X1 Y
Gambar 2. Grafik Pengaruh Perubahan X1 dan X2 terhadap Perubahan Y
Slope garis singgung suatu titik pada iso-quant merupakan tingkat substitusi suatu faktor dengan faktor lain, sehingga output dapat dipertahankan
pada tingkat keluaran tetap/tertentu. Slope iso-quant yang negatif didefinisikan sebagai tingkat substitusi teknis (rate of technical substitution, RTS).
2 1 1 2 12 f f dX dX RTS = − = ………... (22)
RTS12 dibaca tingkat substitusi teknis dari faktor produksi satu ke faktor
dua. Tambahan kata ‘teknis’ dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa hubungan
antara faktor X1 dan X2 bersifat teknis semata.
Jika diasumsikan biaya yang tersedia adalah terbatas, dan terdiri dari biaya
untuk pupuk (X1) dan biaya untuk lainnya, seperti tenaga kerja (X2), maka dapat
dituliskan sebagai berikut:
C = PX1. X1 + PX2. X2 ………... (23)
Biaya ini digunakan untuk menghasilkan produk Y, maka pemecahan
untuk menghasilkan kondisi maksimisasi ouput diuraikan sebagai berikut:
Tujuan : Maksimumkan Y = f ( X1,X2 ) ...(24)
Kendala : C = PX1. X1 + PX2. X2 ...(25)
Hal ini dapat dipecahkan dengan cara sebagai berikut :
Fungsi majemuk : L= f(X1,X2)+λ[c−(PX1.X1+PX2.X2)]...(26) dimana λ adalah angka parameter pengganda Lagrange.
Syarat-syarat primer: 1 1 1 1 1 0 . 0 P dX dF P dX dF dX dL = ⇒ = − ⇒ = λ λ ………....……... (27) 2 2 2 2 2 0 . 0 P dX dF P dX dF dX dL = ⇒ = − ⇒ = λ λ ………... (28) dL = C – P1.X1 + P2.X2 = 0 ... (29)
2 2 1 1 P dX dF P dX dF = = λ ……….…………..…... (30) 2 2 1 1 P dX dY P dX dY = ……….……….……... (31) 2 2 1 1 P MPP P MPP = ………...………... (32) 2 1 2 1 1 2 12 PX PX f f dX dX RTS =− = = ………...….…………... (33)
Jadi dengan demikian, dalam kondisi maksimisasi ouput, penggunaan jumlah pupuk sangat ditentukan oleh harga pupuk dengan harga input lainnya.
dX1 = f(PX1, PX2) …………...………..………..(34)
Persamaan permintaan pupuk seperti kurang mendekati abstraksi dunia
nyata, karena petani produsen bukan memaksimumkan ouput, melainkan memaksimumkan keuntungan. Untuk penyederhanaan persamaan, petani hanya
menggunakan satu input.
Fungsi produksi dalam kasus menggunakan input produksi tunggal contohnya pupuk, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
) / (X1 X2 f
Y = ……….…….….……… (35)
Y adalah output, adalah faktor variabel pupuk dari input produksi dan
adalah faktor input lainnya yang dianggap tetap (the fixed factor) dan f adalah
fungsi. Y diukur dalam ukuran fisik, maka output merupakan Total Physical Product (TPP). Ditinjau dari sudut input/masukan, maka keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1
X
2
C TVP−
=
π ………(36)
Ketika laba maksimum, kondisi ini disebut sebagai ‘first order condition’ (FOC), maka: 0 = dX dπ ……...………(37) MC MVP P MVP P MPP P P dX dY P b X P C Y P TVP dX dC dX dTVP x x y X y x y = = = → = − + = → = → = − . 0 / . . . 0
First Order Condition (FOC) merupakan syarat perlu (necessary condition), perlu didukung oleh syarat kecukupan (sufficient condition) untuk menentukan laba maksimum. Syarat kedua untuk maksimasi laba (Second Order Condition, SOC), adalah:
dX dMC dX dMVP dX MC MVP d dX d < < − < 0 ) ( 0 / 2 2π ...……….. (38)
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka permintaan input pupuk berada dalam kondisi:
Py. MPP = Px atau ...………. (39)
dX = (Py.dy ) / Px. ……...……….. (40)
Dengan menganggap dy adalah dampak yang ditimbulkan bukan hanya
karena pengaruh penggunaan pupuk, namun juga dipengaruhi perubahan luas
areal dan teknologi yang digunakan, sehingga fungsi permintaan pupuk dapat
Dx = f (Px, Py, A, T) ……… (41)
Dengan menggabungkan persamaan (24) dan persamaan (25), maka akan
diperoleh persamaan permintaan pupuk yang lengkap, yakni:
Dx = f (Px, Pi, Py, A, T) ………(42)
dimana: Dx = permintaan pupuk Px = harga pupuk Pi = harga input lainnya Py = harga ouput
A = luas areal
T = teknologi yang digunakan
3.3. Perilaku Konsumsi Komoditas Pertanian
Dalam melihat perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu komoditas,
diasumsikan bahwa seorang konsumen adalah rasional, serta memiliki alternatif
pilihan yang lengkap dan konsisten tentang sederetan preferensi. Jika fungsi
preferensi seorang konsumen diandaikan hanya pada dua barang, yakni barang q1
dan q2, maka preferensi konsumen dapat dituliskan dalam fungsi utilitas :
U = f (q1,q2) ...(43)
Dalam rangka memaksimumkan kepuasannya, seorang konsumen dibatasi dengan
anggarannya, sehingga:
Maksimisasi : U = f(q1,q2) ...(44)
Kendala : Y = P1.q1 + P2. q2 ...(45)
dimana: P1 = harga komoditas q1
P2 = harga komoditas q2
Dengan menggunakan pendekatan Lagrangian, maka kondisi kepuasan seorang konsumen dapat dirumuskan sebagai berikut:
£ = U - λ (Y - P1q1 + P2. q2) ...(46) ∂£/∂q1 = ∂U/∂q1 - λP1 =0 ...(47) ∂£/∂q2 = ∂U/∂q2 - λP2 =0 ...(48) ∂£/∂λ = Y - P1.q1 + P2. q2 = 0 ...(49) ∂U/∂q1 - λP1 = 0 Æ ; λ = (∂U/∂q1) . 1/ P2 ...(50) ∂U/∂q2 - λP2 = 0 Æ ; λ = (∂U/∂q2) . 1/P2 ...(51) (∂U/∂q) . 1/P2 = (∂U/∂q2) . 1/P2 ...(52) ∂q2 / ∂q1 = P1 / P2 ...(53)
Jadi dengan demikian kepuasan seorang konsumen terjadi jika ∂q2/∂q1 sama dengan MRS (Marginal Rate of Substitution) dan sama dengan rasio harganya. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh perubahan harga barang alternatifnya (P2), pendapatan konsumen (Y), serta perubahan selera (S). Disamping itu karena kurva permintaan tersebut diturunkan dari individu konsumen, maka jumlah permintaan barang akan meningkat, jika jumlah konsumennya bertambah (POP). Oleh karena itu perilaku permintaan untuk komoditas q1 (Q1D) secara matematis dapat diturunkan sebagai berikut: Q1D = f( P1, P2, Y, S, POP) ……….. (54)
Perilaku konsumen terhadap suatu barang diukur dengan elastisitasnya.
Elastisitas harga sendiri nilainya adalah negatif terhadap jumlah barang yang
dimintanya, sedangkan untuk elastisitas lainnya sangat ditentukan jenis barangnya
Jika persamaan (54) berbentuk linier dan mengabaikan selera konsumen, maka
dapat dituliskan sebagai :
Q1D = β0 - β1P1 + β2P2 + β3Y + β4POP ………(55)
Tabel 3. Perilaku Konsumen berdasarkan Ukuran Elastisitas
Jenis Elastisitas
Permintaan Ukuran Keterangan
ed11 < 1 (inelastis) Harga sendiri ed11=(∂Q1/Q1)/( ∂P1/P1) > 1 (elastis) ed12 < 0 (komplemen) = 0 (netral) Harga silang ed12=(∂Q1/Q1)/( ∂P2/P2) >0 (substitusi) edY < 0 (inferior) Pendapatan edY =(∂Q1/Q1)/( ∂Y /Y ) > 0 (normal)
Sehingga besarnya elastisitas dapat dihitung:
Harga sendiri ed11= β1 (P1/Q1) ………. (56)
Harga silang ed12= β2 (P1/P2) ………... (57)
Pendapatan edY = β3 (P1/Y) ... (58)
3.4. Perilaku Produksi Komoditas Pertanian
Perilaku produsen adalah berusaha untuk memaksimumkan
keuntungannya. Jika keuntungan produsen dinotasikan dengan π, total biaya (TC) terdiri dari biaya tetap FC dan biaya variabel (VC), maka kondisi maksimum
keuntungann untuk memproduksi barang Q1 dengan harga P1 dapat dicari
sebagaimana telah diuraikan pada pokok bahasan sebelumnya. Kondisi
keuntungan maksimum terjadi pada:
Oleh karena δVC/δQ1= MC (marginal cost), maka persamaan ini dituliskan sebagai:
P1 = MC ……….……… (60)
Tabel 4. Perilaku Produsen berdasarkan Ukuran Elastisitas
Jenis Elastisitas
Permintaan Ukuran Keterangan
es11 < 1 (inelastis) Harga sendiri es11 = (∂Q1/Q1)/( ∂P1/P1) > 1 (elastis) es12 < 0 (substitut) = 0 (netral) Harga silang es12 = (∂Q1/Q1)/( ∂P2/P2) > 0 (komplemen) Pendapatan ei = (∂Q1/Q1)/( ∂Y /Y) ei < 0
Persamaan ini disebut fungsi penawaran. Kondisi ini dengan pertimbangan
perubahan teknologi (T) dan respon penawaran tergantung pada komoditas
alternatif (P2), maka perilaku produsen melalui fungsi penawaran (Q1S) dapat
diindentifikasi sebagai berikut:
Qst = f(Pdt, Pst, Tt,i) ….………...(61)
dimana:Qts = Penawaran komoditas pertanian Indonesia pada tahun ke-t
Pdt = Harga komoditas pertanian di pasaran domestik tahun ke t
Pst = Harga produk substitusi komoditas pertanian tahun ke-t
Tt = Tingkat teknologi pada tahun ke-t
i = Tingkat bunga
Parameter perilaku konsumen atau produsen terhadap suatu barang adalah
elastisitas. Tanda elastisitas harga adalah positif, sedangkan respon terhadap
perubahan harga komoditas lain sangat tergantung pada barang bersifat
komplemen, subtitusi ataukah netral. Tanda elastisitas perubahan harga input
Perilaku produsen pada komoditas pertanian tanaman musiman dapat
diketahui secara tidak langsung melalui persamaan luas areal tanaman (A).
Persamaan penawaran (QS) adalah luas areal dikalikan produktifitas (y) dan
produktifitas dipengaruhi harga input, tingkat bunga dan luas areal, sehingga
fungsi di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:
A = f(P1, P2, Px, T) ...……….………(62)
y = f(Px, I, A) …………...……….(63)
QS = A*y ………...………..(64)
3.5. Dampak Pencabutan Subsidi Pupuk terhadap Kinerja Perekonomian Sektor Pertanian di Indonesia
Salah satu tolok ukur kinerja perekonomian sektor pertanian adalah
produksi pertanian. Produksi dipengaruhi oleh faktor-faktor input yang digunakan, dimana salah satunya adalah penggunaan pupuk. Pencabutan subsidi pada harga
pupuk, akan mempengaruhi pola produksi dan konsumsi pupuk, dan selanjutnya
akan mempengaruhi pola produksi dan konsumsi produk-produk pertanian yang
menggunakan faktor input pupuk.
Jika untuk memproduksi produk pertanian diasumsikan hanya
menggunakan satu faktor input, yaitu pupuk, maka pada Gambar 3. digambarkan pengaruh pencabutan subsidi pada produksi dan selanjutnya akan mempengaruhi
kinerja perekonomian sektor pertanian.
Di pasar input (pupuk) pada Gambar 3a. keseimbangan permintaan dan
penawaran pupuk ketika harga pupuk mendapatkan subsidi (P0) terjadi di titik A,
dimana jumlah pupuk yang diminta X0. Pada fungsi produksi (Gambar 3b), bila
sebesar Q0. Di pasar output (Gambar 3d), ketika produksi sebesar Q0, maka
keseimbangan penawaran dan permintaan terjadi pada titik E, dimana harga yang
terbentuk adalah P2. P P3 P2 0 Q1 Q0 Q Q Q0 Q1 0 X1 X0 X Q Q0 Q1 0 Q1 Q0 Q Px P1 P0 0 X1 X0 X S1 S0 D0 Q=f(x) D1 S2 S3
(a) Pasar Pupuk (b) Fungsi Produksi (d) Pasar Ouput (Pertanian) (c) Diagram pembantu A B D C E F
Gambar 3. Dampak Pencabutan Subsidi Faktor Input terhadap Pasar Output
Bila pemerintah mencabut subsidi terhadap harga pupuk, maka harga
pupuk pada Gambar 3a. akan naik dari P0 menjadi P1, yang akan menyebabkan
permintaan pupuk akan turun dari X0 menjadi X1. Kurva penawaran bergeser dari
S0 menjadi S1 dan keseimbangan penawaran dan permintaan pupuk setelah
subsidinya dicabut adalah titik B.
Pada Gambar 3b, penurunan jumlah pupuk dari X0 menjadi X1,
mengakibatkan produksi turun dari Q0 menjadi Q1. Pada pasar output Gambar 3d,
penurunan produksi dari Q0 menjadi Q1 menyebabkan kurva penawaran akan
bergeser ke kiri, yaitu dari S2 ke S3. Keseimbangan permintaan dan penawaran
terjadi di titik F, dimana harga yang baru yang terbentuk adalah P3. Dengan
demikian, pencabutan subsidi pupuk akan mengakibatkan berkurangnya produksi
produk-produk pertanian dan harga produk-produk pertanian naik. Karena itu
pencabutan subsidi pupuk akan menurunkan kinerja perekonomian sektor
pertanian (ceteris paribus).
Kerangka pemikiran berkenaan dengan pencabutan subsidi pupuk di atas
mendasarkan pada asumsi adanya rasionalitas dari pelaku kegiatan ekonomi baik
bagi pelaku industri pupuk maupun tanaman pangan. Dengan demikian, pada
saat tersebut kurva produksi berada pada kondisi peningkatan pengembalian yang
semakin menurun, dalam konteks pengembalian atas skala disebut sebagai