• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA INFORMAL BERBASIS KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI KEPULAUAN KANGEAN (Pilihan Hukum dan Posisi dalam Sistem Hukum Negara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENYELESAIAN SENGKETA INFORMAL BERBASIS KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DI KEPULAUAN KANGEAN (Pilihan Hukum dan Posisi dalam Sistem Hukum Negara)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELESAIAN SENGKETA INFORMAL BERBASIS KOMUNITAS

ADAT TERPENCIL DI KEPULAUAN KANGEAN

(Pilihan Hukum dan Posisi dalam Sist em Hukum Negara)

Rina Yuliant i dan Sri Maharani MTV

Fakult as Hukum Universit as Trunoj oyo Madura E-mail : guruhf ebra@yahoo. com

Abst r act

The pr i nci pl e of l egal pr ocedur e whi ch i s si mpl e, f ast and l ow cost cannot conduct ed i n t er m of pr act i ce of t he cour t in an Indi genous soci et y. Al t hough, i t i s i mpl ement ed i n such of r emot e i sl and, t he inf or mal di sput e r esol ut ion based on i ndi genous communit y i n Kangean Isl and i s expect ed t o si mpl i f y an societ y access t o j ust i ce and equal i t y bef or e t he l aw. Thi s r esear ch ai ms at gi vi ng t he l egi t imacy of t he i nf or mal di sput e set t l ement mechani sm t o t he i ndi genous soci et y, whi ch i s f ar away f r om t he access of t he f or mal j ust i ce. The met hods used i n t hi s r esear ch ar e a combi nat ion of st at ut e, concept ual and case appr oach. The r esul t of t hi s r esear ch of t hi s r esear ch st at es t hat chances of bui l di ng a j ust i ce, at t he vi l l age level can be embodied t hr ough such of j udi ci al const r uct ion of j udi ci ar y f unct ion i nt o a vi l l age gover nment syst em. Thr ough t he codif i cat i on of cust omar y l aws and t r adit ional mechani sms in t o t he st r uct ur es of vi l l age gover nance i s expect ed t o pr ovi de l egal pr ot ect ion f or t he i nf or mal di sput e r esol ut i on

Key wor ds : Inf or mal di sput e r esol ut i on, access t o j ust i ce, f or mal j ust i ce

Abst rak

Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan kenyat aannya t idak dapat dilaksanakan dalam prakt ek pengadilan oleh masyarakat di wilayah pulau t erpencil. Melalui Penyelesaian Sengket a Inf ormal Berbasis Komunit as Adat Terpencil di Kepulauan Kangean di harapkan akan mempermudah akses masyarakat t erhadap keadilan dan persamaan di dalam hukum walaupun berada di wilayah t erpencil. Penelit ian t ent ang Penyelesaian Sengket a Inf ormal Berbasis Komunit as Adat Terpencil di Kepulauan Kangean bert uj uan unt uk memberikan legit imasi t erhadap mekanisme penyelesaian sengket a inf ormal pada masyarakat yang j auh dari akses keadilan f ormal melalui pendekat an perundang-undangan (st at ut e approach), pendekat an konsept ual (concept ual approach) dan pendekat an kasus (case approach). Hasil penelit ian ini menyebut kan bahwa peluang membangun peradilan di t ingkat desa dapat di wuj udkan melalui konst ruksi yuridis f ungsi yudikat if ke dalam sist em pemerint ahan desa. Melalui kodif ikasi hukum adat dan f ormulasi mekanisme adat ke dalam st rukt ur pemerint ahan desa dapat memberikan payung hukum bagi penyelesaian sengket a secara inf ormal.

Kat a Kunci : Penyelesaian senget a inf ormal, akses keadilan, keadilan f ormal

Pendahuluan

Penduduk desa di wilayah kepulauan t er-pencil Kabupat en Sumenep mempunyai sej um-lah pilihan penyelesaian ket ika berselisih, me-reka cenderung memilih mekanisme inf ormal karena mekanisme ini lebih murah, lebih cepat dan lebih dapat diakses dibanding sist em f or-

Art ikel ini merupakan hasil penel it ian hi bah ber saing yang di danai DP2M DIKTI TA 2010

(2)

kedua, t idak adanya upaya koordinasi ant ara sekt or f ormal hukum dengan upaya-upaya pe-nyelesaian inf ormal yang dilakukan di t ingkat masyarakat . Dalam rangka memberikan j amin-an kepast iamin-an hukum t erhadap mekamin-anisme pe-nyelesaian sengket a inf ormal kemauan polit ik pemerint ah unt uk mengakui keanekaragaman dalam menyelenggarakan ot onomi daerah me-lalui kodif ikasi hukum adat dan f ormulasi meka-nisme adat ke dalam st rukt ur pemerint ahan desa waj ib dilakukan. Perlu adanya pendekat an ant ropologi kult ur dan kearif an-kearif an lokal

(i ndegeni ous wi sdom) sehingga bisa memba-ngun sist em hukum yang benar-benar bisa me-nyelesaikan perselisihan at au sengket a t anpa harus dengan cara-cara yang melanggar hukum.

Met ode Penelitian

Penelit ian penguat an mekanisme penyele-saian sengket a inf ormal berbasis Komunit as Adat Terpencil ini merupakan j enis penelit ian hukum empiris at au yuridis sosiologis. Sumber dat a sebagai bahan hukum primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengumpul-an dat a sekunder. Wawpengumpul-ancara mendalam dila-kukan unt uk mendapat kan mekanisme penye-lesaian sengket a yang t ersedia pada masyara-kat set empat dan norma-norma yang berkait an dengan pengat uran mekanisme penyelesaian inf ormal. Melalui pendekat an perundang-un-dangan (st at ut e appr oach) dan pendekat an ka-sus (case appr oach) didapat kan hasil analisis kondisi dan problemat ik dalam sit uasi penye-lesaian sengket a inf ormal di Kepulauan Kange-an. Berikut nya adalah melakukan Invent arisasi beragamnya pilihan akt or penyelesai sengket a di Kepulauan Kangean dan Mekanisme penyele-saian sengket a yang akan di gunakan sebagai dasar f ormulasi kelembagaan di t ingkat desa t erdiri dari: Akt or/ Pelaku yang berperan seba-gai Penengah/ Mediat or, Hak Banding dan Pene-gakan Put usan. Pendekat an part isipat if , kon-sept ual sert a perundang-undangan digunakan unt uk pelembagaan melalui konst ruksi yuridis dalam rangka membent uk f ungsi yudikat if pada sist em pemerint ahan desa sebagai pilihan pe-nyelesaian sengket a inf ormal berbasis komu-nit as adat t erpencil di kepulauan Kangean.

Pembahasan

Tipologi Penyelesaian Sengket a di Kepulauan Kangean

Tanpa t erkecuali di seluruh lokasi peneli-t ian yang peneli-t erdiri dari 3 Kecamapeneli-t an yaipeneli-t u mat an Arj asa, Kecamat an Kangayan dan Keca-mat an Sapeken menempat kan kasus t anah se-bagai sengket a yang paling sering t erj adi. Kasus t anah yang muncul dari t ahun ke t ahun masih saj a mendominasi di Kepulauan Kangean ini, pola umum yang menj adi sumber sengket a t a-nah adalah perebut an hak penguasaan t aa-nah. Perebut an hak ini bisa bersumber dari pemba-gian waris maupun j ual beli, di beberapa t em-pat sepert i di Desa Arj asa muncul j uga sengke-t a sengke-t anah yang sengke-t imbul dari penyerobosengke-t an lahan. Hal mendasar yang menyebabkan persoalan t anah menj adi rumit adalah t idak t ert ibnya ad-minist rasi di bidang pert anahan, banyak sekali at au hampir keseluruhan kasus t anah t erj adi karena masing-masing pihak t idak mempunyai bukt i yang kuat at as penguasaannya. Ada j uga yang merasa sebagai pemegang hak yang sah karena berasal dari warisan orang t uanya, t e-t api dulunya pihak pewaris membeli e-t anah e-t er-sebut t anpa dibukt ikan dengan peralihan hak yang prosedural, diyakini oleh ahli waris bah-wasanya pewaris membeli t anah t ersebut dari pihak penj ual yang membut uhkan uang menda-dak. Pada akhirnya ahli waris penj ual merasa masih sebagai pemilik dan t et ap ingin memper-t ahankan memper-t anahnya. Sehingga muncullah seng-ket a t anah yang menghadapkan ahli waris me-lawan ahli waris.

(3)

Sapeken. Menurut Kepada Desa Sapeken Bapak Salim Gani, set ahun t erakhir ini sering mena-ngani berbagai kasus perzinahan. Terj adi j uga di Desa Duko dan Desa Bilis-Bilis, dicerit akan kronologis oleh t okoh desa set empat bahwasa-nya sempat t erj adi perselisihan yang bersumber dari sepasang kekasih yang merupakan pendu-duk dua desa t ersebut , pecahnya perset eruan dua desa ini di picu oleh pihak laklaki yang t i-dak mau bert anggungj awab at as kehamilan si gadis.

Penduduk pedesaan di wilayah Kepulauan Kangean apabila menghadapi perselisihan at au dalam sengket a pihak yang pert ama kali di t uj u adalah Kepala Desa at au Kepala Dusun. Mereka menempat kan aparat desa sebagai t okoh yang bisa di j adikan penengah at au mediat or t at kala mereka berselisih. Tokoh lain yang kadang-ka-dang j uga di ikut sert akan dalam peneyelesaian sengket a pada penduduk desa t ersebut adalah t okoh agama at au ulama, bila perselisihan yang di hadapi menyangkut ranah keagamaan misal membagi waris.

Wawancara dengan para Kepala Desa di t iga kecamat an Kepulauan Kangean, menyebut -kan bahwa mereka sebagai pimpinan di t ingkat desa di t unt ut pula menj adi pemut us berbagai permasalahan yang menimpa penduduk mere-ka. Menurut para Kepala Desa kadang kala ru-mit nya permasalahan yang harus di selesaikan, misalnya t erj adinya kasus perkelahian at aupun penipuan yang t idak menemukan kesepakat an akhirnya di limpahkan pada pihak kepolisian, walaupun warga t idak menghendaki ini. Kesuli-t an yang dihadapi para Kepala Desa adalah pada saat menj aga net ralit as t erhadap para pihak yang bersengket a, karena kadang-kadang salah sat u pihak menuduh kepala desa pro de-ngan pihak lawannya. Kepala desa mengingin-kan adanya peningkat an kualit as mereka seba-gai seorang mediat or, karena selama ini pola-pola mereka menyelesaikan berlangsung ala-miah. Mereka menginginkan adanya pembela-j aran t ehnik-t ehnik unt uk menpembela-j adi seorang mediat or yang mampu berkomunikasikasi de-ngan baik unt uk menj aga net ralit as.

Berbagai kasus yang ada di wilayah Ke-pulauan Kangean t erut ama yang langsung di

se-lesaikan secara inf ormal ant ara lain kasus t anah umumnya t erj adi secara individu at au keluarga. Kriminal biasanya dapat diselesaian secara ef ekt if , di respon cepat dan polisi merupakan upaya t erakhir. Kasus perkawinan, perceraian dan warisan selain di t engahi oleh Kepala Desa kadangkala menempat kan t okoh agama sebagai penasehat dan memberikan masukan posit if . Kasus asusila t erut ama hubungan gelap at au perzinahan di selesaikan secara kekeluargaan, di Desa Sapeken sendiri t elah mempunyai hu-kumnya sendiri, t erhadap pelaku t indak asusila diberikan hukuman arak keliling desa dan mem-buat pernyat aan unt uk t idak mengulang kem-bali.

Norma yang Berkait an dengan Pengaturan Me-kanisme Penyelesaian Informal di Kepulauan Kangean

Pemerint ah Kabupat en Sumenep yang di-wakili oleh bagian hukum menyat akan bahwa-sanya belum ada produk legislasi daerah yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat khu-susnya di wilayah kepulauan t erpencil t erkait akses t erhadap keadilan, sej auh ini perhat ian hanya diberikan pada program bant uan hukum bagi masyarakat miskin dan inipun t idak banyak yang mengakses. Hal yang sudah dilakukan se-lama ini hanya berupa penyuluhan hukum di wilayah kepulauan.

Norma adat berkait an dengan hukum adat yang berlaku, dan hukum adat ini merupa-kan hukum yang t idak t ert ulis at au non st at uir. Keharusan unt uk menyelesaikan sengket a ra inf ormal di wilayah Kepulauan Kangean seca-ra t ert ulis t idak ada, t et api kebiasaan yang ada set iap ada permasalahan selalu menempat kan Kepala Desa sebagai t okoh sent ral penyelesai sengket a. Sehingga segala permasalahan akan selalu di t angani t erlebih dahulu di t ingkat Desa.

(4)

ef ek f era dan rasa malu yang t inggi sehingga mereka t akut unt uk mengulangi perbuat annya.

Evaluasi Put usan Penyelesaian Informal seba-gai Dasar Pert imbangan Hukum oleh Hakim

Sumber hukum mat eriil yang ada di Indo-nesia meliput i, Undang-undang, Kebiasaan, Ke-put usan-keKe-put usan Hakim, t rakt at dan penda-pat sarj ana hukum at au dokt rin. Keanekara-gaman Hukum yang ada di Indonesia merupakan penj abaran dari nilai Hukum Adat dan Hukum nasional yang t elah ada di Indonesia. Pembagi-an Hukum menurut sumbernya sPembagi-angat diperlu-kan unt uk menget ahui pilihan Hukum mana yang akan dipakai unt uk menyelesaikan suat u masalah Hukum. Salah sat unya akan t erj adi perbent uran besar ket ika harus berhadapan dengan permasalahan yang berkait an dengan Hukum dan adat . Sulit unt uk mencari ruang pembat as mana yang dikat akan adat dan hukum nasional it u sendiri.

Adapun konsep t eori dalam hal ini adalah konsep t eori pl ur al i sme yang dipaparkan oleh Sally Falk More, Benda Beckman, Sally Engle Merry, Grif f it hs. Asal mula t eori pluralisme ini merupakan st udi t erhadap norma-norma dalam masyarakat j aj ahan at au berkembang, kemudi-an mencakup pula st udi di Negara-negara maj u. Adapun int i aj aj aran dari t eori Pluralisme hukum adalah bahwa dalam set iap masyarakat / Negara berlaku berbagai norma Hukum, baik norma yang dibuat Negara, maupun norma-nor-ma lain misalnya nornorma-nor-ma aganorma-nor-ma, et ika, adat , ke-biasaan, organisasi masyarakat . Pelaksanaan hukum adat at au hukum negara dalam meme-cahkan suat u permasa-lahan hukum t ergant ung kepada penerapan f akt a hukum dan unt uk men-capai sisi kepast ian hukum yang berkeadilan.

Demi kemudahan akses keadilan bagi ko-munit as adat t erpencil harus di berikan pemi-kiran-pemikiran at au t erobosan yang bisa mem-berikan legit imasi t erhadap penyelesaian inf or-mal yang biasa mereka lakukan. Dalam hal ini peranan hakim sangat berpengaruh t erhadap ef ekt if as kekuat an put usan inf ormal, pada saat hakim di hadapkan pada permasalahn yang se-belumnya pernah di selesaikan secara inf ormal.

Hakim pengadilan negeri wilayah Madura yang berhasil di wawancarai t im, menyampai-kan bahwasanya mereka selalu mempert im-bangkan dalam memut uskan suat u perkara yang sebelumnya pernah di selesaikan secara inf or-mal. Tet api pert imbangan ini t idak sert a mert a menyet uj ui sepert i apa yang di put uskan dalam mekanisme inf ormal t ersebut . Hakim sangat memahami adanya pluralisme hukum t et api selain berdasarkan kepada hukum yang hidup dalam masyarakat yait u unt uk memenuhi rasa keadilan, hakim j uga mempert imbangkan penga-t uran sengkepenga-t a ipenga-t u dalam hukum nasional (hukum posit if ). Hukum posit if mempunyai peranan besar dalam pengambilan put usan oleh hakim. Jika di berikan kesimpulan t erhadap sikap hakim dalam hal ini, mereka cenderung menj adikan norma-norma adat t ersebut sebagai suat u perist iwa hu-kum yang kemudian dicarikan padanannya dalam hukum mat eriil yang berlaku.

Proses reduksi dalam kont eks ini t idak da-pat dielakkan. Reduksi inilah yang merupakan ciri posit ivisme hukum. Hakim menj adikan t eks sebagai suat u yang ot onom, dalam art i semua ket erangan dan proses pemeriksaan kasus harus disesuaikan dengan pasal dan dij adikan pedom-an oleh hakim. Di sini keberadapedom-an nilai-nilai bu-daya t idak diperhit ungkan dan t idak berpenga-ruh t erhadap put usan yang di j at uhkan oleh hakim.

Konst ruksi Yuridis Fungsi Yudikat if di Tingkat Desa

Hukum adat sebagai pedoman at au norma masyarakat di Indonesia diharapkan dapat men-cipt akan ket ent raman dan ket ert iban, namun dalam suat u masyarakat , sering t erj adi suat u perselisihan yang dapat menggannggu ket ent ra-man dan ket ert iban t ersebut , sehingga diperlu-kan penyelesaian alt ernat if yang dapat meng-hadirkan rasa keadilan dan penyelesaian masa-lah. Penyelesaian sengket a di luar pengadilan berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 at as dasar perdamaian at au arbit rase dibolehkan.1

1 Gusw an Haki m, “ Kal o Sara Sebagai Al t ernat if

(5)

Memberikan legit imasi bagi eksist ensi pe-nyelesaian sengket a inf ormal di Kepulauan Ka-ngean t ak j auh berbeda dengan buah pemikiran dari Mahrus Ali2 yang menggugat dominasi hu-kum negara dalam penyelesaian perkara carok berdasarkan nilai-nilai budaya Masyarakat Ma-dura. Menurut Mahrus Ali, perkat aan menghi-dupkan kembali budaya musyawarah bukan ber-art i masyarakat Madura t idak mengenal budaya musyawarah di dalam menyelesaikan sengket a t erut ama yang disebabkan oleh pelecehan harga diri at au kehormat an diri yang menhargakibat -kan carok, t et api lebih pada upaya unt uk “ me-rebut kembali” nilai-nilai budaya masyarakat madura dari t angan hukum negara. Sej ak hu-kum negara mengambil alih semua prosedur dan mekanisme penyelesaian sengket a t erut a-ma carok, t radisi musyawarah orang Madura di dalam menyelesaikan sengket a di anggap t idak memiliki signif ikansi di hadapan hukum negara. Secara t idak langsung bisa kit a kat akan bahwa model penyelesaian sengket a carok oleh hukum negara mengeliminir kebiasaan musyawarah da-lam penyelesaian sengket a sebagai bagian dari nilai-nilai budaya masyarakat Madura. Padahal banyak t erbukt i menggunakan nilai budaya mu-syawarah oleh masyarakat Madura t elah mem-bawa perdamaian bagi kedua belah pihak unt uk t idak melakukan carok balasan.

Penyelesaian sengket a inf ormal berbasis komunit as adat t erpencil di Kepulauan Kangean dalam kont eks pola hubungan pusat dan daerah di j adikan sebagai konsep t eorit ik ket ika me-ngadakan kaj ian maupun analisis t erhadap pro-ses konst ruksi yuridis pembent ukan f ungsi yu-dikat if di t ingkat desa. Keberadaan alt ernat if penyelesaian sengket a di dalam masyarakat yang mempunyai budaya got ong royong, sepert i Indonesia merupakan suat u kebut uhan, misal-nya, penyelesaian sengket a secara musyawarah at au konsensus. Penyelesaian secara musyawa-rah at au konsensus mengandung asas wi n-wi n sol ut ion, dengan demikian sangat relevan unt uk dikembangkan dalam prakt ik penyelesaian

2 Mahr us Al i , 2009, Menggugat Domi nasi Hukum Negar a

(Penyel esai an Per kar a Car ok Ber dasar kan Ni l ai -Ni l ai Budaya Masyar akat Madur a), Yogyakar t a: Rangkang, hl m. 102

sengket a dalam masyarakat maj emuk sepert i Indonesia. Nilai musyawarah yang hidup dalam masyarakat Indonesia memerlukan sent uhan rasional ilmiah unt uk menyelesaikan sengket a yang sederhana hingga mult ikompleks. Merasio-nalkan budaya musyawarah berart i bahwa nilai posit if musyawarah at au konsensus harus di-kembangkan t erus menerus melalui berbagai usaha yang rasional unt uk bisa dimanf aat kan dalam menyelesaikan masalah sengket a melalui mekanisme win-wi n sol ut ion. Masyarakat harus dibangkit kan dan dimot ivasi kreat ivit asnya da-lam memahami art i pent ing musyawarah se-hingga masyarakat yakin bahwa musyawarah bisa diandalkan sebagai cara penyelesaian sengket a.3

Ada beberapa isu pent ing berkait an dengan perlunya penguat an mekanisme penye-lesaian sengket a inf ormal dalam kont eks hubu-ngan pusat dan daerah.4 Per t ama, subst ansi hukum yang sedang berj alan, yang sudah ba-rang t ent u masih ada yang mempunyai t ingkat koneksit as yang baik bagi perbaikan hubungan pusat dan daerah dan sangat bergant ung pada inst rument asi hubungan pusat dan daerah, ser-t a pembuaser-t an maser-t eri hukum yang baru. Peru-bahan subst ansi hukum yang pada umumnya da-pat dilakukan melalui perubahan beberapa ke-t enke-t uan ake-t au dengan pembenke-t ukan hukum baru sebagai penggant i hukum yang lama. Berdasar-kan alisis t im bahwasanya dilihat dari segi kons-t ikons-t usionalikons-t asnya pada kons-t akons-t aran siskons-t em hukum dalam hubungan pusat dan daerah rekonsept ua-lisasi f ungsi lembaga adat j uga diarahkan pada salah sat u prinsip dasar yang dianut dalam UU Pemerint ahan Daerah No. 32 Tahun 2004 di ma-na penyelenggaraan ot onomi daerah dengan memperhat ikan aspek demokrasi, keadilan, ke-ist imewaan dan kekhususan suat u daerah, po-t ensi dan keaneragaman daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan bahwa desa t idak lagi merupakan wilayah administ rat if , bahkan

3 Adi Sul ist yono, “ Budaya Musyawar ah Unt uk Penyel

e-saian Sengket a Win-Win Sol ut ion Dal am Perspekt i f Hukum” , Jur nal Hukum Bi sni s, Vol 25 No. 1 Tahun 2006, Yayasan Pengembangan Hukum Bi snis, hl m. 71-85

4 Abdul Gani Abdul l ah, ” Merekonst r uksi Sist em Hukum

(6)

t idak lagi menj adi bawahan at au unsur pelak-sanaan daerah, t et api menj adi daerah yang ist i-mewa dan bersif at mandiri yang berada dalam wilayah kabupat en sehingga set iap warga desa berhak berbicara at as kepent ingan sendiri se-suai kondisi sosial budaya yang hidup di lingku-ngan masyarakat nya. Delingku-ngan demikian harus ada kemauan polit ik pemerint ah unt uk menga-kui keanekaragaman daerah dalam menyeleng-garakan ot onomi daerah dan berkewaj iban pula unt uk merespons dan mengakomodasi prinsip-prinsip hukum lokal ke dalam t at anan hukum nasional yang digunakan sebagai inst rumen (l e-gal i nst r ument ) mel al ui kodif ikasi hukum adat dan f ormulasi mekanisme adat ke dalam st ruk-t ur pemerinruk-t ahan desa; pengesahan peraruk-t uran daerah unt uk memberikan payung hukum bagi penyelesaian sengket a secara inf ormal. Kedua,

st rukt ur hukum. St rukt ur hukum ini selalu saj a dimaknakan para penelit i hukum at au pemerha-t i apemerha-t au bahkan pengguna hukum dengan inspemerha-t ipemerha-t u-si penegak hukum dengan segala konst ruku-si hi-rarkhisnya. Berkait an dengan st rukt ur hukum salah sat u f ungsi dari sist em hukum adalah me-nyediakan mekanisme penyelesaian sengket a. Hal ini dimaksudkan agar orang t idak menyele-saikan perbedaan kepent ingan diant ara mereka dengan cara-cara yang t idak sah, main hakim sendiri dan aksi kekerasan. Asas peradilan se-derhana, cepat dan biaya ringan kenyat aannya t idak dapat dilaksanakan dalam prakt ek penga-dilan oleh masyarakat di wilayah pulau t erpen-cil, karena sampai dengan saat ini kedudukan lembaga peradilan sebagai sat u-sat unya lemba-ga f ormal unt uk menyelesaikan sengket a (lit i-gasi) hanya berada di ibu kot a Daerah Tingkat II Kabupat en. Disamping it u banyak krit ikan yang dilont arkan kepada pengadilan yang disebabkan ant ara lain; penyelesaian sengket a melalui lit i-gasi (pengadilan) sangat lamban, biaya perkara mahal, peradilan pada umumnya t idak respon-sif , put usan pengadilan t idak menyelesaikan masalah, kemampuan para hakim bersif at ge-neralis. Ket iga, budaya hukum. Budaya Hukum akan menj adi indikat or bagi t egaknya dan ke-past ian hukum yang memenuhi rasa keadilan. Pemahaman t ent ang nilai-nilai sosial budaya yang mendasari lahirnya pola perilaku perlu

di-kemukakan sebab melalui pemahaman t ent ang nilai it ulah akan memberikan pemahaman/ pe-ngert ian apa yang menj adi dasar individu dan kelompok masyarakat it u melakukan at au t idak melakukan sesuat u. Berkait an dengan budaya hukum pada umumnya, masyarakat sendirilah yang memut uskan apakah sengket a yang mere-ka alami ingin diselesaimere-kan menurut memere-kanisme f ormal at aukah inf ormal, dan sesuai dengan kebiasaan masyarakat kepulauan, kepala desa lah yang mempunyai posisi sent ral sert a memi-liki peranan dan pengaruh yang besar dalam penyelesaian sengket a inf ormal. Kepala Desa menengahi dan membant u menyelesaikan ber-bagai persoalan dan kasus yang ada di masya-rakat , baik perdat a dan pidana. Kepala Desa pula yang berhubungan dan berkoordinasi de-ngan pihak kepolisian dalam kasus-kasus pidana ringan at au sengket a t anah. Di wilayah kepu-lauan, Kepala Desa dikenal sebagai pihak pemu-t us akhir dalam kasus apemu-t au sengkepemu-t a yang sulipemu-t dit angani. Budaya hukum t idak muncul dengan sendirinya yang t erpisah sama sekali dari sub sist em hukum yang pert ama dan kedua, akan t et api j ust ru budaya hukum akan menj adi ukuran keberhasilan kedua sub sist em hukum t ersebut .

Budaya hukum penyelesaian sengket a melalui lembaga alt ernat if penyelesaian seng-ket a (al t er nat i ve di sput e r esol ut i on) merupa-kan t ren di seluruh dunia. Namun, dengan lat ar belakang yang berbeda. Bagi negara barat se-pert i Amerika Serikat , alt ernat if penyelesaian sengket a lebih dit it ikberat kan pada pert im-bangan prakmat is. Adapun di negara t imur didorong oleh f akt or nilai budaya yang hidup dan berkembang di t engah masyarakat sendiri.5 Indonesia kaya dengan berbagai macam kebudayaan dan pluralisme hukum, hukum t i-dak hanya menj adi t anggung j awab negara. Ma-yorit as permasalahan hukum pada kenyat aan-nya dipecahkan di luar pengadilan melalui me-kanisme yang berlaku di masyarakat . Sebagai cont oh kecil adalah penyelesaian sengket a

5 Chal ik Yahya, “ Perkembangan budaya hukum al t ernat i f

(7)

kungan yang dilakukan melalui j alur diluar pe-ngadilan, mekanisme ini memberikan keunt ung-an yung-ang besar dibung-anding mekung-anisme f ormal. Keunggulan penggunaan Al t er nat if Di sput e Re-sol ut ion dalam mencari penyelesaian sengket a alt ernat if di bidang pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di Indonesia t idaklah t erlet ak pada keunggulan yang bersif at t eknis, namun t erut ama t erlet ak pada peluang yang dimiliki-nya unt uk menembus hambat an polit is yang dalam banyak kasus pencemaran lingkungan sa-ngat mewarnai persoalan lingkungan hidup, sehingga hukum acapkali t idak dit egakkan se-bagaimana mest inya karena adanya int ervensi kekuat an polit ik. Dalam hal ini penggunaan ADR memberikan ruang gerak yang lebih luas unt uk melakukan count er t ekanan polit is t erhadap int ervensi t ersebut .6

Cont oh lain t erkait penyelesaian sengket a di luar j alur lit igasi adalah pada penyelesaian sengket a bisnis. Pada umumnya lembaga arbi-t rase mempunyai kelebihan dibandingkan de-ngan lembaga peradilan. Kelebihan t ersebut ant ara lain karena penyelesaian sengket a dapat dilakukan dengan cepat dan murah; dij amin kerahasiaannya; para pihak dapat memilih ar-bit er yang menurut keyakinannya mempunyai penget ahuan, keahlian dan pengalaman yang cukup mengenai masalah yang disengket akan; dapat menent ukan pilihan hukum sert a proses dan t empat penyelenggaraan arbit rase dan pu-t usannya bersif apu-t f i nal and bi ndi ng.7 Kekuat an hukum adat dan mekanisme penyelesaian seng-ket a di daerah yang dit elit i, mendorong era ot onomi dalam pola hubungan pusat dan daerah unt uk menuangkannya dengan mengesahkan perat uran daerah yang memperkuat penyele-saian sengket a.

Proses ref ormasi polit ik dan penggant ian pemerint ahan yang t erj adi pada t ahun 1998, t elah diikut i dengan lahirnya Undang-Undang

6

Ef i Hul ist yowat i, “ Al t ernat ive Di sput e Resol ut ion (ADR) sebagai Al t ernat if Penyel esaian Sengket a Lingkungan Hidup di Indonesia” , Jur nal Humani , Hukum Dan Masya-r akat Madani , Vol 3 No. 2 Tahun 2002, Fakul t as Hukum Uni versit as Semar ang, hl m. 24-35

7 Priyat na Abdurrasyid, “ Arbit rase dan Al t ernat i f

Penyel esai an Sengket a” , PPH Newsl et t er , Hukum Dan Per kembangannya, No. 52 Tahun 2003, Yayasan Pusat Pengkaj ian Hukum, hl m. 1-14

Nomor 22 Tahun 1999 t ent ang Pemerint ahan Daerah yang mencabut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 t ent ang pemerint ahan desa dan kelurahan. Selanj ut nya sebagaimana diat ur lam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 da-lam Bab XI Pasal 93-111 t ent ang penyeleng-garaan pemerint ahan desa dan PP Nomor 76 Ta-hun 2001 t ent ang Pedoman Umum Pengat uran mengenai desa menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran sert a masyarakat , pe-merat aan dan keadilan sert a memperhat ikan pot ensi dan keanekaragaman daerah. Dalam Pasal 94 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. bent uk pemerint ahan desa t erdiri at as Peme-rint ah Desa dan Badan Perwakilan Desa di mana Pemerint ahan Desa t erdiri at as kepala desa dan perangkat desa (sekdes, bendaharawan desa, kepala seksi dan kepala dusun), sedangkan Ba-dan Perwakilan Desa (BPD) sesuai Pasal 104 adalah wakil penduduk desa yang dipilih dari dan oleh penduduk desa yang mempunyai f ung-si mengayomi adat ist iadat , membuat perat ur-an desa dur-an mengawasi penyelenggaraur-an peme-rint ahan desa. Unt uk it u BPD dan kepala desa menet apkan Perat uran Desa (Perdes). Dalam melaksanakan t ugas dan kewaj ibannya, kepala desa bert anggung j awab kepada rakyat melalui BPD dan melaporkan pelaksanaan t ugasnya ke-pada bupat i. Pada akhirnya demi penyempur-naan diundangkan perat uran nomor 32 Tahun 2004 dimana pengat uran mengenai desa dise-but kan dalam bab XI pasal 200 sampai dengan 216 yang selanj ut nya diikut i perubahannya de-ngan Undang-undang nomor 8 Tahun 2005 dan dikeluarkannya perat uran pelaksanaan nomor 72 Tahun 2005, yang semuanya memberikan hak ist imewa t erhadap desa sebagai masyara-kat hukum unt uk mengat ur dan mengurus ke-pent ingan masyarakat set empat berdasarkan asal-usul dan adat ist iadat set empat yang di-akui dalam sist em pemerint ahan nasional

(8)

at as dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini mengandung perubahan asas dari UU Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang No-mor 5 Tahun 1979 dari sent ralist ik menj adi de-sent ralist ik unt uk sebesar-besarnya diarahkan pada pemberdayaan at au peningkat an peran pemerint ahan desa dalam pelaksanaan ot onomi daerah yang luas, nyat a. dan bert anggung j awab.

Dilihat dari kuant it as maupun kualit as-nya, penyelesaian yang dilakukan dilembaga f ormal t idak lebih baik dari penyelesaian yang dilakukan di luar ruang pengadilan, baik yang menyangkut persengket aan bisnis maupun per-soalan sehari-hari. Hal ini t idak hanya t erj adi di Indonesia t et api j uga negara-negara maj u sepert i Amerika Serikat .8

Perlu kiranya pilihan penyelesaian seng-ket a ini dikembangkan dan diupayakan unt uk mencari nilai-nilai sert a asas-asas hukum se-bagai ref leksi dari akar budaya Indonesia seba-gai landasan at au j iwa dari lembaga penye-lesaian sengket a diluar pengadilan, pada gilir-annya t erj adi peningkat an dan kemudahan ma-syarakat diwilayah t erpencil t erhadap akses keadilan.

UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan bah-wa desa t idak lagi merupakan wilayah adminis-t raadminis-t if , bahkan adminis-t idak lagi menj adi bawahan aadminis-t au unsur pelaksanaan daerah, t et api menj adi dae-rah yang ist imewa dan bersif at mandiri yang berada dalam wilayah kabupat en sehingga se-t iap warga desa berhak berbicara ase-t as kepen-t ingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakat nya. Dapat di-simpulkan bahwa pada era ot onomi daerah Negara t elah kembali memberikan pengakuan secara yuridis t erhadap keberadaan dan kema-j emukan adat ist iadat khususnya pada peme-rint ahan desa yang mempunyai hak asal usul bersif at ist imewa yang ot omat is memberikan ruang pada mekanisme inf ormal unt uk berf ung-si sebagai alt ernat if penyelesaian sengket a.

8 Mangat as Si t ohang, et . al , “ Kaj ian Medi asi Sebagai Kebi

-j akan Hukum Dal am Menyel esaikan Konf l ik Perkar a Per-dat a di PN/ Niaga dan HAM Kel as 1A Medan” , Jur nal St udi Pembangunan, Vol 1 No. 2 2006, hl m. 32-41

Komunit as Adat Terpencil sendiri dimak-nai sebagai masyarakat komunal berlandaskan kondisi geograf is, ras, et nis maupun budaya yang berdiam diri di wilayah yang sulit t er-j angkau at au er-j auh dari segala akses, let ak geo-graf is menj adi alasan ut ama kat egori KAT. Be-rangkat dari kondisi empirik sepert i t ersebut di at as melat ar belakangi st udi mengenai akses t erhadap keadilan bagi masyarakat di wilayah kepulauan t erpencil khususnya kepulauan Ka-ngean. Kaj ian-kaj ian di awal yang menghasilkan berbagai prof il ant ara lain Tipologi perselisihan umum berdasarkan sumber konf lik, Invent arisir beragamnya pilihan akt or penyelesai sengket a di Kepulauan Kangean dan lat ar belakang pe-milihannya, Norma-norma yang berkait an de-ngan pengat uran mekanisme penyelesaian in-f ormal, Evaluasi Put usan Penyelesaian Inin-f ormal sebagai dasar pert imbangan hukum oleh Hakim. Prof il ini akan menj adi dasar unt uk menyusun rumusan model Lembaga Penyelesaian Sengke-t a Inf ormal Berbasis KomuniSengke-t as AdaSengke-t Terpencil di Wilayah Kepulauan Kangean.

Pembent ukan f ungsi yudikat if dalam sis-t em pemerinsis-t ahan desa akan di dasarkan pada perat uran perundang-undangaan yang sudah berlaku sebelumnya yait u UU No. 32 t ahun 2004 t ent ang Pemerint ahan Daerah, UU No. 10 t ahun 2004 t ent ang Pembent ukan Perat uran Perun-dang-Undangan, dan PP nomor 72 t ahun 2005 t ent ang Desa.

UU No. 12 t ahun 2011 t ent ang Pemben-t ukan PeraPemben-t uran Perundang-Undangan pada Pa-sal 7 ayat 1 menent ukan bahwa j enis dan hie-rarki Perat uran Perundang-Undangan adalah sebagai berikut :

(1) Jenis dan hierarki Perat uran Perun-dang-undangan t erdiri at as:

a. UUD 1945; b. Ket et apan MPR;

c. Undang-Undang/ Perat uran Peme-rint ah Penggant i Undang-Undang; d. Perat uran Pemerint ah;

e. Perat uran Presiden;

f . Perat uran Daerah Provinsi; dan g. Perat uran Daerah Kabupat en/

Ko-t a.

(9)

Jenis Perat uran Perundang-undangan se-lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup perat uran yang dit e-t apkan oleh Maj elis Permusyawarae-t an Rakyat , Dewan Perwakilan Rakyat , Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konst it usi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indone-sia, Ment eri, badan, lembaga, at au komi-si yang set ingkat yang dibent uk dengan Undang-Undang at au Pemerint ah at as perint ah Undang-Undang, Dewan Perwa-kilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabu-pat en/ Kot a, BuKabu-pat i/ Walikot a, Kepala De-sa at au yang set ingkat .

Berdasarkan pasal 8 ayat (1) UU No. 12 t ahun 2011, maka dimungkinkan unt uk membent uk Perat uran Desa yang subst ansinya mengat ur t ent ang kedudukan f ungsi Yudikat if dalam sis-t em pemerinsis-t ahan Desa.

Perat uran Pemerint ah Nomor 72 Tahun 2005 t ent ang Desa sebagai pelaksanaan pasal 216 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004 berikut peru-bahannya UU No. 8 Tahun 2005, memberikan hak ist imewa t erhadap desa sebagai masya-rakat hukum unt uk mengat ur dan mengurus kepent ingan masyarakat set empat berdasarkan asal-usul dan adat ist iadat set empat yang di akui dalam sist em pemerint ahan nasional. De-ngan demikian dapat diart ikan bahwa pranat a-pranat a adat yang masih dij adikan sebagai pe-doman dalam kehidupan bermasyarakat dalam pelaksanaannya dapat dit uangkan dalam suat u at uran yang bent uknya adalah bisa berupa Pe-rat uran Daerah at au karena yang diberikan hak ist imewa lebih lanj ut adalah desa, maka desa pun bisa membent uk Perat uran Desa. Sehingga hal ini bisa dikat akan Perat uran Daerah maupun Perat uran Desa merupakan produk Kebij akan Daerah sebagai program legislasi daerah.

UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang arbit rase dan alt ernat if penyelesaian sengket a, di sam-ping mengat ur secara panj ang lebar t ent ang ar-bit rase, memperlihat kan kepada kit a bahwa sebenarnya undang-undang t ersebut j uga me-nekankan kepada penyelesaian sengket a alt er-nat if berbent uk mediasi. Bahkan, t idak menu-t up kemungkinan penyeiesaian sengkemenu-t a mela-lui alt ernat if -alt ernat if lain. Pasal 6 UU No. 30

Tahun 1999 mengat ur mengenai pilihan dalam penyelesaian sengket a melalui cara musyawa-rah para pihak yang bersengket a; di bawah t it el "Alt ernat if Penyelesaian Sengket a", yang meru-pakan t erj emahan dari Al t er nat ive Disput e Re-sol ut ion.

Kenyat aannya bahwa masyarakat kepu-lauan Kangean masih menggunakan cara-cara inf ormal dalam menyelesaikan segala permasa-lahannya maka inst rumen hukum dapat di kons-t ruksi melalui UU No. 32 kons-t ahun 2004 kons-t enkons-t ang Pemerint ahan Daerah dan UU No. 10 Tahun 2004 t ent ang Pembent ukan Perat uran Perun-dang-undangan sert a PP 72 Tahun 2005 t ent ang Desa. Beberapa perat uran t ersebut dapat di j a-dikan sebagai legal basis argumen dalam rangka penguat an mekanisme inf ormal di wilayah ke-pulauan Kangean. Sebagai Komunit as Adat Ter-pencil yang berada di wilayah kepulauan maka kondisi Kepulauan Kangean di j adikan sebagai basis geograf isnya. Jauhnya akses t erhadap ke-adilan f ormal dan t ingginya resist ensi t erhadap nilai budaya yang ada dan hidup di dalam ma-syarakat Kangean dapat menj adi legal input da-lam pelembagaan mekanisme inf ormal penyele-saian sengket a. Dengan penguat an melalui pe-nyusunan perat uran desa sebagai landasan yuri-dis pelembagaan mekanisme inf ormal ini maka diharapkan ada kepast ian hukum dan legit imasi bagi pemangkunya.

(10)

vo-l unt ar i an, yait u masyarakat yang dalam int era-ksi sosialnya didasarkan kesukarelaan yang t inggi dalam berkorban unt uk sat u t erhadap lainnya.9

Implement asi dari pembent ukan f ungsi yudikat if di t ingkat desa ini bisa melibat kan t okoh-t okoh baik inf ormal maupun f ormal yang ada di desa t ersebut . Karena embrio dari alt er-nat if penyelesaian sengket a ini adalah bersif at mendamaikan yang t epat unt uk bent uknya ada-lah mediasi yang melembaga pada sist em pe-merint ahan desa dan di kuat kan secara norma-t if dengan snorma-t ruknorma-t ur kelembagaan sernorma-t a mekanis-me prosesnya.

Mediasi bukan pranat a hukum, melainkan pranat a sosial. Oleh karena it u, pekerj aan me-diasi bukanlah pekerj aan di bidang hukum, wa-laupun pekerj aan paling ut ama menyelesaikan sengket a hukum. Karena it u mediat or t idak harus ahli hukum. Seorang ahli lingkungan (bukan ahli hukum lingkungan), sepert i seorang ahli biologi, ahli kehut anan dapat menj adi mediat or yang sangat baik menyelesaikan seng-ket a lingkungan. Syarat ut ama mediat or adalah kemampuan mengaj ak dan meyakinkan pihak yang bersengket a unt uk mencari j alan t erbaik menyelesaikan sengket a mereka (keahlian lam t eknik mediasi). Seorang ahli ekonomi da-pat menj adi mediat or yang baik mediasi seba-gai alt ernat if penyelesaian sengket a di luar pe-ngadilan menyelesaikan sengket a bisnis dengan berbagai perhit ungan resiko ekonomi kalau ber-perkara ke pengadilan. Alhasil, pekerj aan me-diasi t erbuka bagi semua orang, t ermasuk ula-ma at au t okoh ula-masyarakat . Pendekat an sosial at au keagamaan dapat menj adi pangkal t olak menyelesaikan sengket a keluarga (baik keluar-ga kecil at au keluarkeluar-ga besar), t anpa harus me-nyent uh ket ent uan hukum t ert ent u.10

Penut up

9

Sunarno, “ Pr akt ek ADR (Penyel esaian Sengket a di Luar Pengadil an) Dal am Menyel esaikan Sengket a Tanah” ,

Jur nal Medi a Hukum, Vol 13 No. 1 Tahun 2006, FH UMY Yogyakart a, hl m. 20-34

10 Sugiat mi ningsih, “Medi asi Sebagai Al t ernat if Penyel

e-saian Sengket a di Luar Pengadil an” , Jur nal Vol 12 No. 2 Jul i – Desember 2009, Sal am STIH Sunan Giri Mal ang, hl m. 129-139

Dari lokasi penelit ian yang t erdiri dari 3 Kecamat an yait u Kecamat an Arj asa, Kecamat an Kangayan dan Kecamat an Sapeken menempat -kan kasus t anah sebagai sengket a yang paling sering t erj adi. Kasus-kasus lainnya yang kerap muncul di wilayah Kepulauan Kangean adalah kriminalit as, dan berbagai permasalahan per-dat a misalnya perkawinan, perceraian dan wa-risan, ada j uga isu sant et at au guna-guna. Ma-syarakat Kepulauan Kangean menempat kan Kepala Desa dalam posisi sent ral sert a memiliki peranan dan pengaruh yang besar dalam penye-lesaian sengket a inf ormal. Kepala Desa mene-ngahi dan membant u menyelesaikan berbagai persoalan dan kasus yang ada di masyarakat , baik perdat a maupun pidana. Kasus t anah umumnya t erj adi secara individu at au keluarga. Kriminal biasanya dapat diselesaian secara ef ekt if , di respon cepat dan polisi merupakan upaya t erakhir. Kasus perkawinan, perceraian dan warisan selain di t engahi oleh Kepala Desa kadangkala menempat kan t okoh agama sebagai penasehat dan memberikan masukan posit if . Oleh karena masyarakat kepulauan Kangean masih menggunakan cara-cara inf ormal dalam menyelesaikan segala permasalahannya, maka inst rumen hukum dapat di konst ruksi melalui UU No. 32 t ahun 2004 t ent ang Pemerint ahan Daerah dan UU No. 10 Tahun 2004 t ent ang Pembent ukan Perat uran Perundang-undangan sert a UU No. 30 Tahun 1999 t ent ang Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a, j uga PP 72 Tahun 2005 t ent ang Desa. Dengan penguat an melalui penyusunan perat uran desa sebagai landasan yuridis pelembagaan mekanisme inf or-mal ini maka diharapkan ada kepast ian hukum dan legit imasi bagi pemangkunya.

(11)

res-ponsif , mahal, dan sulit diakses bagi masya-rakat di kepulauan t erpencil.

Daft ar Pust aka

Abdullah, Abdul Gani ” Merekonst ruksi Sist em Hukum dan Hubungan Pusat dan Daerah” ,

Jur nal Var i a Per adi l an, Vol. XXII No. 265 Tahun 2007;

Abdurrasyid, Priyat na “ Arbit rase dan Alt ernat if Penyelesaian Sengket a” PPH Newslet t er : Hukum dan Per kembangannya, No. 52 Tahun 2003. Yayasan Pusat Pengkaj ian Hukum;

Ali, Mahrus 2009 Menggugat Domi nasi Hukum Negar a (Penyelesai an Per kar a Car ok Ber -dasar kan Ni l ai -Ni l ai Budaya Masyar akat Madur a) Yogyakart a: Rangkang;

Hakim, Guswan. “ Kalo Sara Sebagai Alt ernat if Penyelesaian Sengket a Hukum Adat Suku Tolaki” Jur nal Hukum Cl avi a, Vol. 9 (2) Tahun 2008;

Hulist yowat i, Ef i. “ Alt ernat ive Disput e Resolu-t ion (ADR) Sebagai AlResolu-t ernaResolu-t if Penyele-saian Sengket a Lingkungan Hidup Di Indonesia” . Jur nal Humani , Hukum dan

Masyar akat Madani , Vol 3 No. 2 2002. Fakult as Hukum Universit as Semarang;

Sit ohang, Mangat as et . al. “ Kaj ian Mediasi seba-gai Kebij akan Hukum dalam Menyelesai-kan Konf lik Perkara Perdat a Di PN/ Niaga dan HAM Kelas 1A Medan” . Jur nal St udi Pembangunan, Vol 1 (2) Tahun 2006;

Sugiat miningsih. “Mediasi Sebagai Alt ernat if Penyelesaian Sengket a di Luar Pengadil-an” . Jur nal Sal am , Vol 12 No. 2 Juli – Desember 2009.STIH Sunan Giri Malang; Sulist yono, Adi. “ Budaya Musyawarah Unt uk

Penyelesaian Sengket a Win-Win Solut ion Dalam Perspekt if Hukum” . Jur nal Hukum Bi sni s, Vol 25 No. 1 2006. Yayasan Pe-ngembangan Hukum Bisnis;

Sunarno. “ Prakt ek ADR (Penyelesaian Sengket a di Luar Pengadilan) Dalam Menyelesaikan Sengket a Tanah” . Jur nal Medi a Hukum,

Vol 13 No. 1 2006. FH UMY Yogyakart a; Yahya, Chalik. “ Perkembangan Budaya Hukum

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai perihal tersebut diatas disampaikan bahwa perusahaan saudara/i diundang untuk melaksanakan kegiatan pembuktian kualifikasi atas paket pekerjaan Jasa Konsultan Perencanaan

In this pattern, a transitive verb carries the action of the subject across to a second.. noun (or

n : Hasil Rapat Dewan Guru SD Negeri 2 Karanganyar tanggal 16 Juni 2016 di SD Negeri 2 Karanganyar tentang Pembagian Tugas Guru Dalam Kegiatan Proses Belajar Mengajar

Demikian pula apabila syarat sahnya suatu perianjian khususnya Pasal 1320 ayat (3) KUH-Perdata mengenai suatu hal tertentu, dalam hal pembuatan akta perjanjian pengikatan jual

• Harus tahu karakteristik penetrasi panas produk yang dipanaskan.. Pemusnahan mikroba

[r]

Melalui kegiatan membuat puisi sendiri, siswa mampu mengungkapkan makna yang terkandung dalam puisi secara lisan maupun tulisan dengan benarC. Melalui kegiatan mencermati syair

Tujuan Kegiatan Penilaian: mengukur kemampuan siswa dalam menjelaskan manfaat hewan dan tumbuhan bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitar dan keterampilan