ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 1 10.1 ASPEK LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta
Karya oleh pemerintah Kota Pasuruan telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen
pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan(AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan
laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tamping lingkungan;
peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk
menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak
dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal,
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 2 disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1) Pemerintah Pusat
a) Menetapkan kebijakan nasional.
b) Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d)Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
e) Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim
dan perlindungan lapisan ozon.
g) Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h) Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i) Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat.
j) Menetapkan standar pelayanan minimal
2) Pemerintah Provinsi
a) Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b) Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d)Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah,
dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e) Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f) Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang
program dan kegiatan.
g) Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3) Pemerintah Kabupaten/Kota
a) Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota
b) Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.
d)Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 3 10.1.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis ( KLHS )
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis,
menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi
dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau
program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1) RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.
2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM bidang Cipta
Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan
prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan
dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negative
terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar
instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan
prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan
berkelanjutan
Sumber: PERMEN LH No.9/2011Gambar
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 4
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2- JM
per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan,
kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan
wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu
dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6)
peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok
masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu -isu
tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau
dampak terhadap isu- isu tersebut.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak
teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di
atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas
RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan,
dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran
dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap
kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat
menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut
1) Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan,
dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan
identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan
KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk
menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 5
Tabel 10. 1 Contoh Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam Penyusunan KLHS
Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Contoh Lembaga
Pembuat Keputusan a. Bupati/Walikota
b. DPRD
Penyusunan Kebijakan,
Rencana Dan/Atau Program a. Dinas PU cipta karya
b. BPLHD Masyarakat Yang Memiliki
Informasi dan/atau Keahlian (Perorangan/Tokoh/Kelomp
a. Perguruan Tinggi Atau Lembaga Penelitian Lainnya
b. asosiasi profesi
c. Forum-Forum Pembangunan Berkelanjutan Dan Lingkungan Hidup
d. LSM/Pemerhati Lingkungan Hidup
e. Perorangan/Tokoh
f. Kelompok Yang Memiliki Data Dan Informasi Berkaitan Dengan SDA
Masyarakat Terkena Dampak a. Lembaga Adat
b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh Masyarakat
d. Organisasi Masyarakat
e. Kelompok Masyarakat Tertentu (nelayan,petani dll).
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan.
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut;
2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 6 Tabel 10. 2 Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya di Kota Pasuruan
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Contoh: Kekeringan, menurunnya kualitas air
Kota Pasuruan mempunyai sumber air baku dari sungai Welang, Gembng, Petung, Sodo, Kepel, dan Calung. Selain sungai, dengan adanya dam, mata air, pompa air dan sumur bor maka kebutuhan air baku di Kota Pasuruan sudah tercukupi.
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman
Persoalan banjir yang terjadi di Kota Pasuruan diakibatkan oleh buruknya saluran drainase dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengolahan sampah.
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan.
Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
Belum maksimalnya saluran drainase Di Kota Pasuruan sehingga pada kawasan kumuh apabila terjadi banjir, air hujan tidak menyebabkan banjir
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan
Contoh: pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir
Lingkungan yang buruk maka berdampak pada berbagai aspek antara lain pendalpatan dan kesejahteraan
Sosial
Isu 5: Pencemaran menyebabkan
berkembangnya wabah penyakit Contoh: menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh
Wabah penyakit sebagian besar berasal dari lingkungan yang tidak sehat/kumuh
c) Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
Tabel 10. 3 Tabel Identifikasi Kebijakan/Rencana/Program (KRP)
No. Komponen
kebijakan/rencana/prog ram
Kegiatan Lokasi
(Kecamatan/Kelurahan)
1 Pengembangan Permukiman
1.
2.
3.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 7
No. Komponen
kebijakan/rencana/prog ram
Kegiatan Lokasi
(Kecamatan/Kelurahan) 1.
2.
3.
3 Pengembangan Air Minum
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 1
d) Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Kota Pasuruan
Tabel 10. 4 Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di WilayahKota Pasuruan
No.
Komponen kebijakan, rencana dan/atau program*
Pengaruh pada Isu-Isu Strategis Berdasarkan Aspek-aspek Pembangunan Berkelanjutan**
Bobot Lingkungan Hidup
Permukiman Bobot Sosial Bobot Ekonomi Total
Bobot
Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2 Isu 1 Isu 2
1 Pengembangan Permukiman
1.
2.
3.
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
1.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 2
3.
3 Pengembangan Air Minum
1.
2.
3.
4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
1.
2.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 1 2) Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program untuk
mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan KRP dan menjamin pembangunan
berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program
yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan berkelanjutan, maka
dikembangkan beberapa alternatif untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan,
rencana dan/atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk menyempurnakan dan atau mengubah
rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang diperkirakan akan menimbulkan dampak lingkungan atau
bertentangan dengan kaidah pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau program.
c.
Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritaspelaksanaan kebijakan, rencana,dan/atau program.
d.
Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.Tabel 10. 5 Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No. Komponen kebijakan, rencana
dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP
1 Pengembangan Permukiman
1.
2.
3.
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
1.
2.
3.
3 Pengembangan Air Minum
1.
2.
3.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 2
No. Komponen kebijakan, rencana
dan/atau program Alternatif Penyempurnaan KRP
2.
3.
3) Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel 10. 6 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. Komponen Kebijakan,
Rencana dan/atau Program Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
1 Pengembangan Permukiman Penanggulangan kawasan kumuh di bagian Kota Pasuruan melalui :
Pengembangan Perumahan vertical
Pengembangan RUSUNAWA
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan Pembanguna dan pengembangan koridor jalan.
Pembanguna sarana dan prasaran penunjang
3 Pengembangan Air Minum Peningkatan jaringan air minum melalui :
Pipanisasi
Pembangunan bak penampung
Pembangunan sumur bor 4 Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
Pembangunan dan revitalisasi fasilitas pengendalian banjir seperti danau buatan, wadung/embung, sumur resapan, situ, tanggul sungai, tanggul laut, boezem, dan pompa air.
Peningkatan sarana prasarana TPA melalui:
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 1 4) Hasil Penilaian KLHS RTRW Kota Pasuruan
Tabel 10. 7 Rekomendasi Perbaikan KRP RTRW Kota Pasuruan Tahun 2011-2031
No.
Alternatif Mitigasi Rekomendasi
Positif Negatif
1 PembangunaJalan
Lingkar Utara
Pengembangan wilayah pertumbuhan
ekonomidaerah/wilayah pesisir utara Kota Pasurun.
Meningkatkan aksesbilitas wilayah utara Kota Pasuruan khususnya dan kawasan regional umumnya
Meredukasi kemacetan di wilayah pusat kota.
Berkurangnya lahan tambak kaerna dipegunakan untuk pembanguna JLU.
Menurunnya
produktivitas tambak.
Berkurangnya daerah resapan air di wilayah utara.
Konflik dengan masyarakat terkait pembebasan lahan.
Polusi udara dan suara
Program intensifikasi untuk meningkatkan
produktivitas tambak.
Pembebasan lahan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengadaan sumur resapan (individu dan komunal) dan lubang biopori di permukiman kepadatan tinggi wilayah utara.
Penanaman vegetasi di sepanjang JLU untuk mereduksi polusi.
Pada pengembangan JLU dilakukan juga penanaman vegetasi pada sisi kiri dan kanan jalan untuk mengurangu polusi udara dan suara.
Perlu penyediaan jalur hijau dan pulau jalan untuk menambah kawasan RTH.
Penyediaan Studi kelayakan AMDAL dalam
proses
pengembangannya.
2 Pengembangan
Kawasan
Pengembangan wilayah pertumbuhan
ekonomidaerah/wilayah pesisir utara Kota Pasurun.
Sebagai salah satu bangkitan
perekonomian bagi masyarakat Kota Pasuruan.
Sebagai pusat kegiatan pesisir di kawasan utara Kota Pasuruan.
Penigkatan pelayanan
transportasi laut
dengan biaya murah, cepat, dan mudah
Pengembangan kawasan
pelabuhan mengurangi kawasan pelestarian hutan bakau di pesisir utara Kota Pasuruan.
Rusaknya ekosistem pantai akibat pembangunan pelabuhan.Terjadi
penggusuran perumahan
warga yang menyewa lahan PT. PELINDO.
Pengembangan kawasan hutan bakau sebagai RTH sempadan pantai di sekitar kawasan pelabuhan.
Pelestarian ekosistem pantai di sekitar kawasan pelabuhan.
Penyediaan studi kelayakan dan AMDAL dalam proses
pengembangannya. Sosialisasi pada
masyarakat,
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 2
3 Revitalisasi
Industri rumah masyarakat Kota Pasuruan, terutama pada kawasan yang mengembangkan
Pengembangan industry
mebel jadi satu dengan dengan permukiman, mengakibatkan sedikit kesulitan dalam Pemetaannya.
Terjadi polusi udara dan limbah industry.
Menyediakan RTH untuk
kawasan resapan air guna mendukung penyediaan RTH Kota. Penyediaan instalasi limbah
untuk industry yang menghasilkan limbah berbahaya.
Pengembangan industry
mebel disertai dengan penyediaan RTH dan system pengolahan limbah (IPAL) yang berfungsi untuk mereduksi pencemaran. Penyediaan IPAL dilakukan
pada masing-masing sentra industry secara kamunal.
4 Peningkatan
Pelayanan
Dengan pengembangan
fasilitas akan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat.
Pengembangan kawasan
Blandngan diharapkan dapat mengurangi kepadatan aktivitas masyarakat di pusat kota.
Jika pengembangan
terminal tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur dan fasilitas pendukung, dapat
menyebabkan masalah baru seperti emanfaatan terminal yang tidak optimal.
Mempertahankan keberadaan
RTH yang telah ada,
sertapenambahan infrastruktur pendukung terminal sesuai dengan tipe terminal. Peningkatan kelembagaan
terminal.
Penyediaan lahan bagi RTH untuk kawasan resapan air. Penyediaan fasilitas
pendukung pengembangan terminal yang lengkap dan memadai.
Peningkatn kelembagaan terminal.
5 Penataan
Kawasan Kumuh
Merupakan upaya
penanggulangan keberadaan kawasan kumuh.
Upaya pemenuhan akan
kebutuhan hunian layak bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Penyehatan lingkungan
Pengembangan perumahan
vertical.
Pembangunan RUSUNAWA.
Rehabilitasi rumah tidak layak huni. Penyediaan RTH taman di setiap
kelompok taman. Peningkatan pelayanan
persampahan di wilayah utara Kota.
Penanggulangan kawasan kumuh di bagian utara kota melalui :
Pengembangan
perumahan vertical.
Pengembangan RUSUNAWA.
Rehabilitasi rumah tidak layak huni.
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 3
permukiman kumuh. Menjadikan rumah
sehat/layak huni.
Normalisasi den pengembangan
jaringan drainase tersier di wilayah utara kota.
setiap kelompok lingkungan.
Peningkatan pelayanan persampahan di wilayah utara kota.
Normalisasi jaringan drainase tersier di wilayah utara kota.
6 Pembangunan
Pasar di Kecamatan Bugul Kidul
Banjir
Alih Fungsi Lahan
Global Warming
polusi
Merupakan pusat pertumbuhan ekonomi baru di Kota Pasuruan Mengurangi tingkat
pengangguran.
Pemerataan/mengurangi
kesenjangan agar timbul pertumbuhan ekonomi.
Adanya limbah pasar dan sampah.
Kemacetan pada ruas jalan yang dibangun pasar.
Berkurangnya daerah resapan air.
Meningkatnya polusi di kawasan sekitar pasar.
Penyediaan TPS khusus bagi kawasan perdagangan. Penyediaan saluran limbah
perdagangan aga tidak mencemari lingkungan. Perlu adanya rekayasa
lalulintas.
Penyediaan RTH di kawasan perdagangan.
Penyediaan lahan parker off street yang mampu menampung kendaraan pengguna pasar.
Pembangunan pasar di Bugul Kidul yang dilengkapi dengan fasilitas TPS, saluran limbah, RTH, dan lahan parker off street yang memadai.
7 Pengembangan
wisata bahari terkolaborasi dengan wisata religi dan budaya
Global Warming
polusi
Mengembangan
pelestarian kawasan bakau di pesisir utara kota.
Mengembangkan wisata
bahari sehingga mampu menjadi salah satu sumber perekonomian kota.
Melestarikan wisata religi dan budaya.
Munculnya sektor informal yang tidak terkendali.
Rusaknya ekosistem pesisir jika tidak
dikendalikan dengan baik.
Pengembangan kawasan
wisata juga dapat menimbulkan limbah dan sampah.
Meningkatnya polusi kota
Harus ada perencanaan dan pelaksanaan peletarian kembali ekosistem pesisir untuk mengganti kawasan yang sudah dieksploitasi, terutama kawasan hutan bakau dan tambak. Penyediaan TPS khusus bagi
kawasan yang dikembangkan untuk kawasan wisata pesisir. Standarisasi ramah lingkungan
untuk kendaraan paket wisata.
Penyediaan studi kelayakan dan AMDAL dalam proses pengembangannya. Penyediaan lahan bagi RTH
untuk resapan air. Standarisasi ramah
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 4
karena bertambahnya jumlah wisatawan dan kendaraan.
8 Penanggulangan
Banjir
Menanggulangi semua
dampak negatif banjir. Mitigasi bencana banjir.
Membuat danau buatan,
waduk atau embung di beberapa tempat termasuk di tengan kota untuk menampung kelebihan air hujan agar dapat dimanfaatkan saat musim kemarau.
Pembuatan sumur resapan
supaya mempercepat aliran air. Memanfaatkan situ-situ yang
ada untuk mengembalikan keseimbangan air. Meningkatkan tanggul
plesengan penahan banjir. Normalisasi sungai secara
berkala.
Membuat tanggul laut untuk mencegah intrusi air laut maupun gelombang pasang.
Embangun boezem untuk
menampung air dari saluran drainase dari catchment area serta mengurangi dampak dan resiko banjir.
Membangun pompa air, pos
pantau banjir, dan bangunan penahan gelombang.
Penyediaan RTH lebih diperluas hingga mencapai standart kota yaitu 30%, guna mengurangi bahaya banjir.
Meningkatkan kapasitas dan kualitas saluran drainase kota melalui beberapa langkah seperti yang telah disebutkan dalam alternatif mitigasi.
Pembangunan dan
revitalisasi fasilitas pengendalian banjir seperti danau buatan,
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 1 10.1.2 AMDAL, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis
Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Tabel 10. 8 Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan Perundangan
UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Permen LH 09/2011 tentang
Pedoman umum KLHS
UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis
kegiatan bidang PU wajib UKL UPL.
Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usahadan/atau kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian Umum
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang
masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi lingkunga n dengan
Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM.
Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan.
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme pelaksanaan
pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,
dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
perumusan alternatif penyempurnaan
Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL .
Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 2 kebijakan, rencana, dan/atau program;
dan
. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan
f) Muatan Studi Lingkungan
Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan.
Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan. Alternatif rekomendasi untuk
rencana/program
Kerangka acuan; Andal; dan RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
h) Outcome Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. segala usaha dan/atau kegiatan yang
telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan.
Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKLRPL) didanai oleh pemrakarsa,
Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD,
Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota
j) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
Yang terkena dampak;
Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
Yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 3 Lainnya:
a. Posisi
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analisis Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif
Amat terbatas
e. Titik berat telaahan
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h. Deskripsi proses
Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir
i. Fokus pengendalian dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan
Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai
Tidak diperlukan institusi yang berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL
adalah sebagai berikut:
Tabel 10. 9 Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem
Control landfill/sanitary landfill:
Luasan kawasan TPA, atau ≥ 10 ha
Kapasitas total ≥ 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
luas landfill, atau semua
kapasitas/ besaran
Kapasitas Total
c. Pembangunan transfer station:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 4 e. Pengolahan dengan insinerator:
Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
Kapasitas ≥ 500 ton/hari
B Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas ≥ 25 ha
b. Kota besar, luas ≥ 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas ≥ 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi ≥ 2.000 ha Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
luas, atau ≥ 2 ha
Kapasitas ≥ 11 m3/hari
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas penunjangnya:
luas, atau ≥ 3 ha
Kapasitas ≥ 2,4 ton/hari
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
luas layanan, atau ≥ 500 ha
Debit air limbah ≥ 16.000 m3/hari
C Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di
permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang: ≥ 5 km
b. Kota sedang, panjang: ≥ 10 km
D Jaringan Air Bersih Di Kota Besar / Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
Luas layanan ≥ 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
panjang ≥ 10 km
Sumber: Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak
wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan
bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 5
Tabel 10. 10 Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan Dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk
instansi penunjang:
Luas kawasan, atau < 10 Ha
Kapasitas total < 10.000 ton TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha
Kapasitas total < 5.000 ton Pembangunan Transfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
Kapasitas < 500 ton Pembangunan Incenerator
Kapasitas < 500 ton/hari
Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/Permuki man
Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas
penunjang
Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman
Luas < 500 ha
Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
c. Drainase Permukaan Perkotaan
Pembangunan saluran primer dan sekunder
Panjang < 5 km
Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
d. Air Minum
Pembangunan jaringan distribusi: · luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha ii.
Pembangunan jaringan pipa transmisi
Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
Pedesaan, Panjang : -
Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps
Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
·Pelayanan masyarakat oleh Penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps ·Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 6 Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1)Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
2)Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
3)Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan Pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
4)Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1)Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
2)Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
3)Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan
bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
4)Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL.
Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1)Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
2)Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
3)Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan
bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2.
4)Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Pengembangan kawasan permukiman
baru
Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha
Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha
Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/ Lingkungan Siap Bangun)
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 7
Luas kawasan: < 10 ha
g. Peningkatan Kualitas Permukiman
Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
Luas kawasan: < 10 ha
Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
Luas kawasan: < 10 ha
Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP).
Luas kawasan: < 10 ha
h. Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan
Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun
Luas kawasan: < 5 ha
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008
Tabel 10. 11 hecklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
No. Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH
1 Pengembangan Permukiman
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 8 4 Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
10.2 Aspek Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf
perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang
terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta
pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak
sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun
permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah
keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup
bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang- undangan yang
menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut
1) UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil,
tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat
nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2) UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmurann
bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 9
3) Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,
termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan
pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan
partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4) Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5) Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender
guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif
gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan
masing-masing.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1) Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun
bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional
ataupun bersifat lintas provinsi
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan
kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan,
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 10 berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya
2) Pemerintah Provinsi
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun
bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional
c. ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
d. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
e. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program
pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta
Karya.
3) Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,
pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain
dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat
kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
10.2.1 Aspek Sosial Pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak -lanjuti adalah isu
kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan
kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Tabel 10. 12 Analisis Kebutuhan Penanganan Penduduk Miskin Kota Pasuruan
No. Lokasi JumlahPenduduk Miskin
Kondisi
Umum Permasalahan
Bentuk p enanganan yang Sudah Dilakukan
Kebutuhan Penanganan
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 11 Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan
keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti
sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta
Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter
Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air
Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan
(PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 12 10.2.2 Aspek Sosial Pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima
dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan
pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1) Konsultasi masyarakat.
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama
kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di
wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan sert a
saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu
dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2) Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan.
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi
jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau
telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah
adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki,
pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3) Permukiman kembali penduduk (resettlement).
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk
tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk
mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan
kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain
bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
10.2.3 Aspek Sosial Pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana
dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi
lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan
ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL X - 13
Tabel 10. 13 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
No. Sektor Program/
Kegiatan Lokasi Tahun
Jumlah Penduduk yang memanfaatkan
Ket.
1 Pengembangan Permukiman
2 Penataan Bangunan dan Lingkungan
3 Pengembangan Air Minum
4