• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KEMISKINAN

DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011

No. 37/07/33/Th. V, 1 Juli 2011

RINGKASAN

ƒ

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di

Provinsi Jawa Tengah pada bulan Maret 2011 sebesar 5,107 juta orang (15,76 persen),

mengalami penurunan sebanyak 262,00 ribu orang jika dibandingkan dengan

penduduk miskin pada bulan Maret 2010 yang berjumlah 5,369 juta orang (16,56

persen).

ƒ

Jumlah penduduk miskin bulan Maret 2011 daerah perkotaan sebanyak 2,093 juta

orang (14,12 persen terhadap jumlah penduduk perkotaan) sedangkan untuk daerah

perdesaan sebanyak 3,015 orang (17,14 persen).

ƒ

Garis Kemiskinan di Jawa Tengah kondisi Maret 2011 sebesarRp. 209.611,- per kapita

per bulan. Pengeluaran makanan sebesar 72,98 persen dan bukan makanan

(perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) sebesar 27,02 persen.

ƒ

Untuk daerah perkotaan Garis Kemiskinan bulan Maret 2011 sebesar Rp. 222.430,-

atau naik 8,18 persen dari kondisi tahun sebelumnya (Rp. 205.606,-). Garis

Kemiskinan di perdesaan juga mengalami peningkatan yang lebih tajam yaitu 10,46

persen menjadi sebesar Rp. 198.814,- dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebesar

Rp. 179.982,-.

ƒ

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P

1

) untuk daerah perkotaan sebesar 2,46

sedangkan di daerah perdesaan mencapai 2,64. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan

(P

2

) untuk daerah perkotaan sebesar 0,66 dan daerah perdesaan sama 0,66.Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan sama

parah dengan daerah perkotaan.

ƒ

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan masih jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Meskipun mengalami sedikit

kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, tercatat pada bulan Maret 2010 sumbangan

Garis Kemiskinan Makanan sebesar 72,68 persen sedangkan pada bulan Maret 2011

mengalami kenaikan menjadi 72,98 persen.

(2)

1. Perkembangan Penduduk MiskinProvinsi Jawa Tengah, 1996 - 2009

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996 – 2009berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1). Pada periode 1996 - 1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 2,338 juta orang karena krisis ekonomi, yaitu dari 6,418 juta orang pada tahun 1996 menjadi 8,755 juta orang pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat dari 21,61 persen menjadi 28,46 persen pada periode yang sama.

Pada periode tahun 2002 – 2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 7,308 juta orang pada tahun 2002 menjadi 6,534 juta orang pada Pebruari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,06 persen pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005.

Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49 persen) pada Bulan Pebruari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Bulan

Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 0,287 juta orang,

sementara di daerah perdesaan bertambah 0,280 juta orang.

Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Pebruari 2005 ke

Maret 2006 disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada

1 September 2005, yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya.

Namun pada tahun 2007 hingga tahun 2009, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah, yaitu dari 7,101 juta orang (22,19 persen) pada Bulan Maret 2006 turun menjadi 6,190 juta orang (19,23 persen) pada Bulan Maret 2008. Pada periode yang sama, penduduk miskin di daerah perkotaan turun 0,402 juta orang, sementara di daerah perdesaan turun 0,509 juta orang.

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

di Provinsi Jawa Tengah menurut Daerah Tahun 1996 – 2011

Tahun JumlahPendudukMiskin (ribu orang) Persentase PendudukMiskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1996 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1.973,4 3.062,2 2.762,3 2.520,3 2.346,5 2.671,2 2.958,1 2,687,3 2.556,5 2.420,9 2.258,9 2.092,51 4.444.2 5.723,2 4.546,0 4.459,7 4.497,3 3.862,3 4.142,5 3.869,9 3.633,1 3.304,8 3.110,2 3.014,85 6.417,6 8.755,4 7.308,3 6.980,0 6.843,8 6.533,5 7.100,6 6.557,2 6.189,6 5.725,7 5.369,2 5.107,36 20,67 27,80 20,50 19,66 17,52 17,24 18,90 17,23 16,34 15,41 14,33 14,12 22,05 28,05 24,96 23,19 23,64 23,57 25,28 23,45 21,96 19,89 18,66 17,14 21,61 28,46 23,06 21,78 21,11 20,49 22,19 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2010 dan Maret 2011

(3)

2. Perkembangan Penduduk MiskinProvinsi Jawa Tengah Maret 2010 – Maret 2011

Jumlah penduduk miskin diProvinsi Jawa Tengah pada Bulan Maret 2011 sebesar

5,107 juta orang (15,76 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2010 yang berjumlah 5,369 juta orang (16,56 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 262,00 ribu orang.

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Maret 2010 – Maret 2011 terjadi karena pada Bulan Februari 2011memasuki periode panen raya. Kondisi ini juga turut didukung karena adanya penurunan harga Bahan Bakar Minyak sebanyak 3 kali (tanggal 1 Desember 2008, 15 Desember 2008 dan 15 Januari 2009) meskipun harga Bahan Bakar Minyak mengalami kenaikan pada 24 Mei 2008.

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar dibanding daerah perdesaan. Selama periode Maret 2010 – Maret 2011, penduduk miskin di daerah

perdesaan berkurang 95,37 ribu orang, sementara di daerah perkotaanberkurang

166,43 ribu orang (Tabel 1).

Selama periode Maret 2010 – Maret 2011, persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2010, sebagian besar (57,93 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada Bulan Maret 2011persentasenya naik menjadi 59,03 persen.

3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2010 – Maret 2011

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2010 – Maret 2011, Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah naik sebesar 8,93 persen, yaitu dari Rp. 192.435,- per kapita per bulan pada Maret 2010 menjadi Rp. 209.611,- per kapita per bulan pada Maret 2011.

Komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan

(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa di Jawa Tengah peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).

Garis Kemiskinan di Jawa Tengah Maret 2011 sebesar Rp 209.611,- per kapita per

bulan. Pengeluaran untuk membiayai makanan sebesar 72,98 persen, sedangkan

pengeluaran untuk membiayai komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) hanya sebesar 27,02 persen.

Pada Bulan Maret 2010, sumbangan GKM terhadap Garis Kemiskinan sebesar

72,68 persen, tetapi pada Bulan Maret 2011, peranannya hanya naik sedikit menjadi sebesar 72,98 persen.

Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding garis kemiskinan perdesaan yaitu di daerah perkotaan sebesar Rp. 222.430,- per kapita per bulan sedangkan di daerah perdesaan sebesar Rp.198.814,-per kapita per bulan (Tabel 2).

(4)

Tabel 2

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Daerah di Provinsi Jawa Tengah Maret 2010–Maret 2011

Daerah/ Tahun

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang) Persentase Penduduk Miskin Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan Maret 2010 Maret 2011 146.107 158.524 59.499 63.907 205.606 222.430 2.258,94 2.092,51 14,33 14,12 Perdesaan Maret 2010 Maret 2011 133.948 148.287 46.034 50.526 179.982 198.814 3.110,22 3.014,85 18,66 17,14 Kota + Desa Maret 2010 Maret 2011 139.857 152.967 52.578 56.644 192.435 209.611 5.369,16 5.107,36 16,56 15,76

Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2010 dan Maret 2011

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2010 – Maret 2011, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) di perdesaan menunjukkan kecenderungan menurun.

Berbeda dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,49 keadaan Bulan Maret 2010menjadi 2,56pada keadaaan Bulan Maret 2011. Demikian pula dengan Indeks Keparahan Kemiskinan naikdari 0,60 menjadi 0,66pada periode yang sama (Tabel 3).

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di

daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada Bulan Maret 2011, nilai

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 2,46 sementara di daerah

perdesaan mencapai 2,64. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan

(5)

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

menurut Daerah diProvinsi Jawa Tengah Maret 2010–Maret 2011

Tahun Perkotaan Perdesaan Kota + Desa

(1) (2) (3) (4) IndeksKedalamanKemiskinan (P1) Maret 2010 2,09 2,86 2,49 Maret 2011 2,46 2,64 2,56 IndeksKeparahanKemiskinan (P2) Maret 2010 0,50 0,69 0,60 Maret 2011 0,66 0,66 0,66

Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2010 dan Maret 2011

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi

kebutuhan dasar (basic needs approach).Dengan pendekatan ini, kemiskinan

dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Dengan

pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk

miskin terhadap total penduduk.

b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri

dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan

minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk

perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

(6)

e. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan

pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan

f. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran

pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

g. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun

2009 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional)Panel odul

Konsumsi Bulan Maret 2010. Mulai Maret 2008 jumlah sampel seluruh Indonesia diperbesar dari 10.000 Rumah Tangga menjadi 68.000 Rumah Tangga (Sampel Provinsi Jawa Tengah dari 1.200 Rumah Tangga menjadi 7.552 Rumah Tangga), sehingga data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi.

h. Mulai tahun 2011 Modul pengeluaran konsumsi rumah tangga dan Kor SUSENAS

dilaksanakan triwulanan (Maret, Juni, September, Desember 2011). Jumlah sampel secara Nasional per triwulan sebanyak 75.000 Rumah Tangga dan merupakan independen sampel dalam 4 triwulan. Estimasi Nasional dan provinsi dilakukan per triwulan (Sampel Provinsi Jawa Tengah per triwulan adalah 7.160 Rumah Tangga), sedangkan Estimasi per kabupaten/kota adalah hasil dari 4 triwulan (300.000 Rumah Tangga ).

Referensi

Dokumen terkait

jika dan hanya jika hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari aset keuangan berakhir, atau Grup mentransfer aset keuangan dan secara substansial mentransfer seluruh risiko

Bandung (3) untuk mengetahui kompensasi STIKes Dharma Husada Bandung (4) untuk mengetahui kinerja dosen tetap di STIKes Dharma Husada Bandung (5) untuk mengetahui Pengaruh

Berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan, disampaikan saran sebagai berikut: (1) Guru pada saat pembelajaran Matematika kelas II sebaiknya menggunakan model

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin,

Dengan dibuatnya mesin penggiling biji jarak ini, maka dapat mengurangi penggunaan tenaga manusia, guna meningkatkan kefektifan kerja agar tercapai produktifitas yang tinggi

Jadi, auditor yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan dengan mengikuti etika profesi yang berlaku, bersikap profesional tanpa memandang status, serta memiliki

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan konsep siswa dengan model pembelajaran IPA model inkuiri terbimbing berefleksi efektif untuk meningkatkan

Dengan melestarikan budaya yang dimiliki setiap daerah di Indonesia akan dapat menjadikan tambahan wisata atau bahkan menjadi ikon tersendiri sebagai pariwisata yang berbeda