• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu: Criollo, Forastero dan Trinitario. Varietas Criollo, dengan ciri cita rasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu: Criollo, Forastero dan Trinitario. Varietas Criollo, dengan ciri cita rasa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Tinjauan Umum Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao Linn.) terdiri atas tiga varietas utama, yaitu: Criollo, Forastero dan Trinitario. Varietas Criollo, dengan ciri cita rasa enak dan beraroma lembut, terdapat sekitar 10% di seluruh dunia terutama di Venezuela, Equador, Columbia dan Indonesia. Sementara varietas Forastero, dengan cita rasa lebih pahit dan beraroma lebih kuat, merupakan mayoritas tanaman kakao dunia terutama dijumpai di Ivory Coast, Ghana, Nigeria, Malaysia dan Indonesia. Varietas Trinitario merupakan persilangan antara Criollo dan Forastero, terdapat di Trinidad, Cameroon, Papua New Guinea dan Jamaica (Anonymous, 2004). Varietas Criollo, Trinitario dan persilangannya dikenal sebagai penghasil biji kakao mulia atau kakao edel (fine-cocoa). Varietas Forastero dikenal sebagai penghasil biji kakao lindak atau kakao curah ( bulk-cocoa) (Wood and Lass, 1985).

Di perkebunan kakao Indonesia secara umum terdapat tiga varietas tanaman kakao, yaitu: (1) Trinitario (klon-klon Djati Runggo) menghasilkan biji kakao mulia, (2) Amelonado (West African Amelonado) menghasilkan biji kakao lindak dan (3) Amazon juga menghasilkan biji kakao lindak (Wardojo, 1991). Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota sub jenis Sphaerocarpum.

Bentuk bijinya lonjong (oval), pipih dan keping bijinya (kotiledon) berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah dari pada subjenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena alur alurnya dangkal.

(2)

Pertumbuhan tanamannya kuat dan cepat, daya hasilnya tinggi dan relatif tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit. Perbedaan kakao lindak dan kakao mulia bisa dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Kakao Lindak dan Kakao Mulia (Anonimous ,2015) No Kakao Mulia (Edel) Kakao Lindak (Bulk)

1 Bentuk buah bulat telur sampai lonjong Bentuk buah umumnya bulat 2 Warna buah merah muda Warna buah hijau muda 3 Biji besar dan bulat Biji gepeng dan kecil

4 Berat biji kering lebih dari 1,2 gram Berat biji kering rata-rata 1 gram 5 Warna kotiledon dominan putih Warna kotiledon dominant ungu 6 Kandungan lemak biji < 56% Kandungan lemak biji ≥ 56% 7 Ukuran dan berat biji homogeny Ukuran dan berat biji heterogen 8 Aroma dan rasa lebih baik Aroma dan rasa kurang

2.2 Buah Kakao

Kakao dalam komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua yaitu kakao mulia dan kakao curah/lindak. Buah kakao dapat dipanen apabila telah mencapai umur buah 160-175 hari atau sekitar 5-6 bulan sejak dari fase penyerbukan dan terjadi perubahan warna kulit buah (Haryadi dan Supriyanto, 1991; Bucheli dkk., 2001). Buah kakao masak berisi sekitar 30-40 biji yang terbungkus oleh lapisan lendir (pulpa). Menurut Haryadi dan Supriyanto (1991), berat biji kakao yang diperoleh dipengaruhi oleh curah hujan selama periode pemasakan, berkisar antara 92,2-103,5 g biji kakao basah segar setiap buah (pod) tergantung dari besarnya curah hujan. 1991; Bucheli dkk., 2001). Buah kakao masak berisi sekitar 30-40 biji yang terbungkus oleh lapisan lendir (pulpa). Menurut Haryadi dan Supriyanto (1991), berat biji kakao yang diperoleh dipengaruhi oleh curah hujan selama periode pemasakan, berkisar antara 92,2-103,5 g biji kakao basah segar setiap buah (pod) tergantung dari besarnya curah hujan.

(3)

Pemanenan buah kakao umumnya berlangsung antara bulan Mei sampai dengan Oktober tiap tahunnya. Di Jawa Tengah panen besar biasanya pada bulan Mei-Juni dan panen tambahan pada bulan Agustus-Oktober. Di Sumatera Utara, panen besar pada bulan Mei-Juni dan panen tambahan pada bulan September-Oktober. Rotasi pemanenan biasanya dilakukan dengan selang waktu antara 7-14 hari, dimaksudkan untuk memperoleh hasil panen tepat masak dengan tingkat masak relatif homogen (Haryadi dan Supriyanto, 1991).

Pulpa biji kakao, yaitu selaput berlendir berwarna putih yang membungkus biji kakao, mengandung : 82-87% air, 10-13% gula, 2-3% pentosan, 1-2% asam sitrat dan 8-10% garam-garam (Lopez, 1986). Pembentukan senyawa gula pada pulpa mencapai maksimal pada buah masak optimal (±170 hari), begitu pula dengan peningkatan kandungan asam-asam organik. Pada buah masih muda, senyawa gula yang terbentuk masih sangat rendah sehingga mungkin akan ber-pengaruh pada kondisi pulpa untuk difermentasi (Haryadi dan Supriyanto, 1991).

2.3 Fermentasi Kakao

Fermentasi biji kakao memiliki tujuan untuk menghancurkan pulpa (eksternal) dan mengusahakan kondisi untuk terjadinya reaksi kimia dan biokimia dalam keping biji (internal). Pulpa yang dihancurkan akan dengan mudah terlepas dari biji sehingga biji kakao yang difermentasi akan menjadi bersih dan cepat mengering. Faktor–faktor yang mempengaruhi proses fermentasi tersebut, diantaranya : waktu fermentasi, pengadukan dan aerasi, ukuran tumpukan biji dalam wadah fermentasi, penundaan pengolahan, kemasan buah, dan varietas kakao (Haryadi dan Supriyatno, 1991).

(4)

Mekanisme proses fermentasi bermula dari adanya pulpa yang membungkus biji kakao segar. Ketika baru dipecah pulpa dalam keadaan steril, tetapi kemudian terkontaminasi oleh mikroorganisme dari kulit buah, serangga, alat angkut maupun manusia sebagai pekerjanya. Menurut Lopez (1986), kandungan gula yang relatif tinggi, pH rendah dan suplai oksigen yang rendah pada tumpukan biji selama tahap awal fermentasi menyebabkan yeast mampu berkembang dengan baik. Lebih lanjut menurut Amin (2004b), akfivitas utama dari yeast tersebut adalah: (a) disimilasi sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi etanol dan CO2, (b)

kemungkinan terjadi pemecahan pektin dalam pulpa, dan (c) memetabolisme asam-asam organik (asam sitrat) yang terdapat dalam jumlah relatif banyak pada pulpa biji kakao.

Jenis yeast tertentu juga dapat menghasilkan enzim pektolitik, yang dapat merombak pektin dalam pulpa. Perubahan komposisi pulpa sebelum dan setelah fermentasi (Case, 2004), disajikan seperti Tabel 2. Selanjutnya menurut Chong, Shepherd and Foon (1978), desimilasi asam sitrat oleh yeast menyebabkan naiknya pH yang disertai dengan naiknya suhu karena panas yang timbul pada fermentasi alkohol, menjadikan kondisi ini cocok untuk pertumbuhan bakteri asam laktat meskipun masih dalam keadaan anaerob. Bakteri asam laktat yang mempunyai sifat homo- dan hetero-fermentatif dapat menghidrolisis substrat gula menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol dan CO2 disertai dengan

pembebasan panas. Amin (2004b) menambahkan bahwa produksi asam laktat dari gula heksosa oleh bakteri asam laktat akan membantu dalam peningkatan suhu. Perubahan komposisi pulpa bisa dilihat pada tabel 2.

(5)

Tabel 2. Perubahan komposisi pulpa

Komposisi Sebelum fermentasi Setelah fermentasi Sukrosa 12% 0% Asam sitrat 1-3% 0,5% Pektin 1-1,5% - pH 3,7 6,5 Etil alkohol - 0,5% Asam asetat - 1,6% Sumber : Case (2004) 2.4 Penghancuran Pulpa

Salah satu tujuan fermentasi adalah penghancuran pulpa biji kakao. Proses ini dapat berlangsung karena terjadinya depolimerisasi pektin pulpa. Depolimerisasi pektin dapat berlangsung karena adanya aktivitas enzim pektolitik yang menghidrolisis substrat pektin, yaitu polisakarida struktural pada dinding sel primer dan ruang antar sel. Aktivitas enzim tersebut dalam menghidrolisis pektin menyebabkan jaringan pulpa rusak terdisintegrasi, membentuk cairan dan menetes keluar tumpukan biji (watery sweatings).

Pada fermentasi biji kakao secara alami, mekanisme penghancuran pulpa didasarkan atas aktivitas mikroba yang dapat menghasilkan enzim-enzim pektolitik (eksojinus). Pendapat ini didukung oleh ditemukannya strain yeast yang dapat menghasilkan enzim pektolitik pendegradasi pektin, misalnya Kluyveromyces fragilis (dulunya Saccharomyces) (Carr, 1982; Schwan, 1998). Dzogbefia and Oldham (1997), menambahkan bahwa penggunaan kultur murni Saccharomyces chevalieri dan Kluyveromyces fragilis pada fermentasi biji kakao dapat meningkatkan volume watery sweatings. Gálvez, Loiseau, Paredes, Barel and Guiraud (2007), juga menemukan beberapa strain yeast yang menghasilkan enzim pektolitik pendegradsi pektin pulpa biji kakao seperti: Candida inconspicua, Hanseniaspora guillermondii dan Candida zeylanoides.

(6)

Menurut Quesnel (1967) dalam Haryadi dan Supriyanto (1991), jenis yeast tertentu juga dapat menghasilkan enzim pektolitik, diantaranya pektin metil esterase (PME) dan poligalakturonase (PG). Menurut Fox (1991); Whitaker (1996), enzim PME menghidrolisis ikatan metil ester pada pektin menjadi asam pektat dan metanol. Pelepasan metil ester menyebabkan asam pektat lebih banyak memiliki gugus karboksilat bebas. Poligalakturonase (PG) menghidrolisis ikatan glikosidik antar unit-unit asam galakturonat (asam pektat) yang berdekatan dengan gugus karboksilat bebas. Hasil hidrolisis asam pektat akan terbentuk asam uronida (galakturonat), galaktosa, arabinosa dan asam asetat. Hal ini menyebabkan pektin mengalami depolimerisasi. Bower and Cutting (1988); Nikolic and Mojovic (2007), menambahkan bahwa proses yang didahului oleh aktivitas enzim PME dalam mendemetilasi pektin akan memberikan kondisi substrat yang lebih baik bagi aktivitas enzim PG pada depolimerisasi pektin.

Menurut Turner et al. (2007), bahwa beberapa enzim pektolitik terlibat dalam depolimerisasi pektin, baik dengan cara hidrolisis seperti: pektinmetilgalakturonase, endo-PG dan ekso-PG yang menghidrolisis asam galakturonat, maupun dengan cara trans-β-eliminasi seperti pektin liase. Nikolic and Mojovic (2007), menambahkan bahwa degradasi pektin dikatalisis oleh enzim-enzim pektolitik, baik yang endojinus maupun yang eksojinus.

(7)

2.5 Ragi Tape

Ragi atau fermen adalah zat yang menyebabkan fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang melakukan fermentasi dan media biakan bagi ragi tersebut. Media biakan ini dapat berupa butiran butiran kecil atau cairan nutrient. Ragi tape digunakan dalam industri makanan dan minuman seperti roti, tempe, bir, dan lain-lain. Mikroorganisme yang digunakan dalam ragi tape umumnya terdiri dari berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang) yaitu Rhizopus,Aspergilis,Mucor, Amylomycetes, Endomycopsis, Sacharomyches, Hansemula anomal, dan lain sebagainya (Arnata, 2012).

Djien (1972) mengidentifikasi mikroorganisme dari ragi tape dan berhasil mengidentifikasi kapang Chlamydomucor oryzae, lima spesies dari genus Mucor dan satu spesies Rhizopus, serta khamir Pichia burtonii dan Endomycopsis fibuliger dari ragi tape. Penelitian-penelitian terbaru mengungkapkan spesies-spesies lain yang terdapat dalam ragi tape selain yang telah disebutkan di atas, antara lain khamir Candidautilis dan Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus sp. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp., dan Rhizopussp.; khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichiaburtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis; serta bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus sp.

Ragi mengandung enzim zimase yang bertindak sebagai katalis untuk mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Fruktosa dan glukosa kemudian bereaksi dengan enzim invertase yang mengubahnya menjadi alkohol (ethanol) dan karbondioksida. Proses fermentasi berlangsung selama 3-7 hari dan

(8)

berlangsung Pada temperatur 25-30oC. Fungsi enzim alfa amilase adalah untuk memecah polisakarida (pati) yang masih terdapat dalam proses hidrolisis untuk diubah menjadi monosakarida (glukosa).

Enzim invertase selanjutnya mengubah monosakarida menjadi alkohol dengan proses fermentasi. Pada awal fermentasi masih diperlukan oksigen untuk pertumbuhan dan perkembangan Sacharomyces cereviseae, tetapi kemudian tidak dibutuhkan lagi karena kondisi proses yang diperlukan adalah anaerob. Sebelum dilakukan proses fermentasi dilakukan proses sterilisasi dan proses penyiapan inokulum. Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat sehingga terbebas dari kontaminasi mikroorganisme lain (Arnata, 2012). Peranan mikroba di dalam ragi tape dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Peranan mikroba di dalam ragi tape

Jenis mikroba Genus Peranan Kapang amilolitik

Khamir amilolitik Khamir non amilolitik

Bakteri Asam Laktat Bakteri Amilolitik Amylomices Mucor Rhizopus Endomycopsis Sacharomyces Hansenula Endomycopsis Candida Pediococcus Bacillus

Pembentuk sakarida (sakarifikasi) Pembentuk sakarida

Pembentuk alkohol

Pembentuk sakarida dan produksi aroma

Pembentuk alkohol Pembentuk aroma

Pembentuk aroma yang spesifik Pembentuk aroma yang spesifik Pembentuk asam laktat

Pembentuk sakarida Sumber : Saono (1981)

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Kakao Lindak dan Kakao Mulia  (Anonimous ,2015)    No  Kakao Mulia (Edel)                                       Kakao Lindak (Bulk)
Tabel 2. Perubahan komposisi pulpa

Referensi

Dokumen terkait

%DXUDQ SHPDVDUDQ MDVD EHUSHQJDUXK SRVLWLI GDQ VLJQLILNDQ VHFDUD SDUVLDO WHUKDGDS OR\DOLWDV DQJJRWD KDO LQL GDSDW GLOLKDW GDUL VHPXD QLODL SRVLWLI EHUDUWLEDXUDQ SHPDVDUDQ MDVD

Meningkatnya konsentrasi ekstrak buah merah tersebut juga meningkatkan absorbansinya, dimana kadar kalsium yang terlarut dalam ekstrak buah merah dapat dilihat dari selisih

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada anak stunting usia 25–60 bulan di kecamatan Sukorejo kota Blitar, dapat disimpulkan faktor

Jika minyak atsiri memiliki kandungan hidrokarbon tidak beroksigen dalam jumlah besar dan stearoptena dalam porsi kecil, maka kegunaannya sebagai pemberi bau yang spesifik

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan yang diperoleh dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode SAS terhadap kemampuan membaca

parsial baru yang memiliki waktu produksi dari keseluruhan proses produksi parsial terkecil yang sama, pilihlah calon urutan parsial baru tadi yang memiliki mean flow

Dalam penerapan Ipteks Bagi Masyarakat (IbM) ini terdapat 2 (dua) mitra yang akan didampingi berlokasi di Desa Petulu, kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi