• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HASNA FATIN FAUZIYAH MTK'16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II HASNA FATIN FAUZIYAH MTK'16"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Komunikasi Matematis

Menurut Susanto (2013: 213) bahwa komunikasi matematis dapat

diartikan sebagai suatu peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi

dalam lingkungan kelas, di mana terjadi pengalihan pesan, dan pesan yang

dialihkan berisikan tentang materi matematika yang dipelajari siswa,

misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah.

Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di kelas yaitu guru dan

siswa. Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun tulisan.

Kemampuan komunikasi matematis menjadi penting ketika diskusi

antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan,

menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan, dan bekerja sama

sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang

matematika. Dalam hal ini, kemampuan komunikasi dipandang sebagai

kemampuan siswa mengkomunikasikan matematika yang dipelajari

sebagai isi pesan yang harus disampaikan. Dengan siswa

mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya, maka dapat terjadi

renegosiasi respons antar siswa, dan peran guru diharapkan hanya sebagai

filter dalam proses pembelajaran.

Selain itu, kemampuan komunikasi matematis itu juga penting

(2)

kemampuan komunikasi matematis menjadi kekuatan sentral bagi siswa

dalam merumuskan konsep dan strategi, kemampuan komunikasi

matematis sebagai modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan

penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika, kemampuan

komunikasi matematis sebagai wadah bagi siswa dalam berkomunikasi

dengan temannya untuk memperoleh informasi, berbagai pikiran.

Beberapa kriteria yang dipakai dalam melihat seberapa besar

kemampuan siswa dalam memiliki kemampuan matematis pada

pembelajaran matematika adalah sebagaimana dikemukakan oleh NCTM

dalam (Susanto, 2013: 215) sebagai berikut:

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,

tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara

visual.

b. Kemampuan memahami, menginterpresentasikan, dan mengevaluasi

ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual

lainnya.

c. Kemampuan menggunakan istilah, notasi matematika dan

struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan dan

model situasi.

Adapun menurut Sumarmo (Susanto, 2013: 215), kemampuan

komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan mereka dalam

(3)

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide

matematika.

2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan

dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol

matematika.

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi, dan

generalisasi.

7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah

dipelajari.

Menurut Baroddy (dalam Umar, 2012) sedikitnya ada dua alasan

penting yang menjadikan komunikasi dalam pembelajaran matematika

perlu menjadi fokus perhatian yang pertama, Mathematic as language,

matematika tidak hanya sekedar alat bantu menyelasaikan masalah namun

matemtika juga “an invaluable tool for communicating a variety of ideals

clearl, precesely, and succintly”.Kedua, Mathematics learning as social

activity, sebagai aktivitas sosial, dalam pembelajaran matematika, interaksi

antar siswa, seperti juga komunikasi guru dengan siswa merupakan bagian

penting untuk “nurturing children’s mathematical potential”.

Agar komunikasi matematis itu dapat berjalan dan berperan dengan

(4)

dapat mengoptimalkan kemampuan siswa dalam komunikasi matematis.

Siswa sebaiknya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang

dapat dimungkinkan terjadinya komunikasi multi arah yaitu komunikasi

siswa dengan siswa dalam satu kelompok.

Kelompok-kelompok kecil tersebut terdiri dar 4-6 orang siswa

yang memiliki kemampuan heterogen. Di dalam kelompok tersebut siswa

menyelesaikan tugas dan memecahkan. Dalam kelompok-kelompok kecil

itu memungkinkan timbulnya komunikasi dan interaksi yang lebih baik

antar siswa.

Melalui komunikasi yang terjadi di kelompok-kelompok kecil,

pemikiran matematik siswa dapat diorganisasikan dan dikondisikan.

Pengkomunikasian matematika yang dilakukan siswa pada setiap kali

pelajaran matematika, secara bertahap tentu akan dapat meningkatkan

kualitas komunikasi, dalam arti bahwa pengkomunikasian pemikiran

matematika siswa tersebut makin cepat, tepat, sistematis, dan efisien.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan

komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan

ide-ide matematis yang dituangkan dalam bentuk tulisan yang dapat

berupa gambar, simbol, notasi, istilah, grafik, benda nyata, aljabar ataupun

dengan bahasa sehari-hari dan disertai dengan penjelasan untuk

(5)

Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi matematis secara

tertulis yaitu sebagai berikut:

a. Dapat mengekspresikan ide-ide matematis secara tertulis meliputi

gambar, simbol, notasi, istilah, grafik, benda nyata, dan aljabar.

b. Dapat mengubah bentuk uraian ke dalam kalimat matematis.

c. Dapat memberikan respon/jawaban yang lengkap, penjelasan yang

jelas dan pembahasan tidak membingungkan.

2. Self Efficacy

Menurut Albert Bandura (dalam Endang, 2012: 105) bahwa konsep

self efficacy sebagai keyakinan tentang kemampuan yang dimiliki untuk

mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan dalam

mencapai keinginannya. Self efficacy merupakan keyakinan atau

kepercayaan individu terhadap kemampuannya dalam melaksanakan Ujian

Tengah Semester atau Ujian Akhir Semester dan menyelesaikan

tugas-tugas yang dihadapi,sehingga mampu mengatasi rintangan dan mencapai

tujuan yang diharapkannya dengan mendapatkan nilai yang memuaskan.

Self efficacy sebagian tergantung pada kemampuan-kemampuan

siswa. Secara umum siswa yang kemampuannya tinggi merasakan efikasi

diri yang lebih untuk belajar dibandingkan dengan siswa yang

kemampuannya rendah. Menurut Collins (Dale, 2012: 203)

(6)

rendah dalam bidang studi matematika. Dalam setiap level ia menemukan

para siswa dengan efikasi diri yang tinggi maupun yang rendah. Ia

memberi soal-soal untuk diselesaikan. Siswa dengan kemampuan efikasi

diri yang tinggi dapat menyelesaikan banyak soal dengan benar

dibandingkan dengan siswa yang efikasi diri yang rendah.

Self efficacy menjadi faktor kunci dalam sistem keseluruhan dari

kompetensi individu. Sehingga individu yang berbeda dengan kemampuan

bervariasi atau individu yang sama berada di bawah kondisi bervariasi

dapat tampil minimum, sesuai standard, atau bahkan maksimun, tergantung

dari fluktuasi dalam self efficacy yang dimilikinya. Self efficacy merupakan

kontributor penting untuk mencapai suatu prestasi, apapun kemampuan

yang mendasarinya.

Menurut Bandura (Dale, 2012: 203) efikasi diri dapat menimbulkan

efek yang beragam dalam berbagai setting prestasi. Efikasi diri dapat

mempengaruhi pilihan terhadap aktivitas. Para siswa dengan efikasi diri

yang rendah dalam belajar bisa jadi menghindari tugas. Mereka yang

menilai dirinya mempunyai efikasi diri yang cukup akan lebih

bersemangat untuk berprestasi. Efikasi diri juga mempengaruhi banyaknya

usaha yang dikeluarkan, keuletan, dan pembelajaran. Para siswa yang

merasa memiliki efikasi diri umumnya memberikan usaha yang lebih besar

dan bertahan lama dibandingkan dengan para siswa yang meragukan

kapabilitas mereka, terutama ketika mereka menemui kesulitan. Pada

(7)

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self efficacy

merupakan keyakinan atas kemampuannya untuk mengatur dan

melaksanakan tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan

diantaranya level, strength, dan generality agar berhasil di dalam tugas

serta dapat mengarahkan kedalam pemilihan perilaku seseorang.

Self efficacy yang dimiliki setiap individu berbeda, maka

diperlukan indikator sebagai alat ukur seberapa besar self efficacy siswa

yang dimiliki individu tersebut. Indikator-indikator self efficacy anatara lain

sebagai berikut :

a. Level (tingkatan self efficacy di mana siswa sebatas meyakini dia

mampu menyelesaikannya)

Adapun indikator self efficacy pada dimensi level adalah sebagai

berikut:

- Mampu menyelesaikan tugas matematika.

- Mampu menghadapi tugas matematika di luar kemampuan

b. Strength (tingkatan self efficacy di mana siswa yakin mampu

menunjukan usaha-usaha yang dilakukannya)

Adapun indikator self efficacy pada dimensi strengt adalah sebagai

berikut:

- Bertahan dan ulet dalam mengerjakan soal matematika

- Kegigihan dalam menghadapi tugas matematika

(8)

c. Generality (tingkatan self efficacy dimana keyakian yang dimiliki

seseorang unutuk menggeneralisasikan ke dalam situasi yang lain)

Adapaun indikator self efficacy pada dimensi generality dalah sebagai

berikut :

- Konsisten pada tugas matematika dan aktivitas

- Kesiapan menghadapi situasi

- Mengarahkan perilaku

3. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Tipe Student Facilitator And Explaining (SFAE) dalam Pembelajaran Matematika

a. Strategi Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif yang sering disebut sebagai pembelajaran

kelompok, menurut (Sanjaya, 2006 : 241) adalah rangkaian kegiatan

belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada

empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) adanya

peserta dalam kelompok; (2) adanya aturan kelompok; (3) adanya

upaya belajar setiap anggota kelompok; (4) dan adanya tujuan yang

harus dicapai.

Menurut Nurulhayati (dalam Rusman,2012 : 203), pembelajaran

kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi

siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Sedangkan

Tom V. Savage (dalam Rusman ,2012 : 203) mengemukakan bahwa

(9)

sama dalam kelompok. Dengan demikian, dalam sistem belajar yang

kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota yang lainnya.

Dalam hal ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar

untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk

belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan

mereka dapat melakukannya seorang diri.

Menurut (Sanjaya, 2006 : 243) strategi pembelajaran ini bisa

digunakan manakala :Pertama guru menekankan pentingnya usaha

kolektif di samping usaha individual dalam belajar.Kedua, jika guru

menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar) untuk

memperoleh keberhasilan dalam belajar.Ketiga, jika guru ingin

menanamkan bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan belajar

dari bantuan orang lain.Keempat, jika guru menghendaki untuk

mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi

kurikulum.Kelima, jika guru menghendaki meningkatnya motivasi

siswa dan menambah tingkat partisipasi siswa.Dan yang keenam, jika

guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam

memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut (Sanjaya,2006:

244-246) antara lain :

1) Pembelajaran secara tim

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim

(10)

mampu membuat setiap siswa belajar sehingga kriteria keberhasilan

pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. Di samping itu,

setiapkelompok juga harus heterogen yaitu terdiri atas anggota yang

memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang

yang berbeda.

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Sebagaiamana pada umumnya manajemen, dalam manajemen

pembelajaran kooperatif pun mempunyai empat fungsi pokok yaitu

perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan kontrol. Fungsi

perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

memerlukan perencnaan yang matang agar proses pembelajaran

berjalan efektif. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan

perencanaan. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah pekerjaan bersama antar anggota kelompok.

Fungsi kontrol menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif perlu

ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes.

3) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditntukan oleh keberhasilan

kelompok. Oleh karenanya prinsip bekerja sama perlu ditekankan,

tidak hanya diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing tetapi

juga ditanamkan perlunya saling membantu.

(11)

Dalam pembelajaran kooperatif, siswa perlu didorong untuk mau

dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota

kelompok yang lain.

Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif menurut (Sanjaya,2006:

246-247) :

a. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence)

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan kelompok sangat

tergantung kepada usaha yang dilakukan oleh setiap anggota

kelompoknya. Dengan demikian, semua anggota dalam kelompok

akan merasa saling ketergantungan.

b. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability)

Karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya,

maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab

sesuai dengan tugasnya.

c. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas

kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling

memberikan informasi dan saling membelajarkan.

d. Partisipasi dan komunikasi (participation communication)

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk mampu berpartisipasi

aktif dan berkomunikasi, misalnya cara menyatakan ketidaksetujuan

atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun dan tidak

memojokkan, cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang

(12)

Prosedur pembelajaran kooperatif menurut (Sanjaya,2006: 248-249) :

a. Penjelasan materi

Merupakan proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran

sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap

ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

b. Belajar dalam kelompok

Setelah penjelasan materi, selanjutnya siswa diminta untuk belajar

pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk

sebelumnya.

c. Penilaian

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan dengan tes

atau kuis baik secara individual maupun kelompok. Tes individual

untuk memberikan informasi kemampuan setiap siswa sedangkan

tes kelompok untuk melihat kemampuan kelompok.

d. Pengakuan tim

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling

menonjol atau berprestasi untuk diberi penghargaan atau hadiah.

Hal ini diharapkan dapat memotivasi tim itu sendiri dan tim lain

untuk lebih baik.

Adapun keunggulan dalam pembelajaran kooperatif yang perlu

diketahui yaitu : 1)Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,

namun dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,

(13)

atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya

dengan ide-ide siswa lain, 3) Dapat membantu siswa untuk respek pada

orang lain dan menyadari akan segala keterbatasanya serta menerima

segala perbedaan. 4) Dapat membantu memberdayakan siswa untuk

lebih bertanggung jawab dalam belajar, 5) Dapat meningkatkan prestasi

akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa

harga diri, hubungan interpersonal yang positif, mengelola waktu

dengan baik, dan sikap positif terhadap sekolah, 6) Mengembangkan

kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri,

menerima umpan balik. Siswa dapat praktek memecahkan masalah

tanpa takut membuat kesalahan karena keputusan yang dibuat adalah

tanggung jawab bersama kelompoknya, 7) Dapat meningkatkan

kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar

abstrak menjadi riil / nyata, 8) Dapat meningkatkan motivasi siswa dan

memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses

jangka panjang.

Di samping keunggulannya ternyata pembelajaran kooperatif juga

mempunyai kelemahan yaitu, untuk memahami dan mengerti filosofi

pembelajaran kooperatif tidaklah bersifat instan melainkan

membutuhkan waktu. Untuk siswa yang memliki kelebihan, mereka

akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang

kemampuannya sehingga akan mengganggu iklim kerja sama dalam

(14)

membelajarkan. Oleh karena itu tanpa peer teaching yang efektif maka

dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru bisa terjadi, bisa

terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajarai dan

dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa. 3) Penilaian yang diberikan

adalah penilaian kelompok, namun demikian, guru perlu menyadari

bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi

setiap individu siswa. 4) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam

upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode

waktu yang cukup lama. 5) Walaupun kemampuan bekerja sama

merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa akan tetapi

banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan pada

kemampuan secara individual.

b. Model Student Facilitator and Explaining(teman sejawat)

Perasaan bersahabat merupakan ciri-ciri dan sifat interaksi remaja

dalam kelompok sebayanya. Mereka sadar bahwa dirinya dituntut

untuk dapatmenyesuaikan dirinya dengan teman lain dalam kelompok,

meskipun beberapasaat tertentu mereka kurang dapat memenuhi

tuntutan kelompok tersebut.

Menurut (Suprijono,2014: 128), teman sejawat merupakan hal

penting yang tidak dapat diremehkan pada masa-masa remaja. Diantara

para remaja terdapat jalinan perasaan yang sangat kuat. Pada kelompok

(15)

prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama. Dalam jalinan yang kuat itu

terbentuk norma, nilai-nilai dan simbol-simbol tersendiri yang lain

dibandingkan apa yang ada di rumah mereka masing-masing.

Terkadang pertentangan nilai dan norma yang sering terjadi antara

norma dan nilai kelompokpada satu pihak dengan nilai dan norma

keluarga pada lain pihak, sering kali timbul pada masa remaja. Dalam

hal ini penyesuaian diri dihadapi oleh remaja.Remaja berusaha untuk

tidak melanggar peraturan rumah tangga, sementara iajuga merasa takut

dikucilkan teman sebaya sekelompok mereka.

Teman-teman sebaya juga dapat meningkatkan efektivitas siswa

dalam berkelompok belajar kecil. Kelompok yang berhasil adalah

kelompok yang dimana anggota-anggotanya mempunyai tanggung

jawab dan mereka berbagi imbalan berdasarkan hasil kerja kolektif

mereka. Penggunaan kelompok seperti ini dapat membantu mengurangi

perbandingan-perbandingan sosial yang negatif dalam hal kemampuan

oleh para siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar.

Penyesuaian diri remaja dalam kelompok teman sejawat, umumnya

terjadi dalam kelompok yang heterogen, minat, sikap dan sifat, usia dan

jenis kelamin yang berbeda. Dalam kelompok besar semacam itu,

remaja menyesuaikan diridengan cara lebih banyak mengabaikan

kepentingan pribadi demi kepentingan kelompoknya. Tetapi yang

sesungguhnya terjadi adalah karena remaja itu sendiri merasa takut atau

(16)

dalam hal-hal yang tidak membuat remaja yang bersangkutan terlalu

dirugikan, remaja cenderung mengikuti kemauan kelompok. Akan

tetapi bila pertentangan yang terjadi menyangkut hal prinsip bagi

seorang remaja, maka seorang remaja akan menyesuaikan dalam bentuk

lain.

Teman sejawat biasanya berpengaruh terhadap sikap remaja pada

sikap dan perilaku remaja tergantung pada sikap dan aktivitas yang ada

di dalam kelompok serta kebutuhan individu. Jika unsur prestasi atau

hasil belajar yang lebih diutamakan oleh kelompok umumnya anggota

kelompok menunjukan prestasi atau hasil belajarnya. Jika yang menjadi

pilihan kekerasan dan kenakalan maka pilihan itu segera diterjemahkan

ke dalam sikap dan perilaku individu. Kelompok teman sebaya baik

yang terjadi di masyarakat maupun disekolah terdiri

kelompok-kelompok sosial yang beranggotakan beberapa orang.

Dalam kelompok ini sering terjadi tukar-menukar pengalaman,

berbagai pengalaman, kerja sama, tolong-menolong, tenggang masa

dalam kelompok sebaya adalah tinggi. Karakteristik teman sejawat

cenderung saling tolong menolong, tenggang rasa. Apabila

tolong-menolong tersebut dalam hal yang positif maka tentu terjadi pergaulan

yang baik. Contohnya antar teman sejawat tersebut membuat kelompok

belajar, maka prestasi mereka akan naik di bidang akademik di

(17)

negatif, maka dapat dipastikan terjadi pergaulan yang jelek yang dapat

merembet kearah kenakalan remaja.

Sikap remaja akan cenderung berubah bila mereka masuk ke suatu

kelompok yang baru. Sikap dan perilakunya disesuaikan dengan

nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang baru walaupun tidak seluruhnya

sikap dan perilakunya berubah. Teman sejawat cukup berperan dalam

pembentukan sikap dan perilaku yang kurang baik. Hal ini bisa terjadi

karena remaja suka melakukan peniruan yaitu bahwa anak adalah

peniru sikap-sikap yang mereka tangkap sebagaimana mereka

mempelajarinya.

Menurut (Suprijono,2014: 102), metode Teman Sejawat atau

student facilitator and explaining ini merupakan salah satu dari tipe

model pembelajaran kooperatif yang sangat tepat untuk karakteristik

remaja usia SMP. Metode ini menggunakan kelompok-kelompok kecil

dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara

heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran,

penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan menyimpulkan

materi yang telah dipelajari.

Menurut (Widodo,2014: 308), metode student facilitator and

explaining merupakan suatu metode dimana siswa mempresentasikan

ide atau pendapat pada siswa lainnya.Perbedaan metode student

facilitator and explaining dengan metode diskusi terletak padacara

(18)

facilitator and explaining siswa dapat menerangkan dengan bagan atau

peta konsep.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

metode student facilitator and explaining menjadikan siswa sebagai

fasilitatordan diajak berpikir secara kreatif sehingga menghasilkan

pertukaran informasiyang lebih mendalam dan lebih menarik serta

menimbulkan rasa percaya diri padasiswa.

(Suprijono,2014: 128), langkah-langkah yang digunakan dalam

proses pembelajaran menggunakan metode teman sejawat atau student

facilitator and Explaining adalah sebagai berikut :

1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

Pada tahap ini guru menyampaikan tentang tujuan kompetensi yang

aka dicapai. Siswa diberi tahu bahwa siswa harus benar-benar

memperhatikan apa yang disampaikan guru karena nantinya siswa

akan dituntut untuk dapat menjelaskan kembali materi yang sedang

dipelajari kepada rekan siswa lainnya.

2) Guru mendemonstrasikan atau menyajikan materi.

Pada tahap ini, guru menjelaskan/mendemonstrasikan materi

pelajaran kepada siswa. Sebaiknya materi tidak dijelaskan

sepenuhnya, tetapi dari apa yang dijelaskan guru diusahakan masih

dapat memunculkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran siswa.

3) Memberikan kesempatan siswa untuk menjelaskan kepada siswa

(19)

Pada tahap ini, guru menunjuk secara acak perwakilan satu atau dua

orang dari masing-masing kelompok untuk tampil didepan kelas dan

menjelaskan materi yang sedang dipelajari.

4) Guru menyimpulkan ide atau pendapat dari siswa.

Bersama siswa guru menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

5) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu.

Pada tahap ini, guru menjelaskan secara umum tentang materi yang

dipelajari. Guru menambahkan penjelasan kepada siswa tentang

materi yg kurang lengkap yang disampaikan siswa yang menjelaskan

kepada siswa lain.

6) Penutup.

Pada tahap ini, guru mengakhiri pembelajaran.

Kelebihan Model Pembelajaran student facilitator and explaining

siswa diajak untuk dapat menerangkan kepada siswa lain, dapat

mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga lebih dapat

memahami materi tersebut.

Kekurangan Model Pembelajaran student facilitator and

explaining. Adanya pendapat yang sama sehingga hanya sebagian saja

yang tampil dan juga banyak siswa yang kurang aktif.

Dengan demikian, model pembelajaran ini akan dapat berjalan

sesuai dengan yang diharapkan apabila siswa secara aktif ikut serta

dalam merancang materi pembelajaran yang akan dipresentasikan maka

(20)

mandiri dalam mengembangkan potensi mengungkapkan gagasan

berpendapat.

c. Penggunaan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Facilitator and Explaining dalam Pembelajaran Matematika

Berdasarkan karakteristik mata pelajaran matematika yang telah

diuraikan di atas maka guna menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan materi matematika yang notabennya adalah masalah riil yang di

hadapi masyarakat maka penggunaan strategi pembelajaran kooperatif

model student facilitator and explaining adalah sangat tepat. Hal ini

dikarenakan model pembelajaran student facilitator and explaining

merupakan model pembelajaran dimana siswa/peserta didik belajar

mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta didik lainnya.

Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa berbicara untuk

menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri.

Selain itu dalam model pembelajaran ini juga diperlukan

ketrampilan sosial salah satunya adalah kerja sama sesuai dengan

karakteristik matematika yang mengedapankan kerja sama dalam hal

yang positif tentunya. Di samping itu, model ini juga sangat tepat

karena sesuai dengan karakteristik siswa usia SMP yang sangat kental

pertemanannya dengan siswa lain, sehingga diharapkan dengan model

student facilitator and explaining (teman sejawat) di mana siswa

(21)

B. Kerangka Pikir

Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan self

efficacy siswa, dalam pembelajarannya harus menarik sehingga siswa

termotivasi untuk belajar. Diperlukan model pembelajaran interaktif dimana

guru lebih banyak memberikan peran kepada siswa sebagai subjek belajar,

guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru merancang proses belajar

mengajar yang melibatkan siswa secara integratif dan komprehensif pada

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar. Agar

kemampuan komunikasi matematis dan self efficacy siswa meningkat

diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan

siswa secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor

dalam proses belajar mengajar.

Upaya mengatasi permasalahan yang ada di kelas VII D, dilakukan

dengan menggunakan model pembelajaran yang aktif serta dapat

meningkatkan keyakinan diri sehingga aspek kognitif seperti komunikasi

matematis siswa dapat meningkat. Adapun pembelajaran yang tepat untuk

melibatkan siswa secara totalitas adalah pembelajaran kooperatif tipe student

facilitator and exlpaining yang merupakan model pembelajaran dimana

siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan

peserta didik lainnya. Model pembelajaran ini efektif untuk melatih siswa

berbicara untuk menyampaikan ide/gagasan atau pendapatnya sendiri,

sedangkan siswa lain diharapkan memperhatikan dan mengkritisi apa yang

disampaikan oleh teman tersebut.

(22)

Gambar 2.1.

kompetensi yang ingin dicapai

Guru menyimpulkan ide atau pendapat siswa

Tahap V :

Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat

(23)

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, diduga bahwa

penggunaaan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Facilitator and

Explaining (SFAE) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

dan self efficacy siswa kelas VII D SMPN 1 Rembang semester genap tahun

pelajaran 2016/2017.

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan pada penelitian ini dapat dirumuskan bahwa

melalui penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe student facilitator

and explaining (SFAE)kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII D

SMPN 1 Rembang semester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 meningkat.

Melalui penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe student

facilitator and explaining (SFAE) self efficacysiswa kelas VII D SMPN 1

Gambar

Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Ditemukannya lima prinsip yang mendasari dijadikannya gerakan lietrasi sekolah sebagai upaya menanamkan budaya literasi siswa Indonesia, yakni prinsip

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan adanya peningkatan aktivitas enzim katalase pada kelenjar submandibularis Rattus norvegicus strain wistar akibat

Nilai r yang diperoleh ditentukan tinggi rendahnya dengan menggunakan korelasi reliabilitas seperti ditunjukan pada Tabel 3.1. Dari hasil uji coba diperoleh bahwa nilai

Melalui perbaikan proses pelaksanaan metode cooperative learning tipe index card match pada siklus II tersebut, motivasi belajar siklus II mencapai skor 137

 Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan.

Itulah hati yang mengahalangi, menutup kepada kebijakan, yang demikian itulah pekerjaan si hitam; Sedang yang berwarna merah, ikut menunjukkan nafsu yang tidak

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan, maka diperoleh kesimpulan dari populasi tersebut sebagai berikut: 1) Keterampilan proses sains siswa selama

Timbulnya sengketa pada Sektor Perkebunan di Indonesia dikarenakan tidak tercapai persetujuan mengenai jumlah, macam, dan cara pembayaran kompensasi terhadap tindakan