• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA DI DESA KAVAYA WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOAYA KECAMATAN SINDUE KABUPATEN DONGGALA

Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya Palu

Abstrak

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama 2/3 kematian balita akibat penyakit infeksi di seluruh dunia. Di Desa Kavaya balita yang menderita ISPA pada tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 31,2% pada tahun 2018 bulan januari sampai bulan mei balita dengan prevalensi pada kelompok bayi dan balita (>25%). Penelitian ini bertujuan diketahuinya hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah, penggunaan jenis bahan bakar masak rumah tangga, dan keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA pada balita di Desa kavaya.

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan cross sectional. Jenis data adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara dilakukan analisis univariat dan bivariat. serta menggunakan uji Chi Square dengan α=0,05. Populasi ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di Desa Kavaya. Sampel sebanyak 38 ibu balita.

Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah (p=0,002), jenis bahan bakar masak (p=0,032), dan keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA (p=0,005) dengan penyakit ISPA di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Kesimpulan dalam penelitian ini, ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah, jenis bahan bakar masak, dan keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA. Disarankan agar pihak Puskesmas untuk memberikan informasi atau penyuluhan tentang bahaya kebiasaan merokok dalam rumah, penggunaan jenis bahan bakar masak serta keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA dan masyarakat perlu memperbaiki kondisi fisik dapur yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Kata kunci : ISPA, merokok, bahan bakar

Niluh Desy Purnamasari1, Anung Aninditya2

Pendahuluan

Pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan. Salah satu sasaran pokokRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN, 2015-2019) adalah meningkatnya pengendalian penyakit ISPA yang fokus pada pneumonia balita yang mengalami pengembangan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat yaitu: 1. Pengendalian pneumonia balita 2. Pengendalian

ISPA umur ≤ 5 tahun. 3. Kesiapsiagaan dan respon terhadap pandemi influenza serta penyakit saluran pernapasan lain yang berpotensi wabah. 4. Faktor resiko ISPA (Renstra, 2015).

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sebetulnyameliputi beberapa penyakit yang sebagian besar infeksinya hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Keadaan demikian apabila dibiarkan anak akan menderita radang paru (pneumonia) yang bisa mengakibatkan kematian. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2. ISPA), dimana program P2 ISPA ini menitik beratkan upaya pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut pada penyakit pneumonia (Depkes, 2012).

(2)

Di negara berkembang penyakit Pneumonia menyumbang kematian pada anak sebesar 25%, terutama pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, 60% kasus pneumonia disebabkan oleh bakteri, sementara di negara maju umumnya disebabkan oleh virus. Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1 balita/15 menit) dari 10 total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1 diantaranya disebabkan oleh pneumoniaKematian pada penderita ISPA terjadi jika penyakit telah mencapai derajat ISPA berat, paling sering kematian terjadi karena infeksi telah mencapai paru-paru atau pneumonia. Sebagian besar keadaan ini terjadi karena penyakit ISPA ringan yang diabaikan. Jika penyakitnya telah menjalar ke paru-paru dan anak tidak mendapatkan pengobatan serta perawatan yang tepat, anak tersebut bisa meninggal. Penyakit saluran pernapasan pada balita dapat memberikan kecacatan sampai pada masa dewasa (Depkes RI. 2012).

World Health Organization (WHO) tahun 2015 memperkirakan insiden Infeksi Saluran Penapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada golongan balita. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah salah satu penyebab utama kematian pada anak dibawah 5 tahun (Cherian T, 2011).

Di Indonesia Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2011, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar 25,5% dengan prevalensi tertinggi pada kelompok bayi dan balita (>35%). Jumlah balita dengan ISPA di Indonesia pada tahun 2011 adalah 5 diantara 1000 balita yang berarti sebanyak 150.000 balita meninggal per tahun atau sebanyak 125.000 balita perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 balita per jam atau seorang balita per 5 menit (Riskesdas, 2011).

Tingkat kesakitan suatu negara dapat mencerminkan situasi derajat kesehatan masyarakat yang ada didalamnya. ISPA merupakan penyakit yang menempati urutan teratas pada 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit tahun 2017, dengan persentase 9,32 %. ISPA merupakan penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2010 menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan presentase 22,30% dari seluruh kematian bayi dari seluruh kematian balita (Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, jumlah penderita ISPA (balita dan orang dewasa) di Sulawesi Tengah pada tahun 2015 sebanyak 313.4021 orang, jumlah ini mengalami peningkatan dibanding angka kejadian

tahun 2014 yaitu sebanyak 284.802 orang (Dinkes Sulteng, 2014).

Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA yaitu kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah yang dapat menimbulkan asap tidak hanya dihisap oleh perokok, tetapi juga dihisap oleh orang yang ada disekitarnya termasuk anak-anak. Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit

angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan sepserti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya (Fatchurohman, 2016).

Faktor lain yang mempengaruhi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu jenis bahan bakar masak. Semakin banyak jumlah polutan dalam rumah tangga akan meningkatkan risiko kejadian ISPA pada balita dalam rumah tersebut. Hal ini terlihat dari jumlah penderita ISPA yang lebih banyak diderita oleh balita pada rumah tangga yang lebih banyak penggunaan bahan bakarnya. Semakin banyak bahan bakar yang digunakan, maka semakin tinggi pula jumlah polutan dalam rumah yang akan mengganggu sistem pernapasan balita. Asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA (Depkes, 2012).

Hasil pengumpulan data Profil Kesehatan Kabupaten selama tahun 2012, menunjukkan bahwa jumlah penderita ISPA pada balita sebesar 33.481 orang. Untuk Kabupaten Donggala dengan jumlah balita yang menderita ISPA sebanyak 3.348 orang dan Kabupaten dengan balita penderita yang terbanyak adalah Kabupaten Parigi Moutong sebanyak 4.896 orang (Profil Kesehatan Sulteng, 2014).

Dari data yang diperoleh peneliti, banyak balita yang menderita penyakit ISPA di Puskesmas Toaya, data penderita penyakit ISPA di Puskesmas Toaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala pada tahun 2016 sebanyak 1004 balita, tahun 2017 sebanyak 936 balita dan pada bulan januari sampai mei 2018 terdapat 280 kasus ISPA. Wilayah kerja Puskesmas Toaya memegang 13 Desa yaitu Desa Dalaka (65 kasus ISPA), Desa Lero Tatari (50 kasus ISPA), Desa Lero Ngapa (72 kasus ISPA), Desa Toaya Vunta (71 kasus ISPA), Desa Toaya (72 kasus ISPA), Desa Sumari (75 kasus ISPA), Desa Kumbasa (69 kasus ISPA), Desa Taripa (80 kasus ISPA), Desa Masaingi (75 kasus ISPA), Desa Marana (70 kasus ISPA), Desa

(3)

Enu (69 kasus ISPA), Desa Amal (76 kasus ISPA) dan Desa Kavaya (92 kasus ISPA). Desa yang memiliki kasus ISPA terbanyak ditahun 2017 yaitu Desa Kavaya 92 kasus ISPA (Puskesmas Toaya, 2017).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 09 agustus tahun 2018 di Desa Kavaya dari 5 orang ibu yang mempunyai balita. 3 orang ibu diantaranya mengatakan bahwa masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar masak, dan 2 ibu lainnya mengatakan bahwa tinggal bersama anggota keluarga yang merokok. Kebiasaan masyarakat yang menggunakanbahan bakar masak berupa kayu bakar dapat mengakibatkan tingginya resiko penyakit saluran pernapasan.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ―Determinan Yang Berhubungan Dengan Penyakit ISPA pada Balita di Desa Kavaya Wilayah Kerja Puskesmas Toaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala‖.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekataan Cross Sectional yaitu penelitian yang digunakan dalam waktu bersamaan tetapi dengan subjek yang berbeda-beda (Arikunto yang dikutip Siswanto, 2013). Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus sampai dengan tanggal 02 September 2018di Desa Kavaya Wilayah kerja Puskesmas Toaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala dari bulan Januari sampai Mei Tahun 2018 sebanyak 281 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita di Desa Kavaya. Besar sampel didasarkan pada rumus Slovin.

Hasil Penelitian

Pada penelitian ini dilalukan terhadap ibu-ibu di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. Responden yang diteliti berjumlah 38 orang. Pelaksanaan penelitian mulai tanggal 27 agustus sampai dengan 2 september 2018 di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. A. Analisis Univariat

Responden pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita yang berada di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten

Donggala yaitu sebanyak 38 orang dengan karakteristik sebagai berikut:

Umur

Umur adalah usia ibu pada saat dilakukan penelitian. Menurut Depkes RI tahun 2009 usia dikategorikan menjadi:17-25 tahun (remaja akhir), 26-35 tahun (dewasa awal), 36-45 tahun (dewasa akhir), 46-49 tahun (lansia awal). Untuk mengetahui distribusi umur responden dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi responden menurut umur di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan bahwa distribusi ibu yang memiliki balita terbanyak pada ibu kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 39,5 %, dan terkecil pada ibu kelompok umur 46-49 tahun sebanyak 5,2 %. B. Variabel Penelitian

1. Varibel Bebas

a. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Pada penelitian ini variabel kebiasaan merokok dibagi menjadi 2 kategori yaitu ada dan tidak ada anggota keluarga yang merokok. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2 Distribusi responden menurut kebiasaan

merokok anggota keluarga di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Sumber: Data Primer, 2018

No Kelompok Umur Frekuensi Persentase

1 17-25 tahun 13 34.2 2 26-35 tahun 15 39.5 3 36-45 tahun 8 21.1 4 46-49 tahun 2 5.2 Total 38 100.0 No Kebiasaan

Merokok Frekuensi Persentase

1 Ada 20 52.6

2 Tidak Ada 18 47.4

(4)

Berdasarkan tabel 2 terdapat 52,6 % yang memiliki kebiasaan merokok dalam rumah dan 47,4 % lainnya yang tidak ada anggota yang merokok dalam rumah.

b. Jenis Bahan Bakar Masak

Pada penelitian ini variabel jenis bahan bakar masak terbagi menjadi 2 yaitu berisiko dan tidak berisiko. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan jenis bahan bakar masak di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa 57,9 % tidak berisiko terhadap bahan bakar masak. Sedangkan 42,1 memiliki resiko terhadap bahan bakar masak.

c. Keberadaan Anggota Keluarga yang menderita ISPA.

Pada penelitian ini variabel keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA dibagi menjadi 2 kategori yaitu ada dan tidak ada anggota keluarga yang menderita ISPA. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4 Distribusi responden menurut Keberadaan Anggota Keluarga yang Menderita ISPA

Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa ada anggota keluarga yang menderita ISPA sebanyak 55,3 % dan

44,7 % tidak ada anggota yang menderita ISPA.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah anak balita menderita penyakit ISPA dan tidak menderita ISPA yang di bagi menjadi 2 kategori yaitu balita yang penderita ISPA dan tidak penderita ISPA.

Tabel 5 Distribusi ibu berdasarkan balita yang menderita ISPA

Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 5 menunjukkan bahwa balita yang tidak menderita penyakit ISPA sebanyak 60,5% dan balita yang menderita penyakit ISPA sebanyak 39,5%.

C. Analisis Bivariat

Tujuan dari analisis bivariat adalah untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji statistik yang di gunakan adalah Chi Squaredengan tingkat kepercayaan 95% dan kemaknaan 0,05 dengan hasil analisis yang didapatkan sebagai berikut.

1. Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga

Tabel 6 Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala

Sumber: Data Primer, 2018 No Jenis Bahan Bakar

Masak

Frekuensi Persentase

1 Berisiko 16 42.1

2 Tidak Berisiko 22 57.9

Total 38 100.0

No Keberadaan Anggota Keluarga yang Menderita ISPA Frekuensi Persentase 1 Ada 21 55.3 2 Tidak Ada 17 44.7 Total 38 100.0 No Balita yang

menderita ISPA Frekuensi Persentase

1 Menderita 15 39.5 2 Tidak Menderita 23 60.5 Total 38 100.0 No Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Penyakit ISPA Total p value Tidak Ya F % F % F % 1 Tidak Ada 16 88,9 2 11,1 18 100 0,002 2 Ada 7 35 13 65 20 100 Total 23 60,5 15 39,5 38 100

(5)

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 18 orang ibu yang tidak memiliki kebiasaan merokok anggota keluarga, terdapat 88,9% tidak terkena ISPA dan 11,1% terkena ISPA. Selanjutnya dari 20 orang ibu yang memiliki kebiasaan merokok anggota keluarga, terdapat 35% tidak terkena ISPA dan 65% terkena ISPA.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai

p-value = 0,002 (p<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan penyakit ISPA di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. 2. Hubungan Jenis Bahan Bakar Masak

Tabel 7 Hubungan Jenis Bahan Bakar Masak di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala

Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 7 menunjukkan bahwa 22 orang ibu yang tidak beresiko dengan jenis bahan bakar masak, terdapat 77,3 % tidak terkena ISPA dan 22,7 % terkena ISPA. Selanjutnya 16 orang ibu yang beresiko dengan jenis bahan bakar masak, terdapat 37,5 % tidak terkena ISPA dan 62,5 % terkena ISPA.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai

p-value = 0,032 (p<0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya ada hubungan antara jenis bahan bakar masak dengan penyakit ISPA di Desa Kavaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

3. Hubungan Keberadaan Anggota Keluarga Yang Menderita ISPA

Tabel 8 Hubungan Keberadaan Anggota Keluarga Yang Menderita ISPA

Sumber: Data Primer, 2018

Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 17 orang ibu yang tidak memiliki keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA, terdapat 88,2% tidak terkena ISPA dan 11,8% terkena ISPA. Selanjutnya dari 21 orang ibu yang memiliki keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA 38,1% tidak terkena ISPA dan 61,9% terkena ISPA.

Hasil uji statistik menunjukkan nilai

p-value = 0,005 (p<0,05) maka H0 diterima dan Ha di tolak, artinya ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA dengan penyakit ISPA. Pembahasan

A. Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Dalam Rumah.

Hasil penelitian menunjukkandari tabel 6 bahwa 18 orang ibu tidak memiliki kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah terdapat 88,9% yang tidak ISPA dan 11,1% yang ISPA. Sedangkan 20 orang ibu yang memiliki kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah terdapat 35% yang tidak ISPA dan 65% yang ISPA.

Menurut asumsi peneliti menunjukkan bahwa adanya pengaruh kebiasaan merokok angota keluarga dalam rumah terhadap penyakit ISPA pada balita. Semakintinggi kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah maka semakin besar juga potensi anak menderita ISPA.Lingkungan dalam rumah yang tidak sehat akan mempengaruhi perkembangan sistem pernafasan pada balita sebab balita yang terkontaminasi oleh udara yang tidak baik. Selain itu, polusi yang disebabkan oleh kebiasaan merokok anggota keluarga dihadapan balitaatau dalam ruanga yang tertutup (pengap). Keterpaparan asap rokok pada anak sangat tinggi pada saat berada dalam rumah pada saat anggota keluarga bersantai bersama seperti sambil nonton TV atau bercengkarama dengan anggota keluarga yang lain. Sehingga balita dalam rumah tersebut rentan untuk terpapar dengan asap rokok.

Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius serta akan menambah risiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus menerus akan menimbulkan gangguan pernafasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dengan gangguan paru

-No Jenis Bahan Bakar Masak Penyakit ISPA Total p value Tidak Ya F % F % f % 1 Tidak Beresiko 17 77,3 5 22,7 22 100 0,032 2 Beresiko 6 37,5 10 62,5 16 100 Total 23 60,5 15 39,5 38 100 No Keberadaan Anggota Keluarga Menderita ISPA Penyakit ISPA Total p value Tidak Ya F % F % f % 1 Tidak Ada 15 88,2 2 11,8 17 100 0,005 2 Ada 8 38,1 1 3 61,9 21 100 Total 23 60,5 1 5 39,5 38 100

(6)

paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh keluarga semakin besar memberikan risiko terhadap penyakit ISPA, khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu balita (Trisnawati dan Juwarni, 2012).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati dan Juwarni (2012), yang menyatakan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok orang tua terhadap keajdian ISPA pada anak. Hal ini menunjukkan dengan semakin berat perilaku merokok orang tua maka semakin besar potensi anak balitanya menderita ISPA. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh A. Yudi Ismanto pada hubungan kebiasaan merokok didalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak umur 1-5 tahun di Puskesmas Sario Kota Manado didapatkan nilai p value 0,002 dengan demikian bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok didalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak.

B. Jenis Bahan Bakar Masak

Hasil penelitian menunjukkan dari tabel 7 bahwa ada 22 orang ibu yang tidak beresiko dengan jenis bahan bakar masak, terdapat 77,3% yang tidak ISPA dan 22,7% yang ISPA. Sedangkan 16 orang ibu yang berisiko dengan jenis bahan bakar masak, terdapat 37,5% yang tidak ISPA dan 62,5% yang ISPA.

Menurut asumsi peneliti, kondisi fisik rumah merupakan salah satu penyebab tingginya keterpaparan terhadap asap kayu bakar dalam konsentrasi tinggi pada penghuni rumah, khususnya balita. Rumah dengan dapur yang tidak memperhatikan aspek kesehatan dapat mempengaruhi tingginya keterpaparan balita terhadap asap kayu bakar dengan dosis yang tinggi. Dapur yang tidak dilengkapi dengan ventilasi dan letak dapur didalam rumah serta berdekatan dengan ruangan tempat balita atau bermain, dapat meningkatkan kemungkinan balita untuk terpapar dengan asap kayu bakar dalam dosis tinggi. Hal ini dikarenakan anak balita lebih banyak berada didalam rumah bersama ibunya. Dan bila kondisi fisik rumah dengan dapur yang memperhatikan aspek kesehatan dan dilengkapi oleh ventilasi dan tata letak dapur yang berada jauh dengan tempat bermain anak (balita) akan dapat memperkecil keterpaparan asap yang dihasilkan dari kayu bakar tersebut sehingga

tidak dapat mempengaruhi penyakit ISPA pada balita.

Soeswati (dalam Rudianto, 2013) menjelaskan bahwa penggunaan jenis bahan bakar dalam rumah tangga untuk beberapa keperluan seperti memasak dan penerangan biasanya dapat memberi pengaruh terhadap kualitas kesehatan lingkungan rumah. Pemakaian bahan bakar tradisional seperti kayu bakar, arang, serta minyak tanah, sering menghasilkan pembakaran kurang sempurna sehingga banyak menimbulkan sisa pembakaran yang dapat mempengaruhi kesehatan. Apabila penghawaan dirumah tidak baik dan tidak ada lubang asap didapur untuk mengeluarkan asap dan partikel-partikel debu dari dapur, maka asap akan memenuhi ruangan dan menyebabkan sirkulasi udara didalam ruangan tidak baik. Hal ini memnyebabkan gangguan seluran pernafasan terutama pada balita.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Irsan Ahmad (nilai

p = 0,574 (p>0,05)), dengan demikian H0 diterima atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan penggunaan bahan bakar masak biomass dengan kejadian ISPA di wilayah kerja puskesmas manipi kecamatan sinjai barat kabupaten sinjai tahun 2010.

.C. Keberadaan Anggota Keluarga yang Menderita ISPA

Hasil penelitian menunjukkan dari tabel 8 bahwa ada 17 orang ibu yang tidak memiliki keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA terdapat 88,2% yang tidak ISPA dan 11,8% yang ISPA. Sedangkan 21 orang ibu yang memiliki keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA terdapat 38,1% yang tidak ISPA dan 61,9% yang ISPA.

Menurut asumsi peneliti, anggota keluarga yang menderita ISPA dan tinggal serumah dengan balita dapat mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA pada balita maka balita mempunyai peluang besar untuk terkena ISPA. Hal ini disebabkan karena ISPA dapat ditularkan melalui air ludah,bersin, dan udara pernapasan karena virus dapat masuk ke tubuh orang yang sehat melalui udara pernapasannya. Dan sebaliknya bila ada anggota keluarga yang menderita ISPA tetapi tidak serumah atau tidak satu atap dengan balita maka tidak akan mempengaruhi balita dengan penyakit ISPA karena tidak berada dekat dengan balita. Sehingga balita dapat terhindar dari virus yang ditularkan oleh anggota keluarga yang menderita ISPA kepada balita tersebut.

(7)

Suhandayani (2011) menyatakan bahwa kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita keorang lain melalui udara pernapasan atau percikan ludah (droplet) penderita ISPA. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada diudara terhisap oleh pejamu baru dan masuk keseluruh saluran pernapasan. Dari saluran pernapasan kuman menyebar keseulurh tubuh, apabila orang yang terinfeksi ini rentan, maka ia akan terkena ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa ada hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA didapatkan nilai p value sebesar 0,002 dengan demikian bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan keberadaan anggota keluarga yang menderita ISPA dengan kejadian ISPA pada balita. Hal ini berarti bahwa balita yang anggota keluarganya menderita ISPA mempunyai resiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan dengan balita yang anggota keluarganya tidak menderita ISPA.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: Ada hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah dengan penyakit ISPA pada balita di Desa Kavaya Wilayah Kerja Puskesmas Toaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. Ada hubungan antara jenis bahan bakar masak dengan penyakit ISPA pada balita di Desa Kavaya Wilayah Kerja Puskesmas Toaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala. Ada hubungan antara Keberadaan Anggota Keluarga Yang Menderita ISPA pada balita di Desa Kavaya Wilayah Kerja Puskesmas Toaya Kecamatan Sindue Kabupaten Donggala.

Saran

Saran bagi Puskesmas Toaya diharapkan petugas Puskesmas dapat meningkatkan dan memberikan penyuluhan tentang ISPA pada balita serta penyuluhan tentang bahaya asap rokok terhadap diri sendiri ataupun orang lain termasuk balita. Bagi Peneliti Selanjutnya diharapkan hasil penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dan memperbanyak variabel yang lebih luas tentang penyakit ISPA serta faktor yang dapat mempengaruhi penyakit ISPA.

Daftar Pustaka

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta A Yudi Ismanto, 2015. Hubungan Kebiasaan

Merokok Di Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 1-5 Tahun.

Di Puskesmas Sario Kota Manado.

Azwar Azrul. 2001. Manajemen Laktasi,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Bustan, N. M. 2012. Pengantae Epidemiologi.

Buku Kedokteran EGC. Bandung.

Cherian, T. 2011. Disease Control Priorities in Developing Countries. Washington: The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank Group,. 2011.

Chahaya, I., Nurmaini. 2006. Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita Di Perumas Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Universitas Sumatera Utara. Medan

Depkes R.I. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi, Jakarta : Departemen Kesehatan.

Depkes., 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007. Jakarta

Depkes., 2009. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Jakarta

Depkes RI,. 2010. Profil Kesehatan Indonesia.

www.Depkes.go.id. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta

Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012. Jakarta.

Depkes., 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010. Jakarta

Depkes RI. 2017. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Jakarta.

Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah. 2010. Profil Kesehatan Sulawesi Tengah. 2010. Sulteng. Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah. 2014. Profil

Kesehatan Sulawesi Tengah 2014. Sulteng. Ditjen PPM & PL. 2006. Kajian Riset Operasional

Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular Tahun 1998/1999- 2003. Depkes RI. Jakarta

Fatchurohman, A. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga Terhadap Penanganan Pertama Pada Balita Dengan ISPA di Puskesmas

Karanglewas Banyumas. Universitas

Muhammadiyah Purwokerto. 2016.

Hasnida dan Indri Kemala. 2010. Hubungan Antara Stres dan Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki. Psikologika, 1(2) : 105-111

(8)

Hastuti, D. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Peranapasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Kecamatan Ngombol. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Kementrian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia. Depkes RI, Jakarta. Kepmenkes RI. Nomor 829/MENKES/SK/

VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta : Depkes RI

Muaris, H. 2016. Lauk Bergizi Untuk Anak Balita.

Jakarta: Gramedia Pustaka UtMukono,2012.

Prinsip Dasar Lingkungan.

Surabaya:Airlangga University Press

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Pneumonia Pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer. Jakarta

Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Trans Info Media. Jakarta. Mitayani,. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta :

Tim.

Naria, Chahaya, Asmawati. 2008. Hubungan Kondisi Rumah Dengan Keluhan ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tuntungan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2008. Universitas Sumatera Utara. Medan

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar Cetakan Kedua.

Jakarta. Rineka Cipta

Panggabean PASH, Wartana Kadek, Sirait Esron, AB Subardin, Rasiman Noviany, Pelima Robert., 2017. Pedoman Penulisan Proposal/Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Jaya. Palu. 2017 PERMENKES//NOMOR 1077/MENKES/PER/

V/2011. Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruangan Rumah. Jakarta. Didownload dari

http://www.hukor.depkes.go.id. Diakses tanggal 03 Juni 2012.

Puskesmas Toaya. 2018. Laporan Bulanan Program P2ISPA. Tahun 2018. Puskesmas Toaya.

Riset Kesehatan Dasar. 2011. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian RI Tahun 2011.

Rahmayatul, F. 2013. Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada Balita.

Jakarta.

Rencana Strategis Kementrian Kesehatan, 2015. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor HK. 02.02/MENKES/52/ 2015. Kemenkes RI.

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Badan Perencanaan pembangunan Nasional: Jakarta.

Syarif, Abdul. 2009. Faktor RisikoKejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal. didownload dari http:// www.wordpress.com. Diakses pada tanggal 29 Mei 2011.

Sutomo, B & Anggraini, D. Y,. 2010. Makanan Sehat Pendamping ASI. Demedia. Jakarta. Saputra, Fery. 2011. Hubungan Lingkungan Fisik

Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di

Kelurahan Jabungan Kecamatan

Banyumanik Semarang. Universitas

Diponegoro. Semarang

Siswanto, Susila & Suyanto. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran.

Yogyakarta : Bursa Ilmu

Trisnawati, Y. & Juwarni. 2012. Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja

Puskesmas Rembang Kabupaten

Purbalingga. Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto

WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Pedoman Interin WHO. Alih Bahasa: Trust Indonesia. Jakarta.

WHO. 2008.Child Health Profile China. Geneva WHO. 2011. Indikator Perbaikan Kesehatan

Lingkungan anak. Jakarta: EGC, 2012. Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi,

Penularan, Pencegahan dan

Gambar

Tabel 1.  Distribusi  responden  menurut  umur  di  Desa  Kavaya  Kecamatan  Sindue  Kabupaten Donggala
Tabel 4   Distribusi responden menurut Keberadaan  Anggota Keluarga yang Menderita ISPA
Tabel  7  Hubungan  Jenis  Bahan  Bakar  Masak  di  Desa  Kavaya  Kecamatan  Sindue  Kabupaten Donggala

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 4.3 bahwa pertanyaan atribut 3 yaitu daya tarik harga, dapat kita lihat smartphone merek Oppo dan Xiaomi terletak pada kuadran yang sama hal

Dengan menggunakan UML kita dapat membuat model untuk semua jenis aplikasi piranti lunak, dimana aplikasi tersebut dapat berjalan pada piranti keras, sistem operasi dan

media perlu pertimbangan dengan matang sehingga media yang dipilih betul-betul efektif dalam mendukung proses pendidikan kesehatan yang memadai, menilai kemampuan seorang perawat

Fuzzy Neural Network atau Jaringan Syaraf Kabur atau sistem neuro- fuzzy adalah mesin belajar yang menemukan parameter sistem kabur (yaitu, himpunan fuzzy, aturan fuzzy)

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allh SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran serta rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang selalu terlimpahkan sehingga

Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:.

yang dikucurkan oleh bank umum syariah maka akan semakin besar pula profitabilitas yang mungkin akan diperoleh bank dari pembiayaan tersebut. Bank tidak akan mengalami

Menurut hukum Taurat Musa - Im. 12, seorang perempuan yang melahirkan anak laki-laki, menjadi najis selama tujuh hari. Selanjutnya, ia harus tinggal