• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 2 Mekanisme reaksi pembentukan 1-MCP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 2 Mekanisme reaksi pembentukan 1-MCP."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

3 3 C H2 C CH3 HC Cl H 2 3 1

+

CH3 N -CH3 C H3 CH3 Li+ LDA C H2 C CH3 HC Cl H - HC 2 -C CH3 CH Cl C H2 - C CH3 CH Cl CH HC H C H3

+

CH3 N -CH3 C H3 CH3 Li+ CH C H -C H3 Li+ C H3 O H2 CMP LCP I-MCP

Gambar 2 Mekanisme reaksi pembentukan 1-MCP. Senyawa 1-MCP yang dihasilkan

ditentukan konsentrasinya menggunakan GC. Standar yang digunakan ialah 1-butena karena massa jenisnya hampir sama dengan 1-MCP dan hanya dibedakan oleh 1 atom hidrogen lebih banyak pada 1-butena. Detektor FID yang digunakan pada penelitian ini hanya merespons jumlah atom karbon yang masuk ke dalam detektor sehingga lebih peka terhadap massa. Hal ini menyebabkan waktu retensi senyawa 1-MCP, 1.15 menit, hanya sedikit bergeser dari waktu retensi 1-butena, yaitu 1.13 menit.

Menurut Renwick et al. (2010), senyawa 1-kloro-2-metilpropena dan CMP merupakan pengotor saat sintesis berlangsung. Salah satu pengotor terlihat dari adanya puncak lain saat pengukuran konsentrasi senyawa 1-MCP (Lampiran 3). Pengotor ini diduga berasal dari senyawa CMP yang tidak habis bereaksi saat sintesis berlangsung. 1-Kloro-2-metilpropena berasal dari adanya penataan ulang senyawa CMP.

Konsentrasi 1-MCP terbaik dihasilkan dari nisbah LDA-CMP 4:1, 3:1, dan 2:1 setelah ditambahkan air. Saat pengukuran jam ke-0, setiap perlakuan menunjukkan konsentrasi yang sangat kecil. Konsentrasi 1-MCP yang berasal dari LDA-CMP 4:1 meningkat setelah jam ke-3 hingga jam ke-9. Begitu pula konsentrasi 1-MCP yang berasal dari LDA-CMP 3:1 dan 2:1. Namun setelah bereaksi 12 jam, konsentrasi 1-MCP menurun (Gambar 3). Penurunan konsentrasi ini dapat disebabkan adanya perubahan kondisi saat reaksi berlangsung. Konsentrasi meningkat kembali saat pengukuran jam ke-24 dengan

konsentrasi 1-MCP yang berasal dari LDA-CMP 2:1 paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Nilai ini dapat terjadi akibat kesalahan teknis, yaitu syringe yang digunakan kurang bersih atau tidak seragamnya pengambilan sampel. Jika dilihat dari stoikiometri reaksi, 1-MCP dari LDA-CMP 2:1 menghasilkan 1-MCP paling sedikit di antara nisbah-nisbah yang menghasilkan rendemen 1-MCP terbaik. Pemilihan ketiga nisbah terbaik berdasarkan konsentrasi produk 1-MCP yang hampir seragam.

Gambar 3 Hubungan konsentrasi 1-MCP dengan waktu reaksi.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 3 6 9 12 24 ko n sen tr asi 1 -M CP 10 3 (p p m )

(2)

4

Analisis FTIR

Keberhasilan sintesis 1-MCP dapat dilihat dari hasil analisis spektrum FTIR. Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR LCP (a, c, dan e) dan 1-MCP (b, d, dan f). Semua spektrum menunjukkan serapan pada bilangan gelombang 2870 sampai 2960 cm-1 yang menunjukkan gugus CH3 yang terikat kuat,

ditandai oleh adanya 2 pita serapan. Hal ini disebabkan gugus tersebut mengalami 2 vibrasi ulur, simetri dan asimetri (Pavia et al. 2001). Semua spektrum juga memiliki serapan pada bilangan gelombang 1640 sampai 1650 cm-1 yang menunjukkan vibrasi gugus C=C dari cincin siklopropena (Sastrohamidjojo 1992).

a b

c d

e f

Gambar 4 Spektrum FTIR LCP dan 1-MCP, (a) CMP-LDA 2:1, (b) CMP-LDA 2:1 + air, (c) CMP-LDA 3:1, (d) CMP-LDA 3:1 + air, (e) CMP-LDA 4:1, (f) CMP-LDA 4:1 + air.

(3)

5

5 Adanya gugus fungsi C=C yang

mencirikan siklopropena diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 668690 cm-1 yang menandakan C=C cis. Setelah penambahan air, puncak-puncak serapan terlihat memiliki % transmitans (%T) yang lebih besar bila dibandingkan dengan sebelum penambahan air. Hal ini berarti sinar IR diserap lebih banyak oleh gugus CH3 dan C=C

cis yang menandakan telah terbentuk lebih banyak senyawa 1-MCP.

Pengaruh 1-MCP pada Produksi Etilena Pisang Mas Kirana

Etilena merupakan hormon tanaman yang berpengaruh terhadap proses kematangan buah (Watkins 2006). Senyawa ini diproduksi secara automatis dalam tanaman (Khan  Singh 2007). Pertambahan etilena dalam tanaman merangsang proses pematangan buah, kesegaran bunga, dan penuaan sayur.

Gas 1-MCP telah terbukti dapat menghambat produksi etilena. Mekanismenya, senyawa 1-MCP merintangi tempat penerima rangsangan (reseptor) etilena pada tanaman sehingga tidak dapat lagi ditempati etilena. Senyawa 1-MCP akan menempati reseptor tersebut secara permanen (Sisler  Serek 1997).

Senyawa 1-MCP produk sintesis diaplikasikan pada pisang mas kirana. Pisang ini digunakan karena perubahan warnanya sangat signifikan dari pertama dipanen hingga masak sehingga memudahkan pengamatan. Selain itu, pisang merupakan buah klimaterik yang kematangannya dipengaruhi oleh banyaknya gas etilena yang dihasilkan. Pisang diletakkan dalam plastik kedap udara kemudian masing-masing ditambahkan LCP yang telah dibuat dengan nisbah LDA-CMP 4:1, 3:1, dan 2:1.

Gambar 5 memperlihatkan, 1-MCP sudah mulai terbentuk pada 3 jam pertama setelah pengemasan, kemudian meningkat secara signifikan setelah 15 jam hingga 21 jam. Setelah itu, menurun sampai 36 jam dan naik kembali pada saat 42 jam. Setelah 45 jam, 1-MCP sudah tidak terdeteksi.

Pembentukan 1-MCP sangat dipengaruhi oleh uap air yang dihasilkan oleh pisang sebagai akibat proses respirasi. Dengan semakin meningkatnya uap air, reaksi pembentukan gas 1-MCP dari bahan aktif LCP akan semakin cepat. Hal ini sejalan dengan meningkatnya serapan pada bilangan gelombang 28702960 cm-1 dan 16401650 cm-1 dalam spektrum FTIR.

Gambar 5 Kadar gas 1-MCP dalam kemasan.

Konsentrasi etilena yang terdeteksi bertolak belakang dengan konsentrasi 1-MCP. Gambar 6 menunjukkan bahwa 3 jam setelah pengemasan, kadar etilena cukup tinggi, kemudian menurun secara signifikan sampai 30 jam, naik kembali saat 33 jam, dan kemudian menurun sampai pengamatan hari ke-28 (Lampiran 4). Penurunan ini diakibatkan sudah terbentuk 1-MCP sehingga mampu menghambat pertambahan etilena dalam buah. Pembandingan konsentrasi 1-MCP dengan etilena menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi 1-MCP mampu menurunkan produksi etilena. Sebaliknya, ketika kadar 1-MCP menurun, produksi etilena naik kembali. Pemberian 1-MCP yang terbuat dari LDACMP dengan nisbah volume 4:1 tidak sampai menghentikan produksi etilena. Justru, pemberian 1-MCP dengan nisbah volume 3:1 dan 2:1 yang menghentikan produksi etilena. Hal ini berkaitan dengan saat pembuatan senyawa 1-MCP.

Gambar 6 Kadar etilena dalam kemasan. 0 2 4 6 8 10 12 3 9 15 21 30 36 45 K o n sen tr asi 1 -M CP (p p m )

Waktu Penyimpanan (jam)

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 3 6 9 12 15 18 21 27 30 33 42 45 K o n sen tr asi E til e n (p p m )

(4)

6 Secara teoretis, untuk mendapatkan 1 mol

1-MCP, dibutuhkan 2 mol LDA dan 1 mol CMP (Lampiran 1). Namun dalam penelitian ini, nisbah volume 4:1 (setara dengan nisbah mol LDA-CMP 1:1.68; Lampiran 2), telah dapat terbentuk senyawa 1-MCP. LDA-CMP dengan nisbah volume 2:1 dan 3:1 memiliki jumlah mol CMP yang lebih besar lagi, maka 1-MCP yang dihasilkan tidak sebanyak yang terbuat dari nisbah volume 4:1.

Terhentinya produksi etilena terjadi saat pengamatan kadar etilena hari ke-28 (Lampiran 4). Hal ini akan memperpanjang umur simpan pisang dalam kemasan hingga matang sempurna. Kemampuan 1-MCP merintangi reseptor etilena ini juga dipengaruhi oleh konsentrasi yang digunakan. Dari Gambar 5 terlihat bahwa 1-MCP yang berasal dari LCP dan air dengan nisbah 4:1 paling rendah konsentrasinya. Kemampuan menghambat etilenanya juga lebih rendah, ditunjukkan oleh konsentrasi etilena yang terdeteksi paling tinggi di antara nisbah yang lain (Gambar 6). Sebaliknya, 1-MCP dengan nisbah 2:1 dihasilkan dengan konsentrasi paling tinggi dan mampu menghambat konsentrasi etilena lebih banyak.

Pisang yang diberi perlakuan 1-MCP dari LDA-CMP 4:1 mengalami proses pematangan paling lambat walaupun konsentrasi 1-MCP yang dihasilkan paling rendah. Hal ini diduga karena 1-MCP dari LDA-CMP 4:1 lebih mudah dilepaskandan kemudian diserap oleh jaringan. 1-MCP yang terbuat dari LDA-CMP 2:1 saat awal pelepasan konsentrasinya kecil dan kalah bersaing dengan etilena saat menempati reseptor.

Pisang yang diberi perlakuan 1-MCP mengalami perubahan sifat fisis dan kimia yang berbeda pada tingkat kematangan yang sama. Pada umumnya, susut bobot dan kadar air meningkat dengan bertambahnya umur simpan, sedangkan kekerasan dan warna menurun (Suprayatmi et al. 2004).

Pisang yang tersimpan dalam ruangan terbuka dan tidak diberi perlakuan apapun matang 2 minggu setelah panen. Setelah diberi 1-MCP, umur simpan pisang dapat bertahan hingga 2445 hari setelah panen.

Laju kematangan pisang ini tidak seragam untuk setiap komposisi pembuatan 1-MCP. Gambar 7 menunjukkan perubahan warna pisang mas kirana selama 35 hari setelah

Gambar 7 Perubahan warna pada pisang mas kirana dengan dan tanpa perlakuan 1-MCP.

Sampel Hari ke -1 Hari ke-24 Hari ke-35

Kontrol dalam kemasan

*

Hijau 100% Kuning matang Membusuk

LDA : CMP (2:1)

Hijau 100% Kuning kehijauan Kuning matang

LDA : CMP (3:1)

Hijau 100% Hijau 100% Hijau 50%

LDA : CMP (4:1)

(5)

7

7 panen. Pisang tanpa perlakuan (kontrol)

menunjukkan kematangan pada hari ke-24 dan busuk setelah 35 hari. Pisang dengan perlakuan 1-MCP dari LDA-CMP 2:1 mulai berubah warna pada hari ke-24 dan matang sempurna setelah 35 hari.

Pisang yang diberi perlakuan 1-MCP dari LDA-CMP 3:1 baru menunjukkan perubahan warna menjadi kuning, yang menandakan awal proses pematangan, pada hari ke-35, sedangkan pisang yang diberi perlakuan 1-MCP dari LDA-CMP 4:1 masih dalam keadaan seperti setelah panen. Berdasarkan hasil ini, pemberian senyawa 1-MCP pada pisang mas kirana mampu memperpanjang umur simpan selama 11 hari. Selain itu, 1-MCP yang terbuat dari LDA dan CMP dengan nisbah LDA lebih banyak dapat menunda kematangan pisang lebih lama.

Kematangan pisang dapat dilihat dari perubahan warna yang terjadi. Umumnya pisang setelah panen/mentah berwarna hijau, kemudian terjadi perubahan warna menjadi kuning setelah mengalami pematangan.

Perubahan warna disebabkan degradasi klorofil dan terbentuknya karotenoid yang dilanjutkan dengan pembentukan xantofil. Kedua pigmen ini berperan memberi warna kuning pada pisang yang intensitasnya bertambah sampai puncak klimaterik. Pisang lalu menjadi layu karena proses degradasi klorofil yang tidak sempurna membentuk senyawa feofitin yang berwarna cokelat (Suprayatmi et al. 2004). Selain mengalami perubahan fisik, pisang yang diberi 1-MCP juga mengalami perubahan kimia. Total padatan terlarut dan kadar gula umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya umur simpan.

Penyerapan 1-MCP pada tanaman dipengaruhi oleh morfologi jaringan dan daya tahan kulit luarnya. Selain itu, dipengaruhi juga oleh pati, material dinding sel, serta membran lemak dan protein yang terkandung dalam tanaman tersebut. Tanaman yang mengandung lebih banyak pati akan menyerap lebih sedikit 1-MCP yang diberikan berdasarkan satuan bobot (Nanthachai et al.

2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsentrasi 1-MCP terbaik terbuat dari LDA dan CMP dengan nisbah 4:1, 3:1, dan 2:1. Keberhasilan pembuatan 1-MCP ditandai dengan terbentuknya pita serapan metil dan

siklopropena dalam spektrum FTIR. Pemberian 1-MCP berpengaruh terhadap konsentrasi etilena. Jika konsentrasi 1-MCP meningkat, maka konsentrasi etilena menurun, demikian pula sebaliknya. Penurunan kosentrasi etilena karena pemberian 1-MCP pada pisang mas kirana dapat memperpanjang umur simpan pisang selama 11 hari.

Saran

Perlu dilakukan analisis proksimat dan total padatan terlarut serta kandungan gula pada pisang yang diberi dan tanpa perlakuan 1-MCP. Nisbah volume dan mol LDA yang lebih besar dari CMP juga perlu diujikan.

DAFTAR PUSTAKA

Beaudry R, Watkins C. 2001. Use of 1-MCP

on apples. Perishables Handling 108:12-16.

Bower JH, Biasi WV, Mitcham EJ. 2002. Effects of ethylene and 1-MCP on the quality and storage life of strawberries.

Postharvest BiolTechnol 28:417-423. [EPA] Environmental Protection Agency.

2002. Federal Register 48:796-800.

Khan AS, Singh Z. 2007. 1-MCP regulates ethylene biosynthesis and fruit softening during ripening of ‘Tegan Blue’ plum

Postharvest Biol Technol 43:298-306.

Liu T, Zhang H, Jiang G, Wu F, Qian Z, Qu H, Jiang Y. 2010. Effect of 1-methylcyclopropene released from 3-chloro-2-methylpropene and lithium diisopropylamide on quality of harvested mango fruit. Food Technol 8:106-111.

Magid RM, Clarke TC, Duncan CD. 1971. An efficient and convenient synthesis of 1-methylcyclopropene. J Org Chem

36:1320-1321.

Nanthachai N, Ratanachinakorn B, Kosittrakun M, Beaudry RM. 2007. Absorption of 1-MCP by fresh produce.

Postharvest Biol Technol 43:291-297.

Renwick A, Leblanc J, Setzer R. 2010. Application of the margin of exposure (MoE) approach to substances in food that are genotoxic and carcinogenic – Example: 1-Methylcylopropene and its impurities (1-chloro-2-methylpropene and 3-chloro-2-methylpropene). Food Chem Toxicol 48:S81-S88.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan JR. 2001. Introduction to Spectroscopy. Ed

Gambar

Gambar 2  Mekanisme reaksi pembentukan 1-MCP.  Senyawa  1-MCP  yang  dihasilkan
Gambar  4    Spektrum  FTIR  LCP  dan  1-MCP,  (a)  CMP-LDA  2:1,  (b)  CMP-LDA  2:1  +  air,  (c)         CMP-LDA 3:1, (d) CMP-LDA 3:1 + air, (e) CMP-LDA 4:1, (f) CMP-LDA 4:1 + air
Gambar 5  Kadar gas 1-MCP dalam kemasan.
Gambar 7  Perubahan warna pada pisang mas kirana dengan dan tanpa perlakuan 1-MCP.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu pada uji ini dilakukan induksi estrogen terhadap sel kanker payudara yang diberi perlakuan dengan PGV-1 dan kurkumin. Pemberian PGV-1 konsentrasi tertinggi (10 µ

Hal ini diperkuat oleh Parker (1999), yang menyatakan pertumbuhan tanaman dapat terjadi jika laju fotosintesis lebih besar dari laju da Gambar 1 menunjukan MCP pada berbagai