LAPORAN AKHIR
APLIKASI 1-METHYLCYCLOPROPENE (1-MCP)
UNTUK MEMPERPANJANG KESEGARAN BUNGA
KRISAN (
Dendrathema grandiflora
) cv White Fiji DAN Yellow Fiji
Oleh :
Yayat Rochayat Suradinata
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunga krisan (Dendranthema grandiflora) merupakan salah satu jenis
bunga potong populer di dunia setelah mawar. Bunga ini digemari dan paling
banyak peminatnya karena mempunyai variasi bentuk, warna, dan ukuran
(Sanjaya, 1996). Komoditas ini sangat disukai para pecinta tanaman hias, karena
bentuk dan warnanya yang bervariasi sehingga mudah dirangkai bersama bunga
potong lainnya sesuai dengan selera (Cahyono, 1990) sehingga konsumen dapat
menuangkan kreatifitas pada rangkain bunga dengan menggunakan bunga krisan.
Menurut data statistik Departemen Pertanian (2011) produksi bunga krisan dari
tahun 2000 – 2010 terus mengalami peningkatan hal ini dikarenakan permintaan
pasar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Produksi bunga krisan tahun 2000 - 2010
Dengan bertambahnya produksi bunga krisan dari tahun ke tahun
memperlihatkan bahwa permintaan pasar dalam dan luar negeri terus meningkat,
sehingga produsen harus meningkatkan produksi dan produktivitas bunga krisan
agar permintaan pasar dapat terpenuhi dan kualitas bunga krisan dapat meningkat.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bunga krisan merupakan salah
satu komoditas unggulan ekspor. Menurut Budiarto (2007), bahwa pada tahun
2003 perdagangan Indonesia atas komoditas bunga krisan mengalami surplus
sekitar US $ 1 juta dan nilai ekspor ini meningkat dari tahun ke tahun hingga saat
ini.
Warna bunga krisan yang indah dan bervariasi merupakan salah satu daya
tarik untuk konsumen. Menurut Kusumah Effendie (1994), bahwa minat
konsumen terhadap warna bunga potong yang dominan untuk berbagai kegiatan
atau digunakan pada hari-hari tertentu adalah merah (upacara, hari valentine,
imlek dan pernikahan), kuning (upacara dan pernikahan), putih (upacara, hari
kematian, imlek, dan pernikahan), merah muda (hari valentine), ungu (hari
kematian dan pernikahan), dan kuning (upacara dan pernikahan). Hingga saat ini,
warna bunga krisan yang paling disukai oleh konsumen adalah merah, putih, dan
kuning.
Varietas krisan banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar
yang terus meningkat, sehingga memotivasi para peneliti di balai-balai penelitian
khususnya Balai Penelitian Tanaman Hias untuk menghasilkan varietas krisan
baru. Menurut Marwoto, Sutater, dan J. de Jond (1999), bahwa saat ini telah
krisan tipe spray, varietas baru bunga krisan tipe standar banyak dihasilkan.
Menurut Sulusi, Murtiningsih, Dondy, dan Nurmalinda (2002), bahwa banyaknya
varietas baru dari kedua tipe bunga krisan spray dan standar bertujuan untuk
merespon kebutuhan pasar dan hal ini perlu didukung tekhnologi pascapanen
untuk keperluan pemasarannya. Bunga berkualitas tinggi yang dihasilkan dari
sistem budidaya yang optimal perlu didukung penanganan pascapanen yang
memadai untuk mempertahankan kualitasnya.
Kualitas akhir bunga potong yang siap dipasarkan merupakan hasil
serangkaian budidaya, berawal dari pemilihan varietas yang cocok dengan kondisi
iklim dan lingkungan serta cocok dengan selera konsumen, cara pembibitan
tanaman yang baik, pemupukan, pengendalian hama/penyakit dan penanganan
pascapanen yang tepat. Dengan rangkaian budidaya yang baik akan didapat
kualitas bunga krisan potong yang tinggi sesuai dengan keinginan pasar dan
kondisi bunga dengan kualitas tersebut dapat dilihat secara visual.
Berbagai macam cara untuk memperpanjang kesegaran bunga potong,
antara lain dengan memanen pada umur yang tepat, menyimpan pada suhu yang
sesuai, menghambat produksi etilen, menyediakan karbohidrat, dan lain
sebagainya (Reid, 1985). Inhibitor etilen dapat menghambat kerja etilen yang
diproduksi bunga maupun etilen yang berasal dari lingkungan sehingga kesegaran
bunga dapat ditingkatkan setelah pascapanen. Menurut Sylvia M. B. dan John M.
D. (2002) bahwa pengatur pertumbuhan tanaman ini adalah alat yang dapat
tanaman. 1-MCP mencegah efek etilen dalam berbagai buah-buahan, sayuran dan
tanaman florikultur.
1.2 Tujuan Penelian
Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan 1-MCP yang menjadi
salah satu cara memperpanjang kesegaran bunga krisan (Dendranthema
grandiflora) setelah pascapanen dan mengetahui konsentrasi 1-MCP optimum
untuk 2 kultivar krisan.
II. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian a) Tahap 1
Tahap pertama yaitu percobaan pendahuluan yang dilakukan untuk
menentukan kriteria kesegaran bunga potong krisan standar yang dilaksanakan
pada bulan Oktober 2011 sampai November 2011 yang di dalam ruang
percobaan di Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran, Jatinangor. Dengan ketinggian tempat kurang lebih 720 m di atas
permukaan laut. Kondisi ruangan atap tertutup genting dan terdapat ventilasi,
cahaya masuk satu arah.
b) Tahap 2
Tahap kedua yaitu percobaan lanjutan untuk mengetahui pengaruh 1-MCP
terhadap lama kesegaran bunga potong krisan standar yang dilaksanakan pada
Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,
Jatinangor. Dengan ketinggian tempat kurang lebih 720 m di atas permukaan
laut. Kondisi ruangan atap tertutup genting dan terdapat ventilasi, cahaya
masuk satu arah.
2.2 WAKTU
Pelaksanaan penelitian dari bulan Oktober 2011 sampai dengan
Desember 2011.
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT
3.1.1 Tahap 1
Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga potong krisan standar kultivar
White Fiji dan Yellow Fiji dengan panjang tangkai 67 cm dan diameter mahkota
bunga yang seragam sebanyak dua tangkai masing-masing kultivar. Sebagai
larutan perendam digunakan air biasa sebanyak 200 mL setiap gelas percobaan.
Alat-alat yang digunakan adalah 2 gelas percobaan berupa botol kaca bekas
kemasan minuman, satu ember plastik, satu buah cutter, dua buah karet gelang,
satu buah penggaris, satu buah busur derajat, kertas label, dan alat tulis.
3.1.2 Tahap 2
Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga potong krisan standar kultivar
White Fiji dan Yellow Fiji sebanyak 60 tangkai bunga potong krisan setiap
kultivar dalam keadaan sangat segar (acuan tingkat kesegaran bunga potong
setinggi 52 cm dan kemekaran mahkota setengah mekar seragam sebesar 45o, dan
ethylbloc 0,014% sebanyak 4.500 mg. Sebagai larutan perendam yang digunakan
adalah air biasa sebanyak 9.000 mL. Alat-alat yang digunakan adalah 5 buah
akuarium dan tutup akuarium, dua bungkus kapas basah, satu buah isolasi besar,
gelas percobaan berupa 30 buah botol kaca bekas kemasan minuman, dua buah
ember plastik, kertas koran, kertas HVS, lima buah kertas manila, satu buah
gunting stek, satu buah penggaris, satu buah busur derajat, satu buah penggaris,
satu buah termohigrometer, kertas label, dan alat tulis.
3.2 Metode Penelitian Tahap 1
Percobaan tahap 1 yaitu percobaan untuk mendapatkan acuan tingkat
kesegaran bunga potong krisan standar dan tidak diberikan perlakuan khusus.
Siapkan 2 tangkai bunga potong krisan sangat segar yang berasal dari bedeng
penanaman di daerah Cihideung, Lembang, Bandung. Kemudian, 2 tangkai bunga
potong krisan direndam dalam botol yang berisi air biasa dengan volume 200 mL.
Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap kesegaran bunga dengan cara
mengamati jumlah lingkaran petalum bunga cakram terluar yang mekar sampai
kriteria layu, yaitu jumlahnya lebih dari atau sama dengan dua lingkaran. Selain
itu diamati sudut kulai mahkota bunga tepi, diameter bunga, sudut tangkai bunga,
warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, warna pangkal tangkai bunga, dan
daun senesen. Kriteria acuan kesegaran bunga potong krisan dapat dilihat pada
Tahap 2
Percobaan tahap 2 yaitu percobaan untuk mengetahui pengaruh 1-MCP
terhadap lama kesegaran bunga potong krisan dengan menggunakan bunga potong
krisan standar kultivar White Fiji dan Yellow Fiji. Perlakuan pada percobaan ini
sebanyak lima perlakuan, yaitu :
1. mo = 0μ l l-1, tanpa 1-MCP sebagai kontrol
2. m1 = 0,25 μ l l-11-MCP
3. m2 = 0,5 μ l l-11-MCP
4. m3 = 0,75μ l l-11-MCP
3.3 Rancangan Penelitian
Tabel 2. Perlakuan antara Jenis bunga (k) dan Jenis inhibitor etilen (m) Jenis etilen inhibitor (m)
Jenis bunga (k)
m0 m1 m2 m3 m4
k1 k1m0 k1m1 k1m2 k1m3 k1m4
k2 k2m0 k2m1 k2m2 k2m3 k2m4
Berdasarkan rancangan tersebut terdapat 10 kombinasi perlakuan dan
menggunakan 3 ulangan, sehingga terdapat 30 perlakuan (Lampiran 4). Dalam
setiap akuarium terdapat 12 tangkai bunga, yaitu 6 tangkai bunga setiap kultivar.
Tanaman sampel dipilih secara acak sebanyak dua tangkai setiap ulangan, yaitu
satu tangkai bunga setiap kultivar untuk pengamatan.
3.3.1 Rancangan Analisis
Setiap perlakuan terdiri dari dua tangkai bunga dan masing-masing
perlakuan diulang empat kali. Model linier dari Rancangan Acak Lengkap Pola
Faktorial menurut Gaspersz (1994) adalah
= + + + ( ) + , ( = , ; = , , , , ; = , , )
di mana,
= respon tanaman yang diamati
= nilai tengah populasi (rata-rata)
= pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A
= pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B
( ) = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
= pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j
Berdasarkan model linier tersebut, maka analisis variannya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3.Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial Sumber
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5%,
dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5%.
3.3.2 Rancangan Respons
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan pengamatan pada
masing–masing perlakuan selama 14 HSP (Hari Setelah Perlakuan). Pengamatan
meliputi pengamatan utama dan pengamatan penunjang. Pengamatan utama
dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman krisan. Parameter
1. Lama kesegaran bunga.
Pengamatan lama kesegaran setiap tangkai bunga potong krisan
standar dilakukan mulai dari bunga krisan sangat segar sampai sebelum
kualitas hilang (layu) dengan cara menghitung jumlah lingkaran petalum
bunga cakram dimulai dari lingkaran terluar, sudut kulai bunga tepi diukur
dengan menggunakan busur derajat (sudut antara bunga tepi dan tangkai
bunga), dan perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar.
2. Tingkat kesegaran bunga.
Pengamatan tingkat kesegaran bunga setiap tangkai bunga potong
krisan standar dilakukan mulai dari bunga krisan sangat segar sampai kualitas
hilang (layu) dengan cara menghitung jumlah lingkaran petalum bunga
cakram dimulai dari lingkaran terluar, sudut kulai bunga tepi diukur dengan
menggunakan busur derajat (sudut antara bunga tepi dan tangkai bunga), dan
perubahan warna bunga tepi. Interval pengamatan setiap hari mulai 1 HSP
sampai 14 HSP.
Pengamatan menggunakan skoring, yaitu sangat segar dengan skor 4
(100% - 75,1%), segar dengan skor 3 (75% - 50,1%), agak layu dengan skor 2
(50% - 25,1%), dan layu dengan skor 1 (25% - 0%). Tingkat kesegaran bunga
krisan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
3. Derajat warna bunga.
Pengamatan derajat warna dengan menggunakan cara visual pada
setiap tangkai bunga potong krisan standar. Pengamatan dilakukan mulai dari
skoring bunga krisan ‘White Fiji’, yaitu putih pekat (skor 4), putih (skor 3),
putih pucat (skor 2), dan putih kecoklatan (skor 1). Sedangkan untuk skoring
bunga krisan ‘Yellow Fiji’, yaitu kuning pekat (skor 4), kuning (skor 3),
kuning pucat (skor 2), dan kuning kecoklatan (skor 1).
4. Waktu bunga cakram terbuka.
Pengamatan waktu bunga cakram terbuka dengan cara visual pada
setiap tangkai bunga potong krisan standar dilakukan mulai dari bunga cakram
terluar terbuka dengan menggunakan skoring, yaitu sangat segar (skor 4), segar
(skor 3), agak layu (skor 2), dan layu (skor 1). Tingkat kesegaran bunga krisan
dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Pengamatan penunjang yang dilakukan terdiri dari suhu harian (oC) dan
kelembaban relatif (%)
Suhu harian diamati dengan menggunakan termohigrometer setiap hari
selama percobaan berlangsung dan dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pukul
07.00– 08.00, 13.00– 14.00, dan 17.00 – 18.00. Kemudian rata-rata suhu harian
dihitung dengan cara sebagai berikut :
=( × 2) + +
4
Kelembaban relatif diamati dengan menggunakan termohigrometer
setiap hari selama percobaan berlangsung dan dilakukan tiga kali dalam sehari,
yaitu pukul 07.00 – 08.00, 13.00– 14.00, dan 17.00– 18.00. Kemudian rata-rata
=( × 2) + + 4
3.4 Pelaksanaan penelitian 3.4.1 Persiapan bunga
Bunga potong krisan standar berasal dari bedeng penanaman di Cihideung,
Lembang, Bandung. Waktu tempuh dari tempat pemanenan ke tempat percobaan
kurang lebih satu jam. Panen dilakukan pada pagi hari dan dibawa ke tempat
percobaan pada pukul 12.30 WIB. Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu
dilakukan pemilihan tanaman krisan yang memiliki panjang tangkai lebih dari
60 cm. Panen dilakukan dengan menggunakan gunting stek agar tidak merusak
jaringan tanaman kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik berisi aqua
demineralisasi hingga tangkai bunga terendam setinggi 15 cm. Setiap 20 tangkai
dikemas dengan kertas koran dan setiap mahkota bunga dibungkus dengan kertas
HVS membentuk corong. Bunga krisan potong dibawa ke tempat percobaan
dengan menggunakan mobil tertutup yang dilengkapi dengan fasilitas pengatur
suhu. Setelah sampai tempat percobaan, seluruh tangkai bunga segera diberi kapas
mengandung air pada pangkal tangkai bunga.
3.4.2 Persiapan akuarium dan pemberian 1-MCP
Siapkan 5 buah akuarium yang digunakan terbuat dari kaca dengan volume
150 liter (Lampiran 5), dalam akuarium dibersihkan, diberi alas karton manila,
dan diberi label sesuai perlakuan sebelum digunakan. Setiap akuarium diisi
krisan standar potong Yellow Fiji yang telah diberi kapas pada seluruh pangkal
tangkai bunga. Susun setiap tangkai bunga dengan rapi dan taruh wadah yang
berisi ethylbloc 0,014% di dalam sudut akuarium. Setiap akuarium diberi
konsentrasi ethylbloc 0,014% yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
(1) Akuarium 1, yaitu akuarium yang tidak diberi perlakuan ethylbloc 0,014%
sebagai kontrol percobaan. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri
isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6
jam.
(2) Akuarium 2, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,25 μ l l-1.
Ethylbloc 0,014% sebanyak 450 mg dimasukkan ke dalam wadah,
kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih
berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP
0,25 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada
sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.
(3) Akuarium 3, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,5 μ l l-1.
Ethylbloc 0,014% sebanyak 900 mg dimasukkan ke dalam wadah,
kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih
berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP
0,5 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada
sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.
(4) Akuarium 4, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,75 μ l l-1.
Ethylbloc 0,014% sebanyak 1.350 mg dimasukkan ke dalam wadah,
berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP
0,75 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada
sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.
(5) Akuarium 5, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 1 μ l l-1.
Ethylbloc 0,014% sebanyak 1.800 mg dimasukkan ke dalam wadah,
kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih
berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP
1 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada
sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.
3.4.3 Persiapan gelas penelitian
Botol percobaan yang digunakan merupakan gelas percobaan yang
sebelumnya dicuci dengan larutan detergen. Kemudian, gelas percobaan dibilas
hingga bersih. Gelas percobaan yang sudah bersih dicuci dengan detergen
disimpan diatas alas kertas koran dengan posisi permukaan botol di bawah agar
cepat kering. Sebelum diisi air, setiap gelas percobaan dibilas dengan air
demineralisasi agar tidak ada sisa detergen dan zat lain. Kemudian, isi gelas
percobaan dengan air 200 mL setiap gelas perlakuan dan diberi label sesuai
dengan 5 perlakuan yang diberikan.
Setelah bunga krisan diberi perlakuan 0 μ l l-11-MCP, 0,25 μ l l-1 1-MCP,
0,5 μ l l-1 1-MCP, 0,75 μ l l-1 1-MCP, dan 1 μ l l-1 1-MCP selama 6 jam, lalu
masukkan 2 tangkai bunga krisan potong ke dalam setiap gelas percobaan berisi
air sebanyak 300 mL yang telah disediakan sesuai dengan perlakuan yang telah
pada pangkal batang dilepaskan. Setelah itu gelas percobaan disusun berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial dengan jarak 30 cm x 30 cm yang dapat
dilihat pada Lampiran 6.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang
Pengamatan penunjang pada penelitian ini meliputi suhu harian dan
kelembapan relatif.
Data pengamatan suhu dan kelembapan relatif dilakukan pada pagi hari
pukul 07.00 – 08.00, siang hari pukul 13.00 – 14.00, dan sore hari
pukul 17.00–18.00 (Lampiran 8 dan Lampiran 9).
Gambar 1. (a) Suhu Harian dan (b) Rata-rata Kelembapan Relatif Selama Penelitian
Rata-rata suhu harian selama 14 HSP dihitung dengan cara sebagai
berikut:
=( × 2) + +
4
Suhu ruangan selama 14 HSP tidak berfluktuasi dengan suhu rata-rata
harian 25,63oC. Pengukuran suhu menggunakan alat termohigrometer
menunjukkan suhu tidak banyak mengalami perbedaan selama percobaan. Pada
Gambar 3a didapatkan dilihat bahwa suhu rata-rata pada pagi hari 25oC, lalu pada
siang hari meningkat hingga 26,5oC dan pada sore hari suhu menurun kembali
menjadi 26oC. Suhu ruangan rata-rata harian selama percobaan sesuai dengan
suhu yang dikehendaki bunga krisan hingga 27oC. Hal ini menyebabkan
kesegaran bunga dapat bertahan dan tidak mempengaruhi perubahan warna bunga.
Suhu yang tidak dikehendaki oleh bunga krisan dapat mempengaruhi proses
metabolisme bunga krisan sehingga proses pemekaran bunga terganggu. Boodley
(1981) menyatakan bahwa setiap kenaikan temperatur 10oC, maka kecepatan laju
reaksi metabolisme tersebut bertambah dua kali lipat.
Rata-rata kelembapan relatif selama 14 HSP dihitung dengan cara sebagai
berikut:
=( × 2) + +
Kelembapan selama 14 HSP tidak berfluktuasi dengan rata-rata
kelembapan relatif harian 80,13%. Pengukuran kelembapan menggunakan alat
termohigrometer menunjukkan kelembapan tidak banyak mengalami perbedaan
selama percobaan. Pada Gambar 3b dapat dilihat bahwa kelembapan rata-rata
pada pagi hari 80,5%, lalu pada siang hari menurun hingga 79% dan pada sore
hari suhu meningkat kembali menjadi 80,5%. Rata-rata kelembaban relatif harian
selama percobaan lebih tinggi 0,13% dari kelembaban yang dikehendaki bunga
krisan hingga 80%. Hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kesegaran bunga
krisan dan tidak berkembangnya organisme penyebab penyakit karena diimbangi
dengan sirkulasi udara yang baik.
4.2 Pengamatan Utama
Pengamatan utama pada penelitian ini meliputi; (1) lama kesegaran bunga,
(2) tingkat kesegaran bunga, (3) lama perubahan warna bunga, dan (4) waktu
bunga cakram terbuka.
4.2.1 Lama Kesegaran Bunga
Lama kesegaran bunga krisan dapat dilihat dari keadaan bunga krisan
sangat segar sampai sebelum kualitas hilang (layu). Hal ini dapat dilihat dari
perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar, berapa banyak lingkaran bunga
cakram yang terbuka, dan sudut kulai bunga. Pengaruh berbagai konsentrasi
1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’
disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Untuk menentukan hasil penelitian semakin reliable (semakin dapat
dipercaya) pada Gambar 4 dan Gambar 5, maka standar error dihitung dengan
cara : ( ) = ( )
( )
Gambar 2. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Lama Kesegaran Bunga Krisan ‘White Fiji’.
Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, dan E secara
nyata mempengaruhi lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dibandingkan
dengan perlakuan A. Pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan
Gambar 3. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Lama Kesegaran Bunga Krisan ‘Yellow Fiji’.
Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, dan E secara
nyata mempengaruhi lama kesegaran bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dibandingkan
dengan perlakuan A. Pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan
‘Yellow Fiji’ terlama terdapat pada perlakuan E dengan konsentrasi 1µL L-1.
Dari pembahasan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengaruh
konsentrasi 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan sejalan dengan hasil
penelitian Kebenei, et al. (2003) yang mengemukakan bahwa, 1-MCP secara
nyata dapat memperpanjang kesegaran bunga kalancu dansweet peaselama 4 hari
lebih lama dibandingkan dengan kontrol.
4.2.2 Tingkat Kesegaran Bunga
Tingkat kesegaran bunga krisan dapat dilihat dari perubahan warna bunga
tepi dari cerah ke pudar, berapa banyak lingkaran bunga cakram yang terbuka, dan
krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP disajikan pada
Gambar 6 dan Gambar 7. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.
Untuk menentukan hasil penelitian semakin reliable (semakin dapat
dipercaya) pada Gambar 6 dan Gambar 7, maka standar error dihitung dengan
cara : ( ) = ( )
( )
Keterangan : 100 % - 75,1% = Sangat segar (skor 4); 75% - 50,1% = Segar (skor 3); 50% - 25,1% = Agak layu (skor 2); dan 25% - 0% = Layu (skor 1).
Gambar 4. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap TingkatKesegaran Bunga Krisan ‘White Fiji’
1 HSP sampai 14 HSP
1 HSP 2 HSP 3 HSP 4 HSP 5 HSP 6 HSP 7 HSP 8 HSP 9 HSP 10 HSP 11 HSP 12 HSP 13 HSP 14 HSP 0 (A) 100,00 94,44 88,89 83,33 80,56 75,00 75,00 75,00 69,44 69,44 61,11 51,39 50,00 33,33 0,25 (B) 100,00 97,22 94,44 91,67 91,67 86,11 80,56 80,56 79,17 77,78 73,61 70,83 70,83 70,83 0,5 (C) 100,00 100,00 97,22 97,22 97,22 83,33 83,33 79,17 75,00 69,44 69,44 68,06 65,28 62,50 0,75 (D) 100,00 94,44 91,67 91,67 88,89 83,33 83,33 83,33 80,56 80,56 77,78 77,78 75,00 72,22 1 (E) 100,00 97,22 94,44 91,67 91,67 83,33 83,33 80,56 80,56 80,56 77,78 75,00 73,61 70,83
-Dari Gambar 4 dapat dilihat perkembangan tingkat kesegaran bunga krisan
‘White Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP sebagai berikut :
Pada 1 HSP, seluruh bunga krisan ‘White Fiji’ dan keadaan seluruh bunga
dalam keadaan 100% atau sangat segar.
Pada 2 HSP dan 3 HSP, terjadi penurunan pada tingkat kesegaran seluruh
perlakuan. Pada perlakuan B, C, D, dan E masih memberikan pengaruh yang
nyata terhadap tingkat kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dibandingkan dengan
perlakuan A. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar.
Pada 4 HSP, bunga pada perlakuan A terus mengalami penurunan tingkat
kesegaran lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan B, C, D,
dan E memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesegaran bunga krisan ‘White
Fiji’. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar.
Pada 5 HSP, bunga pada perlakuan C memiliki pengaruh dalam
mempertahankan tingkat kesegaran lebih lama dibandingkan dengan perlakuan
lain. Perlakuan B dan E masih memiliki potensi dalam mempertahankan
kesegaran sama dengan perlakuan C. Sedangkan perlakuan D masih memiliki
potensi dalam mempertahankan kesegaran sama dengan perlakuan B dan E, tetapi
tidak sama dengan perlakuan C. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan
adalah sangat segar.
Pada 6 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat
kesegaran. Bunga pada perlakuan A mengalami penurunan tingkat kesegaran
Pada 7 HSP, seluruh perlakuan dapat mempertahankan kesegaran dari
6 HSP. Kecuali, bunga pada perlakuan B yang mengalami penurunan tingkat
kesegaran dari 86,11% menjadi 80,56% karena terserang hama Aphis gossypii.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Vasquez et al. (2006) yang menyatakan
bahwaA. gossypiidapat menyerang tanaman Krisan.
Pada 8 HSP, seluruh perlakuan dapat mempertahankan kesegaran dari
7 HSP. Kecuali, bunga pada perlakuan C dan E yang mengalami penurunan
tingkat kesegaran menjadi 79,17% dan 80,56%.
Pada 9 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat
kesegaran. Perlakuan A memiliki potensi dalam mempertahankan kesegaran
seperti perlakuan C, tetapi tidak memiliki potensi seperti perlakuan B, D, dan E
yang dapat lebih lama mempertahankan kesegaran. Bunga pada perlakuan C telah
mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam
keadaan 75% (segar).
Pada 10 HSP, perlakuan B, D, dan E memiliki pengaruh yang lebih baik
dibandingkan perlakuan A dan C dalam mempertahankan kesegaran bunga.
Pada 11 HSP, perlakuan B mengalami penurunan tingkat kesegaran
menjadi 73,61% (segar). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang
nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A.
Pada 12 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat
kesegaran kecuali bunga pada perlakuan D. Bunga pada perlakuan E mengalami
(segar). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam
mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A.
Pada 13 HSP, bunga pada perlakuan D mengalami penurunan tingkat
kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar) dan bunga
pada perlakuan A mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 50% atau pada
saat ini dalam keadaan 50% (agak layu). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan
pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan
perlakuan A.
Pada 14 HSP, perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata
dalam mempertahankan kesegaran dengan keadaan segar dibandingkan dengan
perlakuan A (0 µL L-1 1-MCP) dengan keadaan agak layu. Tetapi, potensi
perlakuan B, D, dan E tidak sama dengan perlakuan C dalam mempertahankan
kesegaran bunga.
Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘White Fiji’ yang diberi
perlakuan 0,25 µL L-11-MCP; 0,5 µL L-11-MCP; 0,75 µL L-11-MCP; dan 1 µL
L-1 1-MCP dapat mempertahankan kesegaran bunga lama dibandingkan bunga
krisan ‘White Fiji’ yang tidak diberi perlakuan 1-MCP. Keadaan bunga yang
diberi perlakuan 1-MCP tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh etilen
eksogen pada bunga potong. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Serek dan Sisler (2001) menyatakan bahwa, eksogenous etilen
tidak akan mempengaruhi senesen pada spesies bunga potong dan pot yang
memiliki kandungan 1-MCP. Penelitian lain yang dilakukan Serek et al (1995)
bunga kecil dari bunga anyelir 'Sandra’. Celikel et al (2002) menyatakan bahwa
1-MCP mencegah rontoknya tunas rapid dan bunga oriental lily (Lilium) ‘Mona
Lisa’ dan ‘Stargazer’. Dengan demikian, senesen pada bunga krisan ‘White Fiji’
dapat ditunda dan kesegaran bunga dapat dipertahankan.
Bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran
yang ditandai dengan sudut kulai bunga tepi yang semakin besar, warna bunga
tepi yang menjadi putih kecoklatan, dan bunga cakram yang terbuka. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Wuryan (2008) yang menyatakan bahwa, masa
kesegaran bunga potong gerbera dihitung sejak bunga dipanen hingga layu yang
ditandai oleh mekar dan terkulainya mahkota bunga atau mengkerutnya jaringan
Keterangan : 100 % - 75,1% = Sangat segar (skor 4); 75% - 50,1% = Segar (skor 3); 50% - 25,1% = Agak layu (skor 2); dan 25% - 0% = Layu (skor 1).
Gambar 5. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Tingkat Kesegaran Bunga Krisan ‘YellowFiji’
1 HSP sampai 14 HSP
1 HSP 2 HSP 3 HSP 4 HSP 5 HSP 6 HSP 7 HSP 8 HSP 9 HSP 10 HSP 11 HSP 12 HSP 13 HSP 14 HSP 0 (A) 100,00 97,22 95,83 93,06 88,89 81,94 77,78 77,78 76,39 76,39 69,44 66,67 55,56 44,44 0,25 (B) 100,00 97,22 91,67 91,67 83,33 83,33 83,33 81,94 81,94 80,56 77,78 77,78 75,00 65,28 0,5 (C) 100,00 100,00 98,61 97,22 88,89 86,11 83,33 80,56 80,56 79,17 77,78 73,61 73,61 66,67 0,75 (D) 100,00 98,61 93,06 91,67 86,11 83,33 81,94 81,94 81,94 81,94 79,17 75,00 73,61 62,50 1 (E) 100,00 98,61 95,83 93,06 86,11 83,33 81,94 81,94 81,94 81,94 80,56 80,56 79,17 72,22
-Dari Gambar 5 dapat dilihat perkembangan tingkat kesegaran bunga krisan
‘Yellow Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP sebagai berikut :
Pada 1 HSP, seluruh bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dan keadaan seluruh
bunga dalam keadaan 100% atau sangat segar.
Pada 2 HSP, terjadi penurunan pada tingkat kesegaran seluruh perlakuan
kecuali perlakuan C.
Pada 3 HSP sampai 4 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami
penurunan tingkat kesegaran.. Perlakuan C memiliki pengaruh tertinggi yang
nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga.
Pada 5 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat
kesegaran. Seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan
kesegaran. Perlakuan A, D, dan E memiliki potensi dalam mempertahankan
kesegaran sama dengan perlakuan C, tetapi perlakuan B memiliki potensi yang
sama dengan perlakuan C.
Pada 6 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat
kesegaran. Perlakuan C memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk
mempertahankan kesegaran bunga.
Pada 7 HSP sampai 10 HSP bunga pada seluruh perlakuan mengalami
penurunan tingkat kesegaran. Seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk
mempertahankan kesegaran.
Pada 11 HSP, seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk
mempertahankan kesegaran. Perlakuan B, C, D, dan E dapat mempertahankan
mempertahankan kesegaran lebih lama dibandingkan dengan perlakuan A dengan
bunga dalam keadaan 69,44% (segar).
Pada 12 HSP, bunga pada perlakuan C dan D mengalami penurunan
tingkat kesegaran menjadi keadaan segar. Perlakuan E memiliki pengaruh
tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga. Perlakuan B, C, D,
dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran
dibandingkan dengan perlakuan A.
Pada 13 HSP, bunga pada perlakuan B mengalami penurunan tingkat
kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar). Perlakuan E
memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga.
Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam
mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A.
Pada 14 HSP, bunga pada perlakuan B mengalami penurunan tingkat
kesegaran hingga 27,78% atau pada saat ini dalam keadaan 72,22% (segar).
perlakuan B (0,25 µL L-11-MCP), C (0,5 µL L-11-MCP), D (0,75 µL L-11-MCP),
dan E (1 µL L-1 1-MCP) memberikan pengaruh yang nyata dalam
mempertahankan kesegaran dengan keadaan segar dibandingkan dengan
perlakuan A (0 µL L-11-MCP) dengan keadaan 44,44% atau agak layu. Tetapi,
potensi perlakuan B, C, dan D tidak sama dengan perlakuan E dalam
mempertahankan kesegaran bunga.
Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ yang
diberi perlakuan 0,25 µL L-11-MCP; 0,5 µL L-11-MCP; 0,75 µL L-11-MCP; dan
bunga krisan ‘Yellow Fiji’ yang tidak diberi perlakuan 1-MCP. Keadaan bunga
yang diberi perlakuan 1-MCP tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh
etilen eksogen pada bunga potong.
Dalam mempertahankan kesegaran bunga dibutuhkan jumlah air yang
mencukupi selama percobaan untuk proses metabolisme dalam proses pemekaran
bunga. Oleh karena itu, selama 14 HSP ketersediaan air dalam gelas percobaan
harus selalu tersedia. Batang bagian bawah harus selalu terendam oleh air agar
proses pemekaran bunga tidak terganggu. Hal ini sejalan dengan penelitian Nelson
(1981), Coorts (1973), Halevy et al (1978), dan Marousky (1972) yang
mengemukakan bahwa bunga walaupun telah dipotong dari tangkainya masih
melakukan aktivitas metabolisme. Penyerapan air oleh tanaman selama 14 HSP
terkait dengan proses respirasi dan transpirasi. Menurut Jiang et al (2002b)
menyatakan bahwa menariknya tingkat respirasi pada perlakuan ketumbar dengan
1-MCP sama atau lebih besar daripada kontrol.
4.2.3 Derajat warna bunga
Pengaruh berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga
krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ 2 HSP sampai 14 HSP disajikan pada Tabel
4 sampai Tabel 16 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 4. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 4 menunjukkan awal perubahan warna bunga pada k1m0
(Krisan ‘White Fiji’ tanpa perlakuan 1-MCP) dari warna putih pekat menuju ke
putih. Dimana awal perubahan warna bunga merupakan pengaruh etilen terhadap
perubahan warna bunga menjadi pudar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Michelle et al (2001) menyatakan bahwa etilen menyebabkan ejakulasi layu,
warna memudar dan gugurnya kelopak bunga. Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Jiang (2000) menyatakan bahwa dengan keberadaan etilen, hal itu
menyebabkan penuaan bunga, memperpendek hidup dan hilangnya warna cerah
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 5. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 5 menunjukkan k1m0 dan k1m1 terus mengalami perubahan
warna dari putih pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m2, k1m3,
dan k1m4 dengan nyata dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh
perlakuan pada bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna
bunga tetap kuning pekat. Pada perlakuan m0 dan m1, bunga krisan ‘Yellow Fiji’
memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama
dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 6. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 6 menunjukkan k1m2mengalami perubahan warna dari putih
pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m3 dan k1m4dengan nyata
dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga
krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning
pekat. Pada perlakuan m0; m1; dan m2, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan
pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan
bunga krisan ‘White Fiji’.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 7.Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 7 menunjukkan k1m3mengalami perubahan warna dari putih
pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m4 dengan nyata dapat
mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga krisan
‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning pekat. Pada
perlakuan m0; m1; m2; dan m3, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh
nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan
‘White Fiji’.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 8.Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 8 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m3 dan k1m4
secara nyata mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan k1m0, k1m1,
dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m0 mulai mengalami perubahan warna
dari kuning pekat menjadi kuning. Pada perlakuan m0; m1; m2; dan m3, bunga
krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna
bunga lebih lamadibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 9. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 7 HSP
Perlakuan Skor Perubahan Warna
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 3,300 a
Krisan Yellow Fiji (k2) 3,933 b
Konsentrasi 1-MCP
0 µL L-1(m0) 3,333 a
0,25 µL L-1(m1) 3,667 b
0,5 µL L-1(m2) 3,583 b
0,75 µL L-1(m3) 3,750 b
1 µL L-1(m4) 3,750 b
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 9 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat
mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan
warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh
paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi
0,75 µL L-1dan 1 µL L-1.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 10. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 8 HSP
Perlakuan Skor Perubahan Warna
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 3,300 a
Krisan Yellow Fiji (k2) 3,933 b
Konsentrasi 1-MCP
0 µL L-1(m0) 3,333 a
0,25 µL L-1(m1) 3,667 b
0,5 µL L-1(m2) 3,583 b
0,75 µL L-1(m3) 3,750 b
1 µL L-1(m4) 3,750 b
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 10 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat
mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan
warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh
paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi
0,75 µL L-1dan 1 µL L-1.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 11. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 9 HSP
Perlakuan Skor Perubahan Warna
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 3,200 a
Krisan Yellow Fiji (k2) 3,933 b
Konsentrasi 1-MCP
0 µL L-1(m0) 3,167 a
0,25 µL L-1(m1) 3,667 bc
0,5 µL L-1(m2) 3,500 b
0,75 µL L-1(m3) 3,750 c
1 µL L-1(m4) 3,750 c
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 11 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat
mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan
warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh
paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75
µL L-1dan 1 µL L-1.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 12. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 12 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m0, k1m1, dan
k1m2terus mengalami pemudaran dari warna putih menjadi putih pucat. Perlakuan
k1m3 dan k1m4 secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama
dibandingkan k1m0, k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m0 terus
mengalami pemudaran warna. Pada seluruh perlakuan dapat dilihat bahwa bunga
krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata mempertahankan warna bunga
lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 13. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah
horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak
Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 12 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m1dan k1m2terus
mengalami pemudaran dari warna putih menjadi putih pucat. Perlakuan k1m3 dan
k1m4secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k1m0,
k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m1 baru mengalami pemudaran
warna dari kuning pekat menjadi kuning. Perlakuan k2m2, k2m3, dan k2m4secara
nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k2m0 dan
k2m1.Pada seluruh perlakuan dapat dilihat bahwa bunga krisan ‘Yellow Fiji’
memberikan pengaruh nyata mempertahankan warna bunga lebih lama
dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 14. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 12 HSP
Perlakuan Skor Perubahan Warna
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 2,467 a
Krisan Yellow Fiji (k2) 3,700 b
Konsentrasi 1-MCP
0 µL L-1(m0) 2,500 a
0,25 µL L-1(m1) 3,083 bc
0,5 µL L-1(m2) 2,917 b
0,75 µL L-1(m3) 3,583 d
1 µL L-1(m4) 3,333 cd
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 14 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat
mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan
warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh
paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi
0,75 µL L-1.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 15. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 13 HSP
Perlakuan Skor Perubahan Warna
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 2,267 a
Krisan Yellow Fiji (k2) 3,700 b
Konsentrasi 1-MCP
0 µL L-1(m0) 2,500 a
0,25 µL L-1(m1) 3,000 bc
0,5 µL L-1(m2) 2,917 b
0,75 µL L-1(m3) 3,333 d
1 µL L-1(m4) 3,167 cd
Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 15 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat
mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan
warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh
paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi
0,75 µL L-1.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap
Tabel 16. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 14 HSP
Perlakuan Skor Perubahan Warna
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 2,167 a
Krisan Yellow Fiji (k2) 2,933 b
Konsentrasi 1-MCP
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Pada Tabel 16 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat
mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.
Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan
warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh
paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi
0,75 µL L-1.
Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dengan
nyata mempertahankan warna lebih lama dibandingkan krisan ‘White Fiji’,
sedangkan perlakuan 1-MCP dengan nyata mempertahankan warna lebih lama
terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-11-MCP.
.
4.2.4 Waktu Bunga Cakram Terbuka
Waktu bunga cakram terbuka dapat dilihat lingkaran terluar bunga cakram
terbuka pada bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ disajikan pada Tabel 17
dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan
‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan kombinasi 1-MCP terhadap waktu bunga
cakram terbuka pada 5 HSP.
Tabel 17 Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’
pada 14 HSP
Perlakuan Skor Bunga Cakram
Jenis Bunga
Krisan White Fiji (k1) 3,867 b
Krisan Yellow Fiji (k2) 3,267 a
Konsentrasi 1-MCP
nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.
Tabel 16 menunjukkan bahwa pada 5 HSP awal bunga cakram terbuka.
Pada bunga ‘Yellow Fiji’ secara nyata bunga cakram lebih cepat terbuka
dibanding krisan ‘White Fiji’. Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap
wantu bunga cakram terbuka antara perlakuan yang diberikan konsentrasi 1-MCP
dengan yang tidak diberikan perlakuan 1-MCP. Seiring bertambahnya sudut kulai
bunga, maka lingkaran bunga cakram ikut terbuka. Bunga cakram terbuka
menandakan awal senesen terjadi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wuryan
(2008) yang menyatakan bahwa, masa kesegaran bunga potong gerbera dihitung
mahkota bunga atau mengkerutnya jaringan akibat perubahan sifat elastis dan
16
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, K. 2007. Produktivitas Tanaman Induk dan Kualitas Stek Varietas
Krisan di Rumah Plastik dan Lahan Terbuka. Jurnal Hortikultura.
17(4):321-327p.
Cahyono. 1990. Chrysanthemum dalam Tuntunan Mambangun Agribisnis. Dalam
Supari, D. H (ed). Seri Praktek Ciputri Hijau. PT. Elex Media Kupindo.
Gramedia, Jakarta. 235-259p.
Departemen Pertanian. 2011. Produksi Bunga Krisan Tahun 2000-2010. Available
online at: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. Diakses tanggal
26 Agustus 2011.
Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Jakarta.
Gunawan. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.
Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.
Kusumah E. 1994. Tataniaga dan Perilaku Konsumen Bunga Potong Dalam:
Buletin Peneletian Tananaman Hias No. 2, Vol. 2, 94. Puslitbang
Hortikultura.
Marwoto, B., T. Sutater, dan J. de Jond. 1999. Varietas baru Krisan Tipe Spray.
Jurnal Hortikultura. 9(3):275-281p.
Pierik. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Nijhoff Publisher.
Reid, M.S. 1985. Postharvest handling System Ornamental. Postharvest
Technology of Horticulture Crops. The Regent of the University of
California.
___________. 1992. Ethylene in Postharvest Technology. Dalam: A. A. kader
(ed) Postharvest Technology of Horticulture Crops. University of
California. Division of Agriculture and Natural Resources. Publication
3311. 97-108p.
Sanjaya, L. 1996. Krisan, Bunga Potong dan Tanaman Hias yang Menawan.
Jurnal Litbung Pertanian. XV(3):55-60p.
Sulusi P., Murtiningsih, Dondy A.S., dan Nurmalinda. 2002. Pengaruh Komposisi
Pulsing terhadap Mutu Segar Bunga Krisan. Jurnal Hortikultura.
12(2):124-130p.
Sylvia M. B. dan John M. D. 2002. 1-Methylcyclopropene: a Review. Postharvest