• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Aplikasi 1-methylcyclopropene (1-MCP) Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Krisan (Dendrathema grandiflora) cv White Fiji Dan Yellow Fiji.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan Akhir Aplikasi 1-methylcyclopropene (1-MCP) Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Krisan (Dendrathema grandiflora) cv White Fiji Dan Yellow Fiji."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

APLIKASI 1-METHYLCYCLOPROPENE (1-MCP)

UNTUK MEMPERPANJANG KESEGARAN BUNGA

KRISAN (

Dendrathema grandiflora

) cv White Fiji DAN Yellow Fiji

Oleh :

Yayat Rochayat Suradinata

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)
(3)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunga krisan (Dendranthema grandiflora) merupakan salah satu jenis

bunga potong populer di dunia setelah mawar. Bunga ini digemari dan paling

banyak peminatnya karena mempunyai variasi bentuk, warna, dan ukuran

(Sanjaya, 1996). Komoditas ini sangat disukai para pecinta tanaman hias, karena

bentuk dan warnanya yang bervariasi sehingga mudah dirangkai bersama bunga

potong lainnya sesuai dengan selera (Cahyono, 1990) sehingga konsumen dapat

menuangkan kreatifitas pada rangkain bunga dengan menggunakan bunga krisan.

Menurut data statistik Departemen Pertanian (2011) produksi bunga krisan dari

tahun 2000 – 2010 terus mengalami peningkatan hal ini dikarenakan permintaan

pasar dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yang dapat dilihat

pada tabel 1.

Tabel 1. Produksi bunga krisan tahun 2000 - 2010

(4)

Dengan bertambahnya produksi bunga krisan dari tahun ke tahun

memperlihatkan bahwa permintaan pasar dalam dan luar negeri terus meningkat,

sehingga produsen harus meningkatkan produksi dan produktivitas bunga krisan

agar permintaan pasar dapat terpenuhi dan kualitas bunga krisan dapat meningkat.

Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bunga krisan merupakan salah

satu komoditas unggulan ekspor. Menurut Budiarto (2007), bahwa pada tahun

2003 perdagangan Indonesia atas komoditas bunga krisan mengalami surplus

sekitar US $ 1 juta dan nilai ekspor ini meningkat dari tahun ke tahun hingga saat

ini.

Warna bunga krisan yang indah dan bervariasi merupakan salah satu daya

tarik untuk konsumen. Menurut Kusumah Effendie (1994), bahwa minat

konsumen terhadap warna bunga potong yang dominan untuk berbagai kegiatan

atau digunakan pada hari-hari tertentu adalah merah (upacara, hari valentine,

imlek dan pernikahan), kuning (upacara dan pernikahan), putih (upacara, hari

kematian, imlek, dan pernikahan), merah muda (hari valentine), ungu (hari

kematian dan pernikahan), dan kuning (upacara dan pernikahan). Hingga saat ini,

warna bunga krisan yang paling disukai oleh konsumen adalah merah, putih, dan

kuning.

Varietas krisan banyak dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar

yang terus meningkat, sehingga memotivasi para peneliti di balai-balai penelitian

khususnya Balai Penelitian Tanaman Hias untuk menghasilkan varietas krisan

baru. Menurut Marwoto, Sutater, dan J. de Jond (1999), bahwa saat ini telah

(5)

krisan tipe spray, varietas baru bunga krisan tipe standar banyak dihasilkan.

Menurut Sulusi, Murtiningsih, Dondy, dan Nurmalinda (2002), bahwa banyaknya

varietas baru dari kedua tipe bunga krisan spray dan standar bertujuan untuk

merespon kebutuhan pasar dan hal ini perlu didukung tekhnologi pascapanen

untuk keperluan pemasarannya. Bunga berkualitas tinggi yang dihasilkan dari

sistem budidaya yang optimal perlu didukung penanganan pascapanen yang

memadai untuk mempertahankan kualitasnya.

Kualitas akhir bunga potong yang siap dipasarkan merupakan hasil

serangkaian budidaya, berawal dari pemilihan varietas yang cocok dengan kondisi

iklim dan lingkungan serta cocok dengan selera konsumen, cara pembibitan

tanaman yang baik, pemupukan, pengendalian hama/penyakit dan penanganan

pascapanen yang tepat. Dengan rangkaian budidaya yang baik akan didapat

kualitas bunga krisan potong yang tinggi sesuai dengan keinginan pasar dan

kondisi bunga dengan kualitas tersebut dapat dilihat secara visual.

Berbagai macam cara untuk memperpanjang kesegaran bunga potong,

antara lain dengan memanen pada umur yang tepat, menyimpan pada suhu yang

sesuai, menghambat produksi etilen, menyediakan karbohidrat, dan lain

sebagainya (Reid, 1985). Inhibitor etilen dapat menghambat kerja etilen yang

diproduksi bunga maupun etilen yang berasal dari lingkungan sehingga kesegaran

bunga dapat ditingkatkan setelah pascapanen. Menurut Sylvia M. B. dan John M.

D. (2002) bahwa pengatur pertumbuhan tanaman ini adalah alat yang dapat

(6)

tanaman. 1-MCP mencegah efek etilen dalam berbagai buah-buahan, sayuran dan

tanaman florikultur.

1.2 Tujuan Penelian

Tujuan dari penelitian ini adalah memanfaatkan 1-MCP yang menjadi

salah satu cara memperpanjang kesegaran bunga krisan (Dendranthema

grandiflora) setelah pascapanen dan mengetahui konsentrasi 1-MCP optimum

untuk 2 kultivar krisan.

II. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian a) Tahap 1

Tahap pertama yaitu percobaan pendahuluan yang dilakukan untuk

menentukan kriteria kesegaran bunga potong krisan standar yang dilaksanakan

pada bulan Oktober 2011 sampai November 2011 yang di dalam ruang

percobaan di Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas

Padjadjaran, Jatinangor. Dengan ketinggian tempat kurang lebih 720 m di atas

permukaan laut. Kondisi ruangan atap tertutup genting dan terdapat ventilasi,

cahaya masuk satu arah.

b) Tahap 2

Tahap kedua yaitu percobaan lanjutan untuk mengetahui pengaruh 1-MCP

terhadap lama kesegaran bunga potong krisan standar yang dilaksanakan pada

(7)

Laboratorium Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,

Jatinangor. Dengan ketinggian tempat kurang lebih 720 m di atas permukaan

laut. Kondisi ruangan atap tertutup genting dan terdapat ventilasi, cahaya

masuk satu arah.

2.2 WAKTU

Pelaksanaan penelitian dari bulan Oktober 2011 sampai dengan

Desember 2011.

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

3.1.1 Tahap 1

Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga potong krisan standar kultivar

White Fiji dan Yellow Fiji dengan panjang tangkai 67 cm dan diameter mahkota

bunga yang seragam sebanyak dua tangkai masing-masing kultivar. Sebagai

larutan perendam digunakan air biasa sebanyak 200 mL setiap gelas percobaan.

Alat-alat yang digunakan adalah 2 gelas percobaan berupa botol kaca bekas

kemasan minuman, satu ember plastik, satu buah cutter, dua buah karet gelang,

satu buah penggaris, satu buah busur derajat, kertas label, dan alat tulis.

3.1.2 Tahap 2

Bahan-bahan yang digunakan adalah bunga potong krisan standar kultivar

White Fiji dan Yellow Fiji sebanyak 60 tangkai bunga potong krisan setiap

kultivar dalam keadaan sangat segar (acuan tingkat kesegaran bunga potong

(8)

setinggi 52 cm dan kemekaran mahkota setengah mekar seragam sebesar 45o, dan

ethylbloc 0,014% sebanyak 4.500 mg. Sebagai larutan perendam yang digunakan

adalah air biasa sebanyak 9.000 mL. Alat-alat yang digunakan adalah 5 buah

akuarium dan tutup akuarium, dua bungkus kapas basah, satu buah isolasi besar,

gelas percobaan berupa 30 buah botol kaca bekas kemasan minuman, dua buah

ember plastik, kertas koran, kertas HVS, lima buah kertas manila, satu buah

gunting stek, satu buah penggaris, satu buah busur derajat, satu buah penggaris,

satu buah termohigrometer, kertas label, dan alat tulis.

3.2 Metode Penelitian Tahap 1

Percobaan tahap 1 yaitu percobaan untuk mendapatkan acuan tingkat

kesegaran bunga potong krisan standar dan tidak diberikan perlakuan khusus.

Siapkan 2 tangkai bunga potong krisan sangat segar yang berasal dari bedeng

penanaman di daerah Cihideung, Lembang, Bandung. Kemudian, 2 tangkai bunga

potong krisan direndam dalam botol yang berisi air biasa dengan volume 200 mL.

Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap kesegaran bunga dengan cara

mengamati jumlah lingkaran petalum bunga cakram terluar yang mekar sampai

kriteria layu, yaitu jumlahnya lebih dari atau sama dengan dua lingkaran. Selain

itu diamati sudut kulai mahkota bunga tepi, diameter bunga, sudut tangkai bunga,

warna tangkai bunga, warna mahkota bunga, warna pangkal tangkai bunga, dan

daun senesen. Kriteria acuan kesegaran bunga potong krisan dapat dilihat pada

(9)

Tahap 2

Percobaan tahap 2 yaitu percobaan untuk mengetahui pengaruh 1-MCP

terhadap lama kesegaran bunga potong krisan dengan menggunakan bunga potong

krisan standar kultivar White Fiji dan Yellow Fiji. Perlakuan pada percobaan ini

sebanyak lima perlakuan, yaitu :

1. mo = 0μ l l-1, tanpa 1-MCP sebagai kontrol

2. m1 = 0,25 μ l l-11-MCP

3. m2 = 0,5 μ l l-11-MCP

4. m3 = 0,75μ l l-11-MCP

(10)

3.3 Rancangan Penelitian

Tabel 2. Perlakuan antara Jenis bunga (k) dan Jenis inhibitor etilen (m) Jenis etilen inhibitor (m)

Jenis bunga (k)

m0 m1 m2 m3 m4

k1 k1m0 k1m1 k1m2 k1m3 k1m4

k2 k2m0 k2m1 k2m2 k2m3 k2m4

Berdasarkan rancangan tersebut terdapat 10 kombinasi perlakuan dan

menggunakan 3 ulangan, sehingga terdapat 30 perlakuan (Lampiran 4). Dalam

setiap akuarium terdapat 12 tangkai bunga, yaitu 6 tangkai bunga setiap kultivar.

Tanaman sampel dipilih secara acak sebanyak dua tangkai setiap ulangan, yaitu

satu tangkai bunga setiap kultivar untuk pengamatan.

3.3.1 Rancangan Analisis

Setiap perlakuan terdiri dari dua tangkai bunga dan masing-masing

perlakuan diulang empat kali. Model linier dari Rancangan Acak Lengkap Pola

Faktorial menurut Gaspersz (1994) adalah

= + + + ( ) + , ( = , ; = , , , , ; = , , )

di mana,

= respon tanaman yang diamati

= nilai tengah populasi (rata-rata)

= pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A

= pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B

( ) = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B

= pengaruh sisa (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j

(11)

Berdasarkan model linier tersebut, maka analisis variannya dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3.Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial Sumber

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji F pada taraf 5%,

dan apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5%.

3.3.2 Rancangan Respons

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan pengamatan pada

masing–masing perlakuan selama 14 HSP (Hari Setelah Perlakuan). Pengamatan

meliputi pengamatan utama dan pengamatan penunjang. Pengamatan utama

dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman krisan. Parameter

(12)

1. Lama kesegaran bunga.

Pengamatan lama kesegaran setiap tangkai bunga potong krisan

standar dilakukan mulai dari bunga krisan sangat segar sampai sebelum

kualitas hilang (layu) dengan cara menghitung jumlah lingkaran petalum

bunga cakram dimulai dari lingkaran terluar, sudut kulai bunga tepi diukur

dengan menggunakan busur derajat (sudut antara bunga tepi dan tangkai

bunga), dan perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar.

2. Tingkat kesegaran bunga.

Pengamatan tingkat kesegaran bunga setiap tangkai bunga potong

krisan standar dilakukan mulai dari bunga krisan sangat segar sampai kualitas

hilang (layu) dengan cara menghitung jumlah lingkaran petalum bunga

cakram dimulai dari lingkaran terluar, sudut kulai bunga tepi diukur dengan

menggunakan busur derajat (sudut antara bunga tepi dan tangkai bunga), dan

perubahan warna bunga tepi. Interval pengamatan setiap hari mulai 1 HSP

sampai 14 HSP.

Pengamatan menggunakan skoring, yaitu sangat segar dengan skor 4

(100% - 75,1%), segar dengan skor 3 (75% - 50,1%), agak layu dengan skor 2

(50% - 25,1%), dan layu dengan skor 1 (25% - 0%). Tingkat kesegaran bunga

krisan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

3. Derajat warna bunga.

Pengamatan derajat warna dengan menggunakan cara visual pada

setiap tangkai bunga potong krisan standar. Pengamatan dilakukan mulai dari

(13)

skoring bunga krisan ‘White Fiji’, yaitu putih pekat (skor 4), putih (skor 3),

putih pucat (skor 2), dan putih kecoklatan (skor 1). Sedangkan untuk skoring

bunga krisan ‘Yellow Fiji’, yaitu kuning pekat (skor 4), kuning (skor 3),

kuning pucat (skor 2), dan kuning kecoklatan (skor 1).

4. Waktu bunga cakram terbuka.

Pengamatan waktu bunga cakram terbuka dengan cara visual pada

setiap tangkai bunga potong krisan standar dilakukan mulai dari bunga cakram

terluar terbuka dengan menggunakan skoring, yaitu sangat segar (skor 4), segar

(skor 3), agak layu (skor 2), dan layu (skor 1). Tingkat kesegaran bunga krisan

dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Pengamatan penunjang yang dilakukan terdiri dari suhu harian (oC) dan

kelembaban relatif (%)

Suhu harian diamati dengan menggunakan termohigrometer setiap hari

selama percobaan berlangsung dan dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pukul

07.00– 08.00, 13.00– 14.00, dan 17.00 – 18.00. Kemudian rata-rata suhu harian

dihitung dengan cara sebagai berikut :

=( × 2) + +

4

Kelembaban relatif diamati dengan menggunakan termohigrometer

setiap hari selama percobaan berlangsung dan dilakukan tiga kali dalam sehari,

yaitu pukul 07.00 – 08.00, 13.00– 14.00, dan 17.00– 18.00. Kemudian rata-rata

(14)

=( × 2) + + 4

3.4 Pelaksanaan penelitian 3.4.1 Persiapan bunga

Bunga potong krisan standar berasal dari bedeng penanaman di Cihideung,

Lembang, Bandung. Waktu tempuh dari tempat pemanenan ke tempat percobaan

kurang lebih satu jam. Panen dilakukan pada pagi hari dan dibawa ke tempat

percobaan pada pukul 12.30 WIB. Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu

dilakukan pemilihan tanaman krisan yang memiliki panjang tangkai lebih dari

60 cm. Panen dilakukan dengan menggunakan gunting stek agar tidak merusak

jaringan tanaman kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik berisi aqua

demineralisasi hingga tangkai bunga terendam setinggi 15 cm. Setiap 20 tangkai

dikemas dengan kertas koran dan setiap mahkota bunga dibungkus dengan kertas

HVS membentuk corong. Bunga krisan potong dibawa ke tempat percobaan

dengan menggunakan mobil tertutup yang dilengkapi dengan fasilitas pengatur

suhu. Setelah sampai tempat percobaan, seluruh tangkai bunga segera diberi kapas

mengandung air pada pangkal tangkai bunga.

3.4.2 Persiapan akuarium dan pemberian 1-MCP

Siapkan 5 buah akuarium yang digunakan terbuat dari kaca dengan volume

150 liter (Lampiran 5), dalam akuarium dibersihkan, diberi alas karton manila,

dan diberi label sesuai perlakuan sebelum digunakan. Setiap akuarium diisi

(15)

krisan standar potong Yellow Fiji yang telah diberi kapas pada seluruh pangkal

tangkai bunga. Susun setiap tangkai bunga dengan rapi dan taruh wadah yang

berisi ethylbloc 0,014% di dalam sudut akuarium. Setiap akuarium diberi

konsentrasi ethylbloc 0,014% yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

(1) Akuarium 1, yaitu akuarium yang tidak diberi perlakuan ethylbloc 0,014%

sebagai kontrol percobaan. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri

isolasi pada sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6

jam.

(2) Akuarium 2, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,25 μ l l-1.

Ethylbloc 0,014% sebanyak 450 mg dimasukkan ke dalam wadah,

kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih

berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP

0,25 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada

sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.

(3) Akuarium 3, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,5 μ l l-1.

Ethylbloc 0,014% sebanyak 900 mg dimasukkan ke dalam wadah,

kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih

berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP

0,5 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada

sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.

(4) Akuarium 4, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 0,75 μ l l-1.

Ethylbloc 0,014% sebanyak 1.350 mg dimasukkan ke dalam wadah,

(16)

berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP

0,75 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada

sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.

(5) Akuarium 5, yaitu akuarium yang diberi perlakuan 1-MCP 1 μ l l-1.

Ethylbloc 0,014% sebanyak 1.800 mg dimasukkan ke dalam wadah,

kemudian simpan di dalam sudut akuarium. Ethylbloc yang masih

berbentuk serbuk diberi air secukupnya hingga menghasilkan gas 1-MCP

1 μ l l-1. Tutup rapat akuarium dengan penutup dan beri isolasi pada

sekeliling sudut tutup akuarium, setelah itu diamkan selama 6 jam.

3.4.3 Persiapan gelas penelitian

Botol percobaan yang digunakan merupakan gelas percobaan yang

sebelumnya dicuci dengan larutan detergen. Kemudian, gelas percobaan dibilas

hingga bersih. Gelas percobaan yang sudah bersih dicuci dengan detergen

disimpan diatas alas kertas koran dengan posisi permukaan botol di bawah agar

cepat kering. Sebelum diisi air, setiap gelas percobaan dibilas dengan air

demineralisasi agar tidak ada sisa detergen dan zat lain. Kemudian, isi gelas

percobaan dengan air 200 mL setiap gelas perlakuan dan diberi label sesuai

dengan 5 perlakuan yang diberikan.

Setelah bunga krisan diberi perlakuan 0 μ l l-11-MCP, 0,25 μ l l-1 1-MCP,

0,5 μ l l-1 1-MCP, 0,75 μ l l-1 1-MCP, dan 1 μ l l-1 1-MCP selama 6 jam, lalu

masukkan 2 tangkai bunga krisan potong ke dalam setiap gelas percobaan berisi

air sebanyak 300 mL yang telah disediakan sesuai dengan perlakuan yang telah

(17)

pada pangkal batang dilepaskan. Setelah itu gelas percobaan disusun berdasarkan

Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial dengan jarak 30 cm x 30 cm yang dapat

dilihat pada Lampiran 6.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Penunjang

Pengamatan penunjang pada penelitian ini meliputi suhu harian dan

kelembapan relatif.

Data pengamatan suhu dan kelembapan relatif dilakukan pada pagi hari

pukul 07.00 – 08.00, siang hari pukul 13.00 – 14.00, dan sore hari

pukul 17.00–18.00 (Lampiran 8 dan Lampiran 9).

(18)

Gambar 1. (a) Suhu Harian dan (b) Rata-rata Kelembapan Relatif Selama Penelitian

Rata-rata suhu harian selama 14 HSP dihitung dengan cara sebagai

berikut:

=( × 2) + +

4

Suhu ruangan selama 14 HSP tidak berfluktuasi dengan suhu rata-rata

harian 25,63oC. Pengukuran suhu menggunakan alat termohigrometer

menunjukkan suhu tidak banyak mengalami perbedaan selama percobaan. Pada

Gambar 3a didapatkan dilihat bahwa suhu rata-rata pada pagi hari 25oC, lalu pada

siang hari meningkat hingga 26,5oC dan pada sore hari suhu menurun kembali

menjadi 26oC. Suhu ruangan rata-rata harian selama percobaan sesuai dengan

suhu yang dikehendaki bunga krisan hingga 27oC. Hal ini menyebabkan

kesegaran bunga dapat bertahan dan tidak mempengaruhi perubahan warna bunga.

Suhu yang tidak dikehendaki oleh bunga krisan dapat mempengaruhi proses

metabolisme bunga krisan sehingga proses pemekaran bunga terganggu. Boodley

(1981) menyatakan bahwa setiap kenaikan temperatur 10oC, maka kecepatan laju

reaksi metabolisme tersebut bertambah dua kali lipat.

Rata-rata kelembapan relatif selama 14 HSP dihitung dengan cara sebagai

berikut:

=( × 2) + +

(19)

Kelembapan selama 14 HSP tidak berfluktuasi dengan rata-rata

kelembapan relatif harian 80,13%. Pengukuran kelembapan menggunakan alat

termohigrometer menunjukkan kelembapan tidak banyak mengalami perbedaan

selama percobaan. Pada Gambar 3b dapat dilihat bahwa kelembapan rata-rata

pada pagi hari 80,5%, lalu pada siang hari menurun hingga 79% dan pada sore

hari suhu meningkat kembali menjadi 80,5%. Rata-rata kelembaban relatif harian

selama percobaan lebih tinggi 0,13% dari kelembaban yang dikehendaki bunga

krisan hingga 80%. Hal ini tidak terlalu berpengaruh terhadap kesegaran bunga

krisan dan tidak berkembangnya organisme penyebab penyakit karena diimbangi

dengan sirkulasi udara yang baik.

4.2 Pengamatan Utama

Pengamatan utama pada penelitian ini meliputi; (1) lama kesegaran bunga,

(2) tingkat kesegaran bunga, (3) lama perubahan warna bunga, dan (4) waktu

bunga cakram terbuka.

4.2.1 Lama Kesegaran Bunga

Lama kesegaran bunga krisan dapat dilihat dari keadaan bunga krisan

sangat segar sampai sebelum kualitas hilang (layu). Hal ini dapat dilihat dari

perubahan warna bunga tepi dari cerah ke pudar, berapa banyak lingkaran bunga

cakram yang terbuka, dan sudut kulai bunga. Pengaruh berbagai konsentrasi

1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’

disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Data selengkapnya dapat dilihat pada

(20)

Untuk menentukan hasil penelitian semakin reliable (semakin dapat

dipercaya) pada Gambar 4 dan Gambar 5, maka standar error dihitung dengan

cara : ( ) = ( )

( )

Gambar 2. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Lama Kesegaran Bunga Krisan ‘White Fiji’.

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, dan E secara

nyata mempengaruhi lama kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dibandingkan

dengan perlakuan A. Pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan

(21)

Gambar 3. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Lama Kesegaran Bunga Krisan ‘Yellow Fiji’.

Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa perlakuan B, C, D, dan E secara

nyata mempengaruhi lama kesegaran bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dibandingkan

dengan perlakuan A. Pengaruh 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan

‘Yellow Fiji’ terlama terdapat pada perlakuan E dengan konsentrasi 1µL L-1.

Dari pembahasan Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengaruh

konsentrasi 1-MCP terhadap lama kesegaran bunga krisan sejalan dengan hasil

penelitian Kebenei, et al. (2003) yang mengemukakan bahwa, 1-MCP secara

nyata dapat memperpanjang kesegaran bunga kalancu dansweet peaselama 4 hari

lebih lama dibandingkan dengan kontrol.

4.2.2 Tingkat Kesegaran Bunga

Tingkat kesegaran bunga krisan dapat dilihat dari perubahan warna bunga

tepi dari cerah ke pudar, berapa banyak lingkaran bunga cakram yang terbuka, dan

(22)

krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP disajikan pada

Gambar 6 dan Gambar 7. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Untuk menentukan hasil penelitian semakin reliable (semakin dapat

dipercaya) pada Gambar 6 dan Gambar 7, maka standar error dihitung dengan

cara : ( ) = ( )

( )

(23)

Keterangan : 100 % - 75,1% = Sangat segar (skor 4); 75% - 50,1% = Segar (skor 3); 50% - 25,1% = Agak layu (skor 2); dan 25% - 0% = Layu (skor 1).

Gambar 4. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap TingkatKesegaran Bunga Krisan ‘White Fiji’

1 HSP sampai 14 HSP

1 HSP 2 HSP 3 HSP 4 HSP 5 HSP 6 HSP 7 HSP 8 HSP 9 HSP 10 HSP 11 HSP 12 HSP 13 HSP 14 HSP 0 (A) 100,00 94,44 88,89 83,33 80,56 75,00 75,00 75,00 69,44 69,44 61,11 51,39 50,00 33,33 0,25 (B) 100,00 97,22 94,44 91,67 91,67 86,11 80,56 80,56 79,17 77,78 73,61 70,83 70,83 70,83 0,5 (C) 100,00 100,00 97,22 97,22 97,22 83,33 83,33 79,17 75,00 69,44 69,44 68,06 65,28 62,50 0,75 (D) 100,00 94,44 91,67 91,67 88,89 83,33 83,33 83,33 80,56 80,56 77,78 77,78 75,00 72,22 1 (E) 100,00 97,22 94,44 91,67 91,67 83,33 83,33 80,56 80,56 80,56 77,78 75,00 73,61 70,83

(24)

-Dari Gambar 4 dapat dilihat perkembangan tingkat kesegaran bunga krisan

‘White Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP sebagai berikut :

Pada 1 HSP, seluruh bunga krisan ‘White Fiji’ dan keadaan seluruh bunga

dalam keadaan 100% atau sangat segar.

Pada 2 HSP dan 3 HSP, terjadi penurunan pada tingkat kesegaran seluruh

perlakuan. Pada perlakuan B, C, D, dan E masih memberikan pengaruh yang

nyata terhadap tingkat kesegaran bunga krisan ‘White Fiji’ dibandingkan dengan

perlakuan A. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar.

Pada 4 HSP, bunga pada perlakuan A terus mengalami penurunan tingkat

kesegaran lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lain. Perlakuan B, C, D,

dan E memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesegaran bunga krisan ‘White

Fiji’. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan adalah sangat segar.

Pada 5 HSP, bunga pada perlakuan C memiliki pengaruh dalam

mempertahankan tingkat kesegaran lebih lama dibandingkan dengan perlakuan

lain. Perlakuan B dan E masih memiliki potensi dalam mempertahankan

kesegaran sama dengan perlakuan C. Sedangkan perlakuan D masih memiliki

potensi dalam mempertahankan kesegaran sama dengan perlakuan B dan E, tetapi

tidak sama dengan perlakuan C. Keadaan bunga krisan pada seluruh perlakuan

adalah sangat segar.

Pada 6 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat

kesegaran. Bunga pada perlakuan A mengalami penurunan tingkat kesegaran

(25)

Pada 7 HSP, seluruh perlakuan dapat mempertahankan kesegaran dari

6 HSP. Kecuali, bunga pada perlakuan B yang mengalami penurunan tingkat

kesegaran dari 86,11% menjadi 80,56% karena terserang hama Aphis gossypii.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Vasquez et al. (2006) yang menyatakan

bahwaA. gossypiidapat menyerang tanaman Krisan.

Pada 8 HSP, seluruh perlakuan dapat mempertahankan kesegaran dari

7 HSP. Kecuali, bunga pada perlakuan C dan E yang mengalami penurunan

tingkat kesegaran menjadi 79,17% dan 80,56%.

Pada 9 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat

kesegaran. Perlakuan A memiliki potensi dalam mempertahankan kesegaran

seperti perlakuan C, tetapi tidak memiliki potensi seperti perlakuan B, D, dan E

yang dapat lebih lama mempertahankan kesegaran. Bunga pada perlakuan C telah

mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam

keadaan 75% (segar).

Pada 10 HSP, perlakuan B, D, dan E memiliki pengaruh yang lebih baik

dibandingkan perlakuan A dan C dalam mempertahankan kesegaran bunga.

Pada 11 HSP, perlakuan B mengalami penurunan tingkat kesegaran

menjadi 73,61% (segar). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang

nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A.

Pada 12 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat

kesegaran kecuali bunga pada perlakuan D. Bunga pada perlakuan E mengalami

(26)

(segar). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam

mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A.

Pada 13 HSP, bunga pada perlakuan D mengalami penurunan tingkat

kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar) dan bunga

pada perlakuan A mengalami penurunan tingkat kesegaran hingga 50% atau pada

saat ini dalam keadaan 50% (agak layu). Perlakuan B, C, D, dan E memberikan

pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan

perlakuan A.

Pada 14 HSP, perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata

dalam mempertahankan kesegaran dengan keadaan segar dibandingkan dengan

perlakuan A (0 µL L-1 1-MCP) dengan keadaan agak layu. Tetapi, potensi

perlakuan B, D, dan E tidak sama dengan perlakuan C dalam mempertahankan

kesegaran bunga.

Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘White Fiji’ yang diberi

perlakuan 0,25 µL L-11-MCP; 0,5 µL L-11-MCP; 0,75 µL L-11-MCP; dan 1 µL

L-1 1-MCP dapat mempertahankan kesegaran bunga lama dibandingkan bunga

krisan ‘White Fiji’ yang tidak diberi perlakuan 1-MCP. Keadaan bunga yang

diberi perlakuan 1-MCP tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh etilen

eksogen pada bunga potong. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Serek dan Sisler (2001) menyatakan bahwa, eksogenous etilen

tidak akan mempengaruhi senesen pada spesies bunga potong dan pot yang

memiliki kandungan 1-MCP. Penelitian lain yang dilakukan Serek et al (1995)

(27)

bunga kecil dari bunga anyelir 'Sandra’. Celikel et al (2002) menyatakan bahwa

1-MCP mencegah rontoknya tunas rapid dan bunga oriental lily (Lilium) ‘Mona

Lisa’ dan ‘Stargazer’. Dengan demikian, senesen pada bunga krisan ‘White Fiji’

dapat ditunda dan kesegaran bunga dapat dipertahankan.

Bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat kesegaran

yang ditandai dengan sudut kulai bunga tepi yang semakin besar, warna bunga

tepi yang menjadi putih kecoklatan, dan bunga cakram yang terbuka. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Wuryan (2008) yang menyatakan bahwa, masa

kesegaran bunga potong gerbera dihitung sejak bunga dipanen hingga layu yang

ditandai oleh mekar dan terkulainya mahkota bunga atau mengkerutnya jaringan

(28)

Keterangan : 100 % - 75,1% = Sangat segar (skor 4); 75% - 50,1% = Segar (skor 3); 50% - 25,1% = Agak layu (skor 2); dan 25% - 0% = Layu (skor 1).

Gambar 5. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap Tingkat Kesegaran Bunga Krisan ‘YellowFiji’

1 HSP sampai 14 HSP

1 HSP 2 HSP 3 HSP 4 HSP 5 HSP 6 HSP 7 HSP 8 HSP 9 HSP 10 HSP 11 HSP 12 HSP 13 HSP 14 HSP 0 (A) 100,00 97,22 95,83 93,06 88,89 81,94 77,78 77,78 76,39 76,39 69,44 66,67 55,56 44,44 0,25 (B) 100,00 97,22 91,67 91,67 83,33 83,33 83,33 81,94 81,94 80,56 77,78 77,78 75,00 65,28 0,5 (C) 100,00 100,00 98,61 97,22 88,89 86,11 83,33 80,56 80,56 79,17 77,78 73,61 73,61 66,67 0,75 (D) 100,00 98,61 93,06 91,67 86,11 83,33 81,94 81,94 81,94 81,94 79,17 75,00 73,61 62,50 1 (E) 100,00 98,61 95,83 93,06 86,11 83,33 81,94 81,94 81,94 81,94 80,56 80,56 79,17 72,22

(29)

-Dari Gambar 5 dapat dilihat perkembangan tingkat kesegaran bunga krisan

‘Yellow Fiji’ dari 1 HSP hingga 14 HSP sebagai berikut :

Pada 1 HSP, seluruh bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dan keadaan seluruh

bunga dalam keadaan 100% atau sangat segar.

Pada 2 HSP, terjadi penurunan pada tingkat kesegaran seluruh perlakuan

kecuali perlakuan C.

Pada 3 HSP sampai 4 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami

penurunan tingkat kesegaran.. Perlakuan C memiliki pengaruh tertinggi yang

nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga.

Pada 5 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat

kesegaran. Seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk mempertahankan

kesegaran. Perlakuan A, D, dan E memiliki potensi dalam mempertahankan

kesegaran sama dengan perlakuan C, tetapi perlakuan B memiliki potensi yang

sama dengan perlakuan C.

Pada 6 HSP, bunga pada seluruh perlakuan mengalami penurunan tingkat

kesegaran. Perlakuan C memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk

mempertahankan kesegaran bunga.

Pada 7 HSP sampai 10 HSP bunga pada seluruh perlakuan mengalami

penurunan tingkat kesegaran. Seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk

mempertahankan kesegaran.

Pada 11 HSP, seluruh perlakuan memiliki pengaruh nyata untuk

mempertahankan kesegaran. Perlakuan B, C, D, dan E dapat mempertahankan

(30)

mempertahankan kesegaran lebih lama dibandingkan dengan perlakuan A dengan

bunga dalam keadaan 69,44% (segar).

Pada 12 HSP, bunga pada perlakuan C dan D mengalami penurunan

tingkat kesegaran menjadi keadaan segar. Perlakuan E memiliki pengaruh

tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga. Perlakuan B, C, D,

dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam mempertahankan kesegaran

dibandingkan dengan perlakuan A.

Pada 13 HSP, bunga pada perlakuan B mengalami penurunan tingkat

kesegaran hingga 25% atau pada saat ini dalam keadaan 75% (segar). Perlakuan E

memiliki pengaruh tertinggi yang nyata untuk mempertahankan kesegaran bunga.

Perlakuan B, C, D, dan E memberikan pengaruh yang nyata dalam

mempertahankan kesegaran dibandingkan dengan perlakuan A.

Pada 14 HSP, bunga pada perlakuan B mengalami penurunan tingkat

kesegaran hingga 27,78% atau pada saat ini dalam keadaan 72,22% (segar).

perlakuan B (0,25 µL L-11-MCP), C (0,5 µL L-11-MCP), D (0,75 µL L-11-MCP),

dan E (1 µL L-1 1-MCP) memberikan pengaruh yang nyata dalam

mempertahankan kesegaran dengan keadaan segar dibandingkan dengan

perlakuan A (0 µL L-11-MCP) dengan keadaan 44,44% atau agak layu. Tetapi,

potensi perlakuan B, C, dan D tidak sama dengan perlakuan E dalam

mempertahankan kesegaran bunga.

Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ yang

diberi perlakuan 0,25 µL L-11-MCP; 0,5 µL L-11-MCP; 0,75 µL L-11-MCP; dan

(31)

bunga krisan ‘Yellow Fiji’ yang tidak diberi perlakuan 1-MCP. Keadaan bunga

yang diberi perlakuan 1-MCP tidak mengalami kerusakan yang disebabkan oleh

etilen eksogen pada bunga potong.

Dalam mempertahankan kesegaran bunga dibutuhkan jumlah air yang

mencukupi selama percobaan untuk proses metabolisme dalam proses pemekaran

bunga. Oleh karena itu, selama 14 HSP ketersediaan air dalam gelas percobaan

harus selalu tersedia. Batang bagian bawah harus selalu terendam oleh air agar

proses pemekaran bunga tidak terganggu. Hal ini sejalan dengan penelitian Nelson

(1981), Coorts (1973), Halevy et al (1978), dan Marousky (1972) yang

mengemukakan bahwa bunga walaupun telah dipotong dari tangkainya masih

melakukan aktivitas metabolisme. Penyerapan air oleh tanaman selama 14 HSP

terkait dengan proses respirasi dan transpirasi. Menurut Jiang et al (2002b)

menyatakan bahwa menariknya tingkat respirasi pada perlakuan ketumbar dengan

1-MCP sama atau lebih besar daripada kontrol.

4.2.3 Derajat warna bunga

Pengaruh berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap derajat warna bunga

krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ 2 HSP sampai 14 HSP disajikan pada Tabel

4 sampai Tabel 16 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(32)

Tabel 4. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 4 menunjukkan awal perubahan warna bunga pada k1m0

(Krisan ‘White Fiji’ tanpa perlakuan 1-MCP) dari warna putih pekat menuju ke

putih. Dimana awal perubahan warna bunga merupakan pengaruh etilen terhadap

perubahan warna bunga menjadi pudar. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Michelle et al (2001) menyatakan bahwa etilen menyebabkan ejakulasi layu,

warna memudar dan gugurnya kelopak bunga. Hasil penelitian lain yang

dilakukan oleh Jiang (2000) menyatakan bahwa dengan keberadaan etilen, hal itu

menyebabkan penuaan bunga, memperpendek hidup dan hilangnya warna cerah

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(33)

Tabel 5. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 5 menunjukkan k1m0 dan k1m1 terus mengalami perubahan

warna dari putih pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m2, k1m3,

dan k1m4 dengan nyata dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh

perlakuan pada bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna

bunga tetap kuning pekat. Pada perlakuan m0 dan m1, bunga krisan ‘Yellow Fiji’

memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama

dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(34)

Tabel 6. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 6 menunjukkan k1m2mengalami perubahan warna dari putih

pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m3 dan k1m4dengan nyata

dapat mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga

krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning

pekat. Pada perlakuan m0; m1; dan m2, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan

pengaruh nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan

bunga krisan ‘White Fiji’.

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(35)

Tabel 7.Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 7 menunjukkan k1m3mengalami perubahan warna dari putih

pekat menjadi putih dibandingkan dengan perlakuan k1m4 dengan nyata dapat

mempertahankan warna tetap putih pekat. Seluruh perlakuan pada bunga krisan

‘Yellow Fiji’ secara nyata mempertahankan warna bunga tetap kuning pekat. Pada

perlakuan m0; m1; m2; dan m3, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh

nyata dalam mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan bunga krisan

‘White Fiji’.

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(36)

Tabel 8.Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 8 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m3 dan k1m4

secara nyata mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan k1m0, k1m1,

dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m0 mulai mengalami perubahan warna

dari kuning pekat menjadi kuning. Pada perlakuan m0; m1; m2; dan m3, bunga

krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata dalam mempertahankan warna

bunga lebih lamadibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(37)

Tabel 9. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 7 HSP

Perlakuan Skor Perubahan Warna

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 3,300 a

Krisan Yellow Fiji (k2) 3,933 b

Konsentrasi 1-MCP

0 µL L-1(m0) 3,333 a

0,25 µL L-1(m1) 3,667 b

0,5 µL L-1(m2) 3,583 b

0,75 µL L-1(m3) 3,750 b

1 µL L-1(m4) 3,750 b

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 9 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat

mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan

warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh

paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi

0,75 µL L-1dan 1 µL L-1.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(38)

Tabel 10. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 8 HSP

Perlakuan Skor Perubahan Warna

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 3,300 a

Krisan Yellow Fiji (k2) 3,933 b

Konsentrasi 1-MCP

0 µL L-1(m0) 3,333 a

0,25 µL L-1(m1) 3,667 b

0,5 µL L-1(m2) 3,583 b

0,75 µL L-1(m3) 3,750 b

1 µL L-1(m4) 3,750 b

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 10 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat

mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan

warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh

paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi

0,75 µL L-1dan 1 µL L-1.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(39)

Tabel 11. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 9 HSP

Perlakuan Skor Perubahan Warna

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 3,200 a

Krisan Yellow Fiji (k2) 3,933 b

Konsentrasi 1-MCP

0 µL L-1(m0) 3,167 a

0,25 µL L-1(m1) 3,667 bc

0,5 µL L-1(m2) 3,500 b

0,75 µL L-1(m3) 3,750 c

1 µL L-1(m4) 3,750 c

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 11 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat

mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan

warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh

paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi 0,75

µL L-1dan 1 µL L-1.

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(40)

Tabel 12. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 12 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m0, k1m1, dan

k1m2terus mengalami pemudaran dari warna putih menjadi putih pucat. Perlakuan

k1m3 dan k1m4 secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama

dibandingkan k1m0, k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m0 terus

mengalami pemudaran warna. Pada seluruh perlakuan dapat dilihat bahwa bunga

krisan ‘Yellow Fiji’ memberikan pengaruh nyata mempertahankan warna bunga

lebih lama dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(41)

Tabel 13. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama (huruf besar arah

horizontal dan huruf kecil arah vertikal) tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak

Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 12 menunjukkan bunga krisan ‘White Fiji’ k1m1dan k1m2terus

mengalami pemudaran dari warna putih menjadi putih pucat. Perlakuan k1m3 dan

k1m4secara nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k1m0,

k1m1, dan k1m2. Bunga krisan ‘Yellow Fiji’ k2m1 baru mengalami pemudaran

warna dari kuning pekat menjadi kuning. Perlakuan k2m2, k2m3, dan k2m4secara

nyata mempertahankan warna bunga lebih lama dibandingkan k2m0 dan

k2m1.Pada seluruh perlakuan dapat dilihat bahwa bunga krisan ‘Yellow Fiji’

memberikan pengaruh nyata mempertahankan warna bunga lebih lama

dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(42)

Tabel 14. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 12 HSP

Perlakuan Skor Perubahan Warna

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 2,467 a

Krisan Yellow Fiji (k2) 3,700 b

Konsentrasi 1-MCP

0 µL L-1(m0) 2,500 a

0,25 µL L-1(m1) 3,083 bc

0,5 µL L-1(m2) 2,917 b

0,75 µL L-1(m3) 3,583 d

1 µL L-1(m4) 3,333 cd

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 14 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat

mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan

warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh

paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi

0,75 µL L-1.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(43)

Tabel 15. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 13 HSP

Perlakuan Skor Perubahan Warna

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 2,267 a

Krisan Yellow Fiji (k2) 3,700 b

Konsentrasi 1-MCP

0 µL L-1(m0) 2,500 a

0,25 µL L-1(m1) 3,000 bc

0,5 µL L-1(m2) 2,917 b

0,75 µL L-1(m3) 3,333 d

1 µL L-1(m4) 3,167 cd

Keterangan : Nilai rataan yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 15 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat

mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan

warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh

paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi

0,75 µL L-1.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan berbagai konsentrasi 1-MCP terhadap

(44)

Tabel 16. Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 14 HSP

Perlakuan Skor Perubahan Warna

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 2,167 a

Krisan Yellow Fiji (k2) 2,933 b

Konsentrasi 1-MCP

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Pada Tabel 16 menunjukkan bunga krisan ‘Yellow Fiji’ secara nyata dapat

mempertahankan warna bunga lebih baik dibandingkan bunga krisan ‘White Fiji’.

Bunga krisan yang diberi perlakuan 1-MCP secara nyata dapat mempertahankan

warna bunga lebih lama dibandingkan dengan bunga 0 µL L-11-MCP. Pengaruh

paling lama dalam mempertahankan warna bunga terdapat pada konsentrasi

0,75 µL L-1.

Dari penjelasan diatas dilihat bahwa, bunga krisan ‘Yellow Fiji’ dengan

nyata mempertahankan warna lebih lama dibandingkan krisan ‘White Fiji’,

sedangkan perlakuan 1-MCP dengan nyata mempertahankan warna lebih lama

terdapat pada konsentrasi 0,75 µL L-11-MCP.

.

4.2.4 Waktu Bunga Cakram Terbuka

Waktu bunga cakram terbuka dapat dilihat lingkaran terluar bunga cakram

(45)

terbuka pada bunga krisan ‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ disajikan pada Tabel 17

dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara bunga krisan

‘White Fiji’ dan ‘Yellow Fiji’ dengan kombinasi 1-MCP terhadap waktu bunga

cakram terbuka pada 5 HSP.

Tabel 17 Derajat Warna BungaKrisan ‘White Fiji’ dan Krisan ‘Yellow Fiji’

pada 14 HSP

Perlakuan Skor Bunga Cakram

Jenis Bunga

Krisan White Fiji (k1) 3,867 b

Krisan Yellow Fiji (k2) 3,267 a

Konsentrasi 1-MCP

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %.

Tabel 16 menunjukkan bahwa pada 5 HSP awal bunga cakram terbuka.

Pada bunga ‘Yellow Fiji’ secara nyata bunga cakram lebih cepat terbuka

dibanding krisan ‘White Fiji’. Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap

wantu bunga cakram terbuka antara perlakuan yang diberikan konsentrasi 1-MCP

dengan yang tidak diberikan perlakuan 1-MCP. Seiring bertambahnya sudut kulai

bunga, maka lingkaran bunga cakram ikut terbuka. Bunga cakram terbuka

menandakan awal senesen terjadi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wuryan

(2008) yang menyatakan bahwa, masa kesegaran bunga potong gerbera dihitung

(46)

mahkota bunga atau mengkerutnya jaringan akibat perubahan sifat elastis dan

(47)

16

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, K. 2007. Produktivitas Tanaman Induk dan Kualitas Stek Varietas

Krisan di Rumah Plastik dan Lahan Terbuka. Jurnal Hortikultura.

17(4):321-327p.

Cahyono. 1990. Chrysanthemum dalam Tuntunan Mambangun Agribisnis. Dalam

Supari, D. H (ed). Seri Praktek Ciputri Hijau. PT. Elex Media Kupindo.

Gramedia, Jakarta. 235-259p.

Departemen Pertanian. 2011. Produksi Bunga Krisan Tahun 2000-2010. Available

online at: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/hasil_kom.asp. Diakses tanggal

26 Agustus 2011.

Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Jakarta.

Gunawan. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman.

Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Kusumah E. 1994. Tataniaga dan Perilaku Konsumen Bunga Potong Dalam:

Buletin Peneletian Tananaman Hias No. 2, Vol. 2, 94. Puslitbang

Hortikultura.

Marwoto, B., T. Sutater, dan J. de Jond. 1999. Varietas baru Krisan Tipe Spray.

Jurnal Hortikultura. 9(3):275-281p.

Pierik. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Nijhoff Publisher.

(48)

Reid, M.S. 1985. Postharvest handling System Ornamental. Postharvest

Technology of Horticulture Crops. The Regent of the University of

California.

___________. 1992. Ethylene in Postharvest Technology. Dalam: A. A. kader

(ed) Postharvest Technology of Horticulture Crops. University of

California. Division of Agriculture and Natural Resources. Publication

3311. 97-108p.

Sanjaya, L. 1996. Krisan, Bunga Potong dan Tanaman Hias yang Menawan.

Jurnal Litbung Pertanian. XV(3):55-60p.

Sulusi P., Murtiningsih, Dondy A.S., dan Nurmalinda. 2002. Pengaruh Komposisi

Pulsing terhadap Mutu Segar Bunga Krisan. Jurnal Hortikultura.

12(2):124-130p.

Sylvia M. B. dan John M. D. 2002. 1-Methylcyclopropene: a Review. Postharvest

Gambar

Tabel 1. Produksi bunga krisan tahun 2000 - 2010
Tabel 2. Perlakuan antara Jenis bunga (k) dan Jenis inhibitor etilen (m)
Tabel 3. Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial
Gambar 2. Pengaruh 1-MCP Pada Berbagai Konsentrasi Terhadap
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 26 diperoleh angka R² (R square ) sebesar 0,46 memberikan makna bahwa variabel Budaya Organisasi menjelaskan perubahan terhadap variabel Kinerja

Dampak dari aplikasi PBZ dengan konsentrasi yang berbeda dapat dilihat pada beberapa parameter dengan respon yang berbeda seperti gabah hampa yang semakin

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan self efficacy mahasiswa terhadap matematika dalam kegiatan pembelajaran yang berbasis lesson study.. Penelitian ini

[r]

- Bahwa apabila dianalisis gugatan Para Penggugat secara yuridis, pada hakikatnya adalah telah terjadi jual beli tanah antara Para Penggugat dengan Syaiful

E-Channel merupakan singkatan dari Electronic Channel yang secara bahasa artinya saluran yang berbasis eletronika. Sedangkan E-Channel menurut istilah adalah sebuah

Diumumkan kepada mahasiswa FK-UII semester I, jadwal ujian Skills Practice Blok KBTI hari Selasa, 30 November 2010 :.  08.00-10.00 WIB Reading dan

Upaya yang dilakukan MTs Muhammadiyah Blimbing pada siswa reguler, pesantren dan program khusus dalam membentuk siswa menjadi pribadi yang berakhlak baik saat