• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM a1389e2143 BAB X12 BAB 10 Aspek Kelembagaan Kabupaten Bintan (RPI2JM Bintan) FINAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM a1389e2143 BAB X12 BAB 10 Aspek Kelembagaan Kabupaten Bintan (RPI2JM Bintan) FINAL"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam pembangunan prasarana bidang Cipta Karya, untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan kelembagaan yang dapat berfungsi sebagai motor penggerak RPI2-JM Bidang Cipta Karya agar dapat dikelola dengan baik dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(2)

10.1. Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Cipta Karya pada pemerintahan kabupaten/kota.

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomo 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota.

(3)

pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. (2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”. Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah

Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang. Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 sub-bagian dan masingmasing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014

Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.

(4)

5. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2015

Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM).

Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu :

1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: Penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, Sosialisasi dan Internalisasi manajemen perubahan dalam rangkan reformasi birokrasi

2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda

3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi : restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat. 4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan

tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan

(5)

5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

6. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nasional

Di dalam Inpres ini dinyatakan bahwa pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah. Presiden menginstruksikan untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.

Terkait PUG, Kementerian PU dan Ditjen Cipta Karya pada umumnya telah mulai menerapkan PUG dalam tiap program/kegiatan Cipta Karya. Untuk itu perlu diperhatikan dalam pengembangan kelembagaan bidang Cipta Karya untuk memasukkan prinsip-prinsip PUG, demikian pula di dalam pengelolaan RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum

(6)

tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke- PU-an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan di dalam dokumen RPI2-JM.

Dalam Permen ini juga disebutkan bahwa Gubernur bertanggung jawab dalam koordinasi penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU, sedangkan Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan dasar bidang PU. Koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang PU dan Penataan Ruang baik provinsi maupun kabupaten/kota.

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan menteri ini menjadi landasan petunjuk teknis dalam penataan perangkat daerah. Berdasarkan Permen ini dasar hukum penetapan perangkat daerah adalah Peraturan Daerah (Perda). Penjabaran tupoksi masing-masing SKPD Provinsi ditetapkan dengan Pergub, dan SKPD Kab/Kota dengan Perbup/Perwali.

9. Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan

Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan perkotaan bagi masyarakat. SPP adalah standar pelayanan minimal kawasan perkotaan, yang sesuai dengan fungsi kawasan perkotaan merupakan tempat permukiman perkotaan, termasuk di dalamnya jenis pelayanan bidang Cipta Karya, seperti perumahan, air minum, drainase, prasarana jalan lingkungan, persampahan, dan air limbah.

10.Kepmen PAN Nomor 75 tahun 2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil

(7)

ini, Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan, sedangkan Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.

10.2. Kondisi Kelembagaan Saat Ini

10.2.1. Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

Di dalam pelaksanaan/implementasi RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Bintan melibatkan banyak komponen kelembagaan sehingga terjalin koordinasi dan sinkronisasi program/kegiatan di bidang keciptakaryaan sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing lembaga. Mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah serta Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kabupaten Bintan, maka dibentuk Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bintan (Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008) dan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bintan (Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008). Adapun organisasi Dinas dan Lembaga Teknis yang terlibat dalam implementasi RPIJM Bidang Cipta Karya, yaitu :

1. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan unsur

perencanan Penyelengaaraan Pemerintah Daerah dan dalam lingkup tugasnya melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang perencanaan pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai fungsi :

a. Perumusan Kebijakan teknis perencanaan dan pembangunan;

b. Pengoordinasian penyusunan perencanaan dan pembangunan daerah;

(8)

d. Pelaksanaan hubungan kerjasama dengan semua instansi yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas; dan

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Susunan organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan, terdiri dari :

a. Kepala Badan

b. Sekretariat, yang terdiri dari : 1) Sub Bagian Penyusunan Program 2) Sub Bagian Keuangan

3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

c. Bidang Pemerintah dan Aparatur, yang terdiri dari : 1) Sub Bidang Pemerintah

2) Sub Bidang Kemasyarakatan dan Aparatur Negara

d. Bidang Perencanaan Sosial dan Perekonomian yang terdiri dari : 1) Sub Bidang Sosial

2) Sub Bidang Perekonomian

e. Bidang Infastruktur dan Sumber Daya Alam, yang terdiri dari : 1) Sub Bidang Infrastruktur

2) Sub Bidang Sumber Daya Alam

f. Bidang Pendataan dan Pengembangan, yang terdiri dari : 1) Sub Bidang Data dan Informatika

2) Sub Bidang Penelitian dan Pengembangan. g. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional terdiri dari jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.

Struktur Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan, dapat dilihat pada gambar. Adapun tata kerja Organisasi Lembaga Teknis Daerah (Perda No. 8 Tahun 2008; Pasal 23 – Pasal 29) adalah sebagai berikut :

(9)

maupuan antar satuan organisasi di lingkungan Lembaga Teknis

Daerah serta dengan instansi lain di luar Lembaga Teknis Daerah sesuai dengan tugas masing-masing.

• Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi bawahannya. • Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin

dan mengkoordinasikan bawahannya dan memberikan bimbingan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.

• Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggungjawab kepada atasannya dan

menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

• Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk

kepada bawahan.

• Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada atasan tembusan laporan wajib disampaikan pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

• Dalam melaksanakan tugasnya setiap pimpinan organisasi dibantu oleh kepala satuan organisasi dibawahnya dan dalam rangka

(10)

2. DINAS PEKERJAAN UMUM

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bintan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan otonomi daerah di bidang pekerjaan umum. Dalam melaksanakan tugas, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bintan menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang pekerjaan umum;

b. Penyelenggaraan pelayanan umum dibidang pekerjaan umum; c. Pembinaan pelaksanaan tugas dibidang pekerjaan umum; d. Pelaksanaan urusan tata usaha dinas;

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati.

Adapun susunan organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bintan, terdiri dari :

1) Kepala Dinas;

2) Sekretariat, terdiri dari :

a. Sub Bagian Penyusunan Program; b. Sub Bagian Keuangan;

c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian. 3) Bidang Bina Marga, terdiri dari :

a. Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan; b. Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan. 4) Bidang Cipta Karya, terdiri dari :

a. Seksi Perumahan, Permukiman dan Penataan Ruang; b. Seksi Penyehatan Lingkungan dan Permukiman. 5) Bidang Sumber Daya Air, terdiri dari :

a. Seksi Pemanfaatan Sumber Daya Air; b. Seksi Pengendalian Sumber Daya Air. 6) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

Unit Pelaksana Teknis Dinas mempunyai tugas melaksanakan penyelenggaraan sebagian tugas Dinas Daerah, dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

7) Kelompok Jabatan Fungsional

(11)

10.2.2. Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

Sebagaimana ditetapkan dalam Program RB, penataan tata laksana merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja.

Secara internal, Cipta Karyakeorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah.

Prinsip-prinsip hubungan kerja yang diuraikan di atas perlu dituangkan di dalam Peraturan Daerah tentang keorganisasian Pemerintah Kabupaten/kota, khususnya menyangkut tupoksi dari masing-masing instansi pemerintah bidang Cipta Karya. Selain itu, guna memperjelas pelaksanaan tugas pada setiap satuan kerja, perlu dilengkapi dengan tatalaksana dan tata hubungan kerja antar satuan kerja, serta Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap pelaksanaan tugas, yang dapat dijadikan pedoman bagi pegawai dalam melakukan tugasnya.

Tabel 10.1. : Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya

No. Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan Bidang CK

Unit/Bagian yang Menangani Pembangunan Bidang

CK

(12)

No. Instansi Peran Instansi dalam

2. Dinas PU − Perumusan Kebijkana Teknis dibidang Pekerjaan Umum − Penyelenggaraan Pelayanan

Umum dibidang Pekerjaan Umum − Pembinaan pelaksanaan tugas

dibidang pekerjaan umum − Pelaksanaan urusan tata usaha

Dinas

− Pelaksanaan Tugas Lain yang diberikan Bupati

− Bidang Cipta Karya

Sumber : Bintan Dalam Angka

10.2.3. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Bagian ini menguraikan kondisi SDM di keorganisasian instansi yang menangani bidang Cipta Karya, yang dapat dilakukan dengan mengisi tabel berikut mengenai komposisi pegawai dalam unit kerja bidang Cipta Karya.

10.3. Analisis Kelembagaan

Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya.

10.3.1. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya

(13)

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, telah menetapkan bahwa dasar

utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Hal ini sejalan

pula dengan prinsip ”structure follows function” yang menjadi dasar acuan dalam setiap proses pembentukan kelembagaan Pemerintah (Deputi

Kelembagaan Menpan, 2007). Dengan demikian, jenis dan besaran kelembagaan perangkat daerah yang ditetapkan akan terkait dengan

seberapa besar urusan yang secara nyata ada di suatu daerah.

Berkaitan dengan hal di atas, Pemerintah berupaya menerapkan

kebijakan penataan kelembagaan (restrukturisasi), baik di level

kelembagaan pusat maupun kelembagaan daerah. Penataan

kelembagaan lebih diarahkan pada upayarightsizingyaitu upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah, yakni mengembangkan organisasi

yang lebih proporsional, datar (flat), transparan, hirarki yang pendek dan terdesentralisasi kewenangannya. Desain struktur organisasi

(kelembagaan) disusun berdasarkan kebutuhan nyata dan mengikuti strategi dalam pencapaian visi dan misi orgnisasi yang telah ditetapkan

(structure follow strategy).

Kondisi struktur organisasi perangkat kerja daerah di Kabupaten Bintan

sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada, mulai dari Bidang hingga Sub Bidang sudah mengikuti arahan perundangan yang berlaku,

struktur organisasi perangkat kerja daerah yang sudah sesuai dengan perundangan yang berlaku diharapkan dapat memaksimalkan kinerja dari

perangkat daerah serta memudahkan jalur koordinasi dengan pemerintah Provinsi maupun pemerintah pusat.

Untuk Bidang Cipta Karya tugas dan fungsi organisasi yang ada juga sudah sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi,

keselarasan Tugas dan Fungsi (TUPOKSI) memberikan kemudahan bagi Bidang Cipta Karya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya seperti yang

(14)

Struktur organisasi di Kabupaten Bintan sudah tersusun sesuai dengan

arahan peraturan perundangan yang berlaku, namun tentunya terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi struktur organisasi di Kabupaten

Bintan, terutama faktor-faktor eksternal seperti perubahan struktur organisasi di pemerintah provinsi ataupun pemerintah pusat, hal tersebut

yang sedikit banyak dapat mempengaruhi struktur organisasi di Kabupaten Bintan.

Peraturan atau aturan dari Pemerintah (Pusat) terhadap pengelolaan atau otonomi pemerintahan daerah yang cepat berubah-ubah, sehingga sulit diikuti oleh aparatur daerah. Sebagai misal, berubahnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2000 menjadi Undang-undang Nomr 32 Tahun 2004 memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap reorientasi dan penanganan urusan-urusan di daerah. Tumpang tindihnya peraturan atau aturan yang dikeluarkan oleh instansi-instansi terkait dalam beberapa bidang yang ditangani Pemerintah Daerah.

Ketidak seimbangan (unballance) antara batas tanggung jawab dengan wewenang yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah, dimana batas tanggung jawab yang terbatas, sedangkan wewenang yang dimiliki sangat terbatas. Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar terhadap masyarakat di semua bidang kehidupan di daerah, namun demikian kewenangan yang dimiliki untuk mengatur seringkali terbentur dengan kewenangan yang dimiliki oleh instansi-instansi lain (khususnya instansi vertikal) di daerahnya.

10.3.2. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis permasalahan ketatalaksanaan kelembagaan bidang cipta karya adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

Terkait dengan penataan kelembagaan di daerah, tentu terdapat

permasalahan-permasalahan yang melingkupinya. Lalu apa

(15)

diperoleh penulis selama mengikuti kegiatan pemantauan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 di beberapa daerah. Dari berbagai diskusi yang dilakukan menyiratkan beberapa permasalahan yang cukup menonjol bagi Pemda

Peraturan atau aturan dari Pemerintah (Pusat) terhadap pengelolaan atau otonomi pemerintahan daerah yang cepat berubah-ubah, sehingga sulit diikuti oleh aparatur daerah. Sebagai misal, berubahnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2000 menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap reorientasi dan penanganan urusan-urusan di daerah.

Penetapan ”unit pelayanan terpadu” yang merupakan unit layanan dasar semestinya harus dibentuk dengan baik. Namun, sampai saat ini petunjuk teknis pembentukannya belum ada, sehingga Pemda kesulitan dalam menentukkan bagaimana bentuk organisasi yang seharusnya dibentuk.

Kedudukan atau posisi unit kerja pengelola pendapatan daerah dan unit kerja pengelola aset daerah. Apakah kedua unit kerja tersebut harus digabungkan sesuai diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Atau dipisahkan mengikuti mekanisme pemisahan seperti pada kelembagaan Dirjen Anggaran dan Dirjen Perbendaharaan di Departemen Keuangan, dikarenakan memiliki peran yang berbeda?

Pembentukan kelembagaan (organisasi) di daerah untuk melaksanakan Undang-undang yang bersifat ”mandatory” (kewajiban), misalnya pembentukan badan penanggulangan bencana dan sebagainya. Bagaimana Pemda harus mengantisipasinya, padahal ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 sudah jelas mengenai urusan-urusan yang semestinya menjadi beban tanggung jawab daerah (yang terbagi dalam urusan wajib dan urusan pilihan).

Belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis mengenai

pembentukan Badan Narkotika Propinsi (BNP) atau Badan Narkotika Kabupaten (BNK), sehingga membingungkan Pemerintah Daerah. Disisi

(16)

II/a memiliki kesetaraan dengan pangkat dan golongan yang dimiliki

Sekretaris Daerah (II/a).

Penjenjangan karir pegawai atau pejabat di daerah masih menjadi

kendala dalam pelaksanaan pengembangan PNS di daerah. Mekanisme kerja KIS belum diterapkan secara optimal untuk mendukung kelancaran

dan keberlanjutan program-program Pemda.

Kedudukan dan peran Staf Ahli di daerah. Bagaimana kedudukan dan

peranannya apabila disandingkan dengan Wakil Gubernur/Bupati/Walikota dan Sekretaris Daerah? Bahkan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 2007, Staf Ahli merupakan PNS yang bertugas di daerah. Sementara itu, pada saat itu banyak Staf Ahli yang bukan PNS,

yang kebanyakan merupakan orang-orang kepercayaan

Gubernur/Bupati/Walikota.

Kedudukan pegawai dalam jabatan fungsional, khususnya yang ada di lingkungan Inspektorat. Ada perbedaan yang cukup mendasar kedudukan

pegawai dalam jabatan auditor seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dengan Peraturan Mendagri Nomor 64

Tahun 2007 tentang kedudukan Inspektorat.

Dalam penyusunan Organisasi Pemerintah Daerah seringkali terkendala

faktor politis dan teknis. Pada prakteknya terdapat kepentingan-kepentingan politis yang mengiringi penentuan dibentuknya suatu institusi

atau lembaga yang diperlukan di daerah, baik dari lembaga eksekutif sendiri maupun dari lembaga legislatif. Secara teknis, penyusunan

Organisasi Pemerintah Daerah antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif menimbulkan perdebatan yang memakan waktu lama dan biaya

yang cukup tinggi.

Masih banyak jabatan-jabatan di daerah yang belum jelas uraian-uraian

pekerjaan (job description)-nya. Disamping itu, tata kerja atau hubungan kerja diantara institusi-institusi atau lembaga-lembaga di daerah masih

(17)

Manajamen Pegawai Negeri Sipil masih sulit diterapkan secara ideal, yang dikarenakan masih kentalnya unsur KKN dalam praktek-praktek kepegawaian, seperti kenaikan pangkat, pengiriman pejabat/pegawai dalam diklat, pengembangan karir pegawai, dan sebagainya.

10.3.3. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

Tujuan analisis Sumber Daya Manusia adalah untuk mengetahui permasalahan SDM bidang cipta karya yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi maupun keluaran produk RPI2-JM Bidang Cipta Karya.

Pengaruh pegawai yang profesional dan kompeten dalam pemerintahan daerah merupakan faktor yang paling penting dalam penentuan kapasitas suatu institusi pemerintah, disamping faktor-faktor kapasitas lain seperti : sistem, teknologi, informasi dan perangkat pendukung organisasi lainnya. Menurut Syahroni (2001) Kapasitas – dalam arti kapasitas instansi pemerintah – diartikan bukan merupakan sesuatu yang statis, melainkan harus ditempatkan di dalam suatu konteks yang dinamis dengan kondisi-kondisi kerangka (framework conditions) yang berubah.

Menurut pengertian di atas, kapasitas birokrasi pemerintahan daerah, harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan paradigma, sistem dan manajemen perencanaan pembangunan yang terjadi baik dalam lingkup global, nasional dan lokal. Dalam hal ini perubahan dan perkembangan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas suatu pemeintahan daerah, antara lain : UU No. 32 tentang pemerintahan daerah, UU No. 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan UU No. 43 tentang pokok-pokok kepegawaian, serta peraturan turunannya.

(18)

Permasalahan yang terjadi didalam manajemen sumber daya manusia

terutama di Bidang Cipta Karya diantaranya disebabkan oleh karena perubahan lingkungan strategik (politik, ekonomi, sosial, teknologi, dlll)

yang begitu cepatnya, organisasi harus mampu belajar untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan tersebut. Organisasi masa kini harus

berfungsi sebagai organisasi belajar, dan tugas organisasi untuk meningkatkan peluang belajar bagi karyawan. Persaingan dalam berbagai

aspek di masa kini dan masa depan bertumpu pada persaingan pengetahuan (knowledge based competition). Hanya melalui ‘knowledge

management yang baik organisasi akan sukses. Di samping menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan, organisasi harus pula

membangun sikap mental mau berbagi ilmu dan informasi (information & knowledge sharing). Karyawan harus membangun jaringan hubungan

sosial (social net-working) baik dengan sesama karyawan di dalam perusahaan, maupun dengan pihak stake-holder di luar perusahaan agar

akumulasi pengetahuan (knowledge building) dapat berjalan cepat dan dapat memberikan nilai tambah untuk peningkatan kualitas kerja, kualitas

produk dan kualitas pelayanan yang menguntungkan semua pihak (karyawan, pelangggan, dan stake holder lainnya).

Kondisi SDM aparatur kita pada umumnya belum memiliki kemauan yang besar untuk terus belajar. Akibatnya kapital intelektual yang dimiliki

mereka tidak berkembang. Akibatnya mereka hanya menggunakan paradigma lama di dalam bekerja. Paradigma lama ini sudah tidak sesuai

lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Bukti formal untuk mendukung asumsi ini adalah kecilnya proporsi SDM aparatur yang

berpendidikan di atas S-1. Penyebabnya antara lain kurang tersedianya kesempatan (karena memang tidak diciptakannya kesempatan) atau

rendahnya minat untuk menempuh pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi.

Salah satu bentuk adaptasi organisasi terhadap tuntutan perubahan lingkungan strategik adalah sebagai berikut: (1) Organisasi berubah visi,

(19)

organization menuju ‘cross-functional organization’, (3) Cara kerja

organisasi berubah dari kerja individual menjadi kerja tim (team based organization), (4) rancangan kerja organisasi berubah dari ‘task based’

menuju ‘process based’.

Untuk mengembangkan kualitas pengetahuan dan wawasan budaya kerja

baru, orientasi kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi harus berubah dari kepemimpinan yang bergaya ‘command and control’ kearah

kepemimpinan yang bergaya partisipatif. Kepemimpinan yang demikian akan membunuh kreatifitas dan inovasi. Kondisi demikian ini akan

menutup peluang berkembangnya pengetahuan baru yang dapat menambah nilai tambah organisasi bagi stake holders. Selain itu orientasi

kepemimpinan model lama, yang lebih terpusat pada ‘one person’, harus dirubah menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada ‘leadership from

everybody’. Untuk ini organisasi harus memberikan pemberdayaan yang besar pada semua lini kepemimpinan yang ada dalam organisasi.

10.3.4. Analisis SWOT Kelembagaan

Analisis SWOT Kelembagaan merupakan suatu metode perencanaan

strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats)

di bidang kelembagaan. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat

faktornya, kemudian menerapkannya dalam matriks SWOT. Berdasarkan penjabaran dari kondisi eksisting kelembagaan, serta

pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam analisis kelembagaan, maka diperlukan melakukan analisis SWOT kelembagaan bidang CK di yang

meliputi aspek organisasi, tata laksana dan sumber daya manusia.

Metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi

kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis.

Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT

(20)

penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan

mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

Perumusan strategi bidang kelembagaan berdasarkan Analisis SWOT diharapkan dapat menjadi acuan dalam rencana pengembangan

kelembagaan.

Tabel 10.2. : Matriks Analisis SWOT Kelembagaan

Faktor External Faktor

Internal

Peluang (O)

a. Stakeholder yang terlibat cukup banyak No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Strategi ST (Kuadran 2) Formal (dari pendidikan S-1 ke S-2)

(21)

10.4. Rencana Pengembangan Kelembagaan

Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya,

maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan

strategi pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan

kelembagaan di daerah.

10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian

Untuk merumuskan rencana pengembangan keorganisasian, dengan mengacu pada analisis SWOT, dilandaskan pada efektifitas dan efisiensi

yang akan tercipta dari penataan struktur organisasi dan tupoksinya.

Rencana pengembangan keorganisasian dilakukan dengan mengacu

pada analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi termasuk perumusan dan pengembangan jabatan struktural dan fungsional di

lingkungan Pemda, serta menyusun analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas

kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya.

Upaya mewujudkan restrukturisasi kelembagaan (organisasi pemerintah) yang terbaru dilakukan pemerintah adalah melalui Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang

Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah yang baru ini memuat pokok-pokok perubahan, antara lain (Deputi

Kelembagaan Menpan, 2007):

Dijelaskan mengenai bagaimana melakukan pengelompokkan

(regrouping) terhadap urusan-urusan pemerintahan untuk memberikan acuan bagi daerah dalam menerapkan prinsip pengelompokkan fungsi

(22)

Pengaturan sekaligus mengenai organisasi atau eselonering Rumah Sakit Daerah, mengingat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara tegas ditetapkan bahwa Rumah Sakit Daerah merupakan Lembaga Teknis Daerah (LTD); Pengaturan materi mengenai kemungkinan penerapan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum bagi

perangkat daerah; Diatur adanya jabatan Staf Ahli

Gubernur/Bupati/Walikota; Dapat dibentuknya lembaga lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Sekretariat Lembaga Non Struktural di daerah; Diatur mengenai mekanisme hubungan pengendalian antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi, antara Propinsi dengan Pemerintah maupun antara Kabupaten/Kota dengan Pemerintah.

Kemudian, agar landasan filosofi sebagaimana dijelaskan di atas dapat diimplementasikan secara tepat di daerah, maka dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah telah diatur perumpunan masing-masing urusan yang ada di daerah, yaitu mana urusan yang seharusnya diwadahi dalam lembaga dinas dan mana urusan yang seharusnya diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah (LTD). Perumpunan urusan tersebut dimaksudkan untuk mensinkronkan kegiatan yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pewadahan urusan yang harus ditangani.

Sementara itu, mengenai besaran setiap lembaga akan bergantung dan ditentukan dari kebijakan masing-masing daerah dalam menentukan analisis kebutuhan organisasi perangkat daerahnya. Penentuan besaran (magnitude) organisasi secara teoritis bergantung pada kebutuhan dan beban kerja yang harus diemban.

(23)

10.4.2. Rencana Pengembangan Tata Laksana

Untuk merumuskan rencana pengembangan tata laksana, dengan mengacu pada analisis SWOT sebelumnya, antara lain diperlukan evaluasi tata laksana, pengembangan standar dan operasi prosedur, serta pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi dilingkungan Pemerintah Daerah, khususnya dibidang Cipta Karya.

Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah-gunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan.

Penataan tata laksana dilakukan melalui serangkaian proses analisis dan perbaikan tatalaksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien dan terukur pada masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. • Target yang ingin dicapai melalui program ini antara lain adalah meningkatnya efisiensi dan efektivitas proses manajemen pemerintahan serta kinerja di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Pendekatan pertama adalah dengan cara mengkaji peta proses yang dikerjakan pada saat ini , kemudian masing-masing sub-proses tersebut dilihat kemungkinannya untuk dilakukan eliminasi , simplifikasi, integrasi , dan otomatisasi melalui pemanfaatan teknologi informasi yang ada. 2.

Pendekatan kedua adalah dengan melakukan perbandingan

(24)

10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

Untuk merumuskan rencana pengembangan Sumber Daya Manusia, dengan mengacu pada analisis SWOT, antara lain diperlukan perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Guna meningkatkan pelayanan kepegawaian, maka perencanaan pegawai hendaknya mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang Cipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat menjadi referensi dipaparkan pada tabel taabel berikut ini.

Tabel 10.3. : Pelatihan Bidang Cipta Karya

No. Jenis Pelatihan

1 Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan dan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

2 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara 3 Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan II

4 Traing of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan

5 Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan

6 Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit PBL

7 Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

8 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan 9 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Persuratan

10 Pembinaan Teknis Peningatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya

11 Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana

12 Pembinaan Tekis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara 13 Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN

14 Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai 15 Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai 16 Diklat Pejabat Satker (PIS)

(25)

Tabel 10.4. : Rangkuman Rencana Aksi Pengembangan Kapasitas Kelembagaan

Aspek Kelembagaan Strategi Rencana Aksi

Organisasi

Memperjelas Tugas Pokok dan Fungsi Sehingga tidak ada tumpang tindih Pelaksanaan fungsi dalam penyelenggaraan tugas dan kewenangan

Restrukturisasi Organisasi dimana seksi peruntukan dan pengendalian disesuaikan dengan tugas dan fungsi masing-masing dinas

Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan masing-masing bidang/unit baik dalam satu dinas maupun lintas dinas

Melakukan Rapat Koordinasi antar Dinas yang di fasilitasi oleh BKPRD

Tata Laksana

Penyusunan Standar Operasional Prosedural untuk memperjelas tata laksana kerja masing-masing Dinas

Penyusunan SOP oleh pemerintah setempat

SDM

Penambahan SDM terutama di Dinas terkait Bidang Cipta Karya

Melakukan Rekrutment khusunya di dinas yang menangani Bidang Cipta Karya

Peningkatan Indeks Kualitas SDM yang ada

Mengadakan pelatihan, dan Bimbingan terkait tugas pokok dan fungsi di dalam instansi

Gambar

Tabel 10.1. : Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya
Tabel 10.2. :
Tabel 10.3. : Pelatihan Bidang Cipta Karya
Tabel 10.4. : Rangkuman Rencana Aksi Pengembangan KapasitasKelembagaan

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar berdasarkan kronologis diatas, didapat kesimpulan bahwa adanya kelalaian dari pihak Mandiri Tunas Finance (MTF) selaku mitra dan kolektor berkas

Secara garis besar buku ini mengambil lingkup waktu sekitar masa Orde Baru berkuasa, penjelasan-penjelasan di bagian awal merupakan sumber tertulis yang cukup

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian, pola proses pembelajaran diklat perlindungan anak adalah sebagai berikut : Dilakukan pembinaan keakraban

Telah dilakukan interpretasi data penampang seismik 2D dan data sumur pemboran Area “X” Cekungan Jawa Timur untuk mengetahui litologi penyusun batuan, arah

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan pelanggan bengkel Monolith Autopaint and Body Repair Surabaya dan

Adanya peningkatan secara populasi tersebut mengindikasikan transfer daya tahan terhadap KHV antar populasi ikan mas rajadanu hasil seleksi dapat berjalan dengan

Sedangkan kedua dimensi yang cukup efektif menunjukkan bahwa hasil sesuai target secara umum terpenuhi namun tidak maksimal, sehingga dibutuhkan peningkatan lebih

Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa kemampuan DVR dengan kombinasi feed back dan feed forward kontroller PI mempunyai performa yang sama bagusnya dengan kontroller feed back PI