• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Menurut Undang-Undang Tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja dalam pasal 1 dikatakan bahwa karyawan adalah tenaga kerja yang melakukan pekerjaan dan memberikan hasil kerjanya kepada pengusaha yang mempekerjakannya, dimana hasil karyanya itu sesuai dengan profesi atau pekerjaan atas dasar keahlian sebagai mata pencariannya. Menurut Hariandja (2002) sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Sumber daya manusia memegang peranan penting bagi keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan, karena manusia merupakan aset hidup yang perlu diperhatikan secara khusus oleh perusahaan (Wahyuni dkk., 2018).

Dengan memberikan perhatian khusus pada karyawan, perusahaan dapat meningkatkan kualitas karyawannya dalam melaksanakan pekerjaan.

Perkembangan bisnis tambang batubara di Indonesia semakin lama semakin meningkat khususnya di kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Sektor tambang batubara merupakan salah satu Industri bisnis terbesar yang ada dikota ini. Selama ini, sekitar 60% sumber pendapatan kabupaten Berau masih mengandalkan sektor pertambangan batubara (Berau Post, 2019). Banyaknya perusahaan tambang batubara berbanding

(2)

lurus dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga membuat perusahaan tambang batubara memiliki banyak sumber daya manusia yang bekerja di perusahaannya.

Dalam dunia perindustrian, terutama tambang batubara ada banyak aspek permasalahan yang terjadi, salah satunya adalah kecelakaan kerja.

Menurut (Hadiguna, 2015) pada dasarnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia, yaitu tindakan tidak aman dari manusia seperti bekerja tidak sesuai SOP dan kurang terampilnya pekerja itu sendiri. Sedangkan faktor lingkungan, yaitu keadaan tidak aman dari lingkungan kerja yang menyangkut antara lain peralatan atau mesin-mesin yang tidak layak pakai dan cuaca serta lokasi kerja yang berisiko tinggi

Markkanen (2004) berpendapat bahwa salah satu sektor yang memiliki risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja paling tinggi dapat dijumpai di pertambangan. Kemudian, data dari U.S. Bureau of Labour Source tahun 2007 menunjukkan bahwa diantara 10 industri,

pertambangan menempati posisi kedua sebagai industri yang memiliki angka kecelakaan karyawan yang paling tin ggi. Menurut International Labour Organization (ILO) rata-rata pertahun terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja dan 70% diantaranya berakibat fatal, yaitu kematian dan cacat seumur hidup. Rata-rata pertahun total kerugian mencapai Rp. 280 triliun.

(3)

Data dari Depnakertrans pada trimester pertama tahun 2007 mencatat terjadinya 37.845 kejadian kecelakaan kerja di Indonesia.

Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral memiliki data berdasarkan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara tahun 2019, terjadi 157 kecelakaan kerja di industri pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Yang di kategorisasikan kedalam 28 kecelakaan ringan, 105 kecelakaan berat dan 24 kecelakaan yang berakibat meninggal dunia.

Sebagai profesi yang memiliki risiko bahaya yang tinggi di lingkungan kerjanya, pekerja tambang rentan mengalami tekanan atau stres karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan (Rini, 2002). Data menunjukkan bahwa di antara 30 jenis profesi, karyawan tambang merupakan profesi yang memiliki tingkat stres paling tinggi (Haslam, 2004). Menurut Robbins (2006) mengatakan stres kerja sebagai kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting.

Widyasari (dalam Lady dkk., 2017) mengatakan stres kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal,

(4)

sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan. Sopiah (2008) mengatakan bahwa stres kerja dapat dilihat pada tiga aspek, yaitu: (1) aspek fisik dapat dilihat dari munculnya gangguan terhadap fisik, seperti penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit lainnya. (2) aspek psikis dapat dilihat dari beberapa gejala, seperti depresi, kelelahan, dan ketidakpuasan kerja. (3) aspek perilaku dapat dilihat dari munculnya perilaku yang berpotensi meningkatkan potensi kerawanan di tempat kerja.

Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam Tampi (2015) lebih dari setengah pekerja di Amerika melihat stres kerja sebagai permasalahan besar dalam kehidupan mereka.

The American Institute of Stress memperkirakan bahwa stres dan penyakit

yang disebabkan oleh stres membuat dunia usaha di Amerika mengalami kerugian sebesar 300 miliar dolar per tahun. Kerugian ini diakibatkan oleh banyaknya jumlah jam kerja yang terbuang akibat absensi karyawan, turnover, dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai jaminan

kesehatan para karyawannya. Komunitas di Eropa juga secara resmi menyatakan bahwa stres merupakan permasalahan kesehatan yang terkait dengan pekerjaan terbesar kedua yang dihadapi oleh para pekerja di Eropa (Dwi & Lataruva, 2011).

Peneliti melakukan wawancara pada hari kamis 23 Desember 2021 pada 10 pekerja tambang batubara di kabupaten Berau. Hasil wawancara tersebut menunjukkan 7 dari 10 karyawan mengalami gejala stres kerja yang sedang. Hal tersebut dapat terlihat pada aspek Fisik, 7 pekerja

(5)

mengatakan mengalami kelelahan secara fisik, sakit kepala dan gangguan tidur ketika bekerja pada shift malam. Pada aspek psikis, 7 pekerja tersebut merasakan kebosanan, ketidakpuasan kerja dan kurang bersemangat. Dan pada aspek Perilaku, 7 pekerja tersebut megalami penurunan kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman.

Berdasarkan hasil wawancara diatas maka dapat disimpulkan stres kerja dari 10 pekerja tambang batubara yang di wawancarai 7 diantaranya terindikasi memiliki stres kerja yang sedang.

Stres kerja memiliki berbagai pengaruh, berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Jimstark (2007) diperoleh hasil adanya hubungan negatif antara persepsi karyawan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja dengan stres kerja. Hal tersebut dikarenakan menurut Anoraga (2014) Stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungan kerja yang dirasakan mengakibatkan dirinya terancam. Sehingga semakin rendah stres kerja pada karyawan maka semakin positif persepsi karyawan terhadap penerapan keselamatan dan kesehatan kerja, begitupula sebaliknya.

Selain itu, berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Gaffar (2012) diperoleh hasil bahwa stres individu berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut dikarenakan menurut Sasono (dalam Gaffar, 2012) stres mempunyai dampak positif dan negatif.

Dampak positif stres pada tingkat rendah sampai pada tingkat moderat

(6)

bersifat fungsional dalam arti berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja karyawan. Sedangkan pada dampak negatif stres tingkat yang tinggi adalah penurunan pada kinerja karyawan yang drastis. Sehingga semakin rendah stres kerja pada individu maka semakin tinggi kinerja karyawan, begitu sebaliknya. Berdasarkan penelitian tersebut, maka jika karyawan memiliki tingkat stres kerja yang tinggi maka karyawan akan memiliki kinerja dan persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang rendah.

Berdasarkan pendapat Hurrel dkk (dalam Munandar, 2012) menyimpulkan faktor-faktor di pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan kedalam lima kategori besar, yaitu faktor intrinsik pekerjaan, peran individu dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, struktur dan iklim organisasi. Didalam faktor intrinsik pekerjaan terdapat tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik mencakup bising, getaran dan hygiene sedangkan tuntutan tugas mencakup kerja shift, beban kerja dan paparan terhadap risiko dan bahaya.

Faktor yang dipilih sebagai faktor yang mempengaruhi stres kerja pada penelitian ini adalah faktor tuntutan tugas (paparan terhadap risiko dan bahaya) yang berfokus pada bagaimana karyawan melihat paparan terhadap risiko dan bahaya yang ada dilingkungan kerjanya dengan mempersepsikan program keselamatan dan kesehatan kerja yang ada diperusahaan. Persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dipilih sebagai faktor yang mempengaruhi stres kerja karena menurut Budiono

(7)

(2003) Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bertujuan menciptakan budaya K3 ditempat kerja dengan perusahaan, kondisi, dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (stres kerja).

Indrawijaya (2000) menyatakan bahwa persepsi merupakan dimana manusia dalam mengorganisasikan, menafsirkan, dan memberi arti kepada suatu rangsangan selalu menggunakan inderanya, yaitu melalui mendengar, melihat, merasa, meraba, dan mencium, yang dapat terjadi terpisah-pisah atau serentak. Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. Anoraga (2014) mengatakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu usaha untuk menciptakan lingkungan kerja dan pengadaan sarana-sarana kerja yang dapat menjamin keselamatan serta kesehatan para pekerja. Anoraga (2014) Mendeskripsikan aspek-aspek Keselamatan dan kesehatan kerja diantaranya lingkungan kerja, alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan.

Menurut Anoraga (2014) stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Munandar (2012) mengatakan dalam berbagai kajian

(8)

menunjukkan bahwa para pekerja melihat risiko dan bahaya berkaitan dengan pekerjaan sebagai sumber stres. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit kerja tersebut tergantung dari jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan, tata ruang dan lingkungan bangunan serta kualitas manejemen dan tenaga-tenaga pelaksana (Simanjuntak, 2003).

Risiko dan bahaya berkaitan dengan banyak jabatan yang tidak dapat diubah, tetapi persepsi karyawan terhadap risiko dapat dikurangi melalui pelatihan dan pendidikan (Munandar, 2012). Selain melalui pelatihan dan pendidikan karyawan, persepsi karyawan terhadap risiko dan bahaya juga dapat dikurangi dengan menyediakan program keselamatan dan kesehatan kerja. Infantio dan Gordon (dalam Asih dkk., 2018) mengemukakan bahwa pegawai yang mempunyai persepsi positif terhadap penyelianya akan merasa puas dengan kata lain, tingkat stres kerjanya juga akan menjadi rendah, semakin tinggi peran persepsi positif maka stres kerjanya menjadi semakin rendah. Menurut Marliani (dalam Asih dkk., 2018) salah satu faktor yang dapat menyebabkan stres kerja adalah kondisi lingkungan kerja fisik seperti suhu yang terlalu panas atau dingin, terlalu sesak, bising, kurang cahaya, dan lainnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Suara bising seperti suara mesin pabrik bisa memberikan andil yang besar terhadap munculnya stress kerja, karena beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibandingankan dengan karyawan lain.

(9)

Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu apakah ada hubungan antara persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan stres kerja pada karyawan tambang batubara di kabupaten Berau?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan stres kerja pada karyawan tambang batubara di kabupaten Berau.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu psikologi, khususnya ilmu psikologi industri dan organisasi, serta memperkaya kepustakaan yang sudah ada sebelumnya dengan mengungkap lebih jauh tentang persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang berhubungan dengan stres kerja karyawan.

2. Manfaat praktis

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai gambaran agar perusahaan dapat membentuk keselamatan dan kesehatan kerja yang baik dan dapat diterima karyawan agar tidak tercipta stres kerja pada karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

2. Kongres Pemuda Kedua adalah kongres pergerakan pemuda Indonesia yang melahirkan keputusan yang memuat ikrar untuk mewujudkan cita-cita berdirinya negara Indonesia, yang

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Merupakan training program efikasi diri yang dibuat secara terstruktur pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialsis untuk meningkatkan