commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Pada era reformasi pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai
otonomi daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian
direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Landasan hukum dikeluarkannya
undang-undang tersebut adalah TAP MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang
penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia. Seiring dengan perkembangan
keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah maka
terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menjelaskan bahwa otonomi daerah
merupakan suatu hak, wewenang, dan kewajiban dari masing-masing daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Konsekuensi dari pemberian wewenang tersebut adalah masing-masing
commit to user
Daerah (LPPD) kepada pemerintah pusat. LPPD mencakup penyelenggaraan
urusan desentralisasi, tugas pembantuan dan tugas umum pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan. Urusan
wajib adalah urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar masyarakat.
Sedangkan urusan pemerintahan kabupaten atau kota yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan
daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, isi dari LPPD pemda kabupaten/kota
sangat tergantung dengan urusan yang menjadi tanggung jawabnya dan
karakteristik dari masing-masing pemda.
Lebih lanjut untuk mengevaluasi pelayanan publik yang dilaksanakan oleh
pemda maka diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Peraturan tersebut menyebutkan
bahwa salah satu evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah berupa
Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD).
Hasil dari EKPPD tersebut berupa laporan hasil evaluasi pemeringkatan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Laporan hasil evaluasi
pemeringkatan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dikeluarkan pertama
kali oleh Kementrian Dalam Negeri tahun 2009 atas LPPD tahun anggaran 2007.
Laporan pemeringkatan kinerja terbaru yang diterbitkan oleh Kementrian Dalam
Negeri sampai dengan pelaksanaan penelitian ini adalah laporan pemeringkatan
kinerja untuk LPPD tahun anggaran 2012 yang dituangkan melalui Keputusan
commit to user
dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun
2012.
Pemda dalam melayani masyarakat melakukan pengelolaan atas keuangan
daerah. Dalam rangka mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan
transparan maka dilakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah
(LKPD) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komponen-komponen dalam
LKPD menjadi obyek pemeriksaan bagi BPK setiap tahunnya. Pemeriksaan atas
LKPD tersebut meliputi antara lain pemeriksaan atas pengendalian internal dan
kepatuhan terhadap undang-undang.
Tabel 1.1 menampilkan peringkat lima tertinggi dan lima terendah pencapaian
skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/ kota untuk tahun
2012 serta realisasi pendapatan dan jumlah temuan atas pemeriksaan BPK tahun
anggaran 2012.
Tabel I.1
Skor Pencapaian Kinerja, Realisasi Pendapatan, dan Jumlah Temuan BPK pada 10 Kabupaten/Kota Tahun 2012
No. Nama Pemerintah Daerah
Realisasi Pendapatan
(%)
Jumlah temuan BPK
Skor kinerja
1. Kab. Kulonprogo 113,89 23 3,3465
2. Kota Semarang 111,21 40 3,2950
3. Kab. Gowa 103,30 12 3,2897
4. Kab. Jepara 102,63 12 3,2739
5. Kab. Pasaman 107,71 36 3,2618
6. Kab. Halmahera Selatan 93,60 61 0,6040
7. Kab. Konawe 238,30 41 0,5748
8. Kab. Ende 100,28 18 0,5291
9. Kab. Buton Utara 99,62 16 0,4536
10. Kab. Konawe Selatan 102,82 22 0,1656
commit to user
Tabel 1.1 menunjukkan capaian realisasi pendapatan untuk 10 kota dan
kabupaten tahun 2012 yang rata-rata melebihi 100%. Dari tabel tersebut diketahui
bahwa Kabupaten Kulonprogo memiliki capaian realisasi pendapatan sebesar
113,89%. Hal ini menjadi menarik ketika Kabupaten Konawe dengan capaian
realisasi pendapatan yang mencapai 238,30% ternyata berada di posisi ke empat
terbawah untuk skor kinerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa pada kenyataannya
pengukuran kinerja yang dilakukan terhadap pemerintah kabupaten dan kota tidak
selalu memperhatikan pencapaian target sasaran yang telah dianggarkan
sebelumnya, namun ada faktor lain yang menentukan. Lebih lanjut dari jumlah
temuan BPK atas LKPD juga menampilkan angka yang bervariasi. Kabupaten
Kulonprogo sebagai pemuncak skor kinerja memiliki jumlah temuan sebanyak 23
kasus, tidak lebih baik dari Kabupaten Buton Utara yang berada di peringkat kedua
terbawah dengan jumlah temuan sebanyak 16 kasus.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Mustikarini dan
Fitriasari (2012) yang berhasil membuktikan bahwa karakterististik suatu pemda
dan temuan audit BPK memiliki pengaruh terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota untuk tahun anggaran 2007. Mustikarini dan
Fitriasari (2012) melakukan penelitian dengan mengaitkan antara karakteristik
pemda kabupaten/kota dan temuan audit BPK dengan kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang berdasarkan hasil EKPPD untuk tahun
2007. Karakteristik pemda yang dimaksud yaitu ukuran pemda, tingkat kekayaan
commit to user
daerah. Variabel dependen berupa kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang diproksikan dengan skor EKPPD yang diambil dari LPPD.
Penulis belum banyak menemukan penelitian di Indonesia yang meneliti
pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan BPK terhadap skor EKPPD
pemda. Penelitian sejenis dilakukan oleh Sudarsana dkk. (2013). Penelitian
Arifianti dkk. (2013) meneliti pengaruh pemeriksaan dan pengawasan keuangan
daerah terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian tersebut
menggunakan skor EKPPD sebagai ukuran kinerja penyelenggara pemerintah
daerah. Penelitian oleh Sumarjo (2010) serta Marfiana dan Kurniasih (2013) terkait
pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda.
Penelitian ini berbeda dari penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2012) yaitu
dalam hal pengujian karakteristik yang lain dari suatu pemerintah daerah dalam
hubungannya dengan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah yaitu dari segi
umur administratif pemda dan belanja modal daerah. Penelitian ini juga menguji
pengaruh temuan kelemahan sistem pengendalian internal pemda oleh BPK
terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin menguji “Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah dan Temuan Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap
Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
Tahun Anggaran 2012”.
1.2 Masalah Penelitian
Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan pilihan
masing-commit to user
masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing daerah.
Pengawasan terhadap akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan keuangan negara
dilaksanakan oleh BPK melalui pemeriksaan keuangan Negara yang dilaksanakan
rutin setiap tahun.
Penelitian di Indonesia belum banyak membahas mengenai pengaruh
karakteristik pemda dan temuan BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dinilai oleh kemendagri. Variabel independen yang
digunakan dalam penelitian Mustikarini dan Fitriasari (2013) yang menjadi acuan
penelitian ini menjelaskan 9,4% variabel independen.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti bermaksud untuk menguji pengaruh
karakteristik pemda dan temuan audit BPK terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah umur administratif pemda kota berpengaruh positif terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
2. Apakah tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
3. Apakah belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota?
4. Apakah temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian internal berpengaruh
commit to user
5. Apakah temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
kabupaten/kota?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk membuktikan secara empiris bahwa:
1. Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
3. Belanja modal berpengaruh positif terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
4. Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal berpengaruh
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
5. Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang berpengaruh
negatif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota?
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Memberikan bukti empiris bahwa karakteristik pemda dan temuan audit BPK
berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Bagi akademisi sebagai bahan referensi dan data tambahan lain untuk penelitian
commit to user
3. Bagi pemda penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penyediaan data capaian
kinerja pada tataran pengambil kebijakan daerah dan tataran pelaksana
commit to user
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1Tinjauan Pustaka
Teori dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini telah penulis
rangkum dalam bagian ini. Teori dan informasi yang menjadi dasar identifikasi,
penjelasan dan pembahasan masalah dalam penelitian ini penulis sajikan sebagai
berikut.
1. Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan
hubungan antara kepentingan pemilik (prinsipal) dengan kepentingan manajer
(agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik untuk melakukan beberapa
jenis pekerjaan sesuai kehendak pemilik. Prinsipal berharap manajer, yang
dikompensasi untuk melakukan pekerjaan tertentu, untuk menjalankan dan
mengendalikan organisasi, melindungi kepentingan pemilik, dan bertindak secara
bertanggung jawab sebagai pengelola. Berdasarkan pengertian tersebut,
karakteristik utama hubungan keagenan terletak pada kontrak pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab dari prinsipal kepada agen. Salah satu pihak
(prinsipal) membuat kontrak dengan pihak lain (agen) dengan harapan bahwa agen
akan melakukan pekerjaan sesuai dengan kehendak prinsipal.
Menurut Carr & Brower (2000) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa
model keagenan yang sederhana mengasumsikan dua pilihan dalam kontrak: (1)
outcome-commit to user
based, yaitu adanya insentif yang memotivasi agen untuk mencapai kepentingan
prinsipal.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, penyelenggara
pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas kepala daerah
dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Berbeda dengan penyelenggaraan
pemerintahan di pusat yang terdiri atas lembaga eksekutif, legislatif, dan
yudikatif. Selanjutnya, dinyatakan bahwa bupati dan walikota dipilih oleh rakyat.
Mekanisme pemilihan ini menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari rakyat
kepada bupati dan walikota. Fakta adanya pemberian otoritas eksekutif dan
pelimpahan wewenang kepada bupati dan walikota menunjukkan bahwa bupati dan
walikota berperan sebagai agen dan rakyat merupakan prinsipal dalam rerangka
hubungan keagenan.
DPRD berperan sebagai mitra kerja bupati dan walikota yang berperan dalam
fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi. Selanjutnya, dinyatakan bahwa
anggota DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung. Ketentuan ini menyiratkan
bahwa DPRD merupakan representasi rakyat dalam struktur pengambilan
keputusan formal oleh pemda. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut DPRD
mempunyai karakterisrik representatif yang bertugas melakukan monitoring. Oleh
karena itu, DPRD dapat dianggap setara dengan board dalam governance
berdasarkan konsep keagenan.
Berdasar teori keagenan tersebut maka pengelolaan pemda harus diawasi dan
dievaluasi untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh
commit to user
2. Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa salah satu evaluasi
penyelenggaraan Pemerintahan daerah adalah berupa Evaluasi Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EKPPD). EKPPD adalah suatu proses
pengumpulan dan analisis data secara sistematis terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tatacara
Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menjelaskan
bahwa EKPPD merupakan sistem pengukuran dengan menggunakan Indeks
Kinerja Kunci (IKK) dalam penilaian yang terintegrasi dengan penilaian mandiri
oleh pemerintahan daerah dengan penilaian yang dilakukan oleh Tim Daerah dan
Tim Nasional EPPD. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008, IKK
adalah indikator kinerja utama yang mencerminkan keberhasilan penyelenggaraan
suatu urusan pemerintahan.
Terkait penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten
dan kota serta mengingat bahwa urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan
pilihan dimana urusan pilihan sangat tergantung dan disesuaikan dengan kekhasan
masing-masing daerah, maka pencapaian hasil kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu mempertimbangkan karakteristik dari masing-masing
commit to user
3. Karakteristik Pemerintah DaerahMenurut Poerwadarminta (2006) dalam Suhardjanto dan Yulianingtyas
(2011), karakteristik adalah ciri-ciri khusus yang mempunyai sifat khas atau
kekhususan sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan antara sesuatu
dengan sesuatu yang lain.
Hampir semua organisasi seperti pemda memiliki karakteristik tertentu,
misalnya kewenangan untuk melakukan kegiatan publik, kemampuan untuk
membuat kontrak dengan pihak ketiga, hak untuk menuntut dan dituntut, dan
kemampuan untuk mengumpulkan pajak serta menentukan anggaran. Area
kewenangan pemda biasanya termasuk sekolah umum, jalan raya lokal, layanan
kota, dan beberapa aspek kesejahteraan sosial dan ketertiban umum.
Penelitian Patrick (2007), menjelaskan karakteristik Pemda Pennsylvania,
dengan membagi karakteristik ke dalam tiga kelompok. Pertama, budaya organisasi
yang menggunakan proksi kecenderungan pemda dan tanggapan terhadap
konstituen. Kedua, struktur organisasi, dengan menggunakan proksi spesialisasi
pekerjaan, diferensiasi fungsional, administrative intensity, ketersediaan slack
resource, dan ukuran organisasi. Ketiga, lingkungan eksternal, dengan
menggunakan proksi pembiayaan utang dan intergovernmental revenue.
Suhardjanto (2011) memodifikasi model karakteristik pemda oleh Patrick
(2007) tersebut dengan ukuran daerah, jumlah SKPD, status daerah, lokasi pemda,
dan jumlah anggota DPRD untuk menguji tingkat kepatuhan pengungkapan wajib
commit to user
Lesmana (2010) meneliti pengaruh enam karakteristik pemda, yaitu ukuran
pemda, kewajiban, pendapatan transfer, umur pemda, jumlah satuan kerja
perangkat daerah, dan rasio kemandirian keuangan pemda. Liestiani (2008) juga
menggunakan karakteristik pemda sebagai salah satu variabel dalam penelitiannya
dengan memproksikan kota dan kabupaten yang mendiskripsikan tipe dari pemda.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka penelitian ini menjelaskan karakteristik
pemda dengan menggunakan umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah,
dan belanja modal.
1)Umur administratif pemda
Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi
aktif sejak terbentuknya (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Indonesia adalah
sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah
provinsi itu dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah Kota. Setiap daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang
diatur dengan undang-undang. Tahun dikeluarkannya undang-undang mengenai
pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur administratif suatu pemda.
2)Tingkat kekayaan daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pendapatan daerah adalah
semua hak daerah yang diakui sebagai penambah atas nilai kekayaan bersih dalam
periode anggaran tertentu. Pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana
perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu
pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah. Sebagai daerah otonom
commit to user
menuai hasil dari sumber daya yang dimiliki oleh daerah masing-masing dan diakui
sebagai pendapatan asli daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain PAD yang sah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan agar daerah tersebut
mampu memberikan pelayanan dan kesejahteraan kepada rakyat di daerahnya.
3)Belanja modal
Pengertian belanja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 menjelaskan bahwa belanja
modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya
yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) mengkategorikan belanja modal ke dalam lima kategori utama,
yaitu: (1) belanja modal tanah; (2) belanja modal peralatan dan mesin; (3) belanja
modal gedung dan bangunan; (4) belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan; dan (5)
belanja modal fisik lainnya.
4. Temuan Audit BPK
Untuk melaksanakan amanat UUD 1945 dan ketentuan di dalam paket tiga
undang-undang bidang keuangan negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun
commit to user
Indonesia (BPK) melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Jenis pemeriksaan dibagi berdasarkan pembagian sebagai
berikut:
1) Pemeriksaan Keuangan;
2) Pemeriksaan Kinerja; dan
3) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) yang
bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) bahwa
LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi
komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK
pemerintah pusat dan pemda, serta badan lainnya termasuk BUMN.
Dalam pemeriksaan keuangan, pemeriksa mengungkap temuan
ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Kelompok temuan yang
juga dapat diungkap dalam pemeriksaan keuangan adalah temuan kelemahan sistem
pengendalian internal.
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan
menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem
pengendalian intern sebagai berikut.
1) Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan mengungkap
commit to user
pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi keandalan pelaporan keuangan
dan pengamanan atas aset.
2) Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja mengungkap kelemahan pengendalian terkait dengan pemungutan
dan penyetoran penerimaan negara/daerah serta pelaksanaan program/kegiatan
pada entitas yang diperiksa dan dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan kegiatan serta membuka peluang terjadinya ketidakpatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan.
3) Temuan kelemahan struktur pengendalian intern mengungkap kelemahan yang
terkait dengan ada/tidak adanya struktur pengendalian intern atau efektivitas
struktur pengendalian intern yang ada dalam entitas yang diperiksa dan
berpengaruh terhadap efektivitas sistem pengendalian intern secara
keseluruhan.
2.2Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Kerangka teoritis merupakan pondasi dari hypothetico-deductive research
yang menjadi landasan hipotesis yang akan dikembangkan (Sekaran dan Bougie,
2013). Penelitian ini mencoba untuk membuktikan secara empiris pengaruh
karakteristik pemda (umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan
belanja modal) dan temuan audit BPK (temuan kelemahan SPI dan temuan
ketidakpatuhan terhadap undang-undang) terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Untuk
commit to user
pemda dan temuan audit BPK terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah mealui hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Pengaruh umur administratif pemda terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Lesmana (2010) dalam penelitiannya menggunakan variabel umur
administratif pemda dalam dimensi karakteristik pemda untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan. Pemda yang
lebih lama mengelola sendiri urusan pemerintahannnya akan lebih patuh dalam
pengungkapan wajib laporan keuangan pemda. Daerah yang lebih lama
diundang-undangkan sebagai daerah administratif yang mandiri akan lebih berpengalaman
dan akan memiliki proses administrasi dan pencatatan yang lebih baik. Sesuai
dengan hal tersebut, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut.
H1: Umur administratif pemda berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
2. Pengaruh tingkat kekayaan daerah terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Penelitian oleh Sumarjo (2010) serta Marfiana dan Kurniasih (2013) terkait
pengaruh karakteristik pemda dan kinerja keuangan pemda memberikan hasil yang
berbeda pada variabel tingkat kekayaan pemda yaitu dari hasil penelitian
membuktikan bahwa variabel tingkat kekayaan pemda tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja keuangan daerah. Jumlah dan kenaikan kontribusi PAD akan
sangat berperan dalam kemandirian pemda yang dapat dikatakan sebagai kinerja
commit to user
dan Sudarsana (2013) yang menemukan bahwa pendapatan Pemda berpengaruh
positif terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, hipotesis pada penelitian ini adalah:
H2: Tingkat kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
3. Pengaruh belanja modal terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota.
Belanja modal diperlukan dalam rangka mendukung pemenuhan pelayanan
terhadap masyarakat. Belanja modal Pemda biasa yang digunakan untuk
pembangunan infrastruktur dan peningkatan layanan publik. Belanja modal pemda
juga bias digunakan dalam rangka mendukung kinerja aparatur Negara.
Hasil penelitian dari beberpa penelitian terdahulu mengenai pengaruh belanja
modal terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah masih belum
memberikan hasil yang konsisten. Penelitian Sudarsono (2013) menemukan bahwa
belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia. Kemudian penelitian oleh Nugroho dan Rohman
(2012) yang menyimpulkan belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja keuangan.
Lebih lanjut, penelitian Onakoya dan Somoye (2013) menunjukkan bahwa
bagaimanapun belanja modal publik secara tidak langsung meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dengan mendorong investasi sektor swasta untuk
memfasilitasi peran pemerintah dalam penyediaan barang publik di Nigeria.
commit to user
investasi modal pemerintah dalam bidang infrastruktur bisa menjadi solusi dalam
kondisi depresi ekonomi. Maka dengan melihat landasan teori dan beberapa
penelitian yang sudah dilakukan maka hipotesis mengenai belanja modal terhadap
kinerja pemerintah adalah sebagai berikut.
H3: Belanja modal berpengaruh positif terhadap skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
4. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal
terhadap skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Ramandei (2009) menyebutkan bahwa pelaksanaan evaluasi anggaran dan
umpan balik yang diperoleh diharapkan menjadi bahan penilaian terhadap
keefektifan sistem pengendalian intern, sehingga semakin efektif sistem
pengendalian intern, maka semakin meningkat pula kinerjanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Muraleetharan (2011) menyatakan bahwa
dengan adanya sistem pengendalian intern yang efektif, maka kinerja yang
dihasilkan akan semakin tinggi.
Semakin banyak temuan atas kelemahan SPI dalam suatu pemda maka akan
semakin menurun kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut. Maka
hipotesis keempat penelitian ini adalah sebagai berikut.
H4: Temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian internal
berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota
5. Pengaruh temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap skor kinerja
commit to user
Temuan kepatuhan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK
terhadap laporan keuangan Pemda atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah
terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Semakin banyak
pelanggaran yang dilakukan oleh pemda menggambarkan semakin buruknya tata
kelola pemda tersebut. Dengan kata lain, semakin tinggi angka temuan audit, maka
seharusnya menunjukkan semakin rendahnya kinerja suatu Pemda.
Hasil penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) membuktikan bahwa
temuan audit berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Penelitian Zirman dan Rozi (2010) juga
menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang kuat antara kepatuhan pada peraturan
perundangan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian Tobirin
(2008) menjelaskan bahwa selama ini penilaian kinerja aparat birokrasi tidak
berbasis kinerja, tetapi hanya berbasis pada kepatuhan. Dengan demikian, hipotesis
terakhir penelitian ini adalah:
H5: Temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota
Diagram skematis digunakan untuk memvisualisasikan hubungan
antarkonsep dalam penelitian ini. Gambar II.1 berikut merupakan diagram skematis
commit to user
Gambar II.1Diagram Skematis untuk Kerangka Teoritis
H1 (+)
Variabel Independen
Variabel Dependen
Umur administratif pemda
Tingkat kekayaan pemda Karakteristik Pemda
Jumlah temuan atas kelemahan SPI Jumlah temuan atas kepatuhan terhadap
undang-undang Temuan BPK
Belanja modal Skor Kinerja
penyelenggaraan pemerintahan
daerah
H2 (+)
H3 (+)
H4 (-)
commit to user
22 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan awal untuk pengumpulan,
pengukuran, dan analisis data, berdasarkan pertanyaan penelitian (Sekaran dan
Bougie, 2013). Penelitian ini merupakan penelitian pengujian hipotesis yang
menguji pengaruh umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, belanja
modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap pengungkapan
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Penelitian ini merupakan penelitian
cross section karena menggunakan data satu tahun anggaran saja yaitu tahun
anggaran 2012.
3.2Populasi, Sampel Penelitian, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, peristiwa, atau hal-hal
yang menarik bagi peneliti ingin menyelidiki (Sekaran dan Bougie, 2013). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia yang
telah dinilai kinerja pemerintahannya oleh Kementrian Dalam Negeri pada tahun
anggaran 2012.
Setelah populasi ditentukan, maka selanjutnya adalah menentukan kerangka
sampel (sample frame). Kerangka sampel (sample frame) adalah sebuah
representasi dari seluruh populasi dimana sampel digambarkan (Sekaran dan
Bougie, 2013). Kerangka sampel dalam penelitian ini mengambil dari nama-nama
commit to user
dan kota tahun 2012 yang tercantum dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014
tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Secara Nasional Tahun 2012. Sekaran dan Bougie (2013) menjelaskan
bahwa sampel adalah bagian dari populasi. Desain pengambilan sampel (sampling
design) terbagi dalam dua tipe utama, yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling (Sekaran dan Bougie, 2013). Dalam probability sampling,
besarnya peluang elemen untuk terpilih menjadi subjek diketahui, sedangkan pada
nonprobability sampling besarnya peluang elemen untuk terpilih menjadi subjek
tidak diketahui. Penelitian ini menggunakan desain nonprobability sampling yaitu
purposive sampling.
Purposive sampling adalah jenis desain nonprobabililty sampling yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan
kriteris sampel berupa pemda kabupaten/kota yang memiliki opini laporan
keuangan wajar tanpa pengecualian dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelas untuk tahun anggaran 2012. Alasan utama penulis mengambil sampel
kabupaten/kota dengan kriteria tersebut adalah penulis menggunakan data
keuangan yang disajikan pada laporan keuangan pemda, sehingga penulis lebih
meyakini penyajian data keuangan pemda yang telah mendapat opini wajar tanpa
pengecualian dan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas dari BPK.
3.3Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder. Sekaran dan Bougie
(2013) menjelaskan bahwa data sekunder merupakan informasi yang dikumpulkan
commit to user
kabupaten/kota di Indonesia untuk tahun anggaran 2012 yang telah diaudit oleh
BPK, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK tahun 2013, serta data
mengenai pemerintah daerah dan skor kinerja yang diakses melalui situs resmi
Kementrian Dalam Negeri yaitu www.kemendagri.go.id. Data LKPD berisi laporan
neraca yang berisi informasi data berupa jumlah aset yang dimiliki pemda, laporan
realisasi anggaran (LRA) yang memuat jumlah pendapatan asli daerah dan belanja
modal. IHPS memuat informasi mengenai hasil pemeriksaan BPK dalam periode
per semester dan di dalamnya terdapat informasi mengenai temuan hasil
pemeriksaan BPK.
Tabel III.1 Sumber Data
No. Data Sumber
1. Laporan Keuangan Pemerintah Kota dan
Kabupaten BPK-RI
2. 3.
IHPS I dan II
Data Skor Kinerja Pemerintah Daerah
BPK-RI
Situs Web Kemendagri 4. Data Profil Pemerintah Daerah Situs Web Kemendagri
3.4Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional merupakan pembangunan pengertian atau pemahaman
dalam suatu istilah yang terukur dengan mengurangi tingkat abstraksinya melalui
penggambaran dimensi dan elemen (Sekaran dan Bougie, 2013). Pengertian dan
pengukuran variabel dependen dan independen dalam penelitian ini adlaah sebagai
berikut.
1. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu skor kinerja penyelenggaraan
commit to user
daerah kabupaten/kota yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri
No. 121-251 tahun 2014 tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Secara Nasional Tahun 2014 berdasarkan
hasil evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah terhadap LPPD
tahun 2012 tingkat nasional dengan rentang nilai 0-4.
2. Variabel Independen
Variabel independen menurut Sekaran dan Bougie (2013) merupakan salah
satu yang mempengaruhi variabel dependen dengan cara positif maupun negatif.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah status daerah, kekayaan daerah,
belanja modal, temuan pemeriksaan atas kelemahan sistem pengendalian intern,
dan temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang. Penjelasan dan
pengukuran dari masing-masing variabel independen tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Variabel umur administratif daerah (AGE).
Umur suatu organisasi bisa diartikan sebagai berapa lama suatu organisasi
aktif sejak terbentuknya (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Tahun dikeluarkannya
undang-undang mengenai pembentukan suatu pemda menjadi ukuran umur
administratif suatu pemda. Sesuai dengan penelitian Lesmana (2010) serta
Setyaningrum dan Syafitri (2012), variabel umur administratif pemda pada
penelitian ini diukur dengan menggunakan dasar umur pemda berdasarkan
undang-undang pembentukannya dalam satuan tahun.
AGE = Umur Administratif Pemda Berdasarkan Undang-Undang
commit to user
2) Variabel tingkat kekayaan daerah (WEALTH).Penelitian Mustikarini dan Fitriasasi (2012) menggunakan PAD
dibandingkan dengan total pendapatan sebagai proksi pengukuran tingkat
kekayaan daerah. PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari
sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tingkat kekayaan
daerah bisa dilihat dari berap banyak pendapatan asli daerah tersebut terhadap total
pendapatannya. Maka pada penelitian ini variabel tingkat kekayaan daerah
menggunakan formula sebagai berikut.
WEALTH=Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan
3) Variabel belanja modal (BMOD).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 menyebutkan belanja
modal adalah total belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan
dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud
yang mempunyai nilai manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan
dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Nugroho
(2012) menjumlahkan seluruh belanja-belanja tersebut dalam mengukur variabel
belanja modal. Sudarsono dan Rahardjo (2013) menggunakan rasio belanja modal
terhadap total belanja daerah untuk mencerminkan porsi belanja daerah yang
commit to user
Penelitian ini menggunakan logaritma natural dari total belanja modal pemda
untuk mengukur variabel belanja modal pemda. Maka pada penelitian ini variabel
belanja modal menggunakan formula sebagai berikut.
BMOD = Ln Belanja modal
4) Variabel temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern (SPI).
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
5/K/I-XIII.2/8/2010 tentang Petunjuk Teknis Kodering Temuan Pemeriksaan
menjelaskan subkelompok temuan dalam kelompok temuan kelemahan sistem
pengendalian intern sebagai berikut.
a Temuan kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan.
b Temuan kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja.
c Temuan kelemahan struktur pengendalian intern.
Ketiga jenis temuan kelemahan sistem pengendalian intern tersebut tidak
mencantumkan besaran nilai dalam rupiah, sehingga dalam penelitian ini
pengukuran variabel temuan kelemahan sitem pengendalian intern dinyatakan
dalam jumlah kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern oleh BPK dalam
audit LKPD tahun anggaran 2012. Maka pada penelitian ini variabel Temuan
kelemahan struktur pengendalian intern menggunakan formula sebagai berikut.
SPI = ∑ Kasus temuan kelemahan sistem pengendalian intern
5) Variabel temuan pemeriksaan atas kepatuhan terhadap undang-undang (KEP).
Temuan pmeriksaan atas kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
commit to user
mengakibatkan kerugian negara/daerah/perusahaan, potensi kerugian
negara/daerah/perusahaan kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakhematan,
ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Temuan pemeriksaan atas kepatuhan
dihitung dari jumlah temuan pemeriksaan atas kepatuhan (jumlah ketidakpatuhan)
yang terdapat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Marfiana dan Kurniasih (2013) menggunakan logaritma natural pada jumlah
nilai rupiah temuan kepatuhan terhadap terhadap undang-undang. Serupa dengan
penelitian tersebut, pengukuran variabel temuan kepatuhan terhadap
undang-undang dalam penelitian ini menggunakan logaritma natural dari jumlah nilai
temuan pemeriksaan atas kepatuhan oleh BPK pada pemeriksaan LKPD tahun
anggaran 2012. Maka pada penelitian ini variabel temuan pemeriksaan atas
kepatuhan terhadap undang-undang menggunakan formula sebagai berikut.
KEP = Ln Temuan kepatuhan
3.5Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan alat analisis data yaitu regresi linier berganda
(multiple regresion analysis). Tingkat signifikansi (α) yang digunakan dalam
penelitian ini sebesar 5%. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk
menjelaskan pengaruh satu atau lebih variabel independen terhadap satu variabel
dependen (Sekaran dan Bougie, 2013). Persamaan model regresi berganda untuk
pengujian hipotesis dituliskan sebagai berikut.
KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ
Keterangan:
commit to user
STAT : status pemda
WEALTH : tingkat kekayaan daerah
BMOD : belanja modal
SPI : temuan SPI
KEP : temuan kepatuhan
ß1, ß2, ß3, ß4, ß5 : koefisien variabel independen
Ɛ : errors
Analisis hasil pengujian dengan model regresi linear berganda dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai
distribusi dan perilaku data yang menjadi sampel dengan melihat rata-rata, standar
deviasi, varian maksimum, dan minimum (Ghozali, 2013). Pengujian statistik
deskriptif pada penelitian ini meliputi pengukuran nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, nilai maksimum, dan nilai minimum. Mean menunjukkan nilai rata-rata
dari data sedangkan standar deviasi menunjukkan seberapa besar data bervariasi
dan nilai rata-ratanya. Nilai maksimum dan minimun menunjukkan nilai terbesar
dan terkecil dari data.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa data penelitian valid,
tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya efisien. Empat jenis uji
commit to user
autokorelasi, uji heterokedastisitas, dan uji multikolinearitas. Penjelasan lebih
lanjut mengenai keempat pengujian tersebut adalah sebagai berikut.
1) Uji Normalitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu
atau residual mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini digunakan metode
statistik yaitu uji Kolmogorov Smirnov (KS). Jika nilai Kolmogorov-Smirnov lebih
tinggi daripada nilai signifikansi (0,05) maka residual terdistribusi secara normal.
2) Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengguna pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (Ghozali, 2013). Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena
residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian gejala ini dilakukan
dengan menggunakan Run Test. Run Test digunakan untuk melihat apakah data
residual terjadi secara random atau tidak (sistematis). Jika Asymp. Sig. (2-tailed) <
0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual.
Namun, jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka data residual bebas dari
autokorelasi.
3) Uji Heteroskedastisitas
Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian
yang sama. Ada dua cara pendeteksian ada tidaknya heterokedastisitas, yaitu
commit to user
pengujian dengan menggunakan metode statistik yaitu melalui uji Glejser yang
dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual terhadap variabel
independen lainnya. Jika β signifikan, yaitu dengan signifikansi < 0,05, maka
mengindikasikan terdapat heteroskedastisitas dalam model.
4) Uji Multikoliniearitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya
korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel
independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel
independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi tak terhingga.
Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas dalam variabel
independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel coeficients. Jika
nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat disimpulkan tidak
terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel independen.
3.6Pengujian Hipotesis
Model analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah model regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan
untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
goodness of fit-nya.
Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi
(R2), nilai statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil
yang signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0
commit to user
ketika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali,
2013).
1.Pengujian koefisien determinasi (adjusted R2)
Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi
(R2) dilihat pada hasil pengujian regresi berganda untuk variabel independen dan
variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah
bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap
tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sehingga
dalam penelitian ini digunakan nilai adjusted R2 untuk menilai model regresi,
karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam model. Semakin besar nilai adjusted R2 semakin besar pula
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya.
2.Uji signifikansi simultan (uji statistik F)
Uji statistik F menunjukkan bagaimana variabel independen dalam model
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2013). Dalam
pengujian ANOVA, apabila probabilitas (Sig) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka
dapat dikatakan bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen.
3.Uji signifikansi parsial (uji statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
commit to user
dependen. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas (t-statistik). Jika
nilai prob (t-statistik) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka variabel independen
secara signifikan berpengaruh terhadap variabel dependen (Syafitri, 2012).
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah
pengujian seperti berikut ini.
H1: Jika β1≥0, maka H0 ditolak.
Jika β1<0, maka H0 diterima.
H2: Jika β2≥0, maka H0 ditolak.
Jika β2<0, maka H0 diterima.
H3: Jika β3≥0, maka H0 ditolak.
Jika β3<0, maka H0 diterima.
H4: Jika β4≤0, maka H0 ditolak.
Jika β4>0, maka H0 diterima.
H5: Jika β5≤0, maka H0 ditolak.
commit to user
34 BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1Proses Pengambilan Sampel
Proses pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini menggunakan data Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten dan kota di Indonesia dengan
predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan wajar tanpa pengecualian
dengan paragraf penjelas (WTP-DPP), daftar peringkat dan status kinerja
kabupaten dan kota tahun 2012 dalam Kepmendagri No. 120-251 tahun 2014, serta
ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) I dan II tahun 2013 BPK RI. Tabel VI.1
berikut ini adalah proses pengambilan sampel sesuai kriteria yang digunakan dalam
[image:34.612.132.508.216.665.2]penelitian ini.
Tabel IV.1
Proses pengambilan sampel
Kriteria Sampel Jumlah
Kabupaten/Kota termasuk dalam daftar peringkat dan status kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional tahun 2012
LKPD kabupaten/kota tahun 2012 yang tidak mendapat predikat opini WTP dan WTPDPP.
464
(364)
Data temuan kelemahan sistem pengendalian intern pemerintah daerah yang tidak bisa digunakan.
(1)
Data temuan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak bisa digunakan.
(2)
Jumlah observasi dalam penelitian. Outliers
97 (5)
Jumlah sampel penelitian 92
commit to user
4.2Statistik deskriptifStatistik deskriptif digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata, nilai
maksimum, nilai minimum dan standar deviasi suatu variabel. Tabel IV.2
menggambarkan statistik deskriptif variabel dependen dan independen adalah
[image:35.612.146.490.213.508.2]sebagai berikut.
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif
Variabel N Min Max Mean Std
Deviasi
KIN 97 0,9733 3,2950 2,5125 0,5730
AGE 97 3,00 62,00 39,1753 22,8929
WEALTH 97 0,0142 0,7144 0,1095 0,1107
BMOD (LN) 97 24,5758 28,2282 25,9605 0,6367
SPI 97 1,00 26,00 9,2784 4,9218
KEP (LN) 97 16,8067 25,6262 20,8623 1,4190
Valid N (listwise) 97
Definisi variabel:
Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD (LN)= logaritma natural belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP (LN)= logaritma natural temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Penjelasan statistik deskriptif masing-masing variabel dependen dan variabel
independen sebagai berikut:
1. Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Tabel IV.2 di atas menunjukkan nilai rata-rata skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah (KIN) sebesar 2,5125. Angka tersebut
commit to user
kabupaten/kota di Indonesia memiliki rata-rata status kinerja tinggi (berada diantara
skor 2,00 – 2,99). Simpangan baku (standar deviasi) 0,5730 menjelaskan bahwa
penyebaran data untuk variabel KIN berkisar dari 1,9395 hingga 3,0855. Nilai
minimal pada skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah 0,9733
yaitu pada skor kinerja Kota Metro. Nilai maksimal dari skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dimiliki oleh Kota Semarang dengan meraih
status kinerja sangat tinggi dengan perolehan skor kinerja 3,2950.
2. Variabel independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah umur administratif pemda
(AGE), tingkat kekayaan daerah (WEALTH), belanja modal (BMOD), temuan
kelemahan SPI (SPI), dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang (KEP).
Penjelasan masing-masing variabel independen sebagai berikut.
1) Umur administratif pemda.
Umur administratif pemda pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
angka tahun yang dihitung dari tahun disahkannya undang-undang pembentukan
daerah tersebut sebagai pemerintah kabupaten/kota sampai dengan tahun 2012.
Hasil statistik deskriptif pada Tabel IV.2 menunjukan bahwa dari 97 kabupaten dan
kota di Indonesia dalam observasi penelitian ini memiliki rata-rata umur
administratif 39 tahun. Nilai minimal menunjukan bahwa kabupaten/kota termuda
berumur 3 tahun, sedangkan nilai maksimal menunjukan bahwa kabupaten/kota
commit to user
2) Tingkat kekayaan daerah.Variabel tingkat kekayaan diproksikan dengan nilai pendapatan asli daerah
(PAD) dibagi dengan total pendapatan pada neraca LKPD tahun anggaran 2012.
Pada Tabel IV.2 diketahui nilai rata-rata tingkat kekayaan daerah kabupaten/kota
dalam observasi penelitian ini adalah sebesar 0,1095 atau 10,95%. Nilai maksimum
tingkat kekayaan daerah sebesar 0,7144 atau 71,44% yaitu pada Kabupaten
Bandung. Dengan kata lain 71,44% dari total pendapatan Kabupaten Bandung di
tahun 2012 merupakan pendapatan yang berasal dari hasil mengelola dan menuai
sumber daya yang dimiliki Kabupaten Bandung sendiri. Sedangkan nilai minimum
tingkat kekayaan daerah dalam penelitian ini sebesar 0,0142 atau 1,42% yang
merupakan tingkat kekayaan yang dimiliki Kabupaten Bengkulu Tengah.
3) Belanja modal.
Variabel independen belanja modal diukur dengan logaritma natural dari nilai
rupiah realisasi belanja modal yang ada pada laporan realisasi anggaran tahun 2012.
Tabel IV.2 menunjukan bahwa nilai rata-rata belanja modal dalam penelitian ini
adalah sebesar 25,943 atau Rp234.391.298.828,88. Nilai minimal belanja modal
24,5758 merupakan angka belanja modal Kota Padangpanjang dengan nilai belanja
modal Rp 47.111.849.228,00. Nilai belanja modal terbesar ditunjukkan pada nilai
maksimal yaitu 28,2282 yang merupakan belanja modal Kabupaten Kutai
Kertanegara dengan nilai belanja modal mencapai Rp1.817.067.377.318,00.
4) Temuan kelemahan SPI.
Variabel temuan kelemahan SPI diukur dengan jumlah kasus temuan
[image:37.612.130.509.219.457.2]commit to user
9,2784 denga standar deviasi 4,9218 yang menjelaskan bahwa penyebaran data
untuk variabel SPI berkisar dari 4,3566 hingga 14,2002. Nilai minimal jumlah
temuan kelemahan SPI adalah 1 dan nilai maksimal adalah 57.
5) Temuan kepatuhan terhadap undang-undang.
Variabel independen temuan kepatuhan terhadap undang-undang diukur
dengan logaritma natural dari total nilai temuan kepatuhan terhadap
undang-undang. Tabel IV.2 menunjukan rata-rata nilai temuan kepatuhan adalah 20,8623
atau Rp3.692.451.340,21. Nilai minimal temuan kepatuhan terhadap
undang-undang adalah 16,8067 atau Rp19.910.000,00 yang merupakan temuan kepatuhan
terhadap undang-undang pada Kabupaten Bantul. Nilai maksimal 25,6262 atau
Rp134.679.310.000,00 merupakan nilai temuan kepatuhan terhadap
undang-undang pada Kota Medan.
4.3Uji Asumsi Klasik
Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi
klasik bertujuan untuk memastikan validitas hasil penelitian, dengan data yang
digunakan secara teori tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya
efisien (Ghozali, 2013). Secara toeritis model regresi akan menghasilkan nilai
parameter model penduga yang bila dipenuhi asumsi klasik regresi, yaitu uji
normalitas, asumsi multikolonieritas, heterokedastis, dan autokorelasi. Hasil uji
asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Uji Heterokedastis.
Digunakan untuk mendeteksi adanya homokedastisitas atau memiliki varian
commit to user
disebut uji Glejser yang dilakukan dengan meregresikan nilai absolute residual
terhadap variabel independen. Apabila nilai signifikansi > 0,05, maka model
tersebut bebas dari heteroskedastisitas. Namun, jika nilai signifikansi < 0,05, maka
terdapat heterokedastis. Tabel IV.3 menampilkan hasil pengujian heterokedastis
dengan uji Glejser. Berdasarkan Tabel IV.3 diketahui bahwa salah satu variabel
dalam model regresi penelitian ini, yaitu variabel WEALTH, belum terbebas dari
heterokedastis. Terjadi ketidaksamaan variansi dari residual variabel WEALTH
dengan nilai variansi residual variabel yang lain. Hal ini dikarenakan nilai Sig. pada
[image:39.612.134.508.219.571.2]variabel WEALTH bernilai lebih kecil dari 5% yaitu sebesar 0,017.
Tabel IV.3
Hasil Pengujian Heterokedastisitas Dengan Data Outlier
Model Sig.
(Constant)
AGE
WEALTH
BMOD
SPI
KEP
0,033
0,130
0,017
0,098
0,105
0,857
Definisi variabel:
Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Untuk memperoleh data yang bebas dari heterokedastis, maka perlu
mengeluarkan data yang bernilai ekstrem (outlier) dari data sampel penelitian.
commit to user
sampel penelitian terdapat 5 data ekstrem yang dikeluarkan sehingga diperoleh data
penelitian yang berdistribusi normal sejumlah 92 data.
Selanjutnya setelah menghilangkan data outlier maka dilakukan kembali uji
heterokedastis dengan menggunakan uji Glejser. Hasil uji Glejser setelah dilakukan
[image:40.612.168.456.218.504.2]proses penghapusan data outlier dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut ini.
Tabel IV.4
Hasil Pengujian Heterokedastisitas Tanpa Data Outlier
Model Sig.
(Constant)
AGE
WEALTH
BMOD
SPI
KEP
0,467
0,774
0,627
0,684
0,287
0,763
Definisi variabel:
Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Hasil pengujian heterokedastisitas pada Tabel IV.4 memberikan keterangan
bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari heterokedastis, ditandai
dengan nilai sig. masing-masing variabel > 5%.
2. Uji normalitas.
Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan metode statistik yaitu
uji Kolomogrov-Smirnov. Dari Tabel IV.5 nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,962
dengan nilai signifikansi sebesar 0,314, lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%.
Kolomogorov-commit to user
Smirnov tidak signifikan. Hasil pengujian Kolomogrov-Smirnov ditampilkan pada
[image:41.612.133.503.177.462.2]Tabel IV.5 sebagai berikut.
Tabel IV.5
Hasil Pengujian Normalitas
Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized
Residual
N 92
Normal Parametersa,b
Mean 0,0000000
Std. Deviation
0,35037215
Most Extreme Differences
Absolute 0,100
Positive 0,054
Negative -0,100
Kolmogorov-Smirnov Z 0,962
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,314
3. Uji autokorelasi.
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi
linier terdapat korelasi antar kesalahan penganggu (residual) pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi. Langkah untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Runs test. Jika Asymp. Sig. (2-tailed)
< 0,05 maka data residual tidak random atau terjadi autokorelasi antar nilai residual.
Namun, jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 maka data residual bebas dari
autokorelasi.
Hasil pengujian autokorelasi dalam model penelitian ini terdapat pada Tabel
IV.6. Tabel IV.6 menampilkan hasil ouput runs test yang menunjukkan bahwa nilai
commit to user
output runs test >5%, maka data pada penelitian ini tidak mengalami/mengandung
[image:42.612.134.506.163.459.2]autokorelasi.
Tabel IV.6
Hasil Pengujian Autokorelasi
Runs Test Unstandardized
Residual
Test Valuea 0,07308
Cases < Test Value 46
Cases >= Test Value 46
Total Cases 92
Number of Runs 46
Z 0,210
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,834
4. Uji multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen.
Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien
regresi variabel independen tidak dapat ditentukan dan nilai standard error menjadi
tak terhingga. Untuk mendeteksi ada atau tidak nya masalah multikolinearitas
dalam variabel independen dapat dilihat pada nilai Tolerance dan VIF pada tabel
coeficients. Jika nilai Tolerance di atas 0,10 dan nilai VIF di bawah 10 maka dapat
disimpulkan tidak terdapat permasalahan multikolinearitas dalam variabel
independen.
Hasil pengujian multikolinearitas dalam model penelitian ini terdapat pada
Tabel IV.7. Dalam Tabel IV.7 nilai tolerance masing-masing variabel independen
lebih dari 0,10 dan nilai VIF masing-masing variabel tidak ada yang diatas 10.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen dalam model
commit to user
masing masing variabel independen dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel IV.7
[image:43.612.131.510.359.461.2]berikut ini.
Tabel IV.7
Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF
(Constant)
AGE 0,828 1,207
WEALTH 0,753 1,328
BMOD 0,760 1,316
SPI 0,935 1,070
KEP 0,916 1,092
Definisi variabel:
KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah, AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
4.4Pengujian Hipotesis
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris
terkait pengaruh umur administratif pemda (AGE), tingkat kekayaan daerah
(WEALTH), belanja modal (BMOD), temuan kelemahan SPI (SPI), dan temuan
kepatuhan terhadap undang-undang (KEP) terhadap skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah (KIN). Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut maka dalam
melakukan analisis data penelitian menggunakan model regresi berganda. Analisis
regresi berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai
aktual dapat diukur dari goodness of fit-nya.
Goodness of fit dapat diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai
statistik F, dan nilai statistik t. Perhitungan statistik menunjukan hasil yang
commit to user
Berlaku sebaliknya, perhitungan statistik menunjukan hasil tidak signifikan ketika
nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2013). Hasil
[image:44.612.135.506.189.484.2]uji model regresi pada peleitian ini dapat dilihat pada Tabel IV.8 berikut.
Tabel IV.8
Hasil Pengujian Model Regresi Linier Berganda
KIN = ß0 + ß1AGE + ß2WEALTH + ß3BMOD + ß4SPI + ß5KEP + Ɛ
Variable Predicted Sign ß Sig.
(Constant) AGE WEALTH BMOD SPI KEP + + + - - -0,363 0,008 1,495 0,202 0,011 -0,138 0,830 0,000* 0,002* 0,004* 0,183 0,000* N R R2
Adjusted R2
F Sig. 92 0,735 0,540 0,514 20,215 0,000
*signifikan pada α = 5% Definisi variabel:
Variabel dependen: KIN = skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah Variabel independen: AGE = umur administratif pemda, WEALTH = tingkat kekayaan daerah, BMOD = belanja modal, SPI = temuan kelemahan SPI, KEP = temuan kepatuhan terhadap undang-undang
Penjelasan nilai koefisien determinasi (R2), nilai statistik F, dan nilai statistik
t pada Tabel IV.8 di atas adalah sebagai berikut.
1. Uji koefisien determinasi (adjusted R2).
Dari Tabel IV.8 diatas diketahui nilai R2 sebesar 54 % dan Adjusted R251,4%.
Hal ini berarti sebesar 51,4% dari variasi variabel dependen skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dijelaskan oleh variasi dari lima
variabel independen yaitu umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah,
belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap
commit to user
diluar model penelitian ini. Hasil tersebut menunjukan bahwa masih banyak
faktor-faktor lain yang mempengaruhi skor kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.
2. Uji signifikansi simultan (uji statistik F).
Tabel IV.8 menunjukan nilai F hitung sebesar 20,215 dengan nilai
probabilitas atau sig. sebesar 0,000. Nilai sig. sebesar 0,000 jauh lebih kecil
dibandingkan dengan nilai α = 0,05. Angka tersebut menjelaskan bahwa variabel
independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah , belanja modal,
temuan kelemahan SPI, dan temuan kepatuhan terhadap undang-undang secara
simultan berpengaruh terhadap variabel dependen skor kinerja penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
3. Uji signifikansi parsial (uji statistik t).
Tabel IV.8 menunjukan bahwa dengan tingkat signifikansi α = 0,05, maka
variabel independen umur administratif pemda, tingkat kekayaan daerah, dan
belanja modal berpengaruh positif terhadap variabel dependen skor kinerja
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan nilai signifikansi secara berurutan
adalah 0,000; 0,002; dan 0,004. Temuan kepatuhan terhadap undang-undang
berpengaruh negatif dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sedangkan variabel
independen SPI mempunyai nilai signifikansi diatas α = 0,05 sehingga tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hasil pengujian hipotesis denagn regresi linier berganda tersebut
menggambarkan hubungan antara variabel independen umur administratif pemda,
tingkat kekayaan daerah, belanja modal, temuan kelemahan SPI, dan temuan
[image:45.612.132.507.217.460.2]commit to user
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perumusan secara