TINJAUAN PUSTAKA
2.1 File Citra
Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Citra merupakan suatu representasi
(gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek (Abdullah, 2013). Citra juga
merupakan salah satu bentuk multimedia yang memegang peranan sangat penting
sebagai bentuk informasi visual. Citra memiliki beberapa jenis format yaitu JPG,
PNG, Bitmap, GIF dan lain-lain. Diantara multimedia lainnya, citra sangat rentan untuk disalahgunakan seperti diduplikasi, dimodifikasi bahkan dipalsukan. Maka dari
itu keamanan suatu citra sangat dibutuhkan.
2.1.1 Citra Bitmap
Citra bitmap adalah bagian dari citra yang terdiri dari susunan titik yang tersimpan sebagai suatu matriks, elemen dari matriks tersebut merupakan informasi warna dari
setiap piksel. Piksel adalah elemen terkecil yang menyusun citra dan mengandung
nilai yang mewakili kecerahan dari sebuah warna pada sebuah titik tertentu. Jumlah
warna yang dapat disimpan ditentukan dengan satuan bit per piksel. Semakin besar ukuran bit-per-pixel dari suatu bitmap, semakin banyak pula jumlah warna yang dapat disimpan dalam format bitmap.
Pada format bitmap, nilai intensitas piksel di dalam citra dipetakan ke dalam sejumah bit tertentu. Misal, jika peta bit-nya 8, berarti setiap piksel panjangnya 8 bit.
2.2 Kriptografi
2.2.1 Defenisi Kriptografi
Kata Cryptography berasal dari bahasa Yunani yang artinya secret writing. Kriptografi adalah suatu praktek dan ilmu dari teknik untuk komunikasi yang aman
dimana adanya kehadiran dari pihak ketiga. Menurut Terminologinya, kriptografi
adalah ilmu dan seni untuk menjaga keamanan pesan ketika pesan akan dikirim dari
suatu tempat ke tempat yang lain (Ariyus, 2008).
Dalam kriptografi, nama lain untuk pesan adalah plainteks (plaintext). Agar pesan tidak dapat dimengerti maknanya oleh pihak lain, maka pesan perlu disandikan
ke bentuk lain yang tidak dapat dipahami. Bentuk pesan yang tersandi disebut
cipherteks (ciphertext). Ciphertext harus dapat ditransformasikan kembali menjadi plainteks (plaintext) semula agar pesan yang dikirim bisa dibaca oleh penerima. Secara umum, proses enkripsi dan dekripsi dapat dilihat pada gambar 2.1.
Kunci Kunci
Plaintext Chipertext Plaintext
Gambar 2.1. Skema proses enkripsi dan dekripsi ( Schneier, 1996)
Pada Gambar 2.1 ditunjukkan skema proses enkripsi dan dekripsi. Pada proses
enkripsi terdapat masukan berupa plaintext dan akan menghasilkan keluaran berupa
ciphertext. Dan pada proses dekripsi, masukan berupa ciphertext akan menghasilkan keluaran berupa plaintext yang sama dengan plaintext yang sebelum dienkripsi.
2.2.2 Komponen Kriptografi
Dalam kriptografi terdapat beberapa istilah penting (Akbar, F. 2015) antara lain :
1. Pesan, Plaintext, dan Ciphertext
Pesan merupakan data atau informasi yang dapat dibaca dan dimengerti maknanya.
Nama lain untuk pesan adalah plaintext. Agar pesan tidak dapat dimengerti maknanya oleh pihak lain maka, pesan dapat disandikan ke bentuk lain yang tidak
2. Pengirim dan Penerima
Pengirim (sender) adalah entitas yang mengirim pesan kepada entitasnya yang lain. Penerima (receiver) adalah entitas yang menerima pesan. Entitas di sini dapat berupa orang, mesin (komputer), kartu kredit, dan sebagainya.
3. Enkripsi dan Dekripsi
Proses menyandikan pesan asli (plaintext) menjadi pesan tersandi (ciphertext) disebut enkripsi (encryption) sedangkan proses untuk mengembalikan pesan tersandi (ciphertext) menjadi plaintext semula dinamakan dekripsi (decryption). 4. Cipher dan Kunci
Algoritma kriptografi disebut juga cipher yaitu aturan untuk enchipering dan
dechipering, atau fungsi matematika yang digunakan untuk enkripsi dan dekripsi. Keamanan algoritma kriptografi sering diukur dari banyaknya kerja (work) yang dibutuhkan untuk memecahkan ciphertext menjadi plaintext tanpa mengetahui kunci yang digunakan. Kunci (key) merupakan parameter yang digunakan untuk transformasi enciphering dan deciphering. Kunci biasanya berupa string atau deretan bilangan.
5. Sistem kriptografi
Sistem kriptografi merupakan kumpulan yang terdiri dari algoritma kriptografi,
semua plaintext dan ciphertext yang mungkin dan kunci. 6. Penyadap
Penyadap merupakan orang yang mencoba menangkap pesan selama
ditransmisikan. Tujuan penyadap adalah untuk mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya mengenai sistem kriptogafi yang digunakan untuk berkomunikasi
dengan maksud untuk memecahkan ciphertext. 7. Kriptanalisis
Kriptanalisis (cryptanalysis) adalah ilmu dan seni untuk memecahkan ciphertext
2.2.3 Tujuan Kriptografi
Ada beberapa tujuan utama kriptografi (Munir, 2006)yaitu:
1. Confidentiality
merupakan usaha untuk menjaga informasi dari orang yang tidak berhak
mengakses.
2. Integrity
keaslian pesan yang dikirim melalui sebuah jaringan dan dapat di pastikan bahwa
informasi yang dikirim tidak dimodifikasi oleh orang yang tidak berhak dalam
perjalanan informasi tersebut.
3. Non-repudiation
merupakan hal yang yang bersangkutan dengan si pengirim, si pengirim tidak dapat
mengelak bahwa dia lah yang mengirim informasi tersebut.
4. Authentication
agar penerima informasi dapat memastikan keaslian pesan tersebut datang dari
orang yang dimintai informasi.
2.3 Jenis-jenis Algoritma Kriptografi
Secara umum ada dua jenis kriptografi berdasarkan kuncinya, yaitu Algoritma
Simetris dan Algoritma Asimetris.
2.3.1 Algoritma Simetris
Algoritma simetris adalah algoritma yang pada proses enkripsi dan dekripsinya
menggunakan kunci yang sama. Kunci yang digunakan pada proses enkripsi dan
dekripsi bersifat rahasia. Pada algoritma ini, pengirim dan penerima pesan harus
menyetujui suatu kunci tertentu sebelum saling berkomunikasi. Keamanan pada
algoritma ini tergantung pada kunci yang digunakan. Jika kunci diketahui oleh orang
lain, maka orang lain dapat melakukan enkripsi dan dekripsi pesan. Oleh karena itu,
keamanan atau kerahasiaan kunci dalam algoritma ini sangat penting dan algoritma ini
disebut juga dengan algoritma secret key encipherment (Sadikin, 2012). yang termasuk algoritma kunci simetris adalah OTP, DES, RC2, RC4, RC5, IDEA,
Gambar 2.2. Skema Algoritma Simetris (Scheneier, 1996)
Pada Gambar 2.2 ditunjukkan skema algoritma simetris, yang mana dalam
gambar tersebut dilakukan proses enkripsi dan dekripsi dengan menggunakan kunci
yang sama. Sebelum melakukan pengiriman pesan, pengirim dan penerima harus
memilih suatu kunci tertentu yang sama untuk dipakai bersama, dan kunci ini haruslah
rahasia bagi pihak yang tidak berkepentingan sehingga algoritma ini disebut juga
algoritma kunci rahasia (secret-key algorithm).
2.3.2 Algoritma Asimetris
Algoritma asimetris atau sering juga disebut dengan kriptografi kunci publik karena
Kunci yang digunakan dalam algoritma asimetri (asymmetric cryptosystems atau
public key cryptosystems) untuk melakukan enkripsi dan dekripsi berbeda (Smart, 2004). Pada kunci yang digunakan untuk enkripsi bersifat publik (public key). Sedangkan kunci yang digunakan untuk dekripsi bersifat rahasia (private key). Kunci publik disebarkan secara umum sedangkan kunci privat disimpan secara rahasia oleh
si pengguna. Beberapa jenis kriptografi dengan penyandian kunci asimetris antara lain
RSA, Rabin, Diffie-Helman, Knapsack, ELGamal dan sebagainya. Untuk Skema
Kriptografi Asimetris dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. SkemaKriptografi asimetris (Wandani, 2012)
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan skema algoritma asimetris, yang mana dalam
gambar tersebut dilakukan proses enkripsi dengan menggunakan kunci publik dan
proses dekripsi dengan menggunakan kunci rahasia. Kriptografi asimetri ini dapat Algoritma
Enkripsi
Algoritma
Dekripsi
Kunci Rahasia
dianalogikan seperti kotak surat yang terkunci dan memiliki lubang untuk memasukan
surat. Setiap orang dapat memasukkan surat ke dalam kotak surat tersebut, tetapi
hanya pemilik surat yang memiliki kunci dan yang dapat membuka kotak surat
tersebut. Kunci publik dapat dikirim ke penerima melalui saluran yang sama dengan
saluran yang digunakan untuk mengirim pesan, tidak perlu takut, karena pihak yang
tidak berkepentingan tidak akan dapat mendekripsi pesan tersebut, karena tidak
memiliki kunci privat.
2.4 Algoritma Affine Cipher
Affine cipher adalah jenis monoalphabetik cipher substitusi, dimana setiap huruf dalam alfabet dipetakan ke setara numerik, dienkripsi menggunakan fungsi matematika sederhana, dan diubah kembali ke kata. Setiap huruf dienkripsi dengan
fungsi (ax + b) mod 26 di mana b adalah besarnya shift atau pergeseran. Dalam affine cipher yang huruf alfabet dari ukuran yang pertama dipetakan ke bilangan bulat dalam
kisaran. Ia kemudian menggunakan aritmatika modular untuk mengubah integer yang
setiap huruf plaintext berkorespondensi untuk menjadi bilangan bulat lain yang sesuai dengan kata ciphertext. ( Shukla et al, 2014).
Affine cipher merupakan perluasan dari metode Caesar cipher, yang mengalihkan plain text dengan sebuah nilai dan menambahkannya dengan pergeseran P menghasilkan cipher text C yang dinyatakan dengan fungsi kongruen.
Berikut adalah rumus enkripsi dari affine cipher:
�= �+� (mod n)
Dimana n adalah ukuran alphabet, m adalah bilangan bulat yang harus relatif
prima dengan n, maka jika tidak relatif prima dekripsi tidak bisa dilakukan, dan b
adalah jumlah pergeseran nilai yang harus relatif prima dengan m. Untuk melakukan
deskripsi, rumus enkripsi diatas harus dipecahkan untuk memperoleh P. Solusi kekongruenan tersebut hanya ada jika invers m (mod n), dinyatakan dengan m-1. Jika
m-1 ada maka dekripsi dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
Contoh :
Gambar 2.4. Citra bitmap 2x2
Diketahui nilai citra bitmap R,G,B pixel (2,2) yaitu (85,170,250) dengan ukuran 2x2 pixel. maka proses perhitungan enkripsi dan dekripsi dapat dilihat dibawah ini :
a. Enkripsi
Plaintext= 85, 170, 250
Menentukan kunci affine (m,n harus relatif prima)
Ditetapkan m=5, b=8, n=256
Enkripsi : C(P)=(m.P+b) mod n
C(P1)=(m.P1+b) mod n
C(P1)=(5.85+8 ) mod 256
C(P1)=433 mod 256
C(P1)=177
C(P2)=(m.P2+b) mod n
C(P2)=(5.170+8 ) mod 256
C(P2)=858 mod 256
C(P2)=90
C(P3)=(m.P3+b) mod n
C(P3)=(5.250+8 ) mod 256
C(P3)=1258 mod 256
C(P3)=234
Maka didapat ciphertext enkripsi affine adalah (177,90,234).
Untuk mengembalikkan ciphertext menjadi plainteks maka perlu dilakukan dekripsi.
(R G B)
b. Dekripsi
ciphertext = 177,90,234
untuk melakukan dekripsi, mula-mula hitung m-1 pada tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1. Perhitungan m-1 Affine Cipher
m-1 m-1.m (mod n) m-1.5(mod 256)
1 5
2 10
3 15
.
.
.
.
.
.
205 1
Di dapat nilai dari m-1 = 205, maka proses dekripsinya adalah sebagai berikut : Dekripsi : �= -1 (�−�)(mod )
P1= -1 (�1−�)(mod )
P1=205 (177−8)(mod 256)
P1=34645 mod 256
P1=85
P2= -1 (�2−�)(mod )
P2=205 (90−8)(mod 256)
P2=16810 mod 256
P2=170
P3= -1 (�3−�)(mod )
P3=205 (234−8)(mod 256)
P3=46330 mod 256
P3=250
2.5 Algoritma RSA-CRT (Chinese Remainder Theorem)
Algoritma RSA with CRT adalah algoritma kunci asimetris yang diusulkan oleh
Quisquarter & Couvreur pada tahun 1982. Algoritma ini merupakan varian dari RSA
berdasarkan Chinese Remainder Theorem (CRT). Pada teknik ini dua kunci rahasia yang sangat kecil ( � ) menghitung dari kunci rahasia asli (d), dekripsi dilakukan
dengan dua buah kunci dan hasilnya digabungkan dengan bantuan dari Chinese Remainder Theorem (CRT). Algoritma kriptografi RSA with CRT dapat mempercepat kerja kunci dekripsi, untuk meningkatkan kinerja dari algoritma dekripsi dasar RSA
(Garg, 2009).
2.5.1 Chinese Remainder Theorem (CRT)
Chinese Remainder Theorem adalah teorema mengenai kekongruenan lanjar dalam teori bilangan bulat yaitu aritmatika modulo. Teorema ini pertama kali di temukan
oleh Sun Tze. Misalkan m1, m2, ..., mn adalah bilangan bulat positif sedemikian
sehingga FPB(mi, mj)= 1 untuk i ≠ j. Maka sistem kongeruen lanjar x = ak (mod mk)
mempunyai solusi untuk modulo m= m1.m2. ... .mn. (Andi , 2013)
2.5.2 Pembangkit kunci RSA-CRT
Pada Pembangkitan kunci RSA-CRT eksponen deskripsi d tidak secara langsung diberikan pada kunci privat namun dapat dihitung melalui parameter dP, dQ, dan qInv
yang memiliki ukuran setengah dari panjang n bit d. Algoritma pembangkit kunci RSA-CRT adalah sebagai berikut :
1. Pilih dua buah bilangan prima yang berbeda p dan q
2. Hitung n = p.q (Sebaiknya p ≠ q, sebab jika p = q maka n = p2 sehingga p dapat diperoleh dengan menarik akar pangkat dua dari n).
3. Hitung n = (p − 1)(q − 1)
4.
Pilih bilangan integer dimana dan ( ) ; yaitudan adalah relatif prima.
5.
Tentukan sebagai , yaitu adalah perkalian inversedari .
6. dP = d mod (p - 1)
9. Kpublik = (e,n), Kprivat = (dP, dQ, qInv,p,q).
2.5.3 Proses Enkripsi
Pada proses enkripsi RSA – CRT tetap sama dengan RSA biasa dengan menggunakan fungsi sebagai berikut :
ci= mie mod n
Dimana :
- = chipertext
- = plaintext
- = kunci publik
2.5.4 Proses Dekripsi
Pada proses dekripsi berdasarkan penyelesaian persoalan CRT, d dapat dihitung kembali sehingga memulihkan teks sandi untuk mendapatkan kembali teks asli.
dengan menggunakan fungsi sebagai berikut :
1. dPmod p
2. = dQ mod q
3.
4.
Dimana :
�
Contoh algoritma RSA-CRT :
Enkripsi dan dekripsikanlah kunci Affine Cipher yaitu : 5 dan 8 dengan Algoritma RSA-CRT. maka proses perhitungan enkripsi dan dekripsi dapat dilihat dibawah ini:
a. Enkripsi kunci affine (5 dan 8 ) dengan menggunakan kunci publik RSA-CRT. Ditetapkan p dan q adalah 11 dan 7
Lalu hitung n = p x q dan m= (p-1) (q-1)
= 77
n = (p − 1)(q − 1)
= (10) (6)
= 60
Ambil secara acak kunci e dengan GCD(e, n)=1
Misal e=7 ; apakah GCD (7, 60)=1
7 mod 60 = 7
60 mod 7 = 4
7 mod 4 = 1
Karena GCD (7,60)= 1, maka dapat digunakan e = 7
Cari nilai d= e-1 mod (n)=
misal k=1, maka d=8,7
misal k=2, maka d=17,2
misal k=3, maka d=25,8
misal k=4, maka d=34,4
misal k=5, maka d=43
Sehingga didapat d = 43.
Lalu hitung nilai dP= d mod (p-1) dP= d mod (p-1)
= 43 mod 10
= 3.
hitung nilai dQ= d mod (Q-1)
dQ= d mod (q-1)
= 43 mod 6
= 1.
Hitung qInv =
misal k=1, maka d=1,7
misal k=2, maka d=3,3
misal k=3, maka d=4,8
misal k=4, maka d=6,4
misal k=5, maka d=8
Lalu gunakan rumus enkripsi ci= mie mod n
Untuk m = 5.
c1= m1e mod n
= 57 mod 77 = 47
Untuk m = 8.
c2= m2e mod n
= 87 mod 77 = 57
Pesan asli m1 = 5 dan m2=8 setelah dienkripsi menghasilkan C1 = 47 dan C2= 57. Jika
kita dekripsi menggunakan RSA-CRT sebagai berikut :
b. Dekripsi Untuk C1= 47.
Hitung m1 = cdP mod p dan m2 = cdQ mod 1
m1 = cdP mod p
= 473 mod 11 = 5
m2 = cdQ mod q
= 471 mod 7 = 5
Lalu hitung h= qInv . (m1-m2) mod p
h=qInv * (m1 - m2) mod p
= 8 * (5 -5) mod 11
= 0 mod 11
= 0
Lalu gunakan rumus dekripsi P = m2 + h.q
P1 = m2+h*q
= 5 +0*7
Untuk C2=57.
Hitung m1 = cdP mod p dan m2 = cdQ mod 1
m1 = cdP mod p
= 573 mod 11 = 8.
m2 = cdQ mod q
= 571 mod 7 = 1.
Lalu hitung h= qInv . (m1-m2) mod p
h= qInv*(m1-m2) mod p
= 8*(8-1) mod 11
= 56 mod 11
= 1
Lalu gunakan rumus dekripsi P = m2 + h.q
P2 = m2+h*q
= 1 +1*7
= 8
Dari perhitungan di atas diperoleh nilai P2= 8.
Dengan demikian hasil akhir P1 dan P2 adalah 5 dan 8, maka hasil ini sesuai dengan
pesan asli yang sebelum dienkripsi.
2.6 Landasan Matematika Kriptografi 2.6.1 Bilangan Prima
Bilangan bulat positif disebut bilangan prima jika pembaginya hanya 1 dan
. Contoh: 23 adalah bilangan prima karena ia hanya habis dibagi oleh 1 dan 23.
Karena bilangan prima harus lebih besar dari 1, maka barisan bilangan prima dimulai
dari 2, yaitu 2, 3, 5, 7, 11, 13, .... Seluruh bilangan prima adalah bilangan ganjil,
komposit (composite). Contoh: 20 adalah bilangan komposit karena 20 dapat dibagi oleh 2, 4, 5, dan 10, selain 1 dan 20 sendiri. (Munir, 2006).
2.6.2 Relatif Prima
Dua buah bilangan bulat a dan b dikatakan relatif prima jika GCD(a, b) = 1. Sebagai
contoh : 3 dan 2 relatif prima sebab PBB (3, 2) = 1. Tetapi 3 dan 3 tidak relatif prima
sebab PBB(3, 3) = 0 ≠ 1 (Munir, 2006).
2.6.3 Greatest Common Divisor (GCD)
Greatest Common Divisor (GCD) merupakan bilangan bulat terbesar yang merupakan pembagi yang sama dari dua bilangan bulat. Misalkan a dan b adalah 2 (dua) bilangan
bulat yang tidak nol. GCD dari a dan b adalah bilangan bulat terbesar c sedemikian
sehingga c|a dan c|b. GCD dari a dan b dapat dinotasikan dengan gcd( ,b) (Nasution, 2015).
Sebuah GCD ada jika pada bagian terakhir dari bilangan bulat dan � .
Dengan catatan bahwa GCD adalah bilangan positif. (seringnya disetujukan,
bagaimanapun, bahwa ). Jika � maka dapat dikatakan
bahwa a dan b tidak memiliki pembagi yang umum atau disebut juga sebagai bilangan
relatif prima.
2.6.4 Aritmatika Modulo
Biarkan merupakan sebuah bilangan bulat (integer). Dikatakan bahwa bilangan
bulat dan � adalah modulo kongruen jika terdapat perbedaan � dibagi oleh
. Dituliskan:
�
Untuk mengindikasikan bahwa dan � adalah bilangan modulo kongruen .
Bilangan dikatakan sebagai modulus. (Hoffstein, 2008).
2.6.5 Inversi Modulo
Dikatakan bahwa seperti . (Galbraith, 2012). Dan
. Perkalian invers dari bilangan bulat adalah bilangan
maka disebut juga sedikit perkalian invers dari bilangan bulat ,
dinyatakan dengan . (Mollin, 2008).
2.6.6 Pembangkit Bilangan Prima Lehmann
Untuk membangkitkan bilangan acak prima dapat menggunakan metode Lehmann.
Adapun langkah-langkah untuk mengetahui sebuah bilangan p prima atau tidak (Schneier, 1997) adalah sebagai berikut:
1. Pilih sebuah bilangan acak a yang lebih kecil dari p.
2. Hitunglah nilai ( −1)/2 mod .
3. Jika ( −1)/2 ≢1 ( od ) dan ( −1)/2 ≢−1 ( od ), maka p dipastikan bukan bilangan prima.
4. Jika ( −1)/2≡1 r −1( od ),kemungkinan p bukan bilangan prima tidak lebih dari 50 %.
Keterangan :
p merupakan bilangan yang ingin dicek apakah merupakan bilangan prima atau tidak
a adalah bilangan acak yang nilainya lebih kecil dari p. Contoh:
Apakah 103 adalah bilangan prima?
a=2
p=2(103-1)/2
=251
= 2251799813685248 (mod 103)
= 1
Sesuai dengan ketentuan point 2 dan 3 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa 103
merupakan bilangan prima.
2.7 Penelitian yang Relevan
Berikut ini beberapa penelitian yang terkait dengan algoritma RSA with CRT dan Algoritma Affine Cipher :
1. Andi Hazri Hasibuan (2013) dalam skripsi yang berjudul Penambahan Chinese Reminder Theorem Untuk Mempercepat Proses Enkripsi Dan Dekripsi Pada Rsa.
dalam hal pembangkit kunci dan dekripsi, waktu komputasi pada RSA-CRT lebih
cepat jika dibandingkan dengan RSA standart.
2. Azizah Mei Sari Sebayang (2014) dalam skripsi yang berjudul Implementasi Kombinasi Beaufort Cipher dan Affine Cipher pada Three-Pass Protocol untuk Pengamanan Data. Dalam skripsi ini, dapat disimpulkan bahwa, berdasarkan grafik hubungan antara waktu proses dan panjang plainteks diperoleh hasil panjang
plainteks berbanding lurus terhadap waktu. Semakin panjang plainteks maka waktu
yang dibutuhkan akan semakin banyak.
3. Achmad Fauzi (2014) Analisis Hybrid Cryptosystem Algoritma Elgamal dan Algoritma Triple Des. Dalam tesis ini, dapat disimpulkan bahwa, Hybrid Cryptosystem algoritma elgamal dan algoritma tripel des tersebut hanyalah untuk mengatasi adanya penyerangan sebuah pesan supaya lebih aman karena setiap
algoritma mempunyai panjang kunci yang berbeda.
4. Eko Budi Setiawan, Yogie Setiawan Nugraha (2015) Kriptografi Citra Menggunakan Metode Rivest-Shamir-Adleman Chinese Remainder Theorem Di Konsultan XYZ. Dalam jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa, aplikasi yang dibangun telah memberikan hak akses untuk melihat gambar dengan cara
menggunakan kunci yang cukup tahan terhadap serangan pihak yang mencoba
membuka kunci tersebut sehingga gambar tetap aman dan tidak akan bisa dilihat
oleh pihak yang tidak berkepentingan.
5. Ashari Arief, Ragil Saputra (2016) Implementasi Kriptografi Kunci Public dengan Algoritma RSA-CRT pada Aplikasi Instant Messaging. Dalam jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa proses dekripsi menggunakan algoritma RSA-CRT untuk 1800
karakter dengan bit n dari 56 bit samapai 88 bit memiliki kecepatan rata-rata dua